"Siapa dia?". Yoga berkata kesal.Yoga yang melihat Clara bersama laki-laki asing merasakan amarah di dadanya. Bagaimana Clara bisa bersama laki-laki itu? Melihat interaksi di antara mereka berdua, mereka pasti saling mengenal. Rasa cemburu mulai merasuki jiwa Yoga. Sudah lama ia tidak merasakan perasaan ini. Rasa cemburu bercampur rasa amarah kini mengelilingi Yoga hingga ia tidak sabar untuk menemui mereka."Ambilkan mobilku!". Perintah Yoga kepada salah satu karyawannya.Mendapat perintah dari bos besarnya, Andi selaku bawahannya segera berlari ke arah parkiran VIP untuk mengantarkan mobil pak Yoga, "Siap Pak".Tak lama, Andi segera membawa mobil mewah Yoga di hadapannya. Dengan tergesa, Andi juga langsung keluar dari kursi kemudi untuk menyegerakan bosnya duduk di situ."Silahkan pak". Kata Andi dengan hormat."Baik, terima kasih". Balas Yoga.Yoga lantas langsung mengemudikan mobilnya untuk menyusul mobil yang dikendarai oleh laki-laki yang tak dikenalnya yang sedang membawa ist
"Kita akan selesaikan hari ini. Clara". Bisik Yoga di telinga kiri Clara yang membuat bulu kuduk Clara langsung berdiri.Mata Clara langsung membulat sempurna atas bisikan lembut Yoga. Hembusan hangat menerpa telinganya. Melihat reaksi Clara, Yoga hanya tersenyum simpul."Ayo kita pergi!". Sambung Yoga seraya menutup pintu mobil."Hei, kau mau bawa aku kemana?". Teriak Clara saat kembali sadar bahwa ia kini sudah patuh duduk di kursi penumpang.Yoga tak perduli teriakan Clara yang bagai suara lebah itu. Ia tetap berjalan memutar untuk mencapai pintu mobil sebelahnya. Yoga kini melambaikan tangan kepada Rakha sebagai tanda menyuruhnya pergi menjauh.Rakha yang melihat itu hanya menggeleng pelan. Dia baru tahu bahwa Clara sudah mempunyai suami. Salahnya sudah menyukai seseorang tanpa mencari tahu lebih dalam informasi seseorang tersebut."Tapi, mana aku tahu jika Clara yang masih berumur muda dan sedang kuliah itu sudah menikah". Kata Rakha mencoba membela diri.Kini Rakha juga kembali
Clara dan Yoga segera dilarikan ke UGD untuk ditangani para dokter. Mata Clara terus menatap tubuh Yoga yang berada di ranjang rumah sakit yang sedang di dorong oleh beberapa perawat di depan dirinya.Kini ranjang mereka berpisah karena berbeda ruangan tindakan. Clara meneteskan air mata saat tubuh Yoga tak terlihat lagi oleh kedua matanya. Sayup-sayup suara dokter dan perawat silih berganti masuk ke gendang telinganya."Pak Yoga...". Kata Clara pelan hampir tak terdengar jelas. Tak sedikitpun Clara memperdulikan ucapan dan pertanyaan dari dokter dan perawat. Kini yang ada di pikiran Clara adalah wajah dan tubuh suaminya, Yoga. Betapa hancur hati Clara menyadari situasi yang kini ia hadapi.Clara pun lama kelamaan seperti kehilangan kesadaran dan menutup dengan pelan kedua matanya. Dokter ternyata baru saja menyuntikkan obat bius kepada Clara karena akan menjahit luka robek yang ada di dahi Clara dan berbagai tindakan lainnya.------"Ma, ayo kita pergi!". Kata pak Dedi pada istrinya
"Iya, pak Yoga harus dioperasi agar bisa menyelamatkan nyawanya". Kata dokter Tora menjelaskan."Nyawanya dok? Apakah nyawa Yoga dalam bahaya?". Kata Frengky lemas dan tak percaya akan perkataan yang dokter ucapkan padanya."Iya". Dokter Tora berkata singkat.Frengky sejenak berpikir mengenai masalah ini. Kenapa Yoga tak mau melibatkan keluarganya mengenai persetujuan ini. Alih-alih menyuruhnya untuk mengurus semuanya."Jadi, operasi apa yang ingin dokter lakukan kepada Yoga?". Frengky mencoba untuk bertanya lebih detail."Kecelakaan yang dialami pak Yoga membuat tangan kanannya mengalami patah sehingga harus dilakukan operasi. Jika tidak, luka yang terjadi bisa mengakibatkan infeksi dan akan menyebabkan keadaan yang lebih parah lagi". Panjang lebar dokter Tora menjelaskan kepada Frengky."Baiklah dokter lakukan sebaik mungkin". Frengky kini yakin dengan keputusannya.Kini Frengky sudah berada di depan ruang operasi dimana Yoga berada di dalam dan sedang ditangani oleh beberapa dokter
"Kalian pasti akan lebih terkejut dengan perkataan Clara yang satu ini". Ucap Clara dengan penuh keyakinan.Papa dan mama yang masih terkejut itu kini saling menatap satu sama lain. Hal apa yang ingin diucapkan lagi oleh Clara sekarang. Denyut jantung mereka pun semakin berpacu cepat, entah kenyataan apalagi yang akan mereka dengar.Clara yang masih terbaring di ranjang ingin mengangkat tubuhnya untuk duduk. Mama Clara segera menghampiri untuk membantu Clara walau keterkejutannya masih ada."Kamu berbaring saja, Clara". Ucap mama tak perduli apa yang ingin Clara katakan lagi."Tidak, ma". Clara berkata seraya menyandarkan punggungnya di kepala ranjang."Ya sudah, pelan-pelan. Sini mama bantuin kamu ya". Mama berkata seraya membantu Clara mendapatkan posisi yang nyaman."Clara sudah mengingat semuanya, ma, pa". Ucap Clara pelan seraya menatap kedua wajah orang tuanya.Melihat reaksi keterkejutan papa dan mamanya dan hanya diam saja. Clara mencoba untuk mengatakan kebenaran selanjutnya.
Tok... Tok...Mama Clara mencoba sekali lagi seraya berkata kini, "Permisi, apakah ini kamar Yoga".Namun tak ada jawaban, Clara berkata pada mamanya untuk masuk saja. Saat pintu dibuka, betapa kagetnya mama dengan apa yang dilihatnya sekarang."Clara...". Ucap mama spontan."Iya, ma. Ada apa?". Clara ikutan panik mendengar suara mama yang tak biasa.Dengan celingukan pun, Clara mencoba melihat apa yang telah dilihat oleh mamanya. Tubuh mama Clara menutupi jarak pandang matanya sehingga ia tak bisa melihat apa yang terjadi di kamar Yoga."Yoga tidak ada di kamarnya, Clara". Ucap mama panik."Gak ada gimana maksudnya, ma?". Balas Clara tak kalah panik."Ayo kita masuk!". Mama Clara pun berinisiatif mendorong kursi roda Clara dan memasuki kamar yang mereka yakini tempat Yoga sedang dirawat.Ketika mereka masuk, sudah tak ada lagi seorang pun disana. Ranjang tempat tidur pun rapi seperti tak pernah ditiduri oleh seseorang. Keadaan kamar pun kosong, mama dan Clara menjadi kebingungan."Se
Kalau aku kasih tahu sesuatu, apa pikiranmu akan berubah?". Frengky berinisiatif memancing Yoga."Apa maksudmu jangan bertele-tele". Yoga berkata dengan kesal.Yoga kini merasakan sedikit ngilu pada tangan kanannya yang baru saja selesai di operasi. Tangannya pun masih berbalut gips berwarna putih."Clara sudah mendapatkan ingatannya kembali". Frengky berkata tanpa rasa bersalah."A-apa?". Yoga langsung terduduk tegap."Aww...". Ucap Yoga lagi. Yoga tak sengaja menekankan tangan kanannya di kursi karena refleks terkejut dengan perkataan Frengky. Ia lupa bahwa sekarang ini tangannya sedang tidak baik-baik saja. "Clara sudah mengingat bahwa kau adalah suaminya". Frengky menjelaskan dengan rinci agar Yoga mengerti sekarang."Kenapa tidak kau beritahu dari tadi". Yoga berkata dengan berteriak.Frengky pun mengusap telinganya yang terkejut akan suara menggelegar Yoga. Dia tak menyangka bahwa reaksi Yoga akan membuat gendang telinganya seperti mati rasa sekarang."Frengky....". Teriak Yog
"Apakah kau sudah mengingat kembali semua memorimu yang hilang?".Ucap Laura sedikit ragu.Clara hanya menjawab dengan reaksi tersenyum lebar dan puas. Namun, itu bagaikan sembilu yang mengoyak harapan di hati Laura."Jangan tersenyum, jawab saja pertanyaanku!". Hardik Laura."Aku tak perlu menjawab pertanyaanmu yang kau lontarkan kepadaku. Kau bisa menerkanya sendiri". Balas Clara tak mau kalah."Jangan membalikkan kata-kata, Clara". Laura kini mulai emosi."Aku tidak berusaha untuk membalikkan kata. Aku yakin kau pasti sudah tahu jawabannya". Setelah mengatakan itu, Clara mendorong kursi roda ke arah rumah Yoga. Mama sigap membantu untuk mendorongnya. Mama lega, Clara berhenti meladeni wanita yang dia tak tahu itu siapa.Sedangkan Laura yang berada di belakang mereka kini begitu marah. Ia merasa dipermalukan oleh Clara kali ini. Berniat untuk memisahkan mereka malah Laura yang telah bertingkah konyol di depan Clara."Hei... Hei... Kau mau kemana, Clara". Teriak Laura masih mencoba me