...Julian kembali ke Thedas dengan perasaan yang bahagia. Bahkan sejak perjalanan senyum dibibirnya tidak pernah memudar sedikitpun. Tampaknya pria itu memang sangat bahagia saat ini. Sesaat tiba di depan pintu gerbang istana, para prajurit menyambut Julian dengan hormat. Julian tidak peduli dan terus melangkah semakin masuk ke dalam istana. Seperti biasa, Julian akan di sambut oleh Duck yang kini berdiri tidak jauh dari jaraknya. Namun, Julian sedikit heran saat melihat raut wajah Duck yang berbeda dari biasanya. Pria itu terlihat cemas dan gusar. "Ada apa?" Tanya Julian spontan. Duck menoleh dan menatap Julian dengan tidak biasa. "Pangeran." Kening Julian semakin berkerut heran saat Duck berjalan menghampiri dengan guratan cemas yang semakin kentara. "Raja memanggil mu," ujar Duck memberitahu. "Lalu?" Julian mengangkat satu alisnya. Aneh sekali, ayahnya hanya memanggil lantas kenapa Duck bisa secemas ini? "Dia tampak marah," ungkap Duck semakin menatap lekat wajah Julian.
...Walaupun sudah mendapatkan peringatan dari ayahnya, tetapi Julian tetap pergi menemui Anne. Ya, Julian kini berniat pergi ke Neverland untuk bertemu dengan Anne. Karena Julian sudah amat sangat merindukan gadis nya itu. Tidak peduli dengan ancaman dari raja Charles, Julian tetap pergi. "Jack!" Anne berseru seraya berhambur memeluk Julian saat melihatnya. Bibir Julian membentuk sebuah kurva tipis. Julian balas memeluk Anne dengan erat. Rasanya benar-benar rindu sekali yang Julian rasakan. Dan ketika bersama dengan Anne, rasa rindunya terobati begitu saja. "Aku menunggumu, Jack. Kenapa kau pergi sangat lama," ujar Anne dalam pelukan. Meletakkan sisi wajahnya di dada bidang Julian. "Maafkan aku," balas Julian pelan. Beberapa hari ini Julian memang jarang menemui Anne lagi. Alasannya karena Julian memilih waktu yang tepat agar kepergiannya tidak mendapati kecurigaan dari sang ayah. Anne melepas pelukannya dan menatap wajah Julian dari dekat. "Tidak masalah. Yang penting sekarang
...Julian beserta rombongan dari Thedas sudah bersiap untuk pergi. Walaupun sebenarnya berat hati bagi Julian melakukan rencana ini, tapi Julian tidak punya pilihan lain selain mengikuti apa yang raja Charles perintahkan. Duck yang turut ikut dan berdiri di samping pangeran Julian hanya bisa menatap dengan teduh. Duck tahu jika keputusan ini adalah hal yang terberat untuk pangeran Julian lakukan. "Berikan aku kabar bahagia," ujar raja Charles menepuk bahu Julian dengan menyungging senyum. Sungguh ucapan dari ayahnya membuat Julian semakin menaruh amarah. Julian menolehkan kepalanya dengan tatapan tajam yang menghunus. Tangannya sudah mengepal kuat menahan agar tidak hilang kendali. Julian benci situasi ini. Julian benci dengan dirinya yang tidak berdaya seperti ini. "Ayah yakin kau akan menyelesaikan tugas ini. Jangan kecewakan aku. Kau tahu bukan apa yang akan terjadi jika kau lakukan itu?" Imbuh raja Charles menyeringai samar. Julian semakin menahan amarah dalam dirinya. Tatapa
...Tanpa arah tujuan, Anne terus berlari menelusuri jalan yang ia tempuh. Air matanya bahkan tidak pernah berhenti menetes sejak kepergiannya dari Neverland. Sekarang entah ada di mana Anne saat ini. Anne terus terisak dengan hati yang hancur ia rasakan. Rumahnya, keluarganya bahkan semua orang yang ia cintai di Neverland sudah hilang dalam hidupnya. Kini Anne hanya sebatang kara. Tidak ada seseorang yang berada di sisinya. Semua warga Neverland hilang entah kemana. Mereka memutuskan pergi dan meninggalkan Neverland begitu saja. Anne meninggalkan istana nya. Kini Anne tidak tau harus melangkah kemana. Setelah jauh langkah yang Anne tempuh, wanita dengan gaun yang sudah sedikit lusuh itu lantas duduk di bawah pohon besar. Anne memperhatikan keadaan sekitarnya, dan semuanya tampak sepi dan sunyi. Anne menundukkan kepalanya dan kembali terisak. Dia menautkan kedua tangannya erat guna menahan segala rasa sesak dan sakit dalam hatinya. "Hiks ... Ayah, ibu, Jessie." Anne bergumam dengan
...Julian pulang dengan hati yang kecewa. Sepanjang hari Julian mencari Anne, tapi dia tidak bisa menemukan gadis itu. Julian mencemaskan Anne, terlebih hari sudah mulai gelap dan Julian tidak tahu dimana Anne sekarang. Sungguh Julian ingin sekali menghajar dirinya sendiri karena sudah membuat Anne seperti ini. Julian marah dan terus memaki dirinya. "Pangeran!" Mendengar panggilan dari Duck membuat Julian menghela nafas kasar. "Jangan bicara padaku, Duck. Aku sedang tidak ingin di ganggu," seru Julian dingin. Lalu Julian melompat dari kudanya dan hendak untuk pergi meninggalkan Duck. Sedangkan Duck segera menyusul langkah Julian dengan cepat. "Tunggu sebentar, pangeran. Ada hal yang ingin aku katakan padamu," ujar Duck berusaha menahan kepergian pangeran Julian. Ucapan dari Duck hanya di anggap angin lalu oleh Julian. Pria itu terus melangkah dan mengabaikan seruan Duck. Julian tidak peduli dengan apa yang ingin Duck katakan. Sekarang yang Julian butuhkan hanyalah ketenangan d
...Anne menatap waspada saat mendengar suara pintu penjara terbuka diiringi dengan suara langkah kaki yang terdengar mendekat. Karena cahaya yang gelap, Anne jadi tidak bisa melihat siapa seseorang itu. Anne berpikir jika itu adalah raja Charles hingga membuat Anne beringsut mundur untuk menghindar. "Anne." Panggilan itu membuat Anne menoleh cepat. Terlebih Anne merasa tidak asing dengan suaranya. Seketika tubuh Anne terlonjak saat merasakan seseorang itu memeluknya dengan erat. Jack, Ah tidak. Julian? "Maafkan aku," ujar Julian penuh sesal. Pria itu memeluk Anne semakin erat seolah takut pelukan itu terlepas. Setelah cukup lama terdiam, akhirnya Anne tersadar. Pun Anne mulai berontak dan mendorong Julian untuk menjauh darinya. "Lepaskan aku!" Teriak Anne menolak pelukan Julian. Julian terpaksa melepaskan pelukannya dan menatap Anne teduh. Julian memperhatikan keadaan gadis nya dan itu semakin membuat Julian merasa bersalah. Terlebih ketika melihat satu kaki Anne di rantai sep
...Berapa kali pun Julian mendapat penolakan dan bentakan dari Anne, Julian tetap tidak menyerah. Pria dengan ekspresi dingin itu berjalan ke arah ruang penjara bawah tanah. Julian sudah tidak peduli lagi dengan ayahnya yang mungkin akan marah karena ia diam-diam menemuk Anne. "Pangeran, Yang Mulia raja melarang mu—""Aku tahu." Julian menyela cepat ucapan prajurit itu. Melewati ekor matanya Julian melirik datar pada prajurit penjaga itu. "Tapi aku tidak peduli. Aku berhak pergi kemanapun yang aku inginkan. Jadi jangan ikut campur," lanjut Julian dingin. Nada yang Julian keluarkan terkesan sarkas. Setelah itu Julian pun melanjutkan langkahnya dan mengabaikan prajurit penjaga yang barusan mencegatnya. "Anne," panggil Julian sesaat setelah masuk ke dalam ruangan itu. Langkah kaki Julian semakin masuk ke dalam dan mendekati Anne. Walaupun dalam gelap sekalipun, tapi Julian tetap bisa melihat keberadaan Anne di depannya. Sedikit bibir tipis Julian membentuk senyuman samar. Lalu Jul
...Tampaknya kehadiran Julian selama beberapa hari ini sudah mulai di terima oleh Anne. Buktinya gadis itu tidak lagi berteriak atau bahkan memaki Julian setiap Julian mengunjunginya di penjara. Namun tatapan benci dan wajah dinginnya masih tetap Anne berikan kepada Julian. Walau begitu, Julian tidak tersinggung sedikitpun oleh sikap Anne yang mungkin masih tetap sama. Karena Julian rasa Anne memang pantas memberikan tatapan benci pada dirinya. "Anne, biarkan aku melihat lukamu," ujar Julian. Tanpa menyahut Anne semakin manjauhkan tangannya dari jangkauan Julian. Hal itu membuat Julian menghela nafas karena sulit untuk membujuk Anne. Tadi sesaat setelah Julian masuk dan memperhatikan Anne, tanpa sengaja Julian melihat luka lebam di tangan kiri Anne. Julian yakini jika itu luka baru karena sebelumnya Julian tidak melihat luka itu. "Jika dibiarkan nanti infeksi," imbuh Julian kembali membujuk. "Biarkan aku obati," kata Julian lagi. Namun Anne masih tetap diam dan memalingkan wajah
...Julian melompat dari kudanya dengan terburu-buru. Tungkai jenjangnya melangkah begitu lebar. Raut cemas dan penuh khawatir terlihat jelas di wajah dinginnya. Tanpa peduli dengan beberapa prajurit yang memberinya salam hormat, Julian terus melangkah masuk ke dalam istana. "Yang Mulia!" Panggil Duck mengejar langkah Julian. Seakan tuli, Julian tidak sama sekali mendengar seruan dari Duck. Julian hanya terus melangkah untuk mencapai tujuannya. "Di mana Anne?!" Seru Julian sedikit meninggi. Ratu Maria menoleh begitu melihat Julian yang datang secara tiba-tiba. Wanita yang tidak lagi muda itu menghampiri Julian untuk mengusap bahunya menenangkan. "Anne ada di dalam. Dia sedang diperiksa oleh tabib." Julian mendengus kasar mendengar ucapan ibunya. Setelah mendapat kabar dari Duck jika Anne pingsan di istana membuat Julian kalut. Julian yang tengah berburu lantas bergegas pulang ke istana. Bahkan dia meninggalkan busur panahnya di hutan karena terlalu mencemaskan Anne. Sabar bukan
...Seluruh rakyat Thedas berbahagia. Hari ini tepatnya adalah hari di mana pernikahan Anne dan Julian digelar. Suasana bahagia menyelimuti semua orang. Setelah pewarisan tahta kerajaan kepada Julian, mereka segera menggelar pesta pernikahan. Kini Julian dan Anne ditetapkan sebagai ratu dan raja Thedas. Senyum ratu Maria merekah melihat Anne dan Julian di atas altar. Keduanya terlihat begitu serasi. Seketika ratu Maria mengingat raja Charles. Jika saja raja Charles masih ada di sini pasti ia juga akan sangat bahagia melihat Julian yang menikah dengan Anne. "Kalian sudah resmi menjadi suami istri. Yang Mulia bisa mencium kening ratu sebagai simbol kasih sayang," ujar seorang pendeta. Julian maju beberapa langkah hingga tidak ada jarak lagi antara dirinya dan Anne. Mengangkat dagu Anne dengan jari telunjuknya. Mata tidak pernah bisa berbohong. Julian menatap Anne penuh damba dan binar cinta. Hari ini Anne begitu cantik dan anggun. Kedua pipi putihnya terlihat merah merona menahan mal
..."Eudora!" Tepat saat ujung pisau itu mengenai leher Anne, teriakan seseorang menghentikan aksi gila dari Eudora. Itu Julian yang datang dengan wajah yang tajam. Disusul oleh Duck dan juga raja Eggar. Mereka datang di waktu yang tepat. "Lepaskan Anne!" Sentan Julian. "Tidak! Aku tidak akan melepaskan gadis sialan ini! Kau tahu Julian, karena gadis ini pernikahan kita batal! Karena gadis ini juga hidupku hancur! Aku tidak akan melepaskannya sebelum aku membunuhnya!" Julian semakin berang di sana. Dia melirik Anne yang sudah meringis kesakitan. Eudora sangat gila dan nekat. "Eudora! Apa-apaan kau ini! Lepaskan dia!" Sahut raja Eggar. Lagi-lagi Eudora menggeleng. "Tidak ayah! Sudah aku bilang jika aku akan membunuh gadis ini!" Raja Eggar menekan pelipisnya melihat tingkah dari putrinya. Seharusnya raja Eggar tidak usah mengijinkan Eudora untuk ikut bersamanya. Sementara itu, Julian mulai memberi kode pada Duck lewat tatapannya. Seakan mengerti Duck lantas mengangguk. Diam-dia
...Jika ada kebahagiaan, tentu pasti juga akan ada kesedihan. Itulah yang saat ini tengah dirasakan seluruh rakyat Thedas. Kesedihan merundung mereka ketika kabar kematian raja Charles terdengar. Hal itu mengejutkan semua orang termasuk pihak keluarga istana. Semuanya seperti mimpi. Bagaikan tersambar kilatan petir, mereka seakan tidak percaya dengan kabar duka ini. Termasuk ratu Maria, dia menangis pilu menerima kenyataan jika suaminya telah tiada. Begitupun dengan Julian. Padahal baru kemarin ia berbincang bersama ayahnya, tapi Julian tidak menyangka jika kemarin adalah perbincangan terkahirnya dengan raja Charles. Dengan tatapan yang kosong Julian menatap jasad raja Charles yang sudah siap untuk dikremasi. Wajahnya memang tidak menampilkan kesedihan sedikitpun, tapi jauh di dalam hatinya, Julian teramat merasakan kesedihan. "Pangeran, ini sudah waktunya." Julian mengangguk saat mendengar instruksi dari Duck. Perlahan Julian mengambil sebuah obor untuk membakar jasad raja Charl
...Julian tidak menduga jika raja Charles pada akhirnya merestui dirinya dengan Anne. Bahkan mulai sekarang raja Charles sudah bisa menerima Anne di Thedas. "Apa yang membuat ayah merestui aku dan Anne?" Tanya Julian melirik sekilas. Setelah sejak tadi lama terdiam, Julian memutuskan untuk membuka suaranya. Dia hanya ingin memastikan jika ucapan ayahnya bukan hanya sekedar omong kosong belaka. Sepenuhnya Julian masih belum bisa yakin jika kini raja Charles mau menerima Anne. Bagaimana jika ini hanya sebuah jebakan ayahnya untuk menyakiti Anne lagi? "Karena aku tahu jika kalian saling mencintai," jawab raja Charles tersenyum simpul. Namun Julian masih belum puas. Dia memperhatikan sang ayah lebih lekat untuk mencari kebohongan dan dusta di sana. Sadar akan itu lantas raja Charles pun terkekeh kecil. "Julian, aku tahu kau masih ragu padaku. Tapi percayalah, kali ini aku benar-benar mengatakan dengan serius." Julian mendengus dingin. Apa harus ia percaya pada ayahnya setelah semua
...Anne menatap lurus gerbang istana Thedas. Setelah sekian lama berlalu Anne kembali lagi ke sini. Anne menolehkan kepalanya ketika merasakan genggaman tangan Julian yang erat dan hangat. Julian melirik Anne sembari tersenyum kecil yang langsung dibalas oleh Anne dengan senyuman lagi. Rasa gugupnya sedikit berkurang berkat Julian. Nyatanya usapan lembut di tangannya berhasil menetralkan degup jantungnya. Mengikuti langkah Duck yang berada di depan, Julian dan Anne berjalan memasuki istana Thedas. Netra tajam Julian memperhatikan seisi istana. Duck benar, kini keadaan Thedas terlihat berbeda dari terakhir kali Julian pergi. Istana Thedas sedikit redup dengan prajurit yang tidak sebanyak dulu. Mungkin sebagian prajurit memilih pergi meninggalkan Thedas karena tidak adanya yang memimpin Thedas sehingga membuat istana Thedas kacau. "Semenjak raja sakit, banyak di antara warga istana yang meninggalkan Thedas. Terlebih perekenomian kerajaan yang berantakan menyebabkan sebagian rakyat T
...Napas Anne tersengal tidak beraturan. Gadis itu terus berlari tanpa peduli dengan tubuhnya yang semakin lelah. Sementara di belakang sana ikut terdengar langkah kaki yang mengikutinya. Anne terus melirik ke belakang disertai wajah paniknya. Tadi saat dia baru saja pulang dari kedai bibi Maden, tiba-tiba ada beberapa orang yang mengikutinya. Menyadari jika itu sebuah bahaya, maka dari itu Anne berlari guna menghindari mereka. Akan tetapi beberapa orang itu justru malah mengejar Anne. Sekarang Anne menyesal karena melarang Julian untuk mengantarnya. Seharusnya tadi Anne tidak menolak saat Julian memaksa annne untuk diantar ke kedai bibi Maden. Karena memang pada dasarnya Anne itu keras kepala alhasil dia harus menerima penyesalan itu. Di tengah pelariannya Anne tersandung oleh sebuah akar. Akhirnya tubuh kecilnya terjatuh ke tanah diikuti dengan ringisan pelan dari bibirnya. Anne mendongak dan beringsut mundur saat eksistensi beberapa orang itu terlihat dan semakin dekat denganny
...Kini hubungan Julian dan Anne sudah membaik. Bahkan keduanya tampak begitu dekat sekarang. Seperti saat ini, dengan mesra Julian memeluk Anne dari belakang. Menumpu dagunya di bahu sempit gadis tercintanya. Sedangkan Anne menahan napasnya karena gugup. "Julian, jangan seperti ini. Aku tidak bisa bergerak," ujar Anne mencoba untuk melepaskan pelukan Julian tapi itu percuma saja. Anne menghela napasnya. Karena pelukan Julian, Anne kesulitan untuk memindahkan kue-kue itu ke keranjang. Hari ini ia harus mengirim kue-kue ini lagi kepada bibi Maden dengan tepat waktu. Akan tetapi jika seperti ini kemungkinan Anne akan terlambat sebab Julian yang sejak tadi terus menghambatnya. "Tidak, Anne. Aku tidak ingin melepaskanmu lagi." Julian bergumam pelan. Menutup kedua matanya rapat. Julian pernah menyesal karena Anne yang pergi dari hidupnya. Dan sekarang Julian tidak ingin hal itu terulang kembali. Karena kehilangan Anne sama saja kehilangan separuh jiwanya. "Ish ... Julian! Aku harus p
..."Jadi apa aku sudah dimaafkan?" Ujar Julian setelah pelukan mereka terlepas. Anne mendongak dan manik mata lugunya membalas tatapan Julian padanya. Ia hanya terdiam tanpa membalas ucapan Julian. "Aku tidak tahu," jawab Anne kemudian seraya menghela napasnya. Jawaban yang terdengar ambigu membuat Julian mengerutkan keningnya tajam. Itu bukan yang ingin ia dengar dari Anne. "Tapi ..." Anne menggantungkan ucapannya diikuti dengan Julian yang menoleh padanya. "Aku tidak tahu, Julian. Aku ingin marah dan membencimu, tapi aku tidak bisa. Semakin marah padamu aku semakin memikirkanmu," ungkap Anne. Julian tersenyum tipis. Menelisik ke arah manapun yang Julian lihat hanya kepolosan dan kejujuran. Apa yang Anne katakan tidak sedikitpun ada kebohongan di sana. Tatapan lembut dari gadis itu mengatakan segalanya. Satu kecupan singkat di bibirnya membuat Anne tersentak kaget. Dia menatap Julian sebal karena selalu bertindak sesuka hati. Sedangkan Julian hanya terkekeh kecil melihat resp