Club itu bertambah malam semakin ramai oleh pengunjung. Suara musik yang berdentum dan keriuhan memenuhi tempat yang di dominasi warna merah dengan sorotan lampu disko tersebut.
Di tempat paling sudut,segerombolan muda-mudi bersorak menyemangati dua orang lelaki yang sedang berlomba menghabiskan satu botol vodka dalam sekali tengak.
Rendy duduk di antara orang-orang yang heboh dengan kedua orang yang mati-matian menghabiskan vodka langsung dari botolnya tersebut.
Rendy mendesis sambil memijit keningnya melihat Andreas menjadi salah satu dari orang konyol yang berlomba tersebut.
Wajah Tuan mudanya sudah memerah.Sampai otot-otot lehernya bertonjolan,tapi dia terus mengelontorkan air yang rasanya tidak lebih buruk dari soda dengan rasa pahit dan panas di tenggorokan tersebut.
<Halo.. Maaf baru Up.Saya menemui kendala dalam membuat cerita ini. Tapi semoga kedepannya ide selalu lancar mengalir. Jangan lupa tinggalkan komen dan vote jika suka. terimakasih.
"Surprise,Ren." Johan berjalan pelan ke arah mereka. "Kau membicarakan ku?" ia tersenyum sambil merangkul pundak Rendy yang terdiam seolah tengah terpergok mencuri."Bukan seperti itu Kak,saya..""Baru beberapa bulan nggak ketemu,kenapa penampilanmu jadi kayak Bapak-bapak gini?" kalimat Rendy terpotong oleh celetukan konyol yang keluar dari mulut Andreas."Astaga..orang ini.." Rendy mengerang dalam hati.Hanya mampu dalam hati,karena begitu hormatnya pada lelaki seumurannya itu."Aku sudah bekerja dan kini membawahi langsung salah satu Perusahan milik keluarga ku,jadi sudah sepantasnya aku berpenampilan seperti ini." Johan tersenyum ramah,seperti tidak tersinggung dengan kata-kata Andreas.Keramaian Club masih terdengar jelas dari tempat mereka berada. An
Johan keluar dari Club ekslusif itu dengan amarah yang ia pendam.Wajahnya kaku,dan ia melangkah cepat dengan pandangan lurus menuju lahan parkir yang terletak di samping gedung. "Aku memang bajingan.Tapi setidaknya aku tak pernah berbohong,dan bersikap munafik seperti mu!" Kata-kata Andreas beberapa saat lalu membuat emosinya hampir tak tertahan. "Bagaimana lelaki bodoh itu bisa tahu..?" ia mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. BUUGH! Seorang pemuda yang tengah mabuk berat berjalan sempoyongan dan tak sengaja menubruk pundak Johan. "Heh,b4ngs4t,punya mata enggak lu?" ia mengumpat dan menyemburkan aroma alkohol yang pekat. Johan hanya menatap.
Rendy dan Andreas memang seperti dua sisi mata uang.Berbeda,namun tak bisa di pisahkan.Beberapa orang bahkan menganggap jika mereka berdua pasangan sejenis karena kadang terlalu over dalam hal kedekatan.Walaupun di aku saudara,dari cara dan sikap Rendy memanggil Andreas,pastilah kita sudah bisa menebak jika hubungan mereka tidaklah sesederhana itu.Benar,mereka bersaudara.Tapi tidak kandung. Rendy anak angkat di Keluarga Martadinata yang terhormat.Di adopsi untuk menemani Andreas yang anak tunggal dalam keluarga tersebut.Entah Rendy yang tahu diri atau merasa minder,ia selalu sungkan untuk memanggil Papa kepada Adnan,dan tak enak memanggil Andreas tanpa embel Tuan Muda."Tuan muda jauh lebih cerdas dari saya jika sudah serius dengan tujuannya." akhirnya Rendy berkata."
Nafas Sonia tercekat saat melihat Liana berjalan pelan memasuki ruang tengah yang temaram. "Sonia?" tak kalah terkejut.Wanita berusia empat puluh lima tahunan yang baru saja datang itu kaget melihat Sonia berada di rumahnya subuh seperti ini. "Kenapa tidak ada orang?" Aji yang mengekor di belakang istrinya bertanya dengan pandangan berkeliling. "Sonia?" sama seperti istrinya ia kaget. Sonia menelan ludah.Tak beranjak dari tempatnya karena kejadian ini begitu tiba-tiba. Liana berjalan mendekatinya."Kenapa pagi-pagi..." "Tidak perlu di tanya." potong Aji sambil merangkul istrinya dan mengajak pergi. "Kini kau tahu bagaimana kelakuan Johan di belakang kita." Aji memandang sinis pada Sonia yang rikuh. &nbs
Sonia mendorong Lira begitu saja masuk ke ruang bawah tanah tempat Johan dulu menghilangkan 'bukti' dengan membakar habis semua."Kau kejam Sonia!" hardik Lira.Mukanya babak belur dengan ujung bibir sobek dan banyak bekas cakaran."Kau yang tak tahu diri!" Sonia mengumpat.Nafasnya masih tersengal, karena tadi ia menyeret Lira dari halaman menuju ke paviliun tak terpakai dengan ruang bawah tanah tempat pembakaran jaman dulu ini."Kau bilang ingin membantuku.Tapi apa yang kini kau lakukan?" Air mata Lira mengalir.Rasanya wajahnya perih dengan seluruh tubuh yang terasa sakit. Ia terduduk di tanah kotor penuh sisa bakaran yang membuat baju warna merah mudanya makin kumal."Memang salah siapa?!" wajah Sonia memerah dengan otot-otot lehernya yang bertonjolan.Rupanya ia sudah tak sanggup menahan rasa cemburu.
Hanya luka gatal yang saya garuk,Tante." Sonia tersenyum semanis mungkin. Mulut Liana membulat. "Kuku jari saya panjang." ia memperlihatkan jari-jari tangannya. "Ah..sebaiknya jangan di garuk keras-keras,anak perempuan tidak baik kalau ada luka di tubuhnya." Liana menasehati. "Iya,terimakasih nasehatnya,akan saya ingat." Sonia menunduk kan kepala beberapa kali sebagai tanda hormat. Diam-diam ia teringat akan Lira,yang tidak lain adalah anak dari Liana sendiri,yang ia sakiti sampai wajahnya membiru dengan ujung bibir yang robek. "Sama-sama Sonia." Liana tersenyum. Pandangannya beralih pada Johan. "Jo," ia memanggil. Johan mengangkat wajah,menoleh ke arah Ibu tirinya tersebut. "S
Liana gemetaran sampai tak mampu berkata apa pun. Pecahan gelas berisi jus yang sedianya akan ia berikan pada Johan supaya tidak terlalu ambil pusing dengan sikap Ayahnya berhamburan di bawah kakinya.Johan cepat merapikan diri,ia mengkerutkan kedua alisnya manatap Sonia yang pura-pura kaget. Tapi Johan tahu,Sonia menjebaknya."Mama.." Johan berusaha menenangkan.Tapi Liana menyuruhnya mundur. Dia memang bukan Ibu kandungnya.Tapi ia yang merawat dan membesarkannya tanpa pernah pilih kasih.Air mata Liana tak terbendung,dadanya serasa di pukul martil saat melihat kelakuan anaknya."Nikahi dia,Jo,atau Ayahmu akan tahu." Liana mengancam.Gerakan Johan terhenti.Ia menatap baik-baik Ibu tirinya yang terlihat sangat syok."Ya Tuhan..kenap
"I,iya,tadi saya terlalu banyak menuang karbol." Sonia berbohong.Sesekali ia menunduk gelisah,saat pria separuh abad itu makin dekat ke arahnya."Sebenarnya,ada hubungan apa kalian berdua?" tanya Aji setelah mengamati Sonia beberapa saat.Mata Sonia bergerak-gerak,bingung mencari jawaban yang tepat. Tanpa sadar,ia mengenggam gagang alat pel itu kuat-kuat."Dulu aku sering melihatmu bersama Jo,ketika kalian masih kuliah.""I,itu..karena saya memang sering meminta bantuhan Johan belajar." Sonia mencoba memandang lawan bicaranya. "Sesuai dengan yang tadi saya ceritakan..saya harus dapat beasiswa, supaya bisa terus kuliah,karena..saya sudah tak punya orang tua."Aji menatap tak yakin.Hal itu membuat Sonia kembali tertunduk.
"Semalam hujannya deras sekali,pohon di dekat rumahku sampai tumbang."seorang suster bercerita. "Padahal sudah masuk musim kemarau.Tapi masih hujan saja." rekannya menimpali. "Bikin malas berangkat shif pagi." ia tertawa. "Mendung memang paling enak buat rebahan." rekannya membenarkan dan ikut tertawa. Dua orang suster itu berjalan beriringan di koridor rumah sakit dengan beberapa pasien yang nampak di sekitar taman untuk menghirup udara segar. "Selamat pagi." dari arah berlawanan,seorang suster lain menyapa. "Selamat pagi." berbarengan mereka menyahut. Pasien yang berada di samping suster tersebut,ikut tersenyum kepada mereka berdua.
Pesta topeng yang di selengarakan di salah satu Hotel milik Keluarga Marthadinata itu begitu meriah.Penyanyi papan atas di undang untuk semakin menghangatkan suasaan.Pesta ulang tahun Perusahaan tahun ini memang spesial,sebab Pimpinan Perusahaan,yaitu Adnan Marthadinata,memperkenalkan menantu beserta cucu cantiknya.Di atas panggung dengan dekorasi hitam-emasnya,Andreas terlihat bahagia mengandeng istri mungilnya yang terlihat menawan dalam balutan gaun malam."Daddy,gendong."putri kecilnya yang bermata cokelat terang mirip dirinya merengek manja.Andreas yang dulu angkuh,terkesan tak peduli,serta seenaknya sendiri.Menjelma menjadi sosok Ayah yang penyayang.Dan itu sangat terlihat dari caranya memperlakukan gadis kecil tersebut.Pria berjas merah dan bertopeng badut itu
Asalamualaikum wr wb Apa kabar?Semoga kita semua masih di beri kesehatan di masa pandemik Covid 19,serta di mudahkan dalam memperoleh rizki. Bercerita tentang PSYCHOPATH LOVE,ini novel yang saya buat paling lama,hampir satu tahun dengan jumlah bab di bawah 90. Jujur saya sangat kesulitan dengan tokoh Johan yang dari awal kemunculan di Novel SEBENARNYA sudah sangat dark. Menulis adegan sadis dan berdarah-darah di Novel ini adalah yang pertama. Saya tertantang,bisa tidak feel dark ini sampai ke pembaca hanya lewat tulisan?(Kalau nonton kan sudah pasti langsung kerasa banget) Dan saya senang membaca beberapa komentar,yang merasakan ketegangan itu. Walaupun untuk saya sendiri,belum merasa berhasil 'menggambarkan' rasa ngeri itu lewat tulisan.š
POV Johan- Gelap, Takut, Punggungku sakit,habis di cambuk Papa. Pipi ku perih di pukul Kak James. Kepala ku pusing dan berdengung. Tolong aku... Tolong! Toloong..! .................... "Happy birthday to you...happy birthday to you...happy birthday,happy birthday...Happy birthday kakak.." Mataku silau oleh cahaya lilin yang tertancap di kue ulang tahun yang ia bawa. "Ayo,tiup lilinnya,Kak." ia menyodorkan kue itu ke arahku. "Aku yang membuat,di bantu Mama." adik tiriku itu masih tersenyum lebar. Aku terpana,jantungku berdebar.Selama 10 tahun aku hidup,baru kali ini ulang tahunku di rayakan. Biasanya Papa dan ke
"Kau bilang akan membantuku bebas,kan...?" bibir pucat Lira yang di poles lipstik warna merah oleh Sonia,berucap pelan. Kening Sonia berkerut.Dia sengaja mencoreng pipi Lira dengan lipstik,kemudian mendengus kesal. Lira yang memakai kebaya warna putih,dengan rambut panjang yang di sanggul sederhana,serta sisipan mawar merah,tak berusaha menghapus corengan lipstik yang seolah terlihat ia sedang tersenyum. "Kalau bisa,saat ini juga,aku ingin 'membebaskan' mu sampai dasar neraka." Sonia berkata bengis,persis di depan wajah Lira. Mata Lira meremang,namun ia tak berkata apa pun. "Kenapa kau tak ikut mati bersama anakmu?" Sonia menegakkan tubuhnya congkak.Ia meletakkan palette make up nya begitu saja ke atas meja. Sonia marah,
Adnan mendengarkan dengan kening berkerut dalam. Rendy yang berdiri di belakang Andreas mendesah beberapa kali. "Kenapa masih saja memohon untuk hal yang mustahil?" ucapnya dalam hati. "Johan yang menculik Lira.Dia juga memperkosanya sampai hamil dan anak yang di lahirkan tak selamat,karena Lira mengalami kekerasan fisik." berapi-api Andreas menerangkan di depan Ayahnya yang masih duduk tenang di kursi kebesaran. "Lira juga bilang,pasangan suami istri Prawira bukan meninggal karena kecelakaan seperti yang ada di berita,tapi karena di bunuh oleh Johan." ia melanjutkan. Ayahnya masih tak bergeming. Andreas menelan ludah.Raut wajahnya menyiratkan kekesalan,sebab respon yang di terima Ayahnya,jauh berbeda ketika se
Suara dentuman musik yang memekakan telingan tak mampu mengusik Andreas dari lamuannya tentang kejadian beberapa saat lalu."Lihat!" Rendy menunjukkan berita tentang kecelakaan suami-istri Prawira di ponsel.Andreas tertegun membaca isi berita tersebut."Begini mudahnya Johan membalikkan fakta atas kematian orang tuanya sendiri." Rendy kembali memperingati. "Sekarang,tak hanya gerombolan mafia di belakang Johan.Tapi,dia juga memiliki kekuasaan mutlak atas Prawira Enterprise!"Andreas meneguk gelas vodkanya sampai habis,dan menghisap lintingan ganjanya."Bro!" panggil Bryan dari lantai dansa. "Come on." ia bergoyang mengikuti ritme lagu bersama teman-teman wanitanya.Andreas menarik ujung bibirnya,lalu mengibaskan tangan. "Enak bener hidupn
Perlahan Lira membuka mata,dan mendapati langit-langit yang berwarna putih. Ia merasa tubuhnya begitu lemah,dengan bagian perut yang perih.Lira mulai mengingat-ingat kejadian apa saja yang menimpanya. Ia meneguk ludah dengan air mata meleleh,kala mengingat Ibunya yang di bunuh dengan kejam. Lira hendak bangkit,tapi perutnya begitu sakit. "Lira?" Andreas membuka pintu.Cepat-cepat ia menidurkan lagi Lira dan meninggikan posisi ranjang. "Kak Andreas.." bibir kering Lira berucap. "Kau baru saja di operasi.Kata Dokter,kau belum boleh bangun dan melakukan kegiatan berat apa pun minimal satu sampai dua hari." Andreas menjelaskan. Lira baru sadar,jika kini,ia berada di rumah sakit.Di r
Aku bukannya tak menyayangi anakku sendiri.Tapi rasa nyeri kehilangan ini,begitu menyakitkan.Aku berusaha meneggelamkan diri pada pekerjaan untuk melupakan.Tapi dirinya yang terus tumbuh dan semakin mirip dengan Anita-ku,begitu mengoyak perasaanku.Sakit..Sakit..Begitu sakit rasanya kehilangan pasangan hidup.***"Papa,bu guru bilang,gambarku bagus."bocah berseragam T.K itu sumringah memperlihatkan gambar rumah dengan dua saudara serta Ayahnya di depan pintu.Aji mengabaikan,melirik pun tidak.***"Papa,aku juara kelas!" dengan penuh semangat,Johan yang berseragam putih merah berlari menunjukkan nilai raportnya yang sempurna.Namun Aji hanya melihat