Selena menghempas napas kasar. Matanya malas melirik kotak di samping lemari, bibirnya mengerucut tanda kesal."Kenapa harus aku yang mengerjakan semua ini? Bukankah ini tugas Aditya, pria bangsawan itu? Hahk! Ini sudah jadi tanggungjawabnya!" omel Selena beranjak dari duduknya. Mulai melepas lakban penutup kotak dengan sangat kasar. Mulutnya juga tidak berhenti mengomel mengeluarkan tumpukan map dari dalamnya.Selena mendesah berat membawa map-map tersebut ke mejanya. Terpaksa harus sibuk lagi guna memeriksa satu persatu isi map-nya."Dokumen keuangan perusahaan Adiguna Jaya? Sial! Tahu begini bawa laptop tadi."Selena terpaksa mengecek manual. Entah sudah berapa jam ia berkutat dengan tumpukan map tersebut."Kenapa bisa merosot begini?" Selena tidak berhenti melotot melihat grafik perkembangan perusahaan Aditya yang menurun drastis.Hingga larut malam Selena masih saja berkutat.Pikirnya, tak mungkin mengecewakan sang HRD yang telah banyak membantunya selama ini. Sampai ..."Ak
Diusir bak hewan pengganggu saja, Aditya terbelalak kaget. Wajahnya memerah merasa tak dihargai sang Kakek.Paman Grove paham raut wajah Aditya, menepuk pundaknya pelan. Guna menenangkannya yang masih tersulut emosi, sebelum mendorongnya keluar."Tutup pintunya, lalu duduk, Grove," titah Tuan Collins menatap lekat wajahnya.Pria yang kurang akrab dengan Tuan Collins tersebut mengangguk patuh."Katakan padaku, siapa gadis yang membuat Aditya hilang waras begitu?" Baru saja menghenyakkan duduknya, paman Grove berjengit kaget sampai berdiri, di beberapa detik kemudian kembali duduk. Matanya melotot tajam ke Tuan Collins. Setahun ini dia dan Aditya sudah berusaha menutupinya, tapi kenapa Tuan Collins tahu?"Gadis? Maksudnya, Tuan?" tanya paman Grove membuang tebakan pikirannya "Jangan berlagak pikun, Grove! Kalau masih butuh bekerja untuk Aditya!" kecam Tuan Collins langsung membuatnya tak berkutik.'Sial! Apa tadi Aditya sudah mengakuinya kepada Tuan Collins?' batin paman Grove bingu
"Tuan, hampir setahun ini saya bersama orang-orang saya berusaha keras mencari Selena, tapi ..."Paman Grove tertawa getir, sengaja menggantung ucapannya. Berpikir Tuan Collins mungkin lupa atau tak menyimak obrolan mereka diawal. "... kita sudah membicarakan ini diawal tadi, Tuan," lanjutnya tidak bersemangat.Tuan Collins yang tadi menatapnya angkuh lantas mengurai pandangan dari wajah paman Grove. "Itu sebabnya Aditya keluar masuk bar, kafe, warung, pasar dan tempat lainnya, Tuan," jelas paman Grove meneguk salivanya. Kemudian membuang pandangannya. Harusnya Tuan Collins bicara langsung saja dengan Aditya.Paman Grove takut jadi sasaran pelampiasan kemarahan Aditya nantinya. Dia pun dibuat bingung sekarang, harus menuruti perintah Aditya atau patuh pada Tuan Collins. "Apa kamu tahu di mana orang tua gadis itu, Grove? Ahh, lupakan saja. Sekarang panggil Aditya," titahnya berpikir harus bisa menemukan gadis yang mengandung darah daging keluarga Collins.Tidak menunggu lama, Ad
'Astaga, untuk apa Tuan Collins berdiri di belakang pintu?' batinnya mengomel.'Padahal dia bisa duduk menunggu di kursi kebesarannya!'Selena berjalan ke mejanya dengan tangan meremas tali tasnya. Sesekali mengekorkan sudut matanya kepada Tuan Collins yang sibuk memperhatikan buket bunganya di tangannya.'Apa sehebat ini diriku? Pertama masuk kerja setelah cuti panjang, langsung mendapat buket bunga?'"Selena, ini untukmu," ucap Tuan Collins meletakkan buket bunga di atas mejanya.Selena yang berpura-pura sibuk merapikan mejanya, tersentak kaget lantas menolehkan kepala. Beberapa detik terdiam untuk memfokuskan pikirnya.Melihat apa yang dilakukan oleh Tuan Collins, dugaannya tadi seolah benar. Atau ... Tuan Collins menyukai dirinya? Bukankah bunga lambang cinta? Seperti yang di film-film!Tidak! Meski ia sudah memiliki anak tanpa suami, tapi untuk menjalin hubungan dengan pria tua seperti Tuan Collins, itu tidak pernah ada di pikirannya."A-apa ini, Tuan?" tanyanya gugup dan salah
Selena bergeming. Mengikuti gerakan Tuan Collins meletakkan ponselnya, menggerutu.'Anak siapa yang di maksud Tuan Collins? Aditya kah?' batin Selena belum sepenuhnya fokus mencerna.Cepat-cepat Selena langsung menepis pikirannya. Kali ini ingin fokus kalau tak mau salah-salah menjawab lagi."Selena ... Aditya meminta lusa ini kamu pindah ke perusahaan Adiguna Jaya, ya," ujar Tuan Collins tanpa menoleh, masih sibuk memelototi layar ponselnya. "Jadi besok pagi kamu tidak perlu kemariKamu beresin barang-barang mu saja. Besok sore dijemput sopir ke kos mu ya."Kaget, Selena mengurai perlahan pandangannya dari Tuan Collins.Ke perusahaan Adiguna Jaya? Ia tak pernah terpikir akan kembali ke sana.Selena membatu, batang lehernya bergerak turun naik meneguk liurnya kesusahan. 'Aku tidak bisa ke sana!' batinnya menjerit. Tapi tak ada haknya menolak perintah Tuan Collins kecuali ia mau di pecat.Tak kunjung mendengar sahutan Selena, Tuan Collins menoleh. "Bagaimana, Selena?" tanya Tuan Coll
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Selena berpamitan kepada seisi perusahaan. Ia juga tampak tak bersemangat memeluk buket bunga pemberian Aditya.Sampai di kosnya, Selena masih memikirkan obrolannya dengan Tuan Collins tadi."Kenapa harus ke perusahaan Adiguna Jaya?" rutuk Selena membuang napas dengan cara menghempas kuat."Tentu Aditya langsung mengenaliku nanti," gumamnya bingung cara menyamarkan dirinya.Selena beranjak dari duduknya berjalan ke cermin yang menempel di dinding samping meja. Sesaat hanya memandangi dirinya di dalam cermin. Tak ada yang berubah dari dirinya, masih sama dengan beberapa bulan yang lalu. Cuma rambut panjangnya saja yang sudah menyentuh pinggang.Kalau begini siapapun pasti dengan mudah mengenalinya nanti di sana."Ahahh! Aku menemukan ide! Bagaimana kalau rambutnya di keriting?" Ahh, dari dulu ia tidak menyukai rambut keriting. Kesan wajahnya terlihat tua konon.Selena kembali memandangi dirinya, otaknya bekerja keras mencari titik pada tubuhnya-
"Aku masih belum memikirkannya, Buk," sahutnya tertunduk."Kamu tidak punya kenalan atau teman di sana, Selena?"Selena menggeleng lemah. Ia cuma kenal teman kosnya dulu, tapi mereka juga tidak akrab. Kemudian ia juga tengah merencanakan penyamaran dirinya."Ahh, begini saja. Tadi kamu mau pindah ke perusahaan di kota mana, Selena?" tanya Ibu kos menyentakkannya dari diamnya.Ke pusat kota J, Buk," jawabnya tak bersemangat. "Perusahaan Adiguna Jaya yang berdekatan dengan kantor dewan pusat.""Wahh, kebetulan adik Ibu ada di sana juga, Selena. Dia punya kos-kosan juga. Sebentar aku telepon dia." Ibu kos buru-buru menyambungkan ponselnya.Selena meneguk liur menunggu Ibu kos selesai menelepon. Saat ini harapannya cuma ibu kos. Waktunya cuma tiga hari sebelum kembali masuk ke perusahaan Adiguna Jaya."Hmm, dia mau menjaga Baby Lea nanti, Selena. Ibu juga sudah memesan salah satu kamar kos untukmu, ya."Selena berkaca-kaca karena terharu. Sangat bersyukur memiliki Ibu kos yang selalu r
"A-apa? Kamu benar Selena?" tanya Aditya mulai tidak bisa menguasai dirinya. "Maksudnya, kamu namanya Selena tadi? Sekretaris baru di ruanganku?"Sial! Bisa-bisa begini! Aditya merutuki dirinya yang seolah kehilangan taringnya."Iya, benar, Pak. Saya Selena, sekretaris baru Anda di sini."Sial! Aditya menggeleng-geleng. Awal melihatnya, Aditya sangat yakin sekretaris barunya itu adalah Selena yang dia cari-cari. Tapi melihat sikap dan ucapannya sangat berbeda, bahkan sekretaris tak menunjukkan rasa takut kepadanya.Aditya menyipit. Pikirnya, kalau benar dia Selena yang dicarinya, pasti mengenalinya secara intens. Seenggaknya takut karena melarikan diri dalam masa hukumannya."Kamu mengenaliku, bukan?" Aditya mengkerutkan kening, bingung, kaget dan syok jadi satu. Selena paham tujuan pertanyaan Aditya yang melihat dirinya sangat mirip dengan Selena mantan pegawai magangnya. Yah, aku sangat mengenalimu, Aditya! Tapi tidak jaminan aku lolos dari hukuman absurb mu kalau sampai tahu d
"Semua sudah beres. Tinggal membawa Selena sekarang bertemu Tuan Collins, Aditya! Tapi tunggu aba-aba dariku!""Bagaimana dengan Tuan Barata? Apa Paman sudah menunjukkan bukti-bukti itu?" "Tenang saja. Semuanya sudah aman," jawab paman Grove meninggalkan perusahaan Barata. Sekarang dia hanya melakukan tugas terakhirnya sebelum Aditya tiba di rumah sakit. "Semua sudah beres?" Paman Grove menyambungkan ponselnya ke orang suruhannya di rumah sakit."Beres. Tuan Collins tampaknya sedikit syok dan tidak mengatakan apapun dengan bukti-bukti itu." "Oke, tugas kalian sudah selesai. Sekarang kalian bisa bebas. Katakan ke semua anggota, sampai kapanpun hal ini tidak bisa bocor! Ingat! Kalian berhadapan dengan Aditya!""Siap, Bos! Aman terkendali.""Oke, pergilah bersenang-senang. Bonus kalian sudah di transfer."Paman Grove mendahului Aditya ke rumah sakit, beberapa menit yang lalu Tuan Collins memintanya datang. Mungkin ingin menanyakan kebenaran bukti yang diberikan asisten pribadinya.
Tuan Collins menunjukkan senyum smirk-nya. Dia memang menanyakan Aditya ke paman Grove. Sudah seminggu ini Julia mencari-carinya ke rumah sakit. Dari Julia jugalah Tuan Collins tahu Aditya tidak lagi tinggal di rumahnya. Namun, Tuan Collins tidak ingin membahasnya."Apa kamu sudah mengurus pernikahanmu dengan Julia?" tanya Tuan Collins membetulkan letak selang infus yang melilit di tangannya."Pernikahan? Aku memang sedang merencanakan pernikahan, tapi tidak dengan Julia, Kek." Aditya melipat kedua tangannya di dada.Ucapannya itu menarik atensi Tuan Collins dan menaikkan pandangannya. "Apa maksudmu, Aditya? Kamu mau menggagalkan rencanaku dengan Barata?" berangnya melotot tajam."Rencana mengakuisi perusahaan milik Tuan Abeth dan Viktor? Sepertinya Kakek tidak tahu jika Tuan Bramasta sudah bergerak lebih cepat." Aditya menarik punggungnya yang menempel di dinding kamar rumah sakit. "Tidak bisa di salahkan juga Tuan Bramasta. Kalian saja yang tidak bergerak cepat. Yah, kalian sibuk
Selena terbangun setelah mendengar bunyi alarm dari ponselnya. Sedikit kaget mendapati dirinya tertidur di ruang tamu. Punggungnya terasa mau patah karena semalaman tidur membungkuk di sofa kecil.Selena meregangkan otot tubuhnya sebelum berjalan ke kamar Baby Lea. Pun cepat-cepat membersihkan diri sebelum Aditya datang ke sana.Namun, belum selesai berkutat dengan Baby Lea, terdengar suara bell. "Iya, bentar," serunya berlari kecil ke depan. Tampak Aditya menunggu di depan pagar."Masuklah, aku belum selesai," ujar Selena memberikan Baby Lea kepada Aditya.Ia tidak tahu mengapa senyaman itu memperlakukan Aditya. Bahkan tubuhnya yang cuma terbungkus daster basah tidak merasa malu. "Selena," panggil Aditya melihatnya terburu masuk."Tunggu sebentar aku mandi," serunya menghilang di balik pintu kamar.Sengaja atau tidaknya, pintu kamar jelas tidak menutup sempurna. Aditya meletakkan Baby Lea di ruang bermain, niatnya ingin menutup pintu kamar. Aditya tidak yakin bisa menguasai dirin
Setelah beberapa lama berbincang, Aditya berpamitan pulang. "Kamu pulang saja dulu, Selena. Mumpung ada Aditya yang bisa mengantarmu ke rumah," ujar Mami kasihan melihat Selena terus-terus di sana. "Mami saja yang pulang. Aku---""Biar Mami dan Riana di sini malam ini. Kamu dan Baby Lea pulanglah. Pun ada Papi juga di sini," potong Mami memaksa Selena pulang."Aditya, tolong antarkan Selena ke rumah ya.""Baik, Nyonya." Aditya meraih Baby Lea dari pangkuan Selena. Membawanya keluar mendahului Selena.'Pucuk dicinta ulam pun tiba. Semua sesuai dengan rencana. Sekarang tinggal menunggu giliran Kakek tua itu!' batin Aditya tertawa kecil. "Maaf merepotkan kamu," kata Selena menarik Baby Lea dari pangkuan Aditya dan mendudukkannya di kursi belakang.Aditya bergumam dalam hati, itu semua sudah direncanakan. Sekarang dia hanya ingin membuat Selena merasa dirinya malaikat penolong."Tidak apa-apa. Lupakan saja yang lalu-lalu, fokus dengan kesehatan Hendra dulu.""Tapi ... kata dokter Kak H
Di kediaman keluarga Bramasta tidak lantas membuat Selena tenang. Pikirannya tentang Aditya semakin kuat saja. "Hei, malah bengong." Riana yang baru tiba menepuk pundak Selena. Selena mengangkat kepala lemah. Melihat Riana jadi timbul niatnya keluar ingin menemui Aditya. Ia harus mengakui semuanya ke Aditya dan meminta Aditya untuk melupakannya dan Baby Lea.Selena tidak ingin jika Tuan Collins sampai tahu ia memiliki keturunan keluarga Collins. Ancaman pria tua itu belum bisa hilang dari pikirannya."Malah bengong," omel Riana menyikut bahu Selena."Iya, aku kelelahan seharian menjaga Baby Lea," sahut Selena tertawa kecil. "Elleh, kan Mami sudah langsung pulang. Sekarang kamu bisa bersantai juga."Benar juga. Ini kesempatannya bisa keluar dengan mengajak Riana yang doyan belanja-belanja dan salon."Hmm, kamu mau mengajakku keluar?" pancing Selena mengedipkan sebelah matanya menggoda calon iparnya.Benar saja, mendengar kata keluar, Riana mencampakkan tas belanjaannya ke dalam kam
Paman Grove mengerahkan seluruh orang suruhannya mendapatkan benda untuk keperluan tes DNA yang diminta oleh Aditya."Aku yang akan mendapatkan sampel rambut putriku, paman Grove. Kalian hanya perlu mengawasi Hendra dan keluarga Bramasta saat aku berkepentingan di rumah Selena.""Baik, info sudah aku dapatkan, Tuan Bramasta dan istrinya juga putrinya tengah ke pertemuan mitra bisnis keluar kota, sore nanti baru kembali. Kami hanya akan mengendalikan Hendra selama kamu berkepentingan di rumah Selena."Aditya setuju dan segera bergerak menuju rumah Selena. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan kembali wanita yang jadi cinta pertamanya.Sebenarnya, terlihat konyol bagi seorang Tuan Muda bangsawan mengejar-ngejar wanita yang tidak sederajat dengannya, pun mengemis cinta darinya. Selena di rumahnya. Setelah beberapa lama memastikan Aditya tidak datang lagi, ia mulai berani membuka pintu rumah dan bersantai di teras rumah. Hingga lima belas menit kemudian."Ekkhem!
Selena memastikan Aditya pergi. Gemuruh dadanya meningkat dan berlari masuk menuju meja makan. Menyambar gelas dan menuang air minum sebelum meneguknya habis. Selena masih berdiri, mencengkram sisi meja menahan tubuhnya yang masih bergetar. Napasnya memburu dengan dada turun naik. "Dari mana dia tahu tempat ini?" gumamnya mulai mengatur napas. Meremas ponsel di genggaman tangannya. Selena segera menemukan kontak Hendra hendak akan menghubunginya, memberitahu kedatangan Aditya tadi.Namun, hanya kembali meletakkannya di atas meja. Ia tahu sekarang Hendra sedang sibuk dan tidak bisa diganggu. Selena mengurungkan niatnya.Selena berjalan ke kamar melihat Baby Lea, dia sedang tertidur pulas di ranjang.Selena kembali keluar berjalan ke ruang depan. Menyibakkan gorden guna menyelidiki Aditya tidak kembali ke sana. Hatinya jadi gelisah dan tidak tenang. Pikirnya, Aditya akan kembali lagi. "Aku ke rumah Mami saja," ujar Selena berbalik ke meja makan. Meraih ponsel hendak menelepon sopir
Aditya baru saja tiba di mansion ketika paman Grove baru beranjak dari ranjangnya. Untung orang suruhannya tepat waktu menjemput Aditya ke bandara."Maaf, aku terlalu lelah hingga sulit bangun cepat. Duduk dan segarkan dulu pagimu dengan kopi panas, aku membersihkan badan sebentar," ujar paman Grove meninggalkan Aditya yang berdiri di depan pintu kamarnya."Hmm, cepatlah!" sahut Aditya berpindah ke meja makan.Tangannya meraih gelas berisi kopi dan meneguknya seperempat gelas. Udara dingin karena musim hujan membuat suhu tubuhnya sedikit menggigil. Di luaran memang sangat dingin tadi. "Apa Tuan Collins mengizinkanmu kemari?" tanya paman Grove ikut duduk di samping Aditya."Kakek tidak jadi ke luar kota. Agaknya dia ada sedikit masalah dengan Tuan Barata."Masalah apa? Paman Grove mengerutkan kening. Tidak mungkin Tuan Collins mau melakukan permusuhan dengan Tuan Barata. Dia sangat membutuhkan bantuan Tuan Barata untuk kepentingan bisnisnya. "Kamu bercanda?" tanya paman Grove merasa
"Kamu pulanglah, perusahaan Adiguna Jaya membutuhkanmu. Aku bersama orang-orangku segera menyelidiki hubungan Hendra dan Selena. Yang aku butuhkan hanya dua hal, alamat rumah Hendra dan Selena tinggal dan gedung tempat pernikahan mereka sebelumnya!" ujar paman Grove percaya diri. "Hahk! Kalau aku tahu tidak perlu menyuruh orang-orang mu itu menyelidikinya," ketus Aditya menjawab.Paman Grove mendelik, menggeleng-gelengkan kepala guna memfokuskan pikirannya.Ahh, iya. Itu benar! Kalau Aditya bisa melakukannya kenapa meminta tolong padanya. Paman Grove menggaruk-garuk tengkuknya."Aku tetap di sini. Katakan saja ke Tuan Collins aku punya kesibukan di perusahaan Wiguna.""Tuan Collins memintamu ke perusahaan Adiguna Jaya. Akhir minggu ini beliau ke pertemuan bisnis dengan Tuan Barata. Jadi, tidak mungkin Julia yang memegang kendali perusahaan, Aditya.""Julia masih di perusahaan?""Iya, sampai kamu yang menyuruhnya keluar, itu katanya."Aditya terdiam. Dia butuh Selena kembali kepadan