Tak beberapa lama kemudian setelah ayah dan ibu bersikeras melarangku keluar karena mereka tahu jika aku keluar apa yang akan terjadi, kakakku kembali. Dalam banyak hal Kak Riyan lebih pandai mengendalikan emosi dari pada aku. Mungkin ini pertimbangan orang tua melarangku keluar dan menghadapi mereka.
Kak Riyan masuk mobil dan kembali menyetir. Tampak napasnya terengah dan berusaha menetralisir keadaan.
“Apa baik-baik saja tadi Nak?” Ibu menanyakan.
“Iya bu, tidak apa-apa. Paling lecet dikit mobilnya. Padahal baru di-service kemarin.”
“Yang salah dia kan?” sambung Ayah.
“Iya Yah. Tidak seharusnya dia ngotot kita yang salah. Tapi tadi udah beres. Dilerai orang sekitar. Nanti aku bawa ke bengkel lagi biar yang lecet diperbaiki. Vid, maaf ya mobilnya jadi lecet dan sedikit peok.”
“Tidak apa-apa mas. cuma …”
“Cuma apa?”
“Cuma aku nyesel da
“Tunggu!” Aku mengeraskan suaraku sambil mengangkat ke depan telapak tangan yang kuhadapkan ke mereka.“Mau apa kamu kemari? Cari ribut?”“Bukan Bang. Santai saja dulu. Kami tidak ingin rebut. Bahkan kami tidak sedang balas dendam.”“Ah, bohong kamu. Kamu bawa teman bukan? Gak usah macam-macam kamu.”“Teman diperlukan jika memang kami dalam bahaya. Jika kami menganggap kalian tidak membahayakan kami maka teman tidak perlu terlibat. Kecuali jika disini kami merasa terancam.”Agaknya penjelasanku yang singkat mengena di hati ketua dari geng mereka.“Baik jika itu benar. Awas jika kau bermain belakang. Jadi apa maumu datang kemari?”Syukurlah. Kami diberi ruang dan kesempatan. Hampir saja Andrew menekan handphonenya yang sudah disiapkan di kantong. Sepanjang mereka bisa diajak kompromi kami tak akan melakukan itu.Setelah mereka mempersilakan duduk aku segera
Posisi mereka terkunci. Tangan dan kaki seperti tak berdaya karena ditahan oleh kami. Jumlah mereka tak sebanding. Perbandingannya adalah satu orang dari mereka adalah tiga sampai empat orang banyaknya dari kami. Jadi jika mereka nekat malah akan membuat mereka tambah hancur. Belati tepat kuarahkan ke muka si ketua.“Kau tentu paham maksudku Bang. Kami datang dengan baik-baik tapi malah disambut kasar. Sok menyerang kami lagi. Aku sudah maafkan dan tidak persoalkan kejadian malam itu dan hanya memohon satu hal yang memang hak saya menanyakan, tapi sepertinya kamu dan anak buahmu menunggu kejadian ini terlebih dahulu. Bagaimana, masih tidak mau menjawab?” Belati itu kali ini kutempelkan ke pipinya.“Bisa saja saya hancurkan mukamu saat ini atau menusukmu sekalian tapi itu tidak fair bukan? Tapi akan aku lakukan jika kamu tidak bisa diajak kerjasama. Aku hanya memintamu satu hal. Kasih nama itu.”Dia masih diam dan tak merespons hi
Si Ketua meminta persetujuanku untuk mengangkat telponnya. Aku memberi isyarat untuk mengaktifkan Loud Speakernya agar terdengar lebih keras sehingga aku bisa mendengar juga sebelum kuminta mengangkat. Di saat yang bersamaan aku merekam proses bertelpon itu yang akan kujadikan barang bukti berikutnya jika memang diperlukan.“Halo? Iya?”Si ketua memulai obrolannya. Terdengar di seberang sana suara lelaki yang sangat kukenal. Suara yang dulu memohon agar dipinjami uang dan dicarikan pekerjaan tapi begitu sudah sukses bagai kacang lupa kulitnya.Tak lama obrolannya. Hanya memastikan dan menanyakan beberapa hal saja ke si ketua. Pertama apakah ada seseorang yang datang menanyakannya usai eksekusi pengroyokan itu? Si ketua bilang tidak ada. Aman.Kemudian si Lucas hendak memberi pekerjaan baru untuknya. Setelah ditanya detail pekerjaannya aku mendengar jelas dengan telingaku sendiri; menghabisi untuk kedua kalinya target yang kemarin.
Andrew tidak menyarankan aku ke kantor. Dia bilang akan mengurusi persoalan yang ada hari itu. Aku dimintanya untuk istirahat agar lebih fit di hari-hari berikutnya.Esok harinya aku sudah lebih dari siap untuk memulai aktivitas yang sebelumnya sempat lama terhenti. Berbeda dari pagi-pagi masuk kantor sebelumnya, kali ini aku datang lebih awal dimana banyak orang belum berdatangan dan situasi sekitar atau bahkan dalam kantor masih sepi. Kerinduanku terhadap suasana kantor dan pekerjaan yang terhenti lama membuatku mengambil start lebih awal untuk segera tiba di kantor.Di perjalanan Sheily sempat menelpon dan mengabarkan jika hari ini akan ada meeting besar yang sejak aku dirawat tertunda dan sengaja ditunda. Bapak komisaris mendengar kalau keadaanku sudah membaik dan siap bertempur di kerjaan. Mega proyek yang sebentar lagi dilaksanakan itu mungkin menjadi alasannya. Tentu saja pertimbangan bapak komisaris yang lebih dominan ke aku untuk menangani pr
Esok harinya ada kejutan yang tak kalah seru untuk Si Lucas. Sebelumnya aku sudah memberi informasi ke Bapak Komisaris soal sikap dan tindakan si Lucas selama ini di kantor dan di luar kantor. Aku juga sampaikan terkait kejadian pengeroyokan tempo lalu. Selain itu aku juga sudah meminta Pak Komisaris untuk mau berkompromi soal sekenario kejutan itu.Di ruangan kerjanya si Lucas dipanggil ke ruang komisaris. Aku hanya mengamatinya dari kejauhan. Begitu ia sudah sampai dan masuk ke dalam ruangan komisaris aku mendekati pintu ruangan dan menunggu di depan. Bagian dari sekenarionya adalah begitu si Lucas keluar, orang yang akan dicari kemungkinan terbesarnya adalah aku. Maka agar dia tidak terlalu susah mencariku aku menyediakan diri untuk dicarinya dengan sangat mudah.Menunggu si Lucas mendapatkan kejutan di ruangan komisaris aku melanjutkan strategi berikutnya. Menghubungi Renata. Seperti biasa, dia sok bermanja-manja dan bersayang-sayangan. Kali ini aku gunakan kesempa
Sembari menunggu Lucas berjalan kemari aku harus manfaatkan bagian yang menjadi skenario dan strategi ini.“Oya Sayang. Sekarang saatnya untuk membicarakan hal penting itu.”Ia bersemangat sekali. Mengatur posisi terbaiknya untuk mendengarkan hal penting dariku yang mungkin akan meremukkan hatinya.“Tapi sebelum itu izinkan aku bertanya terlebih dahulu.”“Oke siap. Kamu mau tanya apa Sayang?” Semangatnya melebihi sebelumnya saat meresponsku. Aku langsung meraih handhphone dan menuju ke bagian foto yang kupersiapkan.“Kau tahu siapa orang ini?” Aku menunjukkan foto Lucas ke Renata. Ekspresi siap dan ceria berubah panik dan cemas.“Eee.. Itu.. Ee.. Aku tak tahu sayang. Memang kenapa?”“Kau kok gugup begitu. Apa hubungannya kau dengan orang ini?”“Tidak ada. Tapi kenapa tiba-tiba kau tunjukkan gambar orang ini? Kita kan sedang membicarakan hal p
Aksi brutalku terpaksa kuhentikan. Para polisi yang datang segera bertindak cepat. Dua polisi menenangkanku dan menahan agar tidak bertindak semakin brutal sementara sisanya mengamankan si Lucas. Tangannya diraih dan langsung diborgol. Melihat kejadian itu Renata kebingungan kenapa polisi membelaku. Ia tidak tahu kalau ini semua sudah kurencanakan. Kejadian pengroyokan tempo lalu sudah kulaporkan dan penangkapan malam ini sudah kubicarakan dengan pihak polisi.“Maaf Pak Polisi aku kelepasan. Kelewat emosi soalnya. Mohon dimaafkan,” pinta maafku pada Pak Polisi yang mengerti kronologis kasus dan kejadiannya.“Lain kali jangan bermain hakim sendiri. Terimakasih atas kerjasamanya Pak David,” jelasnya.“Baik Pak siap. Tapi izin sebelumnya untuk menyampaikan pesan perpisahan sebelum bapak bawa terlapor yang sudah terbukti.”Bapak Polisi mengizinkanku berbicara ke Lucas.“Selain maksud yang dari tadi kau tanyakan
Di dalam ruang kerjaku Sheily menjelaskan perkembangan yang lebih detail terhitung dari pertama aku off kerja karena penyembuhan dan pemulihan hingga sekarang.“Awal berjalan lancar meskipun agak kepayahan. Namun semakin lama kelancaran itu harus tersendat saat Pak Lucas ikut campur dan seakan mengintimidasi jika kami tidak menuruti.”“Itu sebabnya kamu sering mengeluh Sheil?”“Benar, Pak. Dari gelagatnya Pak Lucas ingin menyingkirkan bapak pelan-pelan dengan membuat propaganda-propaganda yang mulai disusun jauh hari.”“Sialan si Lucas. Lalu apalagi yang membuatmu kesal. Sheil?”“Kadang Pak Lucas suka marah-marah, Pak. Apalagi jika kami menolak atau menghindar saat ditanya, dia sampai membentak yang membuat seisi ruangan ketakutan Pak.”Keterlaluan Si Pengkhianat Lucas. Kemarin harusnya aku menghajarnya lebih lama. Sampai benar-benar bonyok, sampai tak sanggup berdiri bahka
“Bapak ibu dan semua tamu undangan. Sebagaimana yang saya sampaikan di depan tadi untuk memberikan keputusan saya atas perkara ini maka,dengan segala kerendahan hati saya, dengan segala pertimbangan yang saya pikirkan matang-matang, dengan segala rasa dan perjalanan yang saya ikhlaskan, memutuskan untuk memberi keputusan Mas David agar kembali mengejar cintanya kepada wanita yang pernah sangat dicintainya, dan wanita yang saking cintanya ke Mas David sampai pernah jatuh sakit berbulan-bulan hanya karena merindu.“Saya ikhlas dan saya tidak apa-apa. Toh semua ini hanya titipan. Soal jodoh urusan Tuhan. Saya merasa yang lebih pantas mendampingi Mas David dalam mengarungi hidup dan bahtera rumah tangga sampai akhir usia adalah wanita itu bukan saya. Maka dari itu mohon keikhlasannya semuanya.“Dan khususnya kepada ayah ibu. Hiks… hiks…. Ini memang sudah jalannya. Maaf selama ini saya tidak terus terang. Tapi yakinlah apa yang kita lepaskan
Entahlah apa maksud Sheily menolah-noleh tadi dengan durasi waktu yang cukup menyita perhatian para audience. Aku tak terlalu peduli. Aku hanya meperhatikan Sheily-ku. Wanita yang sebentar lagi akan menjadi istriku.Setelah Sheily kembali fokus ke apa yang ingin disampaikan, para tamu undangan kembali tertuju perhatiannya ke Sheily.“Bapak ibu sekalian. Izin untuk sedikit bercerita. Cerita ini bukanlah fiktif. Tapi cerita yang berangkat dari kejadian yang sesunggunya.“Cerita itu bermula saat ada seseorang yang diam-diam mencintai seorang lelaki. Sebut saja namanya Eli. Lelaki ini oleh Eli dianggapnya spesial. Saking spesialnya ia menyembunyikan perasaannya itu hingga bertahun-tahun lamanya. Ia gigih untuk tidak mengutarakan kepada siapapun selain kepada buku catatan yang menemaninya di tiap kali ia merindukan, teringat dan tengah merasakan cintanya terhadap lelaki itu. Sebut saja namanya Afi.“Singkat cerita, Afi dijodohkan den
Ya! Ini bukan mimpi di siang bolong atau dalam tidur. Ini sungguhan yang kupastikan beberapa kali dengan kenyataan yang ada sehingga tak perlu lagi menyimpulkan kalau ini mimpi atau sungguhan.Gadis yang dijebak untuk bertunangan denganku tak lain dan tak bukan adalah Sheily. Mengetahui kalau itu Sheily, bagaimana aku tidak bahagia dan menangis haru? Di saat aku melepaskan dan netral sentral-netralnya, tiba-tiba aku dihadirkan dirinya untuk mewujudkan apa yang menjadi harapanku kemarin.Aku memprediksikan semua ini telah dirancang dan direncanakan dengan sedemikiannya oleh satu orang yang dibantu timnya. Orang itu siapa lagi kalau bukan Pak Komisaris yang mungkin diam-diam meriset keadaan kami dan mengambil celah untuk sebuah kejutan yang memang aku harapkan.Lalu kehadiran teman-teman kantor, keluargaku, persiapan gedung ini, modus seseorang yang menjadi donatur biaya pengobatan ayah Sheily, dan semua yang terlibat untuk acara ini adalah bagian dari rencana Pak
Sekali lagi aku terkejut begitu tahu kalau benar-benar dia yang ada di depanku. Lama tak jumpa setelah kejadian itu. Dan selama tak jumpa itu tak terdengar kabar tentangnya olehku. Secepat itukah dia menjalani proses hukuman? Apa ia dan pengacaranya mengajukan banding atas keringan hukuman sehingga hanya setahun?“Hai Lucas. Apa kabar bro? Sudah bebas nih? Kok ada disini Bro?”“Kabar baik bro. Aku tak menyangka kita akan bertemu lagi. Ya aku sudah terbebas dengan segala pertimbangan yang ribet jika aku ceritakan. Yang jelas selama masa hukuman itu ada banyak hal yang kulalui disana. Soal pergulatan batin, introspeksi diri, penyesalan karena telah mengkhianati orang sebaik dirimu, dan lain-lain.“Ya! Aku sangat menyesal Bro. Karena salahku itu aku merasa tidak berhak mendapatkan apa yang dulu aku dapatkan disini. Meski begitu aku tetap berhak untuk mengunjungi tempat ini yang penuh kenangan dan kerinduanku selama di sel. Dan itulah alasan
Alhasil, setelah semua isi pesan ibu Sheily kubaca, hatiku malah dirundung rasa sedih kembali. Sedetik kemudian, kecewa. Lalu, ngilu rasanya.Kalau saja aku mengetahui isi pesannya demikian, tentu lebih baik aku tidak usah membacanya atau langsung menghapusnya saja. Tapi, karena aku sudah bertekad untuk berdamai dan memaafkan semuanya, perlahan rasa tidak mengenakkan itu luntur dan kembali netral.Dalam pesan itu, ibu Sheily mengabarkan berita tunangan Sheily. Sebelumnya beliau meminta maaf padaku yang sebesar-besarnya. Pembicaraan kemarin saat kunjungan ke rumah Sheily terkait niat baikku melamar Sheily juga sudah diceritakan ke Sheily. Sontak Sheily terkejut, bahagia yang bercampur sedih yang teramat.Sheily juga menyesali kenapa semua ini datang terlambat. Tapi bagaimanapun harus ikhlas menerima. Dan ia berharap aku mendapatkan wanita yang lebih baik darinya.Sheily sudah ikhlaskan aku, ia lepaskan dan biarlah kisah perjalanan cinta dalam diamnya selam
Menyadari suasana menuju tidak nyaman aku berpura-pura izin ke belakang. Aku berpura-pura ingin buang air kecil demi menyelamatkan suasana yang kurang nyaman itu.“Adek. Tolong diantar Mas David ya,” pinta Sheily pada adiknya. Yang diperintah menurut dan mengantarkanku ke belakang. Setidaknya upayaku berhasil membuat keadaan jauh lebih baik. Usai dari belakang aku izin untuk pamit.Saat memasuki mobil aku menatap wajah Sheily yang mengantarku sampai halaman rumah. Kutangkap sekilas pancaran wajahnya yang tidak menunjukkan kecurigaan ia sedang menyimpan sesuatu. Ia malah tersenyum dan berterimakasih atas kehadiranku. Aku balik tersenyum padanya lalu, pada ayah ibunya yang melepas kepulanganku dari depan pintu.Keluarga sederhana yang hangat. Rasanya aku seperti berada di rumah sendiri.Di dalam mobil menuju rumah mataku seketika berkaca-kaca. Tak kuasa aku menanggung beban seperti ini. Padahal tinggal sebentar lagi. Padahal kurang selangk
Sebelum Ibu Sheily menyambut Sheily dan suaminya, ia amankan buku catatan itu agar tidak ketahuan Sheily. Sementara aku tetap di dalam. Berjuang menetralkan keadaan sembari menghapus air mataku dengan tisu.Tak lama kemudian mereka masuk ke dalam. Aku bergegas bangkit dan menyalami ayah Sheily dan juga Sheily yang agak canggung karena tidak biasa saliman kalau di kantor. Sementara Sheily menemaniku, ayahnya izin masuk ke dalam bersama ibunya.“Maaf Pak menunggu lama. Tadi di jalan macet.”“Tidak apa-apa Sheil. Yang penting selamat.” Aku berusaha untuk netral. Sheily tak menaruh curiga padaku namun, ia pandai sekali menyembunyikan masalahnya sampai tak terlihat ia sedang memiliki masalah. Selain itu, ia juga pandai menyembunyikan perasaan terhadap orang yang sangat dicintai selama bertahun-tahun ini.“Oya Pak. Katanya ada yang mau dibicarakan ya?”Benar Sheil. Tapi tidak jadi karena aku sudah tahu semuanya. Tak sa
Tampak dari raut mukanya sepertinya ibu Sheily belum siap dengan kabar bahagia itu. bukannya harusnya senang dan memberi dukungan tapi yang kudapati adalah sikapnya yang seperti menyembunyikan sesuatu.“Bu.. Maaf… apa saya salah mengatakannya?”Saat kuulangi pertanyaanku eh malah menangis. Aku jadi semakin bingung.“Tidak Nak. Kau tidaklah salah untuk mengatakan yang sejujurnya sesuai hatimu.”“Lalu kenapa ibu menangis? Bukannya seharusnya ibu bahagia?”“Benar Mas David. Sudah seharusnya ibu bahagia mendengar itu tapi jika kabar gembira ini datang sebelum kejadian barusan.”“Kejadian barusan maksudnya bu?” Sejenak ibu Sheily terdiam. Sepertinya ia sedang mencari kata-kata yang tepat untuk disampaikan. Tak lama kemudian beliau mulai bersuara.“Sebenarnya kejadian ini sudah lama Mas David. Karena penyakit yang diderita ayahnya Sheily cukup serius maka disarankan do
“Iya Pak. Maaf ada apa ya pak menelepon?” Tanyaku langsung. Agak kesal karena bacaanku yang keganggu. Namun aku berusaha tetap sopan. Setelah basa-basi menanyakan keadaanku Pak Herman langsung menyampaikan inti tujuan aku ditelponnya.“Jadi begini Nak David. Beberapa hari yang lalu pemuda yang hendak melamar Maria datang ke rumah bersama keluarganya. Di sana kami terkejut dengan apa yang diutarakannya. Ternyata mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan pernikahan itu.”“Ha? Bagaimana bisa Pak?” Sontak aku terkejut.“Jadi entah bagaimana awalnya, Maria diminta jujur ke pemuda itu saat di telepon. Jujur yang dimaksud adalah apakah Maria pernah pacaran atau tidak dan selama ini berhubungan dengan siapa saja soal asmara. Karena Maria sudah terlatih dari kecil untuk tidak berbohong ia akhirnya berbicara sejujurnya dan apa adanya. Ia menceritakan kisahnya denganmu Nak David. Keesokan harinya tiba-tiba mereka datang ke rumah un