Bab 25
Hari jumat ini Karina sedang menunggu Mama. Dia memakai baju protektif lengkap dengan masker dan penutup kepala. Gadis itu mengusap tangan Mama yang mulai keriput.
“Ma, hari besok lusa aku harus pulang. Perut Tia juga semakin membesar, dia tidak bisa ke sini. Sementara Papa semakin sehar.” Karina meringis “Sepertinya, setelah aku menerima Jonathan sebagai Ayah ku. Papa menjadi lebih ceria dan perduli padaku.”
Karina tertunduk menatap lima jari yang sangat ingin dia selamatkan itu.
“Maafkan aku,Ma.” Bisik Karina.
Saat dirinya hendak keluar, tiba-tiba suara mesin saling bersautan. Karina tau ini bukan pertanda baik, dia langsung memencet tombol untuk memanggil staff medis di sana.
Tak lama kemudian, dua orang memakai seragam perawat dan seorang pria yang di dadanya bertuliskan nama dokter Nelson Owen itu mulai mengecek Mama.
Seorang perawat mendorong Karina menjauh agar tidak meng
“Aku paling cocok dengan gaun yang memperlihatkan bahu ku,Evan.” Ucap Lea saat mencoba gaun pengantin berbentuk Strapless dress, berwarna putih dengan payet mewah di setiap lekukannya.Pria itu tidak menjawab, dia tidak pernah membayangkan ada di momen ini bersama Lea.“Sekarang giliran mu mencoba beberapa jas yang sudah akuu pilihkan.” Perintah Lea, dia melambaikan tangannya pada Evan dengan kesan menyuruh yang merendahkan.Evan mencoba jas pertama yang berwarna abu-abu, dia langsung melepasnya saat seorang penata busana berdecak kagum.Ini hal yang paling membuang waktu dalam beberapa minggu terakhir ini.Dengan wajah muram dia mencoba jas terakhir berwana hitam pekat, dia akan memilih yang paling aman agar Lea tidak memintanya mencoba pakaian lagi.Pria itu mendesah saat tirai pembatas di buka, dia melihat Lea yang sedang di puji habis-habisan oleh penata busananya, karena di anggap cocok dengan gaun apapun.Bagaimanapun,
Di sepanjang jalan kembali ke kantor, Gina tidak berhenti menggerutu soal Liam yang tidak membiarkan mereka sarapan dengan tenang. Sebenarnya,Karina juga merasa terganggu.Tapi Liam tidak melakukan kesalahan apapun sampai pantas mendapat amukan dari Gina dan dirinya.“Sudahlah,Gina. Dia hanya ingin bicara, tidak lebih.” Karina mencoba menenangkan Gina yang masih bersunggut.Gina mendesah pelan dan menatap Karina keheranan “Kamu masih bisa sesantai ini, padahal dia adalah teman dari pria paling kurang ajar se-Silicon Valley.” Rutuk Gina.“Baiklah...” balas Karina datar,dia memutar setir ke tikungan terakhir.Sial seribu sial, saat mereka datang. Evan dan Lea baru saja keluar dari kantor dan menuju parkiran yang sepi itu. Hanya ada beberapa mobil yang berderet di sebelahnya.Karina menatap Gina,tatapan penuh memelas yang sangat jarang Karina keluarkan. Dia ingin memiliki kemampuan berteleportasi langsung keruangannya tanpa melewati dua manusia
Perih,nyeri,dan silau. Tiga kata itu kini Karina rasakan di saat yang bersamaan. Anehnya, suara orang-orang yang bersahutan terdengar jelas tidak jauh dari tempatnya terbaring. Karina membuka matanya, dia tidak terkejut saat melihat dirinya terbaring di rumah sakit.Yang ia ingat adalah Evan yang menabrak pembatas jalan saat menghindari sebuah mobil pikap hitam yang terparkir di pinggir jalan. Setelah itu,Karina tidak bisa mengingat apapun lagi.“Karina..” ucap seoranag wanita yang nampak lega. Gina mengusap wajahnya kasar, memanggil seorang perawat untuk memeriksa Karina yang baru saja sadar.Polisi,dan beberapa dokter sedang bicara dengan nada yang tidak terdengar oleh Karina.Cara dokter itu menatap Karina sedikit membuat gadis itu tidak nyaman.Seorang dokter datang bersama Gina, dokter itu kemudian menyorotkan senter ke mata Karina.“Apa kamu tau kamu ada di mana?” tanya dokter perempuan dengan mata sipit itu.Karina mengangguk “
September,Boston.Karina mendarat di bandara Internasional Jenderal Edward Lawrence Logan, di Massachusetts. Dia sudah mengabari Jonathan,tapi Karina menolak di jemput karena harus langsung bekerja. Seperti biasa, Jonathan tidak akan memaksa Karina.Untuk sekarang, dia sudah merasa puas dengan keadaan ini. Apalagi, Karina sudah berjanji akan menyempatkan diri kalau semua urusannya selesai.Karina naik taksi, setelah menempuh perjalan satu jam akhirnya dia sampai di tempat tujuan, dia baru pertama kali ke Boston. Anehnya, Karina tidak merasa takut atau merasa kehilangan sesuatu dari Sunnyvale.Dia berasumsi akan merasa betah di Boston untuk sebulan ke depan.Cuaca yang mulai dingin mulai menusuk tubuh Karina. Dia mempererat blazer hitamnya agar angin tidak menerpanya dengan kencang.Dia menghubungi orang yang bersangkutan, memberi tahu kalau dia sudah sampai di alamat yang di berikan.Hingga akhirnya ada seorang wanita keluar dar
Restoran milik Jonathan membuat Karina takjub, dia tidak habis pikir Jonathan akan berhasil membuka restoran sebesar ini tanpa bantuan sang nenek.Dekorasi dan semua pengunjung yang tidak berhenti berdatangan membuat Karina tersenyum bangga. Karina sadar membangun bisnis itu sangat sulit. Apalagi di bidang F&B, sekali jatuh pasti akan sulit bangkit lagi.Sarah berdiri di depan Karina sambil menjaga jarak. Dia sudah di beritahu kalau Karina cukup pemalu.Tapi Karina sebenarnya sudah cukup berubah. Setelah melepas Evan, Karina menjadi sadar bahwa tidak ada gunanya dia menahan diri. Semua itu hanya memberinya sebuah penyesalan.“Apa kamu mau makan sesuatu,Karina?” tawar Jonathan menatap Sarah dan Karina bergantian.Dia harus memastikan kedua wanita itu merasa nyaman.Lirikan Karina pada Sarah membuat wanita berambut ikal sebahu itu cukup cemas.Kemudian,Karina mengangguk tanda setuju.
Saatnya untuk kembali ke Sunnyavale. Dia tidak mengira satu bulan akan berlalu secepat ini.Meski rasanya enggan kembali,Karina tetap harus pulang, banyak perkerjaan yang masih dia bawa. Salah satunya berkas dari Mr.Potter.Sejujurnya,Karina merasa bersemangat saat kemarin mengobrol cukup lama dengan Jonathan dan Sarah soal membuka kafe di sana.Dia tidak pernah memikirkan akan membuka bisnis sendiri. Selama ini dia hanya tertarik dengan kontrak dan angka saja. Dan sekarang Karina sangat ingin untuk mempelajari soal bisnis tersebut.Hari ini ia pergi ke bandara bersama Sarah dan Ian. Jonathan terpaksa apsen karena restonya sedang ramai dan dia tidak mugkin meninggalkannya.Selain itu, Ian masih tidak mau bertemu dengan Jonathan sesering itu. Seminggu sekali sudah cukup baginya.Lagi pula, Karina sudah berpamitan tadi. Bahkan Jonathan memberikan uang saku pada Karina. Meski Karina menolak, tapi Jonathan lebih bersikeras dan akhirnya dia menan
Setelah mengajukan surat pengunduran diri. Karina berjalan menuju ruangan Mr.Shaun. Sebenarnya,Mr.Shaun sudah bisa menebaknya. Tapi dia tidak tau kalau Karina akan keluar secepat ini.Perubahan Karina setelah pulang dari Boston memang sangat signifikan. Bahkan Gina mengatakan Karina seperti seorang gadis yang kembali remaja. Dia sampai menebak kalau Karina memiliki kekasih di sana.Tentu saja jawabannya tidak. Karina hanya merasa tenang berjauhan dengan semua urusan pekerjaan dan juga mantan kekasih yang menggila.“Karina, apa kamu sudah memikirkan ini matang-matang?” tanya Mr.Shaun setelah Karina memberikan suratnya.Karina mengangguk mantap dengan tatapan penuh percaya diri. Dia tidak pernah merasa seyakin ini seumur hidupnya.“Lalu,apa kamu akan pindah ke Boston?”“Sebenarnya saya belum tau pasti. Tapi sepertinya begitu.”Mr.Shaun menghela nafas, ini salah satu kerugian terbesarnya. Banyak klien yang hanya percaya pada hasil kerja
Hari pembukaan telah tiba. Semua prosesnya terasa tidak nyata bagi Karina. Bagaimana dia bisa berada di Boston dan menjadi seorang pemilik kafe.Meski dalam hati, Karina sering berfikir soal bisakah kafe ini bertahan atau pikiran-pikiran aneh yang membuat nyalinya ciut. Di sanalah kehadiran Sarah dan Jonathan berperan banyak.Mereka berdua berjanji akan membantu Karina sampai kafe itu layak menjadi pemasukan utama gadis itu.Bicara soal nama kafe, Karina memberi nama And cafe. Dia tidak memiliki alasan khusus. Hanya saja itu yang pertama terlintas di kepalanya. Bisa di bilang,Karina tidak pandai melebeli sesuatu.Karina memperkeejakan seorang mahasiswi bernama Olivia. Berawal dari pertemuan mereka di sebuah kafe, saat Olivia mengoceh tentang betapa tidak enaknya kopi di sana.Saat itu, Karina bertanya soal kerja paruh waktu, dan gadis berusia 20 tahun itu langsung mengiyakan asal dia yang di beri tugas membuat kopi.Tentu Kari