"Mau pak Kairos apa, sih? Menambah kerjaan aja," sungut Keona menatap tempat bekalnya di atas meja. Berisi nasi goreng yang sudah siap angkut. Dia harus bangun lebih pagi hanya untuk menyiapkan bekal sarapan untuk Kairos. Menyesal kemarin menawarkan, dia pikir Kairos akan jijik terlebih sudah dijelaskan dari nasi kemarin, tapi setelah mencicipi, justru dia sendiri yang menghabiskan isi piring Keona. Namun, di bagian hati Keona menghangat. Dia senang karena hal kecil dan sederhana seperti itu mempu membuat Kairos tampak gembira. Sepertinya, mereka berdua kini sudah punya kesamaan. Sama-sama kurang perhatian dari keluarga dan selalu merasa sendiri. "Belum berangkat kerja kamu?" sapa Winda meletakkan tangannya di atas meja, sengaja mengembangkan jarinya, agar Keona melihat cincin yang ada di jarinya. Tanpa dikatakan pun, Keona tahu itu cincin pertunangannya dengan Kairos. Keona menarik napas, lalu mengambil bekal yang sudah dia siapkan. "Harusnya menyiapkan bekal pak Kairos
"Oh, ini Dylan, Pak. Teman sekolah saya," sambar Lili memberi jawaban. Kini tatapan ketiga wanita itu bukan hanya pada Kairos, meski rasa kaget mereka masih sangat ketara. Rasa ingin tahu beralih pada gadis yang sejak tadi berdiri di samping Kairos, memegang lengan pria itu sekolah takut kehilangan Kairos. Keona tidak menyangka akan bertemu dengan Kairos, bersama Winda juga di tempat ini. "Oh, kenalkan, ini Winda, tunangan saya." Dagu Winda menjulang tinggi menampakkan kesombongannya. Saat diperkenalkan sebagai tunangan Kairos, Winda merasa sebagai wanita paling cantik dan dicintai di jagat raya ini. Sementara Keona sendiri yang sudah pulih dari rasa terkejut, bersikap biasa saja. Justru Winda yang terkaget karena mengetahui Keona terbayar bekerja di perusahaan Greenfield. "Sayang, apa mereka karyawan mu?" Kairos mengangguk, tapi matanya masih tertuju pada wajah Keona. Dia sangat marah, dan itu awal dari rasa cemburunya pada Dylan. Awalnya Kairos menolak permintaan Win
Plak! Satu bekas gambar tangan menyambut Keona saat memasuki rumah. Kedatangannya ditunggu, dengan amarah dan penganiayaan. "Ibu-" Hardikan Keona mengambang di udara. Dia menahan lidahnya atas tamparan itu. Kalau sampai ayahnya mendengar, pria itu akan ikut jadi amukan anak dan ibu tirinya. "Kenapa? Kamu mau protes? Silakan!" tantang Ratna masih dengan power on. Keona hanya diam. Jelas tahu atas dasar apa dia menerima hukuman ini. Winda pasti sudah cerita. "Bu-" "Apa? Kau merasa hebat? Berani sekali kamu bekerja di perusahaan Greenfield tanpa berkata jujur pada kami?" bentak Ratna menarik ikat rambut ekor kuda Keona. Rasa sakit membuatnya terjaga. Ngantuknya hilang, berganti segar. "Aku pikir -" "Kamu mau pikir apa? Ini taktik kamu, kan? Kamu sengaja masuk ke perusahaan itu untuk merayu Kairos? Kamu cemburu atas kebahagiaan Winda, makanya kamu masuk ke perusahaan itu. Benar begitu, kan?" Keona pasrah. Dia jawab yang benar juga pasti dianggap salah oleh mereka ber
Tangis Keona mereda saat rasa ngantuk merenggut kesadarannya. Sidang keluarga sudah selesai, dan keputusan Bram tidak berubah. Keona harus mengundurkan diri dari Greenland! Alarm berbunyi seperti biasanya. Pagi menjelang, tapi Keona hanya mematikan alarm tanpa berniat beranjak dari tempat tidurnya. Dia coba memejamkan mata, merayu agar kembali tertidur, tapi tetap tidak bisa. Satu jam dilalui hanya merenung sembari menatap langit-langit kamarnya. Jemu hanya berguling ke kiri ke kanan, Keona pun bangun. Dengan malas diseretnya langkah kaki menuju depan cermin. Wajahnya terlihat mengerikan dengan mata bengkak dan tampak kusut. Tidak ada gairah memulai hari ini. Keona berjalan menuju dapur. Dia harus mulai memasak agar orang di rumah ini tidak kelaparan. Dia sebagai tulang punggung, sekaligus merangkap pelayan tanpa gaji. Kalau dulu dia melakukannya demi sang ayah yang tengah sakit, lantas, untuk apa dia tetap menentukannya? Ayahnya sudah sehat dan seperti kata Bram tadi malam, ak
Winda terkejut setengah mati. Rasanya roh nya lepas dari tubuhnya, mendengar suara Kairos yang sudah berdiri di belakangnya. "Hah? Itu- itu bukan siapa-siapa. Pembantuku." Keringat mulai mengucur, panik. Biasanya kalau dalam keadaan tertekan seperti ini, otak Winda yang hanya berfungsi seperempat saja, sudah bisa dipastikan hank. "Pembantu? Bukankah pembantu di rumahmu sudah tua? Dan hanya pelayan lepas?" Beberapa kali datang ke rumah Darmawan, itu pun atas paksaan Candra, mengajak silaturahmi bersama ke rumah calon besan, membuat Kairos tahu siapa saja penghuni di rumah itu. "Ini anaknya. Bi Sum tidak bisa masuk jadi menyuruh anaknya, karena pekerjaan menumpuk, jadi ibu minta dia menginap di sini," jawab Winda pasrah. Dia sudah mengerahkan segala kemampuan terbaiknya. Begitu Kairos putar badan kembali ke ruang tamu, barulah Winda bisa bernapas lega. "Hampir saja ketahuan," batinnya menoleh kembali ke tangga, memastikan kalau Keona sudah tak terlihat. "Loh, mau kemana
"Saya gak pernah nginap di hotel itu, Pak. Waktu itu juga sudah saya jelaskan." Akhirnya Keona bisa buka suara setelah beberapa detik membeku kaget plus kebingungan. Terdengar embusan napas kasar dari hidung Kairos. Dia terlalu terobsesi pada gadis malam itu. Meski sudah menemukan Winda yang mengakui dirinya adalah wanita itu, tapi hati Kairos masih penasaran. "Maafkan saya. Lupakan." Pundak Keona yang kembali turun, bisa tenang setelah Kairos berhenti mencercal lagi. "Apa saya sudah boleh pergi, Pak?" Mmm ... Keona mengangguk, lalu putar badan. Tapi, belum sempat melangkah, suara Kairos berkumandang lagi. "Jangan lupa, nanti kamu bersihkan apartemen. Sudah dua hari absen, jangan malas-malasan atau bonus akhir tahun kamu saya potong!" "Dih, bisanya ngancam!" cicit Keona, lalu memasang sebaris senyum di bibir. *** Sudah seminggu, tidak ada gangguan dari Ratna dan putrinya. Bram sendiri juga sudah sibuk dengan dunianya yang baru, berusaha memulai bisnis lagi. Hidup K
"Sakit ..." Keona memijit keningnya. Rasanya dia sudah tidur cukup lama, hingga tidak sadar sedang berada dimana dan apa yang sudah terjadi pada dirinya. "Kamu sudah sadar?" Dengungan suara Kairos justru menambah sakit kepalanya. Harus berpikir mengapa pria itu ada di sini? Keona coba berpikir lagi, dia ingat kalau mereka sedang malam keakraban, kedinginan hingga tertidur. Seingatnya saat datang ke tempat ini, tidak ada Kairos, mengapa tiba-tiba saja sudah ada bersamanya? "Bapak ... kenapa ada di sini?" Satu alis Kairos naik dan sebelah matanya memicing. Kiranya demam yang tinggi buat gadis itu sedikit terganggu pikirannya." "Memangnya kenapa saya tidak boleh ada di sini? Ada yang larang?" Keona meringis, sembari mencoba untuk duduk. Tidak enak bicara dengan posisi terlentang sementara Kairos mengamati wajah, bisa juga ikut bagian tubuhnya. Entahlah, mungkin hanya pikiran Keona saja. "Bukan begitu," jawab Keona mati kamus. Keona berpikir, seharusnya dia segera pergi dari
"Apa yang kau lakukan di sini?" Keona berusaha menahan amarahnya. Kemunculan Winda yang tidak terduga, membuat Kairos terkejut, begitu pun Keona. Tidak ingin menjadi buah bibir atas perbicangan mereka, Keona membawa Winda ke kamarnya. Kalau sampai dia lepas kontrol dan berteriak pada Winda, setidaknya gadis itu tidak akan malu di depan banyak karyawannya. "Bukankah kau senang aku di sini? Aku merindukanmu, Kai," ucap Winda dengan suara manja yang jelas dibuat-buat. Langkahnya gesit mengikis jarak diantara mereka. "Tapi kau sudah ku larang ke sini. Ini urusan perusahaan, dan tidak tepat jika kau datang!" Nada bicara Kairos sudah mulai meninggi. Dia paling benci dibantah. Saat Winda tahu soal acara malam keakraban ini dan minta ikut juga, Kairos sudah menolak dengan tegas. Winda menatap mata Kairos dengan berkaca-kaca, mulai berakting di depan tunangannya agar tidak marah lagi. Wanita itu tahu betul, bagaimana meluluhkan amarahnya. "Aku minta maaf, aku hanya rindu. Salahkan
Pada akhirnya Keona memutuskan untuk memberi maaf dan kesempatan bagi kairos. bagaimanapun semua orang punya kesalahan kairos bersumpah dia tidak akan pernah lagi menyembunyikan apapun dari Keona. Meski tidak mudah percaya 100% pada Kairos, keona tetap memperlakukan Kairo selayaknya suaminya menghargai pria itu dan melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Lambat laun suasana mulai mencair kairos menunjukkan perubahannya dia mulai memberikan waktu untuk membahagiakan Keona. kairos bahkan membawa keona ke beberapa tempat di Eropa sebagai bukti dari janjinya mengganti bulan madu mereka yang sempat gagal. Kairos pun akhirnya menceritakan alasannya mengajak keona segera pulang dari Bali karena tidak ingin Alena mengganggu mereka terlebih menemui keona dan mengatakan hal yang tidak benar. "Alena memang wanita yang pernah aku cintai dan aku tidak memungkirinya namun ternyata dia tidak pantas untuk kucintai karena dengan tega berkhianat pengkhianatan yang pertama sudah aku maafk
"Sayang, kau sedang apa?"kairos mendekati keona. gadis itu sedang duduk di depan TV tapi dengan tatapan kosong "Kau sudah pulang seperti yang kau lihat Aku sedang menonton televisi. Apa ada yang aneh?" tanya Keona ketus. Kalau Kairos pikir akan mendapati istrinya menangis di rumah maka dia salah keona sudah terlalu lelah untuk menangisi kejadian buruk yang terjadi dalam hidupmu kini dia sudah kebal. "Keona, ada yang ingin ku bicarakan denganmu." "Silakan." Keona mengambil sikap tegak. Kalau dipermukaan di terlihat tenang, maka di dalam sudah hancur. "Tentang Alena-" "Alena? Mmm... " Keona tampak berpikir lalu mulutnya terbuka, ekspresi orang yang lupa lantas beberapa kemudian ingat kembali. Kairos mempelajari mimik wajah Keona, mengukur seberapa besar amarah gadis itu padanya. akting keona tentu saja bisa dibaca oleh kairos dia tahu gadis itu pura-pura lupa sosok Alena sebagai tamparan untuknya karena sudah menyembunyikan cerita ini darinya. "aku tahu Kau pasti sanga
"Puas kau sekarang?" Bentak Kairos penuh emosi. Dia masih memandangi pintu yang baru saja ditutup oleh Keona. Seujung kuku pun dia tidak menyangka kalau istrinya itu akan mendatangi kantornya ini. Mungkin saja ini sudah kehendak semesta, menunjukkan kepada Keona bahwa dia kembali berkomunikasi dengan Alena. Dia menyesal karena sudah mau menerima gadis itu, kini rumah tangganya berantakan. Pasti Keona sangat marah padanya. Kairos jadi ingat dua minggu yang lalu Alena tiba-tiba saja muncul di depannya, entah dari mana wanita itu tahu perusahaan Blessing ini adalah miliknya. Dia datang memaksa untuk bertemu hingga akhirnya Kairos mengizinkannya masuk. "Apa tujuanmu ke sini? Kalau aku jadi kau, aku tidak akan pernah berani menunjukkan batang hidungku di hadapan Kairos Mahesa!" umpat Kairos ketika sudah berada di satu ruangan dengan Alena. Daripada wanita itu buat ribut, akhirnya mengizinkan Alena masuk,.itu pun demi menghindari rumor yang beredar. Dia tidak mau ada orang yang menya
Keona ingin pembuktian. Dia tidak ingin Lili memfitnah suaminya tanpa ada bukti. Akhirnya Lili membawanya ke sebuah rumah. "Aku mengikuti gadis yang bersama Kairos dan inilah tempat tinggalnya. Keona masih mengamati rumah itu. Dia diam seribu bahasa. Kalau kemarin hanya dia yang melihat kebersamaan Kairos dan Alena kini bertambah satu dengan Lili. "Apakah kau yakin Lili?" tanya Keona datar. "Aku sangat yakin, bahkan Arlan juga melihatnya. Hanya saja dia mengatakan bahwa aku sebaiknya tidak ikut campur dan tidak usah memberitahumu. Menurutku, aku tidak bisa diam. Kau sahabatku, tentu saja aku berpihak padamu," jawab Lili merasa kasihan pada Keona. Pernikahan mereka masih seumur jagung, tapi harus sudah kandas karena orang ketiga. Tapi dia berjanji seburuk apapun keadaan Keona, apapun yang terjadi menimpa sahabatnya itu dia akan selalu berada di garda terdepan membela dan melindungi Keona. "Terima kasih Lili mungkin aku harus jujur padamu." Keona pun menceritakan tentang p
Besoknya saat Kairos pulang, Keona tidak lagi menyambutnya dengan seantusias sebelumnya. Bayangan Kairos yang jalan bersama Alena di mall masih membekas dalam benaknya. "Aku membawakan oleh-oleh untukmu." "Terima kasih," jawab Keona seadanya. Kairos memandangi istrinya, lagi-lagi wanita itu terlihat tidak bersahabat bahkan bisa dibilang tidak senang dengan kepulangannya tapi Kairos terlalu lelah untuk berdebat jadi dia memilih untuk mengecup puncak kepala Keona dan naik ke atas untuk membersihkan diri. "Bu, hanya sekedar saran sebaiknya kalau suami baru pulang dari luar kota disambut dengan gembira, penuh senyum jangan cemberut. Mungkin bapak sudah lelah, capek pulang bekerja. Nanti kalau ibu terus menyambut bapak dengan wajah cemberut, bisa-bisa bapak bosan dan malas pulang ke rumah. Bibi hanya sekedar mengingatkan karena bibi sudah menganggap Bu Keona seperti anak sendiri. Zaman sekarang ini banyak wanita yang sudi menggantikan tempat istri sah," nasihat Bi Darsih panjang lebar.
Keona terbangun di tengah malam. Mimpinya sangat buruk. Napasnya masih setengah-setengah bangun terbangun dari tidurnya. Rasanya seperti nyata. Keona pun memanjatkan doa agar mimpi buruknya hanyalah sebatas mimpi. Setelah mencuci muka Keona tidak bisa tertidur lagi. Pandangannya terus tertuju pada foto pernikahan mereka yang digantung di dinding. Meskipun tidak ingin mengingat kembali mimpi buruk itu tapi Keona tidak bisa untuk mengabaikan kegelisahan hatinya. Mimpinya sangat buruk. Dia melihat Kairos bermesraan dengan Alena. Awalnya hanya ada Alena dalam mimpinya wanita itu tengah berbincang dengan seorang pria semakin lama ketika memperhatikan dan Alena melihat dirinya keduanya menoleh ke arah Keona. Saat itulah Keona bisa melihat wajah pria yang tengah bicara dengan Alena adalah suaminya. Dalam mimpi itu Alena dan Kairos mentertawakan kebodohannya yang selama ini tidak menyadari hubungan terlarang yang ada di antara mereka. Keona menangis memohon kepada Kairos agar kemba
"Kamu sudah pulang? Katanya sebulan, kenapa hanya seminggu?" Berbagai pertanyaan datang menyerbu Keona. Lili dan Hani saling bergantian melempar pertanyaan, memuaskan rasa penasaran mereka padahal ini belum jam istirahat. "Kairos ada kerjaan tiba-tiba yang sangat penting, jadi kami terpaksa pulang," jawab Keona yang diikuti anggukan dari kedua temannya. Kemudian Keona membagikan souvernir yang dia bawa, hampir semua orang di ruangan mereka mendapatkan hadiah, termasuk Deni. Pria itu sedikit lebih kaku bila berbicara dengan Keona. Terlihat segan dan minder karena kini Keona bukan sekedar karyawan biasa saja lagi, tapi juga bisa dibilang bos kedua di Greenland. "Lalu, bagaimana hubungan mu dengan Arlan?" "Mmm ... Ternyata dia lebih pemain darimu," sambar Hani menarik tangan Lili dan menunjuk cincin yang melingkar di jari manis gadis itu. "Oh, my God, selamat sayang," pekik Keona berdiri memeluk Lili penuh gembira. Dia ikut senang sahabatnya itu akhirnya mendapatkan kebahagiaan
Pengamatan Kairos cukup tajam. Dia mengamati layar ponselnya, nomor baru yang tidak dia kenal. Pria itu melirik ke arah Keona, gadis itu masih memperhatikannya hingga membuatnya gugup. Dia memang tidak tahu pasti siapa pemilik nomor itu dan tujuannya menghubunginya tapi firasatnya mengatakan kalau si penelpon adalah Alena. Entah mengapa dia yakin akan hal itu, terlebih gambar gelang pada foto profilnya. "Ini pasti orang salah sambung. Sudahlah, kembalilah tidur," ucap Kairos menyimpan ponsel ke dalam saku. Meski tidak mengatakan apapun Keona menangkap sinyal aneh dari sikap Kairos. Ada yang pria itu sembunyikan. Kenapa Keona jadi kepikiran? Perasaannya juga jadi sedih. Bukan tidak pernah dia mengatakan kalau badai pasti selalu datang menerjang dalam rumah tangga. Tergantung bagaimana kita menyikapinya demi menyelamatkan ruang tangga itu. Tapi ini terlalu cepat bagi Keona. Mereka baru menikah tiga hari dan kini sudah dihadapkan dengan batu karang yang coba menghantam perahu
Siang hari waktu Indonesia bagian barat, Keona dan Kairos tiba di Jakarta. Kedatangan mereka disambut oleh Gen yang datang khusus menjemput. Tidak ada satu orang pun yang tahu akan kepulangan mereka. Itu sudah jadi perintah Kairos. "Welcome home, bos, nyonya bos," sapa Gen penuh semangat. jadi nggak selama dua hari membuat Gen merasa kesepian. Biasanya Kairos sering mengomelinya, kini setelah menikah bosnya itu pasti akan sibuk dengan istrinya dan mengabaikan kehadirannya. "Apa kabar, Pak Gen. Jangan panggil aku nyonya bos. Keona saja," balas Keona mengulurkan tangan menjabat Gen. "Kau juga jangan memanggilnya Pak Gen. Hanya Gen!" perintah Kairos melirik pada Gen."Baiklah, Keona. Silakan." Gen membukakan pintu bagi mereka berdua dan segera melesat sana.Gen tahu menempatkan sendiri makanya dia tidak membahas mengenai Alena dan informasi apa saja yang sudah dia dapatkan. Jangan sampai penyelidikannya membuat Keona merasa curiga yang berujung pada pertengkaran suami istri itu. Keon