Apakah aku harus memberitahu kepada Yoga mengenai anak ini?".Entah kenapa pemikiran tersebut terlintas di kepala Clara saat ini. Sesaat kemudian, Clara menggeleng kepalanya, berpikir bahwa hal tersebut tidak mungkin ia lakukan.Drett...Kemudian suara pintu yang terbuka dan diiringi sosok Yoga memasuki ruangan. Clara melihat bahwa Rakha sudah membawa sekantong obat di tangannya."Terima kasih karena sudah sangat merepotkanmu". Ucap Clara menatap tak enak kepada Rakha."Tidak perlu sungkan". Rakha menjawab seraya tersenyum."Kamu sudah siap?". Tanya Rakha yang melihatku hanya diam termenung."Eh, iya". Jawabku singkat."Kamu jangan lupa meminum obat dan vitamin dari dokter ini". Kata pak Rakha lagi seraya menyodorkan kantong kresek yang berisi berbagai macam obat tersebut."Baiklah". Kataku singkat.Hari ini terasa begitu berat untukku. Setelah bertemu dengan pak Rakha, kemudian pak Yoga dan akhirnya berakhir dengan pingsannya aku di toilet restoran. Kini aku sedang duduk di dalam mob
Dengan penasaran, aku pun membuka pintu untuk melihat siapa yang datang. Masa iya sih. sudah ada tamu yang singgah ke rumah yang baru kami tinggali ini. Di jam sekarang lagi, masih terlalu pagi untuk seseorang bertamu ke rumah. Namun, begitu terkejutnya aku melihat siapa yang sedang berdiri di hadapanku kini."Pak Rakha, eh, Rakha". Ucapku kaget. Seorang laki-laki yang sudah berpakaian rapi non formal sedang menyunggingkan senyum dengan deretan gigi yang tersusun rapi."Apakah aku kepagian?". Tanyanya dengan tawa terkekeh."Maksudnya?". Aku balik bertanya dengan dahi yang mengkerut."Kamu harus bekerja hari ini dan tidak boleh terlambat. Jadi, aku bermaksud menjemputmu". Sambungnya lagi.Mendengar perkataan dari Rakha, spontan Clara menoleh ke belakang melihat ke dalam rumah. Takut-takut mamanya mendengar apa yang baru saja Rakha katakan."Shuttt..". Aku berkata pelan sambil menempelkan jari telunjukku ke mulut Rakha. Bisa menjadi masalah jika mama dan papanya tahu kalau anaknya akan
Kerja sama?". Papa bertanya kepada Rakha namun seraya menatapku seolah memastikan kebenaran kepadaku.Aku yang tidak tahu apa-apa mengenai perkataan dari Rakha, kini hanya menunggu jawaban yang keluar dari mulut Rakha."Iya om, saya mau mengajak Clara untuk bekerja sama denganku. Selama saya mengajar dan menjadi dosen Clara, saya tahu bagaimana kemampuan yang ada di diri anak om". Ucap Rakha penuh keyakinan."Eh, hmm...". Aku tak bisa berkata-kata, dan tak mengerti apa maksudnya."Kamu mau bekerja sama dengan mantan dosenmu ini ya, Clara?". Tanya papa kini padaku."Ah. Iya pa". Jawabku singkat saja. Bukankah aku bekerja sebagai pelayan si tokonya Rakha juga termasuk sebuah kerja sama.Setidaknya, aku berusaha untuk tidak membohongi mama dan papa. Aku juga memang bekerja sama dengan Rakha, namun hanya sebagai bawahan dan atasan. Bukan partner bisnis yang membagi keuntungan sama rata dengan persentase 50:50.Aish... Kenapa jadi runyam seperti ini. Aku menggigit bibirku pelan, menunggu k
Kini untuk pertama kalinya aku berjalan bersama CEO tempat dimana aku akan bekerja. Langkah kaki, aku ayunkan dengan penuh semangat. Hari ini, aku akan memulai perjuangan hidup yang sesungguhnya."Jika aku memang mempunyai perasaan kepadamu, bagaimana Clara?". Suara Rakha yang pelan sudah cukup menghentikan secara tiba-tiba ayunan langkah kakiku yang semangat. "A-apa?". Ucapku refleks."Ah, ayo kita masuk". Jawab Rakha seraya menyambar lenganku dan menariknya memasuki pintu masuk restoran.Dalam kebingungan, sepertinya aku mendengar suara Rakha yang menyatakan perasaannya kepadaku. Apa aku salah dengar, ya? Ucapku dalam hati."Apa kamu mengatakan sesuatu barusan?". Ucapku seraya menghentikan tarikannya di lenganku. Spontan kami juga berhenti dalam melangkah."Aku hanya mengigau sendiri, tak usah kamu hiraukan". Balas Rakha yang kemudian mengajakku untuk kembali berjalan.Kini kami memasuki restoran, ternyata belum ada karyawan yang datang. Waktu masih menunjukkan pukul delapan lewat.
"Baiklah, mari kita lihat dokumen ini". Kataku seorang diri.Lalu aku mulai membuka dokumen. Kata pertama yang tertulis di halaman pertama sungguh mengejutkan aku. Apakah benar seperti pepatah bahwa dunia tak selebar daun kelor."ExEntertainment". Kata itulah yang pertama tertulis di dalam dokumen yang sedang aku pegang saat ini. Apakah sebegitu kecilnya dunia ini hingga aku harus berurusan kembali dengan Yoga. Perusahaan ExEntertainment merupakan perusahaan yang dikelola langsung oleh Yoga. Kini perusahaan tersebut ingin menjalin kerja sama dengan restoran milik Rakha yang tentu saja Yoga mengenalnya. Sekarang, aku bertambah dalam putaran takdir ini."Inikah alasan yang membawa Yoga datang kesini kemarin?". Tanyaku saat ini."Apakah memang Tuhan ingin sengaja mempertemukan kita kembali. Membuka sakit yang kualami dengan pengkhianatanmu, Yoga". Aku menutup kembali dokumen tersebut karena tak sanggup untuk melanjutkan membacanya. Aku sungguh tak tahu apakah akan mempelajarinya atau
"Pak Rakha tahu siapa CEO Ex Entertainment?". Tanyaku tanpa basa-basi."Iya, saya tahu". Jawab pak Rakha singkat."A-apa?". Aku berkata seolah tak percaya."Kenapa, apa ada yang salah?". Pak Rakha bertanya dengan mimik wajah yang begitu serius. Mungkin kini ia benar-benar menunjukkan bahwa ia adalah pemilik Restoran Yummy dan sekaligus adalah atasan dimana aku sedang bekerja dengannya. Aku sedikit terkejut dengan perubahan suasana yang berbeda sekarang."Lantas, apakah dengan alasan ini, pak Rakha menawarkan aku posisi sebagai manajer marketing restoran ini?". Aku lantas menanyakan satu pertanyaan yang mengganjal di pikiranku sejak tadi. Dan itu harus aku pastikan sekarang dengan bertanya dengan pak Rakha karena hanya dialah akar permasalahan dari semua ini."Mengenai hal itu bisa aku jelaskan, Clara". Ucap pak Rakha berusaha memberitahuku."Jadi benar karena pak Yoga suamiku, pak Rakha menawarkan kerjasama dan memberiku jabatan penting di restoran ini?". Tanyaku kembali dengan bera
"Kapan rencana kita kembali ke kota Bandung untuk melihat kontrak kerja sama dengan restoran Yummy?". Tanya Yoga dengan Sinta sekretarisnya.Ia menyambungkan teleponnya ke Shinta untuk mencocokkan hari kerjanya ke kota Bandung sekalian mencari keberadaan Clara di kota itu. Informasi yang ia terima terakhir kali keberadaan Clara terdeteksi berada di sana."Besok, pak Yoga". Suara di sebrang terdengar di telinga Yoga."Baiklah, atur jadwalku untuk berangkat besok. Dan tunda selama dua hari pekerjaan yang ada disini". Perintah Yoga kepada Shinta."Baik pak, akan saya atur ulang jadwal pak Yoga selama dua hari ke depan". Jawab Shinta dengan jelas.Panggilan itupun akhirnya terputus dan Yoga menghembuskan nafasnya pelan. Besok setelah penanda tanganan kontrak dengan restoran itu, aku akan segera mencari keberadaan Clara kembali.Dua hari yang lalu, Yoga ke kota Bandung karena ingin bertemu dengan CEO Restoran Yummy, namun tidak bisa bertemu. Memang salah Yoga yang tidak membuat janji temu
Yang ini saja deh". Jawab Clara menunjuk menu sayuran tanpa ada protein hewani."Cuma ini bu? Kok tidak ada ikannya?". Rini kemudian mencoba menawarkan menu lain yang berbahan ikan."Saya tidak suka, semenjak saya hamil". Kata Clara jujur."A-apa, ibu Clara hamil?". Kata Rini sedikit kaget karena tak percaya."Iya, baru sebulan jadi belum kelihatan perutnya membesar". Kata Clara cuek saja.Clara tak tahu bahwa Rini memberikan tanggapan tak biasa. Wajar saja karena di usia Clara yang masih muda dan tak bisa dibohongi penampilan Clara masih kelihatan seperti anak orang kaya.Menyadari situasi yang agak kikuk, Clara tahu yang dipikirkan oleh Rini. Clara pun tak mau ambil pusing, lagipula ia hamil ada suami dan benar-benar sudah menikah."Aku memang sudah menikah". Ujar Clara mencoba memberikan informasi agar tidak terjadi kesalahpahaman."Ibu Clara sudah menikah?". Kata Rini kini dengan mulut yang melongo."Iya, belum sampai dua bulan". Kata Clara lagi.Rini yang sepertinya salah menduga