Sepanjang pesta pertunangannya dengan Nada, pikiran Reynard terbagi ke seorang wanita yang saat ini tengah tidur pulas di kamarnya. Sesekali tatapan Reynard tertuju pada Marco, berharap pria itu segera menemukan pelaku yang telah menyakiti Zevanya.Tapi ternyata Marco belum juga menemukannya. Atau setidaknya, mendapatkan bukti kalau Ramon lah pelakunya. REynardd tidak bisa begitu saja menuduh Ramon di depan kakek Nicolas, tanpa memiliki bukti yang kuat. Atau bisa-bisa kakek Nicolas malah menduga itu hanyalah alibi Reynard saja, agar pertunangannya dengan Nada batal."Rey ... " Tepukan lembut di pundaknya mengalihkan perhatian Reynard dari Marco ke wanita yang berdiri di sampingnya. Wanita yang kini telah resmi menjadi tunangannya. Cincin bertahtahkan berlian pemberian kakek Nicolas terlihat berkilauan di jari manis wanita itu.Reynard menepis tangan Nada dari pundaknya sambil beringsut menjauh, "Ada apa?" tanyanya dengan malas."Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu," jawab Nada
"Reynard tunggu!" suara Nada menghentikan langkah Reynard. Bukan karena ia menuruti wanita itu, tapi karena ia tidak ingin menjadi pusat perhatian tamu undangan, karena suara Nada lumayan nyaring terdengar. "Tidak adakah yang mengajarimu untuk tidak berteriak di tempat umum?" tanya Reynard dongkol. Ia ingin segera melihat Zevanya, tapi Nada malah menyita waktunya. Tanpa banyak basa - basi Nada beertanya, "Apa kamu menyembunyikan Vanya di kamarmu?" "Vanya?" Sebenarnya Reynard tahu betul siapa Vanya yang Nada maksud. Ia hanya ingin memancing Nada agar mengatakan kalau Zevanya adalah saudara tirinya. Tapi sepertinya wanita itu langsung menyadari kesalahannya, karena tidak menunggu lama untuknya meralat, "Maksudku Zevanya. Apa wanita itu ada di kamarmu sekarang?" Dengan tetap memberikan sorot dinginnya pada Nada, Reynard melipat kedua tangannya di depan dadanya,"Atas dasar apa kamu mengira Zevanya ada di kamarku?" "Aku ... " Nada menggeleng palan sebelum melanjutkan, "Salah sat
"Tu ... Tuan Reynard!" pekik Zevanya dengan suara bergetar."Kamu pembunuh? Siapa orang itu?" tanya Reynard dengan datar, yang berhasil membuat jantung Zevanya seketika berdetak cepat, wajahnya semakin pucat karenanya.'Pembunuh? Kenapa Tuan Reynard tiba-tiba menanyakan hal itu?' tanya Zevanya dalam hatinya, sementara perlahan ia beringsut semakin menjauhi pria itu."Kenapa diam saja? Jawab saya cepat!" desak REynard, Zevanya terus menjauhinya, hingga dalam satu gerakan, Reynard sudah berada di atas tubuhnya, pria itu mengunci Zevanya di bawahnya hingga Zevanya tidak bisa bergerak lagi.Aroma woody yang khas, tidak terlalu tajam namun berkarakter menyeruak masuk ke dalam lubang hidung Zevanya. Aroma yang semakin membuat kesan misterius pada Reynard. Aroma yang tetap sama dengan saat pertama kali Zevanya bertemu dengan Reynard enam tahun yang lalu."Tu ... Tuan. Sa ... Saya tidak mengerti apa yang Tuan maksud." Terlihat jelas sorot ketakutan bercampur kesedihan di mata Zevanya, tubuhny
Entah apa yang menjadi penyebab ketakutan Zevanya hingga tidak mau Nada melihatnya berada di dalam kamar Reynard. Ia hanya mengambil apa yang wanita itu tawarkan padanya, sekaligus memuluskan rencana balas dendamnya. Lagipula, selama lima tahun ini Reynard tidak sekalipun melakukan hubungan intim lagi dengan wanita manapun. Zevanya menjadi satu-satunya wanita yang pernah bersamanya. Daripada ia terus menahan hasratnya hingga terbawa ke dalam mimpi, lebih baik ia menuntaskannya dengan wanita yang mengenalkannya pada hubungan itu. "Saya tidak bisa, Tuan. Saya akan melakukan apapun selain yang satu itu." "Saya akan melakukan apapun yang Tuan inginkan, itu ucapanmu barusan. Tidak ada syarat spesifik mengenai apa yang tidak bisa kamu lakukan. Apa kamu tipe wanita yang menjilat ludah kamu sendiri?" "Tuan, tolong jangan yang satu itu." Reynard melepas kedua tangan Zevanya sebelum melompat turun dari tempat tidurnya, "Kalau begitu, saya akan membiarkan Nada masuk!" Reynard hanya ingin m
"Tapi saya tidak janji untuk tidak menyiksamu dengan pekerjaan berat, baik di kantor maupun di atas tempat tidur!" lanjut Reynard sambil merebahkan kembali Zevanya di atas tempat tidurnya. "Tu ... Tuan! A ... Apa yang mau anda lakukan?" tanya Zevanya saat melihat Reynard mulai membuka satu-persatu kancing kemejanya. "Apalagi selain menagih janjimu untuk menyerahkan dirimu sepenuhnya pada saya," jawabnya. Zevanya dapat melihat mata Reynard yang mulai berkabut karena gairahnya, entah kenapa Reynard memiliki gairah padanya, padahal Zevanya tahu betul kalau pria yang dinginnya melebihi kutub Selatan itu sangat membencinya. Tapi memang begitulah kebanyakan sifat pria, tidak memerlukan perasaan untuk menyatukan diri mereka dengan wanita manapun. Jarang sekali mereka setia dengan satu wanita. Setelah merebahkan Zevanya di tempat tidur, Reynard kembali berdiri tegak, pria itu melepaskan satu - persatu kancing kemejanya, dengan mata yang tak pernah lepas dari menatap penuh Zevanya. "Buka
Zevanya semakin erat memejamkan kedua matanya saat perlahan Reynard menyatukan kedua tangan Zevanya di belakang punggungnya, lalu Zevanya merasakan sesuatu mengikat kedua pergelangan tangannya itu, kedua matanya pun seketika membuka lebar,"Tu ... Tuan. Apa yang akan anda lakukan?" tanyanya dengan panik. Ia masih berbaring miring, dan tidak bisa melihat dengan apa Reynard mengikat pergelangan tangannya itu."Mengikatmu," jawab Reynard singkat sebelum membalik tubuh Zevanya hingga kembali terlentang."Tuan, tolong lepaskan, sakit!"Bukan bermaksud berlebihan, tapi Zevanya memang merasakan kedua tangannya sakit karena tertindih badannya sendiri, belum lagi rasa tidak nyaman berbaring dengan posisi seperti itu."Jangan mimpi!"Zevanya semakin putus asa saat Reynard mulai memposisikan diri di atasnya. Pria itu sudah sepenuhnya polos, Zevanya bahkan dapat merasakan milik Reynard yang besar dan telah menegang dengan sangat sempurna itu saat bersentuhan dengan pangkal pahanya. Rok A-Line yan
Hari sudah menjelang siang ketika Reynard terbangun dengan suasana hati yang luar biasa tenang, meski lengan kanannya terasa mati rasa karena Zevanya menjadikan lengannya itu sebagai bantalan kepalanya.Atau memang Reynard lah yang mengarahkan Zevanya seperti itu, setelah mereka kehabisan tenaga akibat bercinta tanpa henti?Entahlah. Satu hal yang pasti, belum pernah sebelumnya Reynard tidur selelap itu. Ia merasa puas dan damai, ia bahkan tidak dapat menguraikan suasana hatinya itu dengan kata-kata. Karena rasa itu amatlah asing untuknya.Seharusnya setelah kegiatan fisik yang teramat melelahkan itu tubuhnya akan terasa luar biasa pegal. Tapi nyatanya tidak, Reynard malah merasakan dorongan semangat yang luar biasa, seolah ia siap memulai harinya tanpa beban sama sekali.Reynard yang semula berbaring terlentang perlahan memiringkan tubuhnya agar dapat melihat fitur wajah Zevanya dengan seksama. Bulu mata tebal dan panjang Zevanya seolah menyatu dengan pipinya ketika terpejam, sementa
"Sudah siang. Apa kamu lupa sekarang kita berada di mana?"Zevanya bergerak turun dari tempat tidur, tapi Reynard menahan tangannya,"Peduli setan! Berbaringlah sekarang!" perintah tegas Reynard, dan mau tidak mau, meski dengan dongkol Zevanya pun mematuhinya."Belum ada satu hari kamu janji akan menuruti apapun keinginanku, apa kamu terbiasa mengingkari janjimu?""Siapa yang mengingkari janji? Aku mematuhimu sekarang," elak Zevanya."Lalu tadi disebut apa? Memberontak? Merajuk?""Tidak keduanya.""Dengar, kenyataan aku bersikap lunak padamu bukan berarti menjadi alasanmu untuk tidak menghormatiku, atau mengabaikan keinginanku. Aku masih atasan langsung kamu! Dan ingat, aku sudah bersedia menjadi pelindung untukmu dan juga keluargamu! Atau kamu mau membatalkan perjanjian kita?""Tidak, Tuan.""Kalau begitu jangan pernah membantah aku lagi, dan panggil namaku!""Baik, Rey.""Bagus, sekarang ulangi lagi yang kamu lakukan padaku tadi!""Saya turun dari tempat tidur?" Zevanya berpura-pur
Mata Reynard tak pernah lepas dari kobaran api yang melahap sebuah bangunan tua di salah satu pondok berburu dengan seluruh keluarga tiri Evelyn, beserta dengan pengikut mereka berada di dalamnya, hingga bangunan tua itu rata dengan tanah."Aman, Tuan. Apa anda mau pulang sekarang?" tanya Marco yang baru saja berdiri tepat di sisi Reynard setelah memastikan target mereka juga sudah menjadi debu. "turunkan beritanya besok, beserta dengan daftar kejahatan mereka!" tegas Reynard. Ia akan membersihkan sepenuhnya nama Evelyn dari spekulasi yang mulai beredar kalau istri tercintanya itu telah membunuh Vale. Rupanya Ramon telah meminta salah satu anak buahnya yang masih setia padanya untuk menyebarkan rumor itu. Dan sekarang berita picisan itu mulai menyebar luas di berbagai media, dan sudah bisa dipastikan banyaknya ujaran kebencian yang ditujukan pada Evelyn, dan ucapan simpati pada Reynard karena telah menjadi target wanita itu selanjutnya. "Mengenai konferensi pers ... " "Adakan juga
"Sepertinya aku belum bisa pulang ke rumah sekarang. Aku mau menyelesaikan semua masalah yang disebabkan keluarga tirimu itu," desah Reynard.Evelyn memindahkan ponselnya ke lengan dan telinga krinya saat akan membuka handle pintu kamar Abercio. Ia memastikan Abercio benar telah terbuai ke alam mimpinya lebih dulu sebelum memadamkan lampu dan menutup kembali pintu kamar putranya itu. Hari ini, dua malam sudah Reynard tidak pulang akibat masalah itu. 'Aku ingin menuntaskan hingga ke akar-akarnya demi masa depan kita yang tenang!' tegas Reynard sebelum pergi bersama dengan Marco."Tidak apa-apa, Sayang. Aku mengerti," balas Evelyn setengah berbisik, ia takut suaranya akan mengganggu tidur Abercio.Malam ini, Evelyn memutuskan tidur dengan Abercio untuk melepaskan kerinduannya pada Abercio. Sejak Reynard memasukkannya ke dalam penjara, Evelyn sudah tidak pernah tidur dengan putranya itu lagi."Maafkan aku, karena masalah ini bulan madu kita jadi harus dipersingkat.""Rey, aku sungguh ti
Reynard mengacak rambutnya dengan kasar, memperlihatkan seberapa frustasinya ia saat itu. Dan saat matanya terkunci dengan mata Evelyn, bermacam campuran emosi terlihat jelas di sana. Hati Evelyn semakin tak karuan, masalahnya pasti jauh lebih besar dari perkiraannya."Nada hamil, Ly. Anakku ... " aku Reynard dengan suara parau. Ia telah bersiap dengan menerima apa pun bentuk kemarahan dan kekecewaan Evelyn padanya. Namun setelah lama Reynard menunggu reaksi Evelyn, alih-alih meluapkan emosinya, wanita itu malah menghela napas lega,"Syukurlah, aku kira ada masalah besar apa."Sontak saja Reynard luar biasa bingung dibuatnya, ia mengguncang bahu Evelyn untuk menyadarkan istrinya itu,"Ly. Apa yang kamu syukuri? Aku memiliki anak dari wanita lain? Kamu bersyukur dengan berita itu? Atau akan menjadikannya sebagai alibi untuk mengakhiri rumah tangga kita?" cecarnya."Siapa yang memberitahumu kalau Nada sedang mengandung? Marco? Sipir penjara?""Nada, Marco dan Ibu sambungmu tidak berada
Perjalanan Evelyn dan Reynard ke Sopot dan Gdynia tertunda harus setelah Reynard menerima email penting. Setidaknya itulah alasan yang Reynard berikan pada Evelyn, sesaat sebelum pria itu fokus pada layar monitor laptopnya. Sepertinya email itu memang berisi pesan penting. Karena sebelum berangkat Reynard telah menegaskan pada Marco untuk tidak menghubunginya sama sekali, kecuali untuk masalah darurat.Apa sekarang perusahaan Reynard sedang dalam masalah?Entah sudah berapa kali pertanyaan itu terbersit di benak Evelyn hingga dua jam sudah berlalu, dan Evelyn mulai merasa bosan menunggu perhatian Reynard kembali tertuju padanya. Seraya mendesah, Evelyn berdiri dari kursinya. Ia melampirkan long coatnya di sandaran kursi dengan hati-hati, tidak ingin menimbulkan suara sedikit pun yang bisa memecah konsentrasi Reynard.Melalui jendela kamarnya, Evelyn memusatkan perhatiannya pada Laut Baltik, tepatnya pada pelabuhan yang seolah tidak pernah terlihat sepi itu. "Maaf sudah membuatmu me
Gdansk, sebuah kota pelabuhan yang terletak di pantai utara Polandia. Sebuah kota tua yang memiliki arsitektur klasik Eropa terbaik, yang menjadi daya tarik wisatawan mancanegara yang ingin menyelami lebih jauh lagi mengenai sejarah dan kebudayaan Polandia.Hotel yang Evelyn dan Reynard pun terletak tidak jauh dari pelabuhan terbesar Polandia tersebut. Hotel mewah tepi pantai yang berhadapan langsung dengan laut Baltik. Dan kebetulan sekali Evelyn sangat menyukai apa pun yang berbau pantai.Selama Evelyn menatap bermacam kapal yang hilir-mudik di pelabuhan tersebut, Reynard terus merangkul pinggangnya, bersama mereka memandangi kesibukan itu dari balkon kamar mereka."kamu tahu kalau kota ini menjadi salah satu dari Tiga Kota atau yang biasa disebut dengan Tricity, atau dalam bahasa Poland dikenal dengan sebutan Trójmiasto?" tanya Reynard. Ia memiliki kegemaran baru, yaitu mengenalkan dunia baru pada Evelyn."Ya, aku pernah mendengarnya. Hanya saja tidak terlintas sama sekali di dalam
Evelyn pikir, destinasi bulan madunya bersama Reynard akan ke Eropa barat, tapi ternyata pilihan antimainstream Reynard tertuju pada Eropa Tengah. Gdansk Polandia yang menjadi tujuan pertama bulan madu mereka. Memang biasanya Gdansk menjadi destinasi bulan madu yang sangat sempurna untuk pengantin baru yang ingin bersenang-senag dan menikmati masa-masa awal pernikahan mereka. Meski suasananya cenderung terlihat lebih santai dibandingkan dengan Eropa Barat, namun kota Gdansk juga memiliki tempat-tempat wisata yang indah, akomodasi mewah dengan latar bangunan abad ke tujuh belas. Sekarang ini, dengan lengan Reynard yang merangkul pinggangnya, mereka menyusuri jalanan berbatu dan sempit di antara bangunan katedral dan monumen. "Kamu lebih menyukai ketenangan ya?" tebak Evelyn. "Kamu sudah memahami salah satu kebiasaanku, Sayang," jawab Reynard. Lengannya yang melingkar di lengan Evelyn menarik Evelyn saat seseorang yang tengah jalan terburu-buru nyaris menabraknya. "Mudah sekali men
"Kamu yang ngajarin dia ya?" tukasnya."Astaga, tentu saja tidak, Sayang. Ini murni keinginan putra kita sendiri. Kamu bisa bertanya langsung padanya," sangkal Reynard. Ia bersikap seolah-olah terluka oleh tuduhan Evelyn itu, hingga balik badan meninggalkan Evelyn dengan perasaan bersalahnya.Sesuai dengan harapannya, Evelyn pun bergegas mengejarnya, "Rey, tunggu!"Tepat saat Evelyn meletakkan tangannya di lengan Reynard. Reynard langsung balik badan dan menekan Evelyn hingga punggung wanita itu bersentuhan dengan dinding,"Kamu tidak marah, 'kan?" tanya Evelyn."Marah? Sekarang aku tidak bisa marah lagi padamu, Sayang. Tadi aku hanya menggodamu saja, ingin tahu seperti apa reaksimu saat aku merajuk," kekeh Reynard, ia tertawa lebar saat Evelyn memukul dadanya dengan kepalan tangannya,"Kamu jahat! Tadi aku takut sudah membuatmu marah dan sakit hati.""Marah dan sakit hati? Itu dua hal yang tidak akan terjadi padaku, setidaknya jika menyangkut dirimu, Sayang. Jadi, jangan pernah meng
Reynard menatap geli Evelyn yang seolah tenggelam di dalam balutan selimutnya itu,"Apa yang sedang kamu lakukan, Sayang?" tanyanya."Aku mau ke kamar mandi," jawab Evelyn, sengaja hanya menatap mata Reynard saja, bukan ke tubuhnya yang lain.Seolah ingin terus menyiksa Evelyn dengan gairahnya, Reynard sengaja bersandar di daun pintu kamar mandi sambil melipat kedua tangannya, dengan tatapannya yang menggoda."Lepaskan saja selimut konyol kamu itu, memangnya apa yang mau kamu sembunyikan dariku, Sayang?""Aku tidak menyembunyikan apa pun?""Apa kamu yakin?""Astaga, Rey ... Kamu mengira aku mencuri?" tanya Evelyn dengan nada tidak percaya, sebelah alis Reynard pun terangkat tinggi,"Yang bilang kamu mencuri siapa?""Kamu menuduhku menyembunyikan sesuatu di balik selimut ini!" Evelyn menyipitkan kedua matanya saat tawa Reynard pecah. Belakangan ini, wajah pria itu selalu terlihat ceria dengan senyumannya yang memikat, atau tawa lepasnya yang menular seperti sekarang ini. Bagaimana Ev
Leguhan kenikmatan mengalir begitu saja dari mulut Evelyn saat Reynard memainkan lidahnya di bawah sana. Gerakan yang mengirimkan gelenyar kenikmatan ke seluruh tubuh Evelyn, yang juga membangunkan seluruh saraf Evelyn, hingga rasanya Evelyn akan mati karena kenikmatan."Rey ... Aahh please ... " racau Evelyn. Ia tidak tahu permohonan apa yang ingin ia ucapkan. Meminta Reynard terus melakukan yang tengah pria itu lakukan sekarang? Atau meminta Reynard segera menyatukan diri mereka?Evelyn bahkan tidak menyadari kapan Reynard melepaskan satu-satunya pakaian dalam yang tersisa pada dirinya. Atau Reynard merobeknya? Entahlah.Alih-alih segera mewujudkan keinginan Evelyn untuk mneyatukan tubuh mereka, tangan Reynard malah bergerak naik ke atas, untuk menangkup salah satu bukit kenikmatan Evelyn, sementara lidah pria itu masih bermain-main di bawah sana, yang semakin membuat Evelyn meleguh penuh kenikmatan, sebelum akhirnya pinggulnya terangkat tinggi saat mencapai puncaknya."Rey!" teriak