"A-apa? M-maaf saya tidak bisa... eh, bukan, Tuan. Maksud saya nanti saja setelah rencana Anda berhasil, Tuan," ujar paman Grove menolak cek pemberian Tuan Collins. Dia tahu resiko cek itu kalau perintah Tuan Collins sampai terabaikan. Apalagi saat ini paman Grove masih fokus mencari-cari Selena diam-diam. "Hmm, apa kamu mau menolaknya, Grove? Atau alasan halus mu agar tidak ikut rencanaku?" "Bukan, Tuan. Tapi saya takut Aditya mengetahuinya, jadi nanti saja kalau rencananya sudah berhasil, Tuan." "Mmm, iya kalau begitu!" Cuek Tuan Collins mengedikkan kedua bahunya bersamaan "Oiya, Grove sampaikan ke Aditya, jangan coba-coba mencari-cari Selena dan anaknya itu lagi, Grove! Waktunya sudah habis, sekarang dia hanya harus menuruti perintahku. Satu lagi, katakan Tuan Besar Collins tidak menginginkannya lagi!" Paman Grove cuma mengangguk pasrah, tidak mau berdebat dengan Tuan Collins. Pikirnya, harus cepat-cepat keluar dari sana kalau tidak mau Tuan Collins memintanya melakuk
Bak kerbau cucuk hidungnya Julia mengangguk, senyum-senyum menatap Aditya. "Maafkan aku, Aditya," ucapnya tertunduk malu-malu sekarang.Cepat-cepat Selena kembali ke kursinya. Melihat Aditya tidak menyahuti Julia, malah memelototi dirinya. Selena berpura-pura sibuk. Untungnya Julia langsung menarik tangan Aditya."Hei, lepaskan!" Aditya menggeram, menepis tangan Julia. "Jangan coba-coba menyentuhku!" kesal Aditya menggertak gerahamnya.Alih-alih menurut, Julia semakin bergelayut manja di lengan kekar Aditya. "Makanya ayo," rengek Julia meletakkan kepalanya lancang di bahu Aditya.Sudah berusaha keras menepis tangan Julia namun tangan gadis lancang itu seolah sudah menempel erat di lengannya. Malu berdebat, akhirnya Aditya menurut keluar dari sana.Selena mengekorkan sudut matanya melihat Aditya tidak berdaya menolak. Samar-samar terdengar Aditya mengumpat dengan mengarahkan jari kepadanya."Jadi, itu gadis yang di jodohkan Tuan Collins untuk Aditya?" Dalam hati Selena mengumpat Tuan
Pria di depannya ini sudah gila sepertinya. Entah mengapa tiba-tiba mengajaknya menikah? Andai Aditya tahu obrolannya dengan Tuan Collins tadi, dia akan kencing berdiri. "Dengarkan aku, Selena. Kakek menjodohkan ku dengan Julia, tapi aku tidak mau karena tidak tertarik padanya. Jadi, kita harus menikah agar Kakek---""Stop! Anda dijodohkan dengan siapapun itu bukan urusan saya! Alih-alih mengajak saya menikah. Saya tidak memiliki perasaan apapun pada Anda!""Jangan munafik, Selena! Kita sudah melakukannya beberapa kali! Berapa pria yang harus menyentuh tubuhmu itu?" "Tidak pernah ada pria lain! Hanya Anda seorang yang menyentuh tubuh saya!" ketus Selena yang gerah membahas hal itu lagi keceplosan.Aditya ternganga mendengar pengakuan Selena. Seperti yang dia tahu, Selena tidak perawan lagi saat mereka melakukannya waktu itu. Kalau Selena mengaku hanya dia yang menyentuh tubuhnya, jadi benar yang dia pikirkan selama ini. Selena lah yang dia bayar seharga 975 juta di malam panas itu
"Jangan berpura-pura tidak paham, Selena! Mana anakku?"Selena menenggak liurnya, rasa gugupnya berubah jadi rasa takut. Ia tahu Aditya nekat melakukan apapun, jadi mau tak mau ia harus memikirkan cara agar Aditya percaya padanya. "Atau maksud Anda kejadian diluar kota kemarin? Anda bisa melihat saya tidak sedang mengandung anak Anda!" Tenang Selena menunjuk diri sendiri."Ahahh, untung kamu ingatkan itu! Kenapa kamu belum hamil juga, Selena? Aku jelas mengingat melepasnya di dalam!"Selena mengedikkan kedua bahunya menjawab, "Saya tidak tahu.""Jangan bohong! Kamu mungkin minum pil kontra ... sep ... si." Aditya terbata-bata mengingat benda yang terlupakannya."Saya tidak ... akhk!"Cepat-cepat menarik tangan Selena keluar ruangan. Selena yang bingung sikap tiba-tiba Aditya terseok-seok mengikutinya."Masuk!"Selena yang masih bingung belum sempat bertanya itu hanya menurut masuk mobil. Sampai Aditya berhenti di depan rumah sang Bos.Pikiran Selena tidak lepas dari Tuan Collins, ja
"Tuan Collins telah habis kesabarannya. Sampai memaksaku harus menikahi Julia." Aditya menengadahkan wajahnya ke atas menahan-nahan airmatanya merembes dari sudut matanya."Andai kamu mau jujur padaku dan mau menikah denganku, Selena, aku tidak akan tersiksa begini," ujar Aditya mempererat pelukannya. Kemudian menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Selena. Seketika airmatanya tertumpah di sana. Selena kepayahan menahan tubuh Aditya yang bertumpu sepenuhnya di punggungnya. Tangannya mencengkram sisi sofa agar keduanya tidak ambruk ke depan. "Pak Aditya, saya tidak bisa menahan tubuh An ..." Akhirnya ...BRUKKKeduanya akhirnya terjatuh ke sofa, dengan posisi Selena terkungkung di bawah tubuh kekar Aditya. Wajah keduanya nyaris bersentuhan dengan saling bersirobok pandangan."Selena ..." Napas Aditya mulai memburu.Selena tersadar dalam bahaya, cepat-cepat menarik tubuhnya. Namun, Aditya yang sudah dikuasai hasratnya tidak mau melepasnya begitu saja. "Selena, aku mohon menikahlah
Selena gegas menyambar tasnya yang terjatuh di kaki ranjang, kemudian keluar kamar. Tergesa-gesa pula menuruni tangga menunggu Aditya di luar rumah.Tidak berapa lama tampak Aditya juga turun menyusulnya. Mau tak mau pria tersebut hanya menurut melajukan mobilnya menuju perusahaan.Mengingat Julia akan berkunjung ke rumahnya sore ini, Aditya langsung pamit dan membiarkan Selena saja yang masuk perusahaan."Halo, Selena! Apa pekerjaan kamu sudah selesai?" Selena yang baru menginjakkan kaki di lantai ruangannya, kaget mendengar sapaan dingin dari Tuan Collins yang duduk di kursi kebesaran Aditya."P-pekerjaan saya?" Bingung dan kaget Selena bertanya."Yah, kata Aditya tadi kamu izin keluar karena ada perihal penting." Selena sangat gugup, perihal penting apa maksud Aditya ya? Tapi tak mau memperpanjang masalah, pun ia baru saja dari rumah Aditya hanya mengangguk."Ohh, urusan penting apa kira-kira, Selena? Apa kamu sangat membutuhkan bantuanku?" tanya Tuan Collins membuatnya kian b
"Apa maksudnya itu?" desisnya dengan mata fokus ke kertas yang menyelip di sela bawah pintu kamarnya. "Ahh, aku belum melihat pengirimnya." Gegas Selena memungutnya kembali dan menajamkan matanya pada barisan akhir tulisan. "Aditya Wiguna Genio? A-apa aku salah membaca?" Sesaat Selena mengucek-ucek matanya kemudian kembali memelototi tulisan, tetap saja nama Aditya. "Jahanam! Aku tidak tahu itu yang direncanakan Aditya!" lirihnya menekan rasa sakit. Kembali membaca tulisan di kertas. 'Sesuai keputusan perusahaan, lusa kamu resmi dipindahkan ke perusahaan Collins. Ini juga karena Julia yang ...' Selena tidak tertarik membaca lanjutan barisan itu. Ia fokus baca kalimat yang menyakitkan hatinya. 'Jadi, aku minta kamu tidak pernah menuntut apapun padaku dengan yang terjadi selama ini, khususnya tadi siang. Jika, kamu hamil nanti, itu bukan tanggungjawabku. Ingatlah, aku hanya butuh tubuhmu, Selena.' "Argh! Hanya butuh tubuhku, katanya!" Selena membuka pintu kamar, masuk dengan
Selena terdiam, bingung hendak bertanya ke Aditya. Niatnya kembali ke perusahaan Collins belum ia pikirkan matang-matang. Tapi dengan surat dari Aditya itu, ia tidak perlu pikir-pikir lagi. Tanpa izin ke Aditya yang sibuk dengan Julia, Selena keluar mengejar paman Grove. Untung-untung pria itu belum pergi."Paman Grove?" desis Selena jelas mengenali punggung paman Grove sesaat sebelum pintu ruangan yang bersebelahan dengan ruangan Aditya tertutup. Selena terhenti, bingung harus menghampiri paman Grove ke ruangan itu. Karena ia juga tidak pernah memasuki ruangan tersebut.Sejenak hanya mematung di sana, sampai suara cekikikan Julia begitu jelas di pendengarannya. Pantas saja kedengaran, keduanya ikut-ikutan keluar dan ada di belakangnya.Pura-pura tidak melihat, Selena fokus pada ponselnya sampai Aditya berlalu. Tapi pria itu tidak kunjung berlalu, Selena penasaran berputar badan cepat. Tak disangka-sangka Aditya yang berdiri di belakangnya tadi, kini berhadapan merapat dengannya.
"Semua sudah beres. Tinggal membawa Selena sekarang bertemu Tuan Collins, Aditya! Tapi tunggu aba-aba dariku!""Bagaimana dengan Tuan Barata? Apa Paman sudah menunjukkan bukti-bukti itu?" "Tenang saja. Semuanya sudah aman," jawab paman Grove meninggalkan perusahaan Barata. Sekarang dia hanya melakukan tugas terakhirnya sebelum Aditya tiba di rumah sakit. "Semua sudah beres?" Paman Grove menyambungkan ponselnya ke orang suruhannya di rumah sakit."Beres. Tuan Collins tampaknya sedikit syok dan tidak mengatakan apapun dengan bukti-bukti itu." "Oke, tugas kalian sudah selesai. Sekarang kalian bisa bebas. Katakan ke semua anggota, sampai kapanpun hal ini tidak bisa bocor! Ingat! Kalian berhadapan dengan Aditya!""Siap, Bos! Aman terkendali.""Oke, pergilah bersenang-senang. Bonus kalian sudah di transfer."Paman Grove mendahului Aditya ke rumah sakit, beberapa menit yang lalu Tuan Collins memintanya datang. Mungkin ingin menanyakan kebenaran bukti yang diberikan asisten pribadinya.
Tuan Collins menunjukkan senyum smirk-nya. Dia memang menanyakan Aditya ke paman Grove. Sudah seminggu ini Julia mencari-carinya ke rumah sakit. Dari Julia jugalah Tuan Collins tahu Aditya tidak lagi tinggal di rumahnya. Namun, Tuan Collins tidak ingin membahasnya."Apa kamu sudah mengurus pernikahanmu dengan Julia?" tanya Tuan Collins membetulkan letak selang infus yang melilit di tangannya."Pernikahan? Aku memang sedang merencanakan pernikahan, tapi tidak dengan Julia, Kek." Aditya melipat kedua tangannya di dada.Ucapannya itu menarik atensi Tuan Collins dan menaikkan pandangannya. "Apa maksudmu, Aditya? Kamu mau menggagalkan rencanaku dengan Barata?" berangnya melotot tajam."Rencana mengakuisi perusahaan milik Tuan Abeth dan Viktor? Sepertinya Kakek tidak tahu jika Tuan Bramasta sudah bergerak lebih cepat." Aditya menarik punggungnya yang menempel di dinding kamar rumah sakit. "Tidak bisa di salahkan juga Tuan Bramasta. Kalian saja yang tidak bergerak cepat. Yah, kalian sibuk
Selena terbangun setelah mendengar bunyi alarm dari ponselnya. Sedikit kaget mendapati dirinya tertidur di ruang tamu. Punggungnya terasa mau patah karena semalaman tidur membungkuk di sofa kecil.Selena meregangkan otot tubuhnya sebelum berjalan ke kamar Baby Lea. Pun cepat-cepat membersihkan diri sebelum Aditya datang ke sana.Namun, belum selesai berkutat dengan Baby Lea, terdengar suara bell. "Iya, bentar," serunya berlari kecil ke depan. Tampak Aditya menunggu di depan pagar."Masuklah, aku belum selesai," ujar Selena memberikan Baby Lea kepada Aditya.Ia tidak tahu mengapa senyaman itu memperlakukan Aditya. Bahkan tubuhnya yang cuma terbungkus daster basah tidak merasa malu. "Selena," panggil Aditya melihatnya terburu masuk."Tunggu sebentar aku mandi," serunya menghilang di balik pintu kamar.Sengaja atau tidaknya, pintu kamar jelas tidak menutup sempurna. Aditya meletakkan Baby Lea di ruang bermain, niatnya ingin menutup pintu kamar. Aditya tidak yakin bisa menguasai dirin
Setelah beberapa lama berbincang, Aditya berpamitan pulang. "Kamu pulang saja dulu, Selena. Mumpung ada Aditya yang bisa mengantarmu ke rumah," ujar Mami kasihan melihat Selena terus-terus di sana. "Mami saja yang pulang. Aku---""Biar Mami dan Riana di sini malam ini. Kamu dan Baby Lea pulanglah. Pun ada Papi juga di sini," potong Mami memaksa Selena pulang."Aditya, tolong antarkan Selena ke rumah ya.""Baik, Nyonya." Aditya meraih Baby Lea dari pangkuan Selena. Membawanya keluar mendahului Selena.'Pucuk dicinta ulam pun tiba. Semua sesuai dengan rencana. Sekarang tinggal menunggu giliran Kakek tua itu!' batin Aditya tertawa kecil. "Maaf merepotkan kamu," kata Selena menarik Baby Lea dari pangkuan Aditya dan mendudukkannya di kursi belakang.Aditya bergumam dalam hati, itu semua sudah direncanakan. Sekarang dia hanya ingin membuat Selena merasa dirinya malaikat penolong."Tidak apa-apa. Lupakan saja yang lalu-lalu, fokus dengan kesehatan Hendra dulu.""Tapi ... kata dokter Kak H
Di kediaman keluarga Bramasta tidak lantas membuat Selena tenang. Pikirannya tentang Aditya semakin kuat saja. "Hei, malah bengong." Riana yang baru tiba menepuk pundak Selena. Selena mengangkat kepala lemah. Melihat Riana jadi timbul niatnya keluar ingin menemui Aditya. Ia harus mengakui semuanya ke Aditya dan meminta Aditya untuk melupakannya dan Baby Lea.Selena tidak ingin jika Tuan Collins sampai tahu ia memiliki keturunan keluarga Collins. Ancaman pria tua itu belum bisa hilang dari pikirannya."Malah bengong," omel Riana menyikut bahu Selena."Iya, aku kelelahan seharian menjaga Baby Lea," sahut Selena tertawa kecil. "Elleh, kan Mami sudah langsung pulang. Sekarang kamu bisa bersantai juga."Benar juga. Ini kesempatannya bisa keluar dengan mengajak Riana yang doyan belanja-belanja dan salon."Hmm, kamu mau mengajakku keluar?" pancing Selena mengedipkan sebelah matanya menggoda calon iparnya.Benar saja, mendengar kata keluar, Riana mencampakkan tas belanjaannya ke dalam kam
Paman Grove mengerahkan seluruh orang suruhannya mendapatkan benda untuk keperluan tes DNA yang diminta oleh Aditya."Aku yang akan mendapatkan sampel rambut putriku, paman Grove. Kalian hanya perlu mengawasi Hendra dan keluarga Bramasta saat aku berkepentingan di rumah Selena.""Baik, info sudah aku dapatkan, Tuan Bramasta dan istrinya juga putrinya tengah ke pertemuan mitra bisnis keluar kota, sore nanti baru kembali. Kami hanya akan mengendalikan Hendra selama kamu berkepentingan di rumah Selena."Aditya setuju dan segera bergerak menuju rumah Selena. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan kembali wanita yang jadi cinta pertamanya.Sebenarnya, terlihat konyol bagi seorang Tuan Muda bangsawan mengejar-ngejar wanita yang tidak sederajat dengannya, pun mengemis cinta darinya. Selena di rumahnya. Setelah beberapa lama memastikan Aditya tidak datang lagi, ia mulai berani membuka pintu rumah dan bersantai di teras rumah. Hingga lima belas menit kemudian."Ekkhem!
Selena memastikan Aditya pergi. Gemuruh dadanya meningkat dan berlari masuk menuju meja makan. Menyambar gelas dan menuang air minum sebelum meneguknya habis. Selena masih berdiri, mencengkram sisi meja menahan tubuhnya yang masih bergetar. Napasnya memburu dengan dada turun naik. "Dari mana dia tahu tempat ini?" gumamnya mulai mengatur napas. Meremas ponsel di genggaman tangannya. Selena segera menemukan kontak Hendra hendak akan menghubunginya, memberitahu kedatangan Aditya tadi.Namun, hanya kembali meletakkannya di atas meja. Ia tahu sekarang Hendra sedang sibuk dan tidak bisa diganggu. Selena mengurungkan niatnya.Selena berjalan ke kamar melihat Baby Lea, dia sedang tertidur pulas di ranjang.Selena kembali keluar berjalan ke ruang depan. Menyibakkan gorden guna menyelidiki Aditya tidak kembali ke sana. Hatinya jadi gelisah dan tidak tenang. Pikirnya, Aditya akan kembali lagi. "Aku ke rumah Mami saja," ujar Selena berbalik ke meja makan. Meraih ponsel hendak menelepon sopir
Aditya baru saja tiba di mansion ketika paman Grove baru beranjak dari ranjangnya. Untung orang suruhannya tepat waktu menjemput Aditya ke bandara."Maaf, aku terlalu lelah hingga sulit bangun cepat. Duduk dan segarkan dulu pagimu dengan kopi panas, aku membersihkan badan sebentar," ujar paman Grove meninggalkan Aditya yang berdiri di depan pintu kamarnya."Hmm, cepatlah!" sahut Aditya berpindah ke meja makan.Tangannya meraih gelas berisi kopi dan meneguknya seperempat gelas. Udara dingin karena musim hujan membuat suhu tubuhnya sedikit menggigil. Di luaran memang sangat dingin tadi. "Apa Tuan Collins mengizinkanmu kemari?" tanya paman Grove ikut duduk di samping Aditya."Kakek tidak jadi ke luar kota. Agaknya dia ada sedikit masalah dengan Tuan Barata."Masalah apa? Paman Grove mengerutkan kening. Tidak mungkin Tuan Collins mau melakukan permusuhan dengan Tuan Barata. Dia sangat membutuhkan bantuan Tuan Barata untuk kepentingan bisnisnya. "Kamu bercanda?" tanya paman Grove merasa
"Kamu pulanglah, perusahaan Adiguna Jaya membutuhkanmu. Aku bersama orang-orangku segera menyelidiki hubungan Hendra dan Selena. Yang aku butuhkan hanya dua hal, alamat rumah Hendra dan Selena tinggal dan gedung tempat pernikahan mereka sebelumnya!" ujar paman Grove percaya diri. "Hahk! Kalau aku tahu tidak perlu menyuruh orang-orang mu itu menyelidikinya," ketus Aditya menjawab.Paman Grove mendelik, menggeleng-gelengkan kepala guna memfokuskan pikirannya.Ahh, iya. Itu benar! Kalau Aditya bisa melakukannya kenapa meminta tolong padanya. Paman Grove menggaruk-garuk tengkuknya."Aku tetap di sini. Katakan saja ke Tuan Collins aku punya kesibukan di perusahaan Wiguna.""Tuan Collins memintamu ke perusahaan Adiguna Jaya. Akhir minggu ini beliau ke pertemuan bisnis dengan Tuan Barata. Jadi, tidak mungkin Julia yang memegang kendali perusahaan, Aditya.""Julia masih di perusahaan?""Iya, sampai kamu yang menyuruhnya keluar, itu katanya."Aditya terdiam. Dia butuh Selena kembali kepadan