Lelaki yang ternyata adalah ayah Clare itu menjawab, "Apa? Kau sedang bercanda, kan?"
"Aku tidak bercanda, Kawan. Barusan Reagan menghubungi dan bicara padaku, dia menanyakan soal Clare kepadaku. Dia penasaran kenapa rektor memperlakukan Clare sangat spesial, itu sebabnya dia menghubungi dan bertanya apakah Clare anak investor juga atau bukan."
"Aku senang mendengarnya, akhirnya anak-anak kita bisa bertemu.
Mr. Harvest tertawa. "Aku sendiri cukup kaget waktu Reagan menghubungiku dan menanyakan soal putrimu. Dia heran rektor sangat membela Clare dan menghukum temannya, sedangkan yang dia tahu Clare hanyalah mahasiswi baru di universitas itu."
Dean tertawa. "Ngomong-ngomong kenapa temannya mengerjai Clare? Pasti dia sudah kelewatan mengerjai putriku sampai rektor menghukumnya."
"Aku tidak sempat menanyakan hal itu, aku takut Reagan curiga. Hanya saja dia sempat bilang bahwa ada teman wanitanya yang cemburu karena dia sering mendekati Clare. Tema
Lagi-lagi Reagan tertawa. Ia kembali mengenang saat pertama kali bertemu. "Namanya Agatha, dia mahasiswi tercantik yang pernah aku lihat. Dia___" Drtt... Drtt... Getaran ponsel Dimitry menghentikan perkataan Reagan. "Maaf," kata Dimitry. "Tidak masalah." Dimitry merogoh ponsel dari saku jas.
Drtt... Drtt...Bunyi getaran ponsel mengejutkan Mr. Harvest. Ia menatap istrinya sambil merogoh ponsel dari saku celana. "Mungkin ini Reagan."Mrs. Harvest hanya diam sambil memperhatikan suaminya. Begitu mata lelaki itu menatap layar ia dengan penasaran langsung bertanya, "Siapa?""Dimitry," kata Mr. Harvest sambil tersenyum.Mrs. Harvest ikut tersenyum dan mengangguk."Halo, Dim?" sapa Mr. Harvest."Apa kau sibuk?""Tidak, kenapa?" Ekspresi Mr. Harvest langsung berubah sambil menatap istrinya. Alisnya berkerut setiap kali mendengar penjelasan Dimitry dari balik telepon, "Agatha?" ulangnya dengan wajah semakin kusut, "Baiklah. Terima kasih banyak, Dim."Tut! Tut!"Ada apa?" tanya Mrs. Harvest penasaran, "Kenapa wajahmu begitu, Sayang? Siapa itu Agatha yang kau sebutkan tadi?"Tangan Mr. Harvest mengepal erat hingga urat-urat di tangannya sangat terlihat. "Dimitry tadi ke apartemen Reagan, katanya anak itu sedang
"Mami dengar anaknya kuliah di universitas kita. Benar, Clare?" Clare terkejut dari pikirannya. "Maaf. Apa, Mi?" Kensky tersenyum. "Anaknya si Harvest kuliah di universitas kita juga." "Apa kau sering bertemu dengannya, Sayang?" tanya Dean. "Berarti benar, papi mengenalnya," kata Clare dalam hati, "Kalau benar anaknya Harvest yang Mami dan Papi maksud itu adalah dia, berarti kalian benar. Dia adalah ketua panitia dalam kegiatan kami. Tapi sumpah, aku tidak tahu kalau dia adalah anak investor di universitas kita." "Harvest orang yang kontribusinya paling besar di universitas kita. Jadi tidak mungkin ada Harvest yang lain lagi," kata Kensky. Dean berdeham. "Clare?" "Iya, Pi?" "Papi rasa tidak ada salahnya kau menjalin pertemanan dengan dia, papi dan ayahnya sangat dekat. Jadi, papi harap kau dan dia juga bisa akrab seperti kami. Tapi ingat, kau harus menjaga jarak karena___" "Aku sudah dijodohkan," sergah Clare la
Ansley membuang napas panjang. "Sebenarnya dia ingin merahasiakan kabar ini dari kalian semua. Bukan hanya berlaku untuk kalian berdua, tapi semua penghuni universitas ini kecuali rektor dan dekan. Sekarang karena kalian sudah tahu mau bagaimana lagi? Aku hanya minta kepada kalian berdua, meskipun sudah tahu siapa dia sebenarnya kalian harus bersikap biasa. Buatlah seolah-olah kalian tidak tahu soal itu.""Kenapa?" tanya Luke, "Bukankah bagus kalau semua orang tahu bahwa anak pemilik universitas ini? Itu artinya Reagan bukan satu-satunya mahasiswa paling berpengaruh di kampus ini, tapi Clare juga. Hal ini juga akan membuat pikiran Chloe bisa terbuka dan berhenti mengganggunya."
Tawa Ansley meledak. "Aku hanya bercanda, dia satu bus dengan kita. Kau tenang saja, aku sudah mengatur semuanya tanpa kau menyuruhku." "Benarkah?" "Tentu saja." Reagan menatap ke arah bus dan senyumnya kembali terlihat. Hal itu ternyata membuat Ansley penasaran dan bertanya. "Kamu kenapa? Hari ini kau tidak seperti biasanya." Mata Reagan beralih ke wajah Ansley. "Aku bahagia sekali hari ini, Ans. Bahagiaku ini adalah pertama kali selama aku hidup." Ansley ikut tersenyum. "Aku tahu, ini pasti karena dia, kan?" Wajah Reagan kembali memerah. "Seandainya kau tahu tadi dia melihatku dengan ekspresi yang tak pernah kulihat sebelumnya, kau pasti tidak akan bertanya lagi kenapa aku sebahagia ini." "Reagan, Reagan. Kau seperti pucuk yang baru mekar." Pria itu ikut tertawa. "Kau tahu sendiri, kan? Sudah berapa tahun kita bertiga bersahabat baru sekarang kau melihatku seperti ini. Aku pernah mengalaminya sebelum ini, tapi
Meski satu bus dengan Clare dan Ansley, Reagan langsung berpisah dengan kedua wanita itu karena Luke memanggilnya. Matanya bahkan merambat ke semua orang untuk melihat wajah yang paling ia harapkan. Saat matanya yang indah itu menangkap sosok yang sedari tadi diincarnya senyum Reagan langsung melebar. Dilihatnya Clare sedang berdiri di pinggir kolam sambil memandangi pemandangan di luar vila yang di penuhi pohon pinus. Wanita itu bahkan beberapa kali mengambil gambar dari kamera yang dibawanya untuk mengabadikan momen itu. Reagan senang dan hendak menghampirinya. Namun baru dua kali kakinya melangkah suara Luke menghentikannya."Reagan?""Ada apa?" kesal Reagan."Barang-barang kita taru di mana?""Cari pelayan vila, tanya di mana kamar yang mereka sediakan untukku lalu taru saja semua barangmu di sana.""Baiklah, terima kasih."Reagan menggeleng kepala sambil menatap kepergian temannya. Saat tubuhnya hendak berbalik untuk menatap Clare suara
"Iya, tapi kenapa? Apa orangtuanya sering mengekangnya? Kalau aku menilai dari caranya memandangku sepertinya dia memiliki perasaan yang sama denganku, Ans. Apa mungkin orangtuanya melarang dia untuk tidak sembarang bergaul? Dia seperti membuat tembok di antara kami. Tapi aku bisa mengerti kenapa dia bersikap seperti itu. Itu karena dia anak pemilik universitas, sedangkan ayahku hanya seorang investor di universitas ini. Ah, aku mengerti, mungkin dia sengaja menjaga jarak karena malu bergaul dengan orang di bawah derajatnya. Dia anak pemilik universitas, berarti keluarga mereka sangat kaya." Ansley menangkap ekspresi putus asa di wajah Reagan. "Kumohon buang jauh-jauh pikiranmu itu, orang tua Clare tidak seperti itu dan Clare juga tidak seperti yang kau bayangkan. "Kalau bukan itu lantas karena apa? Tidak mungkin wanita secantik dia tidak memiliki pacar jika bukan karena tekanan dari orangtuanya atau dari sikapnya yang suka memilih." "Baiklah," kata Ansley pa
Mr. Harvest tersentak. Emosinya meluap begitu mendengar nama itu. "Apa yang membuatmu berpikir begitu? Kenapa kau berpikir kalau calon istrimu itu bernama Agatha, hah? Ingat, Reagan, kau itu sudah dijodohkan dan calon istrimu bukan Agatha!"Ellena terkejut. Meski tidak tahu apa yang dibicarakan anaknya dari balik telepon, tapi ia bisa tahu apa yang membuat emosi sang suami meluap."Dari mana kau beranggapan bahwa wanita itu yang kami jodohkan denganmu?""Maaf, Dad, aku hanya ingin tahu saja. Siapa tahu Daddy menjodohkan kami kerena ayahnya teman Daddy.""Aku mengenal ayahnya? Kapan aku mengatakan diriku bersahabat dengan orangtuanya?" kata Alex marah.Ellena semakin penasaran. Saking penasan ia mencondongkan tubuh dan menumpang telapak tangannya ke dagu."Bukankah Daddy sendiri yang bilang padaku bahwa ayahnya dan Daddy bersahabat?""Aku? Kapan?!" emosi Alex semakin tinggi, "Jangan banyak bicara, Reagan. Kau pikir bisa mengalihkanku d
Begitu sapu tangan yang sama ditemukannya ia segera mendekati kembali dan mendekati ranjang.Sejenak ia terdiam sambil menatap Clare yang tersaji di atas ranjang. Ia sangat bahagia karena wanita yang sangat ia dampakan itu sebentar lagi akan menjadi istrinya."Apa yang kau lakukan, Reagan?" tanya Clare saat tangan pria itu menyentuh kaki kanannya."Aku akan mengikatnya. Kenapa?""Kau tidak perlu melakukannya.""Selama tidak ada dalam aturan game aku rasa tidak masalah."Clare tak menjawab. Dalam hati ia mengutuk dirinya karena tak sempat membuat aturan sebelum game dimulai.Reagan kembali tersenyum. Sambil mengikat kaki Clare ia menatap bagian kewanitaan yang mulus dan berwarna pink itu.'Brengsek,' katanya dalam hati, 'Kalau bukan karena game ini aku sudah menidurimu sejak tadi, Clare. Kau membuatku bergairah.'"Selesai?" tanya Clare setelah Reagan selesai mengikat ke dua kakinya. Ia bisa membayangkan dengan posisi terkangkang dan terikat seperti itu pasti Reagan akan leluasa membala
Clare tak menjawab. Perlahan ia merayap di tubuh Reagan hingga kepalanya sejajar dengan bagian keras dan besar milik Reagan.Reagan mulai gelisah. Dilihatnya pandangan Clare begitu licik saat menatap bagian itu. "Apa yang kau lakukan?"Lagi-lagi Clare tak menjawab. Ia hanya tersenyum sambil menyentuh pucuk bagian itu dengan lidahnya."Oh," desah Reagan. Matanya terpejam saat rasa dingin mulai merambat ke batangnya yang keras, "Clare, kau curang. Kau melanggar aturan, Sayang."Clare menghentikan permainan lidahnya. Sambil menatap Reagan ia berkata, "Curang bagaimana, hah? Kan aku sedang memijat.""Memijat?" Reagan terkekeh, "Itu bukan memijat, Sayang. Tindakanmu seperti itu seakan-akan sengaja membuatku kalah.""Itu salahmu. Kau kan tinggal menahannya saja biar tidak kalah."Baru hendak menjawab Reagan langsung terdiam saat Clare memasukan semua bagian itu ke mulutnya.Clare tak peduli. Sambil menggerakan mulut dan kepalanya ia terus menatap Reagan dengan pandangan penuh kemenangan."H
Dengan senyum menggoda Claren mengambil botol minyak tubuh yang ada di atas nakas.Reagan yang merasa permainan akan segera dimulai segera memadamkan lampu utama kemudian menyalahkan lampu tidur berwarna kuning.Aroma pewangi ruangan dan cahaya lampu membuat suasana kamar begitu intim.Setelah Reagan mengatur posisi tubuhnya dengan tengkurap, Clare melepaskan jubah mandi hingga tubuh tanpa sehelai benangnya pun terlihat di bawah redum cahaya lampu.Clare mendekati Reagan. Ia menaiki ranjang lalu menuangkan minyak ke telapak tangan. "Aku mulai dari kaki saja, ya?"Reagan memejamkan mata. "Terserah kamu."Claren pun mulai mengoles minyak itu di bagian betis dan pergelangan Reagan dengan tangannya yang lembut."Kau mendapatkan ide ini dari mana?" tanya Reagan sambil menikmati setiap elusan tangan Clare.Clare tersenyum. "Aku terobsesi saat kita pacaran dulu. Kita berdua harus menahan gairah karena kau takut aku masih kuliah. Aku rasa saling menyentuh dan menahan gairah akan sangat menyen
Clare menoleh.Zet!Wajahnya membeku dan tubuhnya terpaku saat melihat Reagan masuk dengan senyum yang sangat lebar."Ini dia calon prianya. Ayo, duduklah," kata Dean.Kensky dan lainnya tersenyum sambil menatap Clare yang masih berdiri seperti patung.Clare masih tak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat. 'Reagan? Reagan adalah calon suamiku?' batinnya, 'Pria yang dijodohkan denganku adalah pacarku?'"Clare? Apakah kau akan terus berdiri?" Suara Dean mengejutkannya, "Calon suamimu sudah datang. Kenapa kau tidak duduk?"Air mata bahagia lolos di matanya. "Kalian ... apa kalian semua mengerjaiku?"Suara tawa memenuhi ruangan."Maafkan kami, Sayang."Reagan yang merasa bersalah langsung berdiri mendekati Clare. "Kita sama-sama dikerjai, Sayang. Wanita yang selama ini telah dijodohkan mommy dan daddy denganku adalah kamu."Clare menangis. "Benarkah?"Reagan mengangguk. "Iya. Aku ingin minta maaf, kata-kataku kemarin pasti sudah membuatmu sakit."Clare menangis lagi. "Aku pikir kau
Kensky tak menjawab. Ia melepaskan pelukan lalu menghapus air kata Clare. "Jangan sedih lagi, ya. Siapa tahu pria pilihan mami dan papi mengobati luka di hatimu saat ini. Mungkin Reagan telah mengecewakanmu, tapi sebagai orang tua mami berharap pria ini tidak akan pernah mengecewakanmu."Clare tak menjawab."Bersiaplah, sebentar lagi mereka akan datang. Mami sudah menghubungi Ansley, dia akan membantumu berdandan malam ini."Tok! Tok!Bunyi ketukan pintu yang terbuka membuat mereka berdua menoleh."Halo, apa aku mengganggu?"Suara Ansley membuat Kensky tersenyum. "Masuklah, Sayang," Kensky menatap Clare, "Mami tinggal dulu. Ans, tolong buat Clare membuang semua kesedihan di wajahnya dan gantikan dengan senyuman terbaik, ya.""Siap, Tante."Jika Ansley begitu bersemangat, Clare justru sebaliknya. Ia tak menjawab bahkan tak menyapa Ansley meski wanita itu sudah tersenyum lebar kepadaya.Seandainya pria yang akan datang melamar itu adalah Reagan Harvest pasti saat ini ia sudah kegirangan
Perkataan ibunya membuat Reagan terkejut.Tuan Harvest berkomentar. "Sebenarnya ini belum waktunya kami membicarakan masalah pernikahan kalian, tapi calon mertuamu ingin mempercepat pernikahan putrinya. Mereka takut kau atau putrinya akan terlibat cinta dengan orang lain. Jadi besok malam kita akan menemui mereka dan langsung melakukan lamaran."Lagi-lagi Reagan terpaku. Setelah syoknya kembali ia berkata, "Boleh aku mengungkapkan sesuatu?"Tuan dan nyonya Harvest menyimak. Mereka menatap Reagan dengan pandangan penasaran.Reagan menarik napas panjang. "Aku mencintai anak pemilik universitas. Namanya Clare Agatha Stewart. Daddy pasti tahu dia dan Daddy sangat menenalnya. Aku sangat mencintainya Daddy dan aku tidak akan mau menikah jika wanita itu bukan dia."Ekspresi tuan dan nyonya Harvest berubah.Reagan berkata lagi, "Aku tahu ini salah, tapi aku sangat mencintanya. Aku sangat mencintai Agatha dan kami saling mencintai."***Di dalam kamar yang besar dan sejuk sambil berbaring Clar
"Sayang, bisa kau jelaskan untuk siapa mobil yang kau minta dari papi?""Untuk bibi Soraya, Pi. Katanya hari ini dia berulang tahun. Jadi dia memintaku hadiah mobil."Zet!Soraya dan Rebecca terpaku.Dean menatap tajam ke arah mereka. "Aku tak menyangka mereka begitu berani membohongimu, Nak. Hari ini bukan ulang tahun Soraya, Clare, dia telah membohongimu.""Benarkah?""Untuk apa papi bohong? Papi tidak seperti mereka, Nak. Mereka itu tukang bohong."Aku minta maaf, Papi. Aku hanya menuruti apa yang bibi Soraya minta.""Apalagi yang dia minta padamu selain mobil?""Berapa hari lalu kata nenek Rebecca bibi Soraya diculik. Untuk membebaskannya mereka harus meminta uang jutaan dolar. Karena kasihan, aku memberikan uang itu kepada mereka. Aku sendiri yang mengantar uang itu ke rumah mereka."Zet!Keringat membasahi tubuh Rebecca dan Soraya."Maafkan aku, Pi, aku salah.""Tidak, Sayang. Papi tidak marah padamu, kau hanya korban. Mereka yang salah dan mereka harus dihukum."Tut! Tut!Dean
Ting! Tong!"Kalau begitu biar aku yang buka, itu pasti Clare."Soraya mengekor di belakang Rebecca sambil membawa gelasnya.Ting! Tong!"Sabar, Sayang. Bibi dan nenekmu akan tiba," kata Rebecca lalu memegang handle pintu untuk membukanya.Clek!"Selamat malam."Senyum di wajah Rebecca dan Soraya lenyap melihat dua sosok tinggi berpakaian polisi berdiri di depan pintu."Malam," balas Rebecca, "Ada yang bisa dibantu?""Apa benar di sini sedang merayakan pesta ulang tahun?" tanya salah satu polisi sambil menatap Rebecca dan Soraya secara bergantian.Soraya melirik ibunya dan lalu berkata dalam hati, 'Untuk apa kedua polisi ini datang ke sini? Lagi pula siapa yang memberitahu kepada mereka soal acara ulang tahun?'"Eh, mungkin Anda salah tempat, Pak. Di sini tidak ada pesta ulang tahun," jawab Rebecca cepat.Salah satu polisi mengambil catatan dari saku celana kemudian membacanya. "Tapi catatan ini menunjukan bahwa alamatnya di sini. Apa benar di sini rumah Soraya Oxley?"Drtt... Drtt...
Dean mendekati Reagan. "Benar, bahkan Rebecca dan Soraya tidak pernah tahu soal ini. Yang tahu hal ini sekarang hanya kalian berdua dan pak rektor."Menyebutkan rektor membuat Clare terkejut. Jika sebelumnya ia tidak akan berani membuka suara soal hubungan Soraya dan lelaki itu, saat ini tanpa berpikir panjang Clare mengutarakan apa yang ia rasakan saking kesalnya kepada Soraya.Dean tersenyum. "Aku dan ibumu sudah tahu soal itu, Sayang, kau tidak perlu khawatir.""Benarkah? Papi tahu dari siapa?" tanya Clare penasaran.Dean tak ingin melibatkan Reagan. Meski ia tahu kabar itu sejak awal dari Reagan, ia telah menyiapkan jawaban yang pas atas pertanyaan yang dilontarkan Clare."John sendiri yang menceritakan semuanya kepada kami. Tapi kami tidak akan menyalahkannya, dia juga hanya korban Soraya dan Rebecca.""Jahat sekali mereka," kata Clare marah, "Seandainya aku tahu siapa mereka sejak awal aku tidak akan pernah mau membantu mereka."Kensky menatap Clare. "Jauh sebelum ini sebenarnya