Enam hari dalam perawatan rumah sakit kondisi Aka menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hingga dengan bujuk rayu kedua orang tua Aka dan isyarat yang di sampaikan oleh Aka, Cia rela untuk sejenak meninggalkannya.
Sudah lima hari dia bolos sekolah dan hari ini adalah hari pertamanya dia kembali belajar. Setelah berpamitan pada kedua orang tuanya, dengan santai dia berjalan keluar pintu rumah. Tawaran papa untuk memakai Pak Husen sebagai sopir antar jemputnya Cia tolak dengan manis. Meskipun hatinya tak seringan dan tak sama lagi rasanya seperti kemarin, dia berusaha kembali pada kehidupan biasanya. Setidaknya menghibur dan menghilangkan rasa banyak khawatirnya pada Aka.
Sebelum benar-benar meninggalkan halaman rumahnya, Cia berhenti sejenak di depan gerbang pagar rumah sambil berucap salam kepada Pak Har, security yang berjaga pada hari itu. Pak Har membantu Cia membuka pintu otomatis pagar rumah itu dari tombol di posnya dan begitu pintu terbuka, tak menun
Minggu ke-3 Aka di rumah sakit.Keadaannya sudah jauh lebih baik, meskipun belum bisa turun dari bed paling tidak dia sudah mulai bisa merubah posisi tidurnya menjadi duduk meskipun ketika bangun dari posisi baringnya harus tetap mengandalkan bantuan.Kedua kakinya dalam masa pemulihan setelah operasi pemasangan pen tepat di bawah lutut, begitupun dengan tangan kirinya di bagian antara lengan dan bahu. Tak ketinggalan sedikit luka di dekat kepalanya yang juga bekas operasi karena pada saat pemeriksaan CT Scan terdapat sedikit darah beku yang jika di biarkan bisa berakibat fatal.Dalam hatinya Aka tak berhenti bersyukur karena masih di beri kesempatan untuk melanjutkan hidupnya. Dia sangat beruntung karena pada saat kecelakaan helm masih menempel rapat pada kepalanya, itulah salah satu yang melindungi tulang tengkorak dan otaknya sehingga tidak sampai terjadi sesuatu yang lebih fatal.Cia memasuki kamar Aka dengan ceria seperti biasanya. Dia sudah membayan
Cia masih rapat menutup mulutnya dengan kedua tangan. Tubuhnya merasa lemas tak bertenaga, tapi dia masih bertekad untuk mampu mendengarkan penjelasan dari keluarga Aka. Meskipun dengan tangis yang sekuat tenaga dia tahan dan air mata yang tak berhenti mengalir tapi Cia tetap bertahan di posisinya, sama sekali bergeming dengan semakin meyakinkan diri bahwa dia harus sanggup menghadapi apapun yang sedang di depan matanya kini. "Kami menyerahkan semua keputusan kepada kamu Cia, kami tahu Aka sangat menyayangi kamu dan begitupun kwmi juga tahu seberapa besar sayang kamu kepada Aka. Tapi masing–masing dari kalian masih mempunyai masa depan yang harus di perjuangkan. Terutama kamu Cia, masa depan kamu masih cukup indah untuk di kejar, sedangkan Aka ... seperti yang kamu tahu sekarang, dia tak sesempurna sebelumnya," Zona melanjutkan kata–katanya tetap tanpa mampu melihat ke arah Cia. Tangis pilu gadis itu masih sangat jelas dia dengar, tapi di kondiai seperti sekarang dialah yang
Cia, Merlin dan Hendry berjalan di koridor gedung Polda siang itu. Papa Hendry terlihat berjalan di depan mereka dengan seseorang berseragam polisi di sampingnya."Silahkan masuk, Pak, tahanan sudah menunggu di ruang bezuk," persilah polisi itu pada Papa Hendry."Apakah boleh kami masuk berempat bersamaan, anak saya dan teman–temannya ingin ketemu juga sama Jordi," ijin Papa Hendry pada rekan polisinya tersebut. Nampak polisi itu terdiam sejenak, meskipun kemudian akhirnya mengangguk mempersilahkan mereka semua untuk masuk.Di sebuah bangku duduk seorang lelaki muda berwajah tampan yang masih seusia dengan ketiga remaja yang berseragam putih abu–abu itu.Cia berjalan paling belakang di antara ketiga orang yang lain, pemuda yang awalnya menunduk itu kini sudah mendongak dan melihat ke arah tamu yang ingin menemuinya siang ini. Di awal wajahnya nampak datar biasa–biasa saja, tapi begitu melihat wajah seorang gadis di antara tamunya siang i
Tubuh Cia terasa lemas tak bertenaga. Begitu keluar dari ruang praktek dokter Adnan dia segera menyandarkan diri ke dinding tepat di samping pintu masuk ruangan. Tangisnya meledak seiring dengan tubuhnya yang luruh ke lantai. Cia sama sekali tak menyangka dokter Adnan membenarkan berita yang di sampaikan oleh Aka tadi, padahal sebelumnya dia masih memiliki harapan bahwa kemarin itu Aka salah mengartikan hasil rekam medisnya. Menurut dokter Adnan, memang benar usia Aka terhitung kira–kira tak lebih dari 100 hari setelah dia mengalami kecelakaan waktu itu. Zona yang ikut menemaninya ketika di ruang dokter Adnan, tak mampu berkata apa–apa mendengar penjelasan singkat dokter itu. Meskipun dokter Adnan kebanyakan hanya menjawab dengan kata “ya” dan anggukan atas pertanyaan–pertanyaan yang Cia lontarkan langsung menuju inti permasalahan yang ingin dia ketahui. Bahkan sampai dengan sekarang pun dia hanya menunggui Cia di dekatnya. Menjadi saksi betapa gadis itu begitu hancur dan ra
12 FEBRUARICia sedang duduk di bangku taman yang menghadap langsung lapangan basket. Merlin dan Flo duduk di samping kanan kirinya. Di depan sana, terlihat Vandra yang asyik bermain basket bersama teman–temannya, dan sesungguhnya tadi Flo dan Merlin menolak menemani Cia untuk melihat teman–teman mereka yang asyik bermain basket. Tepatnya, mereka berdua tidak mau Cia kembali hanyut dengan kenangannya bersama Aka, tapi ternyata sahabat mereka ini tetap bersikeras. Jadilah sekarang seperti ini, mereka bertiga menikmati permainan basket teman–teman mereka di jam pulang sekolah siang ini."Biasanya Vandra selalu satu tim sama Aka, ya,“ ucap Cia tiba–tiba, membuat dua orang di sampingnya terhenyak tanpa kata.“Tapi sebentar lagi dia pergi, dia nggak akan main basket sama Vandra dan teman–teman lagi," Flo dan Merlin hanya terdiam tak mampu bersuara. Dengan sekuat tenaga mereka menahan air mata yang sedang menghib
Hari ini Cia berangkat ke sekolah seperti biasa dengan di antar Zona. Senyum manis cowok itu menghiasi bibir ketika mereka sudah berhenti di depan gerbang sekolah dan Cia mengulurkan helm yang ada di tangannya dan Zona segera menerimanya."Nanti beneran nggak apa–apa kan kamu pulang sekolah sendiri?" tanya Zona dengan nada sedikit khawatir. Dahinya sedikit mengerut menahan khawatir, namun gadis yang menghadap tepat ke arahnya itu malah tersenyum memamerkan lengkung bibirnya yang menawan, bibir merah alami yang selalu tampak segar dan basah tanpa polesan lipstick ataupun lipgloss menambah senyumnya semakin terlihat menarik."Nggak apa–apa, Kak, selama ini kan aku juga sering pulang sendiri. Karena Kak Zona yang rajin antar jemput aja jadinya aku kelihatan manja," jawab Cia tetap senyum manisnya. Zona tergelak geli, lalu terdiam menatap cukup lama wajah gadis itu, dengan hatinya yang berbicara sendiri, "Senyum itu benar ada di bibirnya, tapi mata itu tiada si
Hari sudah gelap ketika mereka tiba kembali di rumah. Sampai dengan saat ini Cia masih dalam keadaan belum sadar. Papa segera membawa putri cantiknya yang lemah tak bertenaga itu ke kamar tidurnya di ikuti sang mama yang tergopoh di belakangnya begitu juga Flo dan Merlin yang berjalan cepat setengah berlari di belakang papa. Mbak Yun yang menyambut kedatangan mereka kembali tak kuasa menahan tangis melihat keadaan Cia saat ini. Wanita itu segera berlari mendahului dengan segera membuka pintu rumah berlari cepat menuju kamar Cia untuk membantu membukakan pintunya. “Kita panggil dokter aja ya, Pa?” tanya mama yang terlihat sangat panik. “Nggak usah, Ma. Mama bersihkan Cia dan ganti bajunya aja, aku akan telepon Frans dulu,” ucap papa sambil mengelus bahu mama dengan penuh rasa sayang, berusaha menenangkan perempuan yang telah menemaninya hampir dua puluh tahun dengan menunjukkan bahwa keadaan putri mereka pasti baik–baik saja. Sambil sesenggukan mama menyeka tu
“Jadi ceritanya begini ... ”FLASH BACK ONSudah tiga minggu lebih Aka di rawat rumah sakit. Keadaannya menunjukkan kemajuan yang sangat baik, bahkan boleh di bilang mengalami perkembangan luar biasa yang melebihi ekspektasi masa kesembuhan normal. Aka sudah mulai bisa belajar berdiri meskipun di kedua kakinya terpasang pen akibat patah tulangnya. Namun begitu, setidaknya dia nggak hanya bosan tiduran saja. Dia juga sudah bisa menggerakkan tubuh dengan baik dan satu dua langkah dia sudah mulai belajar jalan. Awesome! Begitulah apresiasi yang dokter Adnan berikan. Keinginan kuat Aka untuk segera sembuh berbuah manis.Siang itu Dad dan Mom baru saja kembali dari ruang dokter Adnan. Wajah mereka terlihat tenang dan lega. Sesuai dengan informasi dokter, berdasarkan hasil pemeriksaan rontgen dan CT Scan semua organ tubuh Aka sama sekali tidak di temukan masalah yang serius, termasuk juga untuk hasil operasi di kaki dan bahunya. Dengan hasil analisa
“Jadi sekarang kamu sudah tahu kan bagaimana aku bisa berada di sini dan maaf harus menahan diri tanpa menemui kamu, Sayang,” beritahu Aka mengakhiri ceritanya. Mereka berbaring di ranjang mewah salah satu kamar di resort Aka, lebih tepatnya Valencia Resort. Sesekali Aka mencium pundak telanjang Cia, memeluknya dengan erat di dalam selimut yang melindungi tubuh mereka dari dingin AC setelah percintaan panas mereka beberapa saat lalu. “Sudah, Sayang, terima kasih banyak karena kamu masih kembali kepadaku,” balas Cia yang menikmati setiap sentuhan dan dekapan hangat Aka yang sudah begitu lama di rindukannya. “Terima kasih juga buat kamu yang selalu yakin dan percaya padaku, Sayang. Semua itu kekuatan tak ternilai yang aku punya di hidup aku.” “Jadi sekarang kondisi sudah aman?” “Sudah, kita bisa menikah segera.” “Bukan itu maksudnya, Sayang,” balas Cia sambil tertawa, sadar jika Aka hanya menggodanya meski wajah Pangeran Saljunya ini nampak tak
“Tuan, berikan ponsel tuan kepada saya,” tanpa menunggu jawaban dari Aka Mike langsung merebut ponsel di tangan Aka yang sejak tadi berada di tangan Aka karena cowok itu baru saja mengirimkan pesan kepada Cia mengabarkan bahwa dirinya bersiap untuk penerbangan ke Indonesia. Sepuluh menit lagi Aka harus segera masuk ke dalam pesawat supaya tak ketinggalan penerbangan, namun yang ada justru Mike menahannya dan membuka ponsel itu kemudian mengambil nomornya dan merusak chip kecil itu. Setelahnya memasukkan ponsel itu begitu saja ke dalam kotak sampah tak jauh dari pintu terakhir sebelum menuju masuk pesawat. Aka ingin marah namun lama-lama dia mencerna dan mulai memahami situasi yang ada setelah Mike menariknya cepat untuk pergi meninggalkan bandara melewati pintu yang tak seharusnya. Sebuah mobil sudah menunggunya, dan baru saja masuk ke dalam mobil suara dentuman memekakkan telinga terdengar di seantero bandara itu. Mike duduk diam di sampingnya dan hanya menginstruksikan sop
Cia menatap pria tampan berumur yang duduk di sampingnya. Wajah bulenya sama sekali tak dia lupakan. “Selamat siang, Nona Cia.” “Jimmy? Sungguh ini kamu, Jim?” “Betul Nona, terima kasih masih mengenali saya.” “Ada apa, Jim, kenapa tiba-tiba menemui aku, jangan membuat aku takut, Mommy, Daddy, Kak Zona, Kak Helen dan Zecca semua baik-baik saja, kan?” tiba-tiba ingatan Cia melayang pada kejadian sebulan lalu yang melibatkan interpol harus datang dan muncul di Indonesia memburu para orang jahat yang menurut berita karena urusan persaingan bisnis. Jimmy menyodorkan air mineral dan sekotak makanan kepada Cia. “Semua baik-baik saja, Nona. Lebih baik Nona makan dulu karena perjalanan kita akan memakan waktu kurang lebih empat jam dari sekarang. Cia sedikit tenang meski banyak pertanyaan di kepalanya. Dia mengenali karakter para pengawal keluarga Aka ini. Mereka akan berkata aman jika memang semua aman, dan mereka tak akan banyak bicar
Cia tersenyum gemas melihat baby mungil di dalam ruang bayi meski hanya dari kaca. Kemudian menoleh sekilas ke arah Vendra yang berdiri di sebelahnya dan menerima usapan lembut di kepala dari papa si bayi itu. “Dia lucu, Kak,” ujar Cia tak bisa mengalihkan pandangan dari Baby Azeera, nama yang di berikan untuk putri Alvendra dan Meischa. “Iya, sangat menggemaskan,” jawab Alvendra. Setelah puas melihat bayi akhirnya Cia mengikuti langkah Alvendra menuju kamar rawat Meischa. Dan bertepatan nampak perempuan cantik itu baru kembali dari kamar mandi. “Selamat ya, Kak, Baby nya cantik dan lucu.” “Oh, jadi kamu bahkan melihat dia dulu di bandingkan harus datang menemuiku?” ujar Meischa pura-pura sewot membuat Cia tertawa. “Ketemu Kak Meischa udah sering kali, tapi kalau ketemu Azeera pagi ini baru yang pertama kalinya, jadi penasaran banget.” Meischa ikutan tertawa, kemudian dengan masih di rangkul Cia berjalan menuju ranjangnya.
Hari ini hari pernikahan Flo dan Vandra. Cia mematut lama dirinya yang sudah rapi dan cantik. Gaun peach pada waktu itu melekat pas dan indah di tubuhnya. Peach. Bagaimana bisa seseorang itu mengetahui warna yang sangat pas dengan dirinya. Angan Cia melayang, membayangkan bahwa yang menyarankannya mengambil gaun itu adalah Aka. “Sayang, hari ini aku merasa cantik, lihatlah,” bisik Cia sambil berusaha menyunggingkan senyumannya. Masih tetap berada di depan cermin, tiba-tiba terdengar suara mamanya. “Sayang, ayo, acaranya sudah hampir di mulai,” ajak Ratna yang baru menyusul masuk ke kamar dengan hati-hati, dengan lembut di pegangnya bahu putri cantiknya. “Iya, Ma,” jawab Cia singkat. Ratna menggiring Cia keluar kamar hotel yang sama dengan tempat resepsi Flo di adakan. Sejak siang tadi mereka check in, rencananya setelah acara resepsi selesai malam nanti mereka bisa segera beristirahat di sini, tidak perlu langsung pulang ke rum
Cia sedang menikmati makan siangnya sendiria di sebuah rumah makan tak jauh dari rumah sakit tempat berprakteknya saat ini. Yaitu hanya sebuah rumah sakit kecil yang baru berdiri di Kota Surabaya. Sesungguhnya banyak tawaran yang meminang Cia untuk bergabung di rumah sakit-rumah sakit besar dan terkenal di Surabaya ini, salah satunya RS Surabaya Husada, namun Cia belum mempertimbangkan untuk menerimanya. Justru dirinya lebih menikmati berpraktek di rumah sakit yang baru berdiri ini karena di sini dia merasa lebih enjoy, lebih bisa dekat dan perhatian kepada pasien mengabaikan ke-eksklusif-an yang biasanya terdapat pada pelayanan sebuah rumah sakit besar. Seperti pesan keramat Dokter Abdi, Cia masih menggenggam erat pesan itu sampai kini. Hati dan pengabdian bagi jiwa seorang dokter. Cia mendongak melihat jalan raya ketika terdengar suara sirine bersahutan memecah keramaian jalanan kota sore ini. Mobil polisi beriringan banyak sekali, begitupun ambulance terdapat beberapa di
Cia menatap takjub dua sahabatnya yang saat ini tengah sibuk menerima ucapan selamat atas pernikahan mereka dari para tamu yang datang.Cia yang di daulat menjadi bridesmaid bersama Merlin dan Flo hanya mampu menahan setiap gejolak rasa di dalam dadanya. Antara bahagia atas pernikahan kedua sahabatnya dan di satu sisi hati ada kesedihan yang dia tahan seorang diri saat ini. Di sebekah tempat yang lain nampak Evan, Arya dan Vandra tengah asyik ngobrol bersama. Melihat keberadaan Evan di antara sahabat-sahabatnya, tak urung mata indah Cia berkaca. Harusnya yang berada di sana saat ini adalah kekasihnya, sahabat dari para mereka-mereka yang sudah menjalin ikatan manis pertemanan semenjak masa abu-abu putih mereka.Merlin yang menyadari sikap diam Cia segera merangkul bahu sahabat cantiknya. Begitupun Flo yang berdiri di sebelahnya semenjak tadi. Dua orang gadis itu adalah saksi hidup bagaimana terpuruknya seorang Cia pada saat itu karena kabar akan meninggalnya Aka. Dan,
Serah terima tugas selesai sudah. Di ruang Dokter Abdi, Cia menjabat tangan dokter senior itu dan juga Dokter Adra. Dokter muda penggantinya lulusan dari Universitas Negeri Jember.“Jangan pernah lupa pesan yang seringkali saya sampaikan, Dokter Cia, sukses selalu di manapun berada,” pesan Dokter Abdi.“Terima kasih atas bimbingannya selama ini, Dok. Seperti yang saya sampaikan, saya akan selalu berusaha mengingat pesan keramat dokter yaitu tentang hati dan pengabdian. Semoga Dokter Abdi sehat selalu dan jika suatu saat ada dinas ke Surabaya maka jangan lupa menghubungi saya.”“Tentu, Cia. Itupun jika kamu masih di Indonesia. Jika tiba-tiba kamu benar berangkat ke Inggris maka jangan lupa kabari saya. Jika keyakinanmu masih sangat kuat, maka tetaplah yakin. Tapi bukan satu kesalahan jika suatu saat kamu harus menyerah dan melepaskan keyakinan itu dan mulai kembali menatap ke depan, karena bagaimanapun juga kita hanya manusia yang me
Dua bulan lebih telah berlalu. Vendra dan Tim Medis Surabaya sudah kembali. Aktifitas rutin kembali berjalan seperti biasanya. Cia masih tetap berusaha mengupdate informasi. Sesekali bersama Evan dirinya pergi ke kota sekedar mencari sinyal jaringan internet untuk bisa mengakses update berita tentang kecelakaan pesawat yang Aka tumpangi. Namun sampai dengan saat ini belum ada berita yang menyebutkan bahwa jenasah atau hasil tes DNA dari potongan-potongan anggota tubuh yang berhasil di dapatkan dari badan pesawat yang beberapa puing di temukan menyebutkan nama Feroka Hatcher. Hingga membuat doa tak pernah putus dari hati Cia supaya Tuhan memberikan keajaiban untuk Aka.Di sore hari Cia sedang membersihkan ruang prakteknya ketika nampak seseorang berdiri di ambang pintu. Nina yang biasanya membantu beberes sedang menemani Dela ke rumah warga yang informasinya melahirkan anak kembar serta menolak melahirkan di puskesmas. Jadilah saat ini di puskesmas hanya ada Cia bersama dokter