Meski Air terjun itu bukan lah tempat yang patut untuk di pertahankan seperti ini. Namun, Gentala sangat menghargai dan memuji ketulusan serta kepintaran dari Raden Brama Wijaya, ternyata dia sungguh-sungguh mengabulkan semua permintaan nya.
Sebelumnya, malam sebelum Gentala berangkat ke kerajaan Natu. Malam itu Raden Brama Wijaya mengajak dirinya untuk berbicara secara empat mata di kamar pribadinya.
Sesampainya di sana, keduanya terduduk saling berhadapan dengan sebuah meja kecil yang memisahkan jarak di antara keduanya.
Salah satu alis Gentala berkedut, melihat penampakan kamar tidur Raden Brama Wijaya yang sangat berantakan, ada banyak gulungan serta buku yang berceceran di mana-mana dengan Hadiyata yang meringkuk tertidur di atasnya.
" Maaf, tempat ini sedikit berantakan. " Raden Brama Wijaya berkata seraya berusaha merapihkan kamarnya, namun malah berak
Sejak lepas dari cengkraman Wuko berkat bantuan Rengganis. Tiba-tiba perasaan Juan menjadi tak enak, ia langsung teringat dengan gurunya. Jika di ingat kembali, akhir akhir ini gurunya sering menghilang dari pandangannya, padahal sebelumnya dia tak pernah menjauh darinya. Ia merasa bahwa gurunya tengah menyembunyikan sesuatu darinya." Ada apa? Apa ada sesuatu yang mengganggu mu? Sejak tadi, kamu hanya mempermainkan makanan mu. Apa itu tak enak? Jika iya aku akan meminta pelayan untuk menggantinya. " Tanya Ling ling beruntun. " Jika perlu akan memasaknya khusus untuk mu. " Tambahnya.Di sampingnya Rengganis mendelik tajam, sedangkan Wulandari, Kerta Putra, beserta Bajra Mahesa hanya menonton mereka, ke tiganya sudah mulai terbiasa dan tak memperdulikan dengan apa yang terjadi di depan mereka.Kepala Juan menggeleng keras, " Bukan apa-apa, " elaknya. " oh iya, apa kalian melihat guruku? "" Bukankah t
Kobaran api itu terus menyala dan semakin membesar. Walau gelapnya malam telah menelan Sang Mentari. Tapi, cahaya redupnya mampu menyinari wajah Gentala yang terlihat pucat.Meski kekuatannya sedang melemah dari biasanya, tapi tubuh Gentala tubuh tak bergeming tak sama sekali. Dengan gagah ia bersama Widura berdiri melindungi Juan, dirinya sudah bersumpah pada dirinya sendiri bahwa ia akan melindungi muridnya apapun yang terjadi meski nyawanya menjadi taruhan." Guru, katakan pada ku, bahwa apa yang di katakan pria ini adalah sebuah kebohongan? " Juan menatap lekat wajah gurunya, kedua tangannya mengepal dengan sempurna, kedua pelupuk matanya sedang menahan air mata yang siap tumpah kapan saja.Tak ada niatan untuk menjawab, Gentala memilih membisu, walau Agri Brata mengungkap kondisi tubuhnya, namun, raut wajahnya tak berubah sama sekali. Netranya masih menatap Agri Brata
" Guru!! " Pekiknya seraya berlari dengan sempoyongan menghampiri tubuh Gentala yang tertunduk di atas tanah, tangannya gemetar berusaha meraih wajah gurunya yang sudah tak berbentuk, air matanya mengalir membasahi kedua pipinya, dirinya masih tak percaya dengan apa yang di lihat oleh kedua kepalanya. Sosok hebat dari gurunya yang senantiasa memanggilnya dengan panggilan murid bodoh, kini tertunduk tak berdaya.Di belakang punggung Juan, Widura berdiri melindungi punggung tuannya.Seakan memberinya kesempatan, tubuh Agri Brata pun mundur, membiarkan pasangan guru dan murid itu untuk bersama sejenak." Guru, jangan tinggalkan aku. " tangan gemetar Juan membelai pelan salah satu bengkak di wajah Gentala.Meski luka di tubuhnya amat berat, tapi sebagai sosok guru yang selalu di puja oleh muridnya itu, Gentala berusaha sekeras mungkin untuk tetap terlihat kuat. " Uhuk! Uhuk!
Setelah mengikuti arahan Agri Brata, mereka berdua sampai di sebuah kereta kencana berlapiskan emas yang terdapat di dalam kegelapan. Kereta kencana itu juga di lengkapi empat ekor kuda putih beserta seorang kusir yang duduk di bangkunya seraya memegang tali kekang yang siap membawanya pergi kapan saja. Tak lupa ada ke empat prajurit berdiri di sana yang masing-masing ada di setiap sisi kereta kencana tersebut.Melihat kendaraan yang begitu asing untuknya, membuatnya di landa penasaran, ' Apa aku sungguh harus menaiki benda ini? ' Juan pun menolehkan kepalanya lalu menatap pada Agri Brata yang langsung mendapat anggukan kepala darinya.Karena sudah mendapat persetujuan, tanpa ragu, Kaki Juan pun melangkah masuk ke dalam kereta kencana tersebut yang tak lama di ikuti oleh Agri Brata, Sang kusir pun menarik tari kekangnya dan kereta Kencana pun melaju di dalam gelapnya malam dengan kecepatan sedang.
Dewi Ayu tak pernah menyangka bahwa dirinya akan bertemu dengan putranya secepat ini, terakhir kali mereka bertemu saat di kota waktu lalu. Itu pun ia lakukan dengan susah payah.Jika saja Sekar tak memberi tahunya tentang pertemuannya dengan Juan, mungkin saja Dewi Ayu tak akan mengambil tindakan senekat itu. Tapi demi bertemu dengan anaknya, apapun akan ia lakukan. Tapi setelah pertemuan itu, karena terlalu fokus mendengarkan cerita dari Sang putra, dirinya menjadi lupa untuk memberi tahu putranya tentang identitas nya dan juga tentang sosok Ayahnya. Ia pun hanya bisa mengutuk dirinya sendiri atas kebodohan yang di lakukannya.Seakan sudah di takdirkan oleh Dewa Agung, saat tengah berjalan-jalan untuk menghilangkan ke bosanan, netranya tak sengaja menangkap seseorang yang sedang melamun di tepi danau, awalnya ia mengira bahwa orang itu adalah Raden Rahadyan, tapi semakin di perhatikan, orang itu terlihat seper
Meski itu di sebut sebagai acara makan siang keluarga yang sangat di impikan oleh Juan sejak dulu, namun nyatanya makan siang itu tak seperti yang selalu ia pikirkan selama ini, harusnya makan siang itu terasa spesial dan juga hangat, tapi nyatanya, hanya ada kecanggungan dan kebencian yang tersembunyi di sana.Tak peduli betapa enak dan menarik makanan di depan matanya, tak membuatnya tergugah, yang ada hanya ada rasa hambar yang memenuhi indera perasanya. Makan siang ini bukanlah yang di inginkannya. Rasanya Juan ingin pergi dari sana dan pergi ke tempat di mana guru dan teman-temannya berada, bersama mereka dirinya terasa memiliki keluarga yang sesungguhnya.Ah, apa mereka baik-baik saja? Ku harap mereka baik-baik saja?" Bukankah ini adalah momen langka? Keluarga kita akhirnya bisa berkumpul lagi hahaha. " ungkap sang Raja yang mencoba memecah keheningan di sana." Gusti t
Mendengar permintaan yang keluar dari mulut Sang Ayah, membuat Juan sedikit kebingungan, dan juga canggung pasalnya ini adalah kali pertama dirinya bertemu dengan Sang Ayah, mendadak lidahnya sulit untuk di gunakan. Ia pun menatap wajah ayahnya dengan perasaan takut-takut. " A... a... a ..." Jika memanggilku dengan panggilan Ayahanda terlalu sulit untukmu. Lakukan lah secara perlahan, untuk saat ini kamu bisa memanggilku hati mu dan aku tak keberatan sama sekali. " Gusti Prabu Maheswara, kembali menyesap secangkir teh di tangannya. " Jangan terlalu memaksakan diri, aku tak mau membuat putraku pergi lagi hanya karena aku menginginkan mu memanggilku dengan panggilan Ayahanda. " tambahnya dengan nada sedikit bercanda.Rona wajah Juan tiba-tiba memerah semerah tomat, dirinya merasa malu karena tak bisa mengatakan satu kata itu. Meski tak tahu kapan? tapi rasanya kehangatan dan kedekatan ini seperti pernah di alaminya.&
Juan bukanlah anak yang pemarah atau pun pendendam, namun untuk pertama kalinya dalam hidup. Dewi Ayu melihat dan merasakan kemarahan dalam diri putranya.Sejak saat itu putranya sering mengabaikannya dan lebih memilih menghabiskan waktunya bersama ayahnya yaitu Gusti Prabu Maheswara dan juga sekaligus suami dari dirinya.Entah sudah berapa banyak Dewi Ayu berjalan bolak balik di dalam kamarnya? dirinya merasa tak tenang dan juga gelisah, Ia bahkan mengutuk dirinya karena tak menjelaskan pada putranya sejak awal, jika saja dirinya mengatakannya sejak awal, mungkin hal ini tak akan pernah terjadi.Kepalanya tiba-tiba menjadi sakit, bahkan beberapa hari ini nafsu makannya selalu hilang entah kemana? Ia pun terduduk dengan salah satu tangan yang memijat pelipisnya.Tiba-tiba pintu ruangan itu di ketuk, '" Bibi, ini aku Sekar. Bolehkah aku masuk? " ucapnya dengan sedikit ber