Pukul 11 malam. Pangeran Gavin keluar dari ruangannya kemudian berjalan ke lorong yang gelap. Pertemuan rutin harus bisa dihadirinya. Sekalipun jarang membahas hal yang penting, namun pertemuan itu harus tetap dilakukan.
Pangeran Gavin memutar gagang pintu kemudian mendorongnya pelan. Seperti di malam sebelumnya, lima orang sudah datang lebih dulu dibandingkan dengannya. Kali ini tersedia beberapa jenis makanan di atas meja, yang sudah bisa dipastikan kalau Cora yang membuat semua itu.
“Apa yang sebaiknya kita bahas malam ini?” Astra membuka suara tepat ketika Pangeran Gavin sudah duduk.
Dengan penuh semangat, Azura mengangkat tangannya sembari menegakkan tubuhnya. “Aku! Aku!”
Semua mata beralih menatapnya. Sangat jarang Azura memiliki topik untuk dibicarakan. Di sisi lain, mereka semua berpikir mungkin Azura ingin mengatakan sesuatu yang serius.
“Pagi menjelang sore tadi, aku dan Leo bertemu dengan utusan Kerajaan Gam
Pangeran Gavin hanya berdehem kemudian keluar dari ruangan. Tanpa sadar jarum jam sudah menunjukkan pukul satu malam. Masih ada beberapa hal yang harus diselesaikannya, jadi dia tidak bisa langsung istirahat. Pangeran Gavin melangkah masuk ke dalam ruangannya dan duduk di belakang meja kerjanya. Tak lama kemudian, Gabriel membuka pintu dan melangkah masuk. “Kau juga harus segera istirahat, Pangeran.” Gabriel mengambil duduk di sofa sudut ruangan, menatap Pangeran Gavin yang berada di seberangnya. Pangeran Gavin menyandarkan punggungnya tanpa mengalihkan matanya dari Gabriel. “Kapan Ayahku menyuruhmu untuk menemaninya?” “Kemarin siang. Yang Mulia bahkan menunjukkan padaku undangan yang dikirim ke Kerajaan Thorn.” Jelas Gabriel. “Kau yakin kalau yang akan datang adalah Yang Mulia Geld? Bagaimana jika Louis yang datang?” bahkan Pangerang Gavin pun ikut khawatir jikalau Pangeran Louis yang datang di perjamuan itu. Gabriel menggeleng pelan. “Aku yakin yang akan datang adalah Yang Mulia
Pukul 10 pagi. Jalanan kota sedang menyambut kedatangan kereta kuda milik Yang Mulia Glocius. Sesekali Yang Mulia Glocius melambaikan tangannya ke arah rakyat yang menyapanya. Siapa yang tidak mengenalnya, semua orang pasti mengenalnya sebagai raja kerajaan terbesar yang ada di negeri ini.“Mereka semua benar-benar menyambutku hangat.” Yang Mulia Glocius mengulas senyum ketika seorang anak kecil melambaikan tangannya. Dia tidak pernah bosan untuk berkunjung ke Kerajaan Wisteria. Rakyatnya ramah, ditambah dengan rajanya yang begitu disegani oleh semua orang.Kereta kuda berhenti tepat di depan gerbang istana Kerajaan Wisteria. Salah satu prajurit berbincang dengan kusir. Tak lama kemudian, prajurit membuka pintu untuk kereta kuda masuk ke pelataran istana.Kabar kedatangan Yang Mulia Glocius sudah didengar oleh hampir seisi istana. Yang Mulia William pun bergegas menyambutnya di teras istana. Senyumnya merekah ketika melihat Yang Mulia Glocius turun d
Tidak ada raut keterkejutan dari Pangeran Gavin. Karena sebelumnya, dia sudah bertanya pada Norman alasan kenapa dia dipanggil oleh ayahnya. “Putri baik-baik saja.”“Pangeran, kau tidak berniat untuk merebut Kerajaan Mandelein?” Yang Mulia Glocius tidak berniat basa-basi. Pembicaraan pun mulai serius. Atmosfer ruangan ikut berubah.Pangeran Gavin yang mendapat pertanyaan tersebut sudah memantapkan tekadnya berdasarkan apa yang Putri Olivia katakan. “Tidak, Yang Mulia.”“Kenapa?”Tanpa ingin memberitahu siapapun terkait alasannya dan juga tidak ingin melukai perasaan Yang Mulia Glocius, Pangeran Gavin menjawab. “Saya memiliki alasan saya sendiri kenapa tidak ingin melakukannya.”Tidak ingin terus mendesak, Yang Mulia Glocius justru tersenyum. Dia menghargai sikap Pangeran Gavin yang tidak dibutakan dengan kekuasaan. “Kalau begitu, tidak masalah jika aku merebut Kerajaan Mandelein?&rdq
“Menyebalkan!!!” Yang Mulia Geld memekik frustasi. Dia tidak bisa berpikir jernih untuk menemukan jalan terang. Melihat rajanya frustasi, Dandi selaku penasehat raja melangkah mendekat, berusaha untuk membantunya mencari jalan keluar. “Tenangkan diri Anda, Yang Mulia.” Yang Mulia Geld menggeram pasrah. “Bagaimana aku bisa tenang? Sore ini aku pasti ditunggu oleh William. Mau diletakkan dimana harga diriku ketika bertemu dengannya setelah apa yang dilakukan oleh Louis.” Dandi merangkul pundak Yang Mulia Geld, menuntunnya ke kursi di depan salah satu ruangan. “Tenangkan diri anda lebih dulu. Dengan begitu anda bisa mendapatkan jalan keluar.” Yang Mulia Geld duduk di kursi ditemani Dandi di sebelahnya. “Aku memang tidak suka dengan apa yang Louis perbuat, tapi aku juga tidak tahu bagaimana berhadapan dengan kerajaan lain yang sudah jelas mereka mengetahui perbuatan Louis.” “Jika saya boleh saran, Yang Mulia. Mungkin alangkah baiknya kalau Anda be
Yang Mulia Geld berusaha untuk mengulas senyum dan menyembunyikan ketakutannya. Dengan langkah tegak, Yang Mulia Geld melangkah ke arah Yang Mulia William. “Terima kasih sudah mengundangku.” Yang Mulia William membalas jabatan tangan yang diulurkan oleh Yang Mulia Geld. Hanya untuk sesaat, Yang Mulia William segera mempersilakan untuk duduk. “Silakan duduk.” Yang Mulia Geld duduk di kursi, tepat berseberangan dengan Yang Mulia William. Sekilas, dia menatap ke arah Gabriel yang berdiri tidak jauh dari Yang Mulia William duduk. Tidak ada rasa curiga dalam dirinya. Dia menyimpulkan kalau Yang Mulia William memiliki penasehat baru. “Tolong tuangkan tehnya.” Yang Mulia William meminta Gabriel untuk menuangkan teh ke cangkir yang masih kosong. Gabriel membungkuk hormat. “Baik, Yang Mulia.” Dengan cekatan, Gabriel mengambil teko kemudian menuangkan teh yang ada di dalamnya ke cangkir milik Yang Mulia Geld lantas berganti ke cangkir milik Yang Mulia William.
“Kau tahu, kejadian perampasan Kerajaan Mandelein, sudah diketahui oleh Kerajaan Gambera. Jadi kau tahu kan, apa maksudku?”Yang Mulia Geld mengangkat wajahnya menatap tidak percaya ke arah Yang Mulia William. Kerajaan Gambera sangat terkenal dengan rajanya yang nekad dengan elegan. Mendekati kerajaan yang menurutnya menguntungkan, menawarkan peleburan kerajaan, hingga akhirnya menguasai kerajaan tersebut. Tidak ada yang dirugikan, bisa dibilang kedua sama-sama untung. Jika berita itu sudah sampai pada raja Kerajaan Gambera, secara tidak langsung nyawa Pangeran Louis benar-benar berada di ujung tanduk.Melihat wajah pucat Yang Mulia Geld, membuat Yang Mulia William mengulas senyum. “Aku menyetujui perjanjian agresi denganmu. Dengan syarat, jika kau berkhianat, bersiaplah. Siapa yang akan memenggal kepalamu diantara kami berdua.”Di koridor Kerajaan Wisteria. Yang Mulia Glocius baru saja menghabiskan makanannya. Dia makan dengan sangat lah
Pukul 11 malam. Pangeran Gavin masuk ke dalam ruang pertemuan. Dia tidak sabar ingin mendengar cerita dari Gabriel tentang perjamuan tadi sore. Begitu Pangeran Gavin masuk, kelima teman-temannya sudah duduk menunggunya dengan beberapa camilan di atas meja. Pangeran Gavin duduk di kursi favoritnya menatap ke arah Gabriel. “Bisa ceritakan sekarang?” Melihat tingkah tidak sabaran dari Pangeran Gavin, membuat Gabriel tertawa pelan. “Kau tidak sabaran, Pangeran. Tapi baiklah, aku akan menceritakan semuanya padamu.” Gabriel mulai bercerita mengenai kejadian yang dialaminya sore ini. Tidak ada satupun yang menyela. Mereka menyimak baik-baik hingga cerita usai. Azura tertawa ketika cerita usai. Satu hal yang membuatnya tertawa adalah wajah pucat Yang Mulia Geld. “Benar-benar langka. Ah, aku jadi berharap bisa melihatnya.” Leo menatap Azura kemudian mengalihkan pandangannya menatap Gabriel. “Kenapa Yang Mulia Geld sangat nekad? Tidakkah berpikir jika datang sama saja menyerahkan nyawanya?”
Pukul lima pagi. Matahari perlahan mulai keluar, mengintip dari balik gunung. Membiarkan cahayanya bergerak menyapu apapun yang dilewatinya. Warga kerajaan sudah mulai beraktivitas. Beberapa pulang dari hutan membawa sepikul tumpukan kayu bakar. Ada juga yang sedang memasak untuk makan anak-anak mereka.Di balik gerbang Kerajaan Mandelein. Tidak ada satu warga pun yang tahu kalau pemimpin mereka bahkan sang putri tidak ada di dalam kerajaan. Mereka tidak curiga dengan keberadaan prajurit Kerajaan Thorn yang berlalu-lalang. Putri Olivia melarikan diri dari gerbang belakang istana, dengan kata lain bertolak belakang dengan rumah-rumah penduduk. Jadi tidak ada yang tahu kejadian tragis yang terjadi di dalam istana.Hal itu dimanfaatkan oleh Pangeran Louis yang menggelar penobatan raja baru beberapa hari yang lalu. Dengan dalih bahwa dia sudah dipercaya oleh sang raja untuk memimpin Kerajaan Mandelein dan bertempat tinggal di sana. Rakyat pun percaya. Tanpa tahu apapun, me
Hari silih berganti. Puteri Olivia dan Pangeran Gavin masih senantiasa menginap di Kerajaan Gambera. Hal yang berbeda hanyalah Norman yang sudah kembali ke Kerajaan Wisteria, membawa laporan terkait ucapan terima kasih dari Yang Mulia Geld yang ditujukan kepada Yang Mulia William. Panglima Murr pun sudah kembali, menyisakan Panglima Sam dengan beberapa pasukannya untuk mengamankan Kerajaan Mandelein. Berita kebenaran kejadian di dalam istana, sudah terdengar sampai ke telinga rakyat Kerajaan Mandelein. Di hari pertama, bahkan mereka berbondong-bondong mengunjungi istana untuk menanyakan kebenaran terkait berita tersebut. Beberapa dari mereka mengasihani keadaan Puteri Olivia, sedangkan yang lainnya menginginkan Pangeran Louis dihukum mati. Berakhirnya peperangan juga menjadikan akhir bagi Kelompok Mawar Hitam. Palte selaku pemimpin kelompok tersebut, diam-diam menemui Panglima Sam di Kerajaan Mandelein. Mencoba mengutarakan maksudnya. “Siapa kau? Dan apa tujuanmu datang padaku?” tany
Crash!“Maaf terlambat. Kau baik-baik saja?” Gabriel muncul di samping Palte, memaksanya untuk kembali membuka mata.Siapa? Aku belum pernah bertemu dengannya.Gabriel berjongkok dan membantu Palte untuk berdiri. “Kita harus mengobati lukamu.” Sekalipun dia mendengar apa yang dipikirkan oleh Palte, namun Gabriel memilih untuk lebih dulu mengobati lukanya.Di seberang mereka, Azura pun sudah berhasil menyelamatkan Alex dan rekan-rekannya dengan memenggal kepala prajurit yang berada di sekitar mereka. Beruntung tidak ada luka parah pada mereka, jadi mereka bisa segera meninggalkan arena pertempuran.“Palte! Kau terluka! Astaga!” Noir panik ketika melihat Gabriel yang menyandarkan Palte di samping gudang.Gabriel melangkah mundur, membiarkan Noir mengobati Palte. Pandangannya pun beralih menatap Azura yang baru datang bersama Alex dan rekan-rekannya.“Tetaplah di sini. O
Teriakan memilukan, tanpa bisa melakukan apapun. Tangan kanan Dean terpotong hingga bahu. Masih dalam keadaan terikat, tangan itu terpisah dari tubuh pemiliknya. Dean meraung-raung melampiaskan rasa sakit yang dirasakan di tubuh bagian kanannya. Darah pun keluar tiada henti. Rasa sakit yang membuat siapapun ingin menangis.“Sudah kukatakan sebelumnya, bukan? Tapi kau malah tidak mau percaya padaku. Bagaimana rasanya? Sakit, bukan? Apa yang kulakukan padamu tidak ada apa-apanya dengan apa yang kalian lakukan pada orang tua Puteri Olivia. Kau sendiri sadar akan hal itu, kan?” Azura menyimpan belatinya seraya menjaga jarak dari Dean. Dia membiarkan Dean berteriak-teriak kesakitan. Sudah cukup baginya untuk saat ini menyiksa laki-laki di depannya, hanya sekedar untuk membuktikan dengan siapa dia berhadapan.Tak lama kemudian, Dean tidak sadarkan diri. Azura pun mengambil kain panjang yang selalu dibawanya untuk berjaga jika terluka. Kali ini dia akan menggunaka
“Astaga Gavin!” Yang Mulia William bergegas mendekat, membantu Astra meletakkan Pangeran Gavin di dalam kereta kuda.Astra bergegas mengambil kotak obat di kereta yang lainnya dan segera mengobati luka di punggung Pangeran Gavin. Sedangkan Gabriel meletakkan Puteri Olivia di kereta kuda yang lainnya. Dia masih belum sadar. Hampir saja, telat satu detik saja, Puteri Olivia mungkin akan mati tergantung. Gabriel melepaskan tali yang mengikat leher Puteri Olivia kemudian membuangnya asal.“Apa Puteri baik-baik saja?” Maya berdiri di samping kereta kuda, menatap cemas keadaan Puteri Olivia.Gabriel berdiri berseberangan dengan Maya, menatapnya kemudian beralih menatap Puteri Olivia. “Dia hanya tidak sadarkan diri. Temani di sini. Aku harus mengurus Azura.”Maya mengangguk mantap. “Dimengerti.”Gabriel melangkah cepat mendekat ke Azura yang dibaringkan di atas rumput di bawah pohon. Di sampingnya sudah ada
Dua ribu pasukan keluar dari hutan, membaur dan menebas pasukan dari Kerajaan Mandelein. Beberapa dari mereka bergerak cepat mengobati prajurit pimpinan Panglima Murr yang terluka, membawa mereka jauh dari peperangan.Ribuan pasukan yang datang membuat emosi Pangeran Louis seketika memuncak. Wajahnya merah padam. Tidak ada yang mengatakan padanya kalau akan ada pasukan bantuan. Sekalipun pasukannya terbilang banyak, namun yang dilihatnya saat ini adalah pasukannya yang semakin berkurang.“CEPAT HABISI MEREKA! KENAPA KALIAN MALAH KALAH? CEPAT MAJU!!!!”Prajurit yang merasa terpanggil bergegas melakukan apa yang diperintahkan. Mereka mulai bergerak mengepung Pangeran Gavin dan yang lainnya. Hampir seperempat pasukan mengepung mereka, dengan senjata di tangan mereka.Astra yang semakin terpancing emosi sontak berdiri di depan teman-temannya. Jika dia memiliki kemampuan kutukan, mungkin dia akan mengutuk mereka yang berada di sekitarnya dengan kut
Pangeran Gavin yang berada di tengah-tengah peperangan, menyadari keberadaan Putri Olivia di atas benteng. Perhatiannya pun teralihkan. Pedang yang semula bergerak menebas sana-sini, kini berhenti bahkan perlahan turun. Sebentar lagi, seharusnya dia bisa menyusup dan menyelamatkan Putri Olivia, namun apa yang terjadi saat ini membuatnya terdiam.Oliv...“Gavin! Jangan melamun!” Astra yang semula berjarak darinya segera mendekat seraya menghunuskan pedangnya pada prajurit yang menghalangi jalannya. Pangeran Gavin yang sama sekali tidak bergeming di sampingnya dengan pandangan ke arah benteng, membuat Astra melihat ke arah yang sama.Terkejut, tergambar jelas di wajah Astra, apalagi Pangeran Gavin. Jarak mereka dengan benteng masih sangatlah jauh. Ditambah lagi dengan ribuan pasukan yang mengepung mereka, membuatnya sulit untuk menjangkau dalam waktu cepat ke tempat Putri Olivia.“KAU DI SANA, GAVIN? KAU INGIN MENYELAMATKAN OLIVIA
“Omong-omong, Gavin. Aku membawa pesan dari Yang Mulia William.” Astra berbalik menatap Pangeran Gavin yang tengah memijat pelipisnya.“Ap---”Bugh!Sebuah bogeman mentah mendarat di perut Pangeran Gavin dari Astra membuatnya meringis kesakitan. Siapa sangka Astra akan memukul perutnya dan itu terbilang cukup kuat.“Itu pesan dari ayahmu, Gavin. Dia menitipkan pukulannya padaku,” ucap Astra tanpa rasa bersalah sama sekali.“Uhuk! Uhuk! Sakit sekali. Kenapa ayah menitipkan hal yang tidak berguna padamu?” Pangeran Gavin mengambil duduk di atas jerami seraya menyandarkan punggungnya di tiang gudang.Astra pun ikut duduk bersila di samping Pangeran Gavin. “Karena kau dengan bodohnya sendirian di tempat tidak dikenal ini. Bagaimana jika terjadi sesuatu padamu sebelum aku sampai, hm?”“Aku tahu hal itu tidak akan terjadi, karena itu aku tidak masalah sendiria
Noir menoleh. “Oh, mereka akan menginap di sini untuk malam ini,” tuturnya. Alex yang ikut menoleh, terkejut dengan keberadaan Pangeran Gavin dan Leo di desanya. Spontan dia berdiri di depan Palte dan Noir dengan dua pedang kecil di tangannya. “Kenapa anggota kerajaan ada di sini?” Mata itu memicing, menatap tidak suka ke arah Pangeran Gavin. “Anggota kerajaan?!” Noir memekik tidak percaya. Lambang Kerajaan Wisteria tersemat di sarung pedang milik Pangeran Gavin. Kerajaan di mana tugas mereka dijalankan. Palte yang baru menyadarinya ikut menarik pedangnya berdiri bersampingan dengan Alex. “Kami ke sini hanya untuk me---” Brak! Leo yang sedari tadi hanya diam, tiba-tiba tersungkur lemas. Dia tidak bisa jauh-jauh dari Kerajaan Wisteria dalam waktu yang lama. Jantungnya melemah. Pangeran Gavin berjongkok dan memeriksa kondisi Leo. Suhu badannya meninggi, keringat dingin mulai bercucuran di dahinya. “Oi! Leo, bertahanlah!” Tanpa banyak berpikir, dia bergegas membawa Leo ke dalam gud
Di ruangan perawatan. Norman keluar dari ruangan dan dihampiri oleh beberapa pelayan. Sarung tangan yang dipakainya segera dilepas kemudian meletakkannya di nampan yang disodorkan oleh pelayan padanya.“Apa Yang Mulia baik-baik saja?” tanya pelayan tersebut.Dandi berdehem. “Beliau sudah melewati masa kritis. Sisanya tinggal menunggu beliau sadar. Omong-omong, kalian melihat rekanku?”“Ada bersama Tuan Dandi di kamar Yang Mulia Geld.”“Terima kasih.” Dandi pun melangkah menuju ke tempat Gabriel. Hingga kasus ini diketahui siapa pelakunya dan memastikan Yang Mulia Geld sudah sadar, mereka berdua tidak bisa pulang begitu saja.Gabriel berjongkok tepat di depan bercak darah Yang Mulia Geld yang berceceran di lantai kamar pribadinya. Masih belum ada bukti lain kecuali darah di lantai. Gabriel bahkan dibuat pusing karena bukti yang sangat sedikit.“Bagaimana?” Norman melangkah masuk, ber