Sejak Juan yang pernah menghilang waktu lalu, membuat Rengganis maupun Ling ling semakin menempelinya, mereka berdua bahkan diam-diam menyuruh bawahan mereka untuk mengawasi dan memperhatikan gerak gerik dari Juan, serta melaporkan jika ada orang yang mencurigakan yang berusaha mendekati Juan.
' Dasar kurang kerjaan. ' batin Gentala
Menyadari kelakuan ke dua gadis itu yang menurutnya sangat berlebihan, membuat kepala Gentala terasa pening, ia tak mengerti kenapa kedua gadis itu sangat terobsesi dengan muridnya yang bodoh, padahal masih ada banyak pria yang lebih baik dan lebih tampan dari muridnya itu salah satunya Raden Rahadyan, tak hanya seorang putra mahkota dengan kehidupan yang menjanjikan, dia juga memiliki paras yang tampan, meski tak setampan dirinya. Ada pula Bajra Mahesa, meski pria itu menyebalkan, tapi dia merupakan salah satu pria yang menurutnya memiliki paras yang tak jauh berbeda dari saudaranya.
&nb
Sudah ratusan tahun yang lalu sejak Gentala menginjakkan ke dua kakinya di kota tanah merah ini.Kota yang dulunya hanya berisikan puluhan gubuk yang di bangun menggunakan pohon bambu sebagai penompang gubuk tersebut dengan atap yang hanya menggunakan daun kelapa kering, tapi sekarang, kota ini sudah kembali menemukan kejayaannya.Dengan rumah-rumah yang berdiri kokoh nan mewah, tak hanya itu saja, kota Tanah merah ini masih membudidayakan warisan leluhur mereka dengan masih menggunakan serta memproduksi alat alat makan seperti piring serta barang lainnya dengan menggunakan tanah merah sebagai bahan dasar .Tepat di alun-alun kota, terdapat sebuah patung manusia yang di perkirakan sudah ada di sana ratusan tahun yang lalu, meski patung tersebut sudah termakan usia, namun Gentala masih mengenali sosok dari patung tersebut yaitu Nayaka Gantari. Jika di pikir kembali, sejak dirinya keluar dari segel it
Di malam yang dingin nan sunyi, langit yang begitu gelap dengan bertaburan bintang serta sinar rembulan yang menerangi dan menemani derap langkah kaki Juan yang tengah berjalan-jalan seorang diri untuk sekedar mencari kantuk, yang entah kenapa rasa kantuk itu tak pernah datang menghampirinya, hingga netranya tak sengaja menangkap sosok dari gurunya yang tengah termenung di menara pengawas seorang diri. Langkah kaki Juan pun terhenti, kepalanya menengadah menatap wajah sang guru yang terlihat berdiam diri menatap langit tanpa ekspresi. ' Apa yang guru lakukan di sana? ' batin Juan, tiba-tiba rasa penarasan mulai menghampirinya, ia pun akhirnya memutuskan untuk menghampiri Sang guru. Sesampainya di atas menara pengawas, ke dua bola mata Juan begitu di manjakan oleh pemandangan Kota Tanah Merah yang begitu indah nan cantik dari atas sana. Ia pun berjalan menghampiri Gent
Setelah mengetahui semua itu hanyalah kesalahpahaman belaka, Mereka pun memutuskan kembali ke penginapan tentunya dengan perasaan yang sulit untuk di artikan, terutama Bajra Mahesa, ia begitu membeci Wuko karena membuatnya terkejut, selama perjalan menuju penginapan, netranya terus memperhatikannya dengan menatap tajam pada Wuko.Ternyata Wuko adalah seekor Kera raksasa api yang pernah Juan tolong di hutan dekat kampung Ilil.Ke dua bola mata Juan terbeliak, ia tak menyangka bahwa kera raksasa api itu bisa berubah menjadi sosok pria yang memiliki paras yang cantik seperti wanita.Wuko kemudian menjelaskan, setiap hewan spiritual yang sudah memasuki level tertentu bisa memiliki wujud manusianya sendiri, sama halnya seperti dirinya, namun tak berlaku pada Gentala yang berasal dari Klan Naga Istimewa yang sudah memiliki wujud manusianya saat menginjak di usia remaja.Kepala Juan pun mengangguk mengerti,
" Bagaimana dengan anda? Tuan Gentala. " ucapnya penuh penekanan di akhir kalimatnya. " apa kamu masih mengejar si hitam? " tambahnya, Gentala langsung mendelik tajam pada Wuko. " Jangan menatap ku seperti itu, aku kan hanya bertanya. "Lidah Gentala pun berdecih, kedua tangannya terlipat di dada seraya membuang muka sejenak. " Lalu bagaimana kamu bisa dari perang saat itu? "" Apa?! Aku tak bisa mendengarmu? " timpal Wuko setengah bercanda membuat mata Gentala kembali mendelik tajamn padanya, ia pun tergelak tak tahan menahan tawa, meski di masa lalu ia dan Gentala tak berada di kubu yang sama dengannya, tapi ternyata menggodanya sangatlah menyenangkan, jika saja ia tak berada di posisi yang menyulitkannya, mungkin saja dirinya akan menjadi sekutunya dan melawan iblis itu bersama dengan lainnya.Tak tahan dengan sikap pria di depannya, tangan Gentala pun mengepal dengan sempurna, ia kemudia
" Hanya itu saja? " Tanya Gentala dengan setengah percaya dengan apa yang di katakan oleh Wuko, salah satu alisnya terangkat sebelah, awalnya ia berharap bahwa Wuko bisa memberinya sebuah petunjuk, walau pun itu hanya sebuah titik hitam namun, dirinya harus menelan pil kecewa karena terlalu berharap lebih padanya. " Apa tak ada lain lagi? "Kepala Wuko menggeleng." Lalu bagaimana mana dengan iblis itu? " Tanya Gentala kembali.Salah satu tangan Wuko menggaruk lehernya yang tidak gatal, " Maaf, setelah aku meninggalkan istana itu, aku di sibukkan dengan penguasa gunung lain yang ingin membalas dendam terhadap ku. " Timpalnya secara hati-hati, ia tak mau jika pukulan milik Gentala kembali mendarat di bagian tubuh lainnya. "Tapi Gentala masih meragukan perkataannya, ia pun menyipitkan kedua matanya, takutnya Wuko ini sebenarnya berpura-pura tak tahu, ia pun mencoba mengancam akan mengurungnya di
Meski Air terjun itu bukan lah tempat yang patut untuk di pertahankan seperti ini. Namun, Gentala sangat menghargai dan memuji ketulusan serta kepintaran dari Raden Brama Wijaya, ternyata dia sungguh-sungguh mengabulkan semua permintaan nya.Sebelumnya, malam sebelum Gentala berangkat ke kerajaan Natu. Malam itu Raden Brama Wijaya mengajak dirinya untuk berbicara secara empat mata di kamar pribadinya.Sesampainya di sana, keduanya terduduk saling berhadapan dengan sebuah meja kecil yang memisahkan jarak di antara keduanya.Salah satu alis Gentala berkedut, melihat penampakan kamar tidur Raden Brama Wijaya yang sangat berantakan, ada banyak gulungan serta buku yang berceceran di mana-mana dengan Hadiyata yang meringkuk tertidur di atasnya." Maaf, tempat ini sedikit berantakan. " Raden Brama Wijaya berkata seraya berusaha merapihkan kamarnya, namun malah berak
Sejak lepas dari cengkraman Wuko berkat bantuan Rengganis. Tiba-tiba perasaan Juan menjadi tak enak, ia langsung teringat dengan gurunya. Jika di ingat kembali, akhir akhir ini gurunya sering menghilang dari pandangannya, padahal sebelumnya dia tak pernah menjauh darinya. Ia merasa bahwa gurunya tengah menyembunyikan sesuatu darinya." Ada apa? Apa ada sesuatu yang mengganggu mu? Sejak tadi, kamu hanya mempermainkan makanan mu. Apa itu tak enak? Jika iya aku akan meminta pelayan untuk menggantinya. " Tanya Ling ling beruntun. " Jika perlu akan memasaknya khusus untuk mu. " Tambahnya.Di sampingnya Rengganis mendelik tajam, sedangkan Wulandari, Kerta Putra, beserta Bajra Mahesa hanya menonton mereka, ke tiganya sudah mulai terbiasa dan tak memperdulikan dengan apa yang terjadi di depan mereka.Kepala Juan menggeleng keras, " Bukan apa-apa, " elaknya. " oh iya, apa kalian melihat guruku? "" Bukankah t
Kobaran api itu terus menyala dan semakin membesar. Walau gelapnya malam telah menelan Sang Mentari. Tapi, cahaya redupnya mampu menyinari wajah Gentala yang terlihat pucat.Meski kekuatannya sedang melemah dari biasanya, tapi tubuh Gentala tubuh tak bergeming tak sama sekali. Dengan gagah ia bersama Widura berdiri melindungi Juan, dirinya sudah bersumpah pada dirinya sendiri bahwa ia akan melindungi muridnya apapun yang terjadi meski nyawanya menjadi taruhan." Guru, katakan pada ku, bahwa apa yang di katakan pria ini adalah sebuah kebohongan? " Juan menatap lekat wajah gurunya, kedua tangannya mengepal dengan sempurna, kedua pelupuk matanya sedang menahan air mata yang siap tumpah kapan saja.Tak ada niatan untuk menjawab, Gentala memilih membisu, walau Agri Brata mengungkap kondisi tubuhnya, namun, raut wajahnya tak berubah sama sekali. Netranya masih menatap Agri Brata