Zevanya semakin erat memejamkan kedua matanya saat perlahan Reynard menyatukan kedua tangan Zevanya di belakang punggungnya, lalu Zevanya merasakan sesuatu mengikat kedua pergelangan tangannya itu, kedua matanya pun seketika membuka lebar,"Tu ... Tuan. Apa yang akan anda lakukan?" tanyanya dengan panik. Ia masih berbaring miring, dan tidak bisa melihat dengan apa Reynard mengikat pergelangan tangannya itu."Mengikatmu," jawab Reynard singkat sebelum membalik tubuh Zevanya hingga kembali terlentang."Tuan, tolong lepaskan, sakit!"Bukan bermaksud berlebihan, tapi Zevanya memang merasakan kedua tangannya sakit karena tertindih badannya sendiri, belum lagi rasa tidak nyaman berbaring dengan posisi seperti itu."Jangan mimpi!"Zevanya semakin putus asa saat Reynard mulai memposisikan diri di atasnya. Pria itu sudah sepenuhnya polos, Zevanya bahkan dapat merasakan milik Reynard yang besar dan telah menegang dengan sangat sempurna itu saat bersentuhan dengan pangkal pahanya. Rok A-Line yan
Hari sudah menjelang siang ketika Reynard terbangun dengan suasana hati yang luar biasa tenang, meski lengan kanannya terasa mati rasa karena Zevanya menjadikan lengannya itu sebagai bantalan kepalanya.Atau memang Reynard lah yang mengarahkan Zevanya seperti itu, setelah mereka kehabisan tenaga akibat bercinta tanpa henti?Entahlah. Satu hal yang pasti, belum pernah sebelumnya Reynard tidur selelap itu. Ia merasa puas dan damai, ia bahkan tidak dapat menguraikan suasana hatinya itu dengan kata-kata. Karena rasa itu amatlah asing untuknya.Seharusnya setelah kegiatan fisik yang teramat melelahkan itu tubuhnya akan terasa luar biasa pegal. Tapi nyatanya tidak, Reynard malah merasakan dorongan semangat yang luar biasa, seolah ia siap memulai harinya tanpa beban sama sekali.Reynard yang semula berbaring terlentang perlahan memiringkan tubuhnya agar dapat melihat fitur wajah Zevanya dengan seksama. Bulu mata tebal dan panjang Zevanya seolah menyatu dengan pipinya ketika terpejam, sementa
"Sudah siang. Apa kamu lupa sekarang kita berada di mana?"Zevanya bergerak turun dari tempat tidur, tapi Reynard menahan tangannya,"Peduli setan! Berbaringlah sekarang!" perintah tegas Reynard, dan mau tidak mau, meski dengan dongkol Zevanya pun mematuhinya."Belum ada satu hari kamu janji akan menuruti apapun keinginanku, apa kamu terbiasa mengingkari janjimu?""Siapa yang mengingkari janji? Aku mematuhimu sekarang," elak Zevanya."Lalu tadi disebut apa? Memberontak? Merajuk?""Tidak keduanya.""Dengar, kenyataan aku bersikap lunak padamu bukan berarti menjadi alasanmu untuk tidak menghormatiku, atau mengabaikan keinginanku. Aku masih atasan langsung kamu! Dan ingat, aku sudah bersedia menjadi pelindung untukmu dan juga keluargamu! Atau kamu mau membatalkan perjanjian kita?""Tidak, Tuan.""Kalau begitu jangan pernah membantah aku lagi, dan panggil namaku!""Baik, Rey.""Bagus, sekarang ulangi lagi yang kamu lakukan padaku tadi!""Saya turun dari tempat tidur?" Zevanya berpura-pur
"Siapa wanita itu?" tanya kakek Nicolas ketika Reynard dan Zevanya memasuki ruang makan, sorot mata tajamnya terus terarah pada Zevanya. Daddy Nicolas sangat tidak menyukai orang asing yang masuk ke Mansionnya tanpa izin darinya."Dia sekretarisku," jawab Reynard dengan santai, tangannya mengarahkan Zevanya untuk duduk di salah satu kursi sementara Reynard sendiri duduk di samping kakek Nicolas."Sejak kapan kamu memiliki sekretaris? Bukankah kamu sendiri yang menolak setiap kali Ded carikan sekretaris untukmu dengan alasan Marcosaja sudah cukup?"Setelah memastikan Zevanya duduk nyaman di samping Nada, barulah Reynard melepas kancing jas hitamnya sebelum duduk di kursinya. Ia tahu betul pastinya Zevanya akan merasa tidak nyaman karena duduk bersebelahan dengan saudari yang tidak mau mengakuinya itu.Dan Reynard memang sengaja menempatkan Zevanya seperti itu, sebagai pelampiasan dendamnya hari ini pada wanita itu. Meski mereka telah bercinta semalaman, tidak menjadikan dendam Reynard
Reynard mengajak Zevanya ke salah satu restoran mewah tidak jauh dari Mansion kakek Nicolas. Sekarang ini, mereka sedang berada di ruang VVIP dan Reynard sedang meminta Zevanya yang berdiri di sampingnya untuk memotong steaknya, agar Reynard lebih mudah memakannya. Meski niat Reynard sebenarnya hanyalah memberikan wanita itu tugas tambahan yang selalu berhasil membuatnya dongkol. Ia tersenyum puas saat melihat Zevanya memotok steaknya menjadi potongan kecil yang siap untuk dimakan. "Tidak seharusnya anda melawan Kakek anda seperti itu, Tuan," saran Zevanya, ia memekik pelan saat tiba-tiba Reynard menariknya hingga terduduk di atas pangkuannya. Reynard menarik lepas piasu yang masih berada di tangan Zevanya, "Sudah aku bilang, tanggalkan formalitas di antara kita kalau kita sedang berdua saja! Berapa kali aku harus mengulangnya supaya kamu bisa mengerti, Nya? Aku harus melakukan apa agar kamu bisa mengingatnya dan tidak melupakannya lagi?" "Ma ... Maaf. Tapi, ada ... " Zevanya melir
Zevanya menghempaskan dirinya di atas tempat tidur setelah lelah seharian menemani Reynard. Pria itu seolah tidak ada lelahnya, menarik Zevanya kemanapun pria itu ingin pergi, tanpa memberikan kesempatan Zevanya untuk menolaknya. Lagipula, kalau pun Zevanya sempat menolaknya, apa Reynard akan mendengarkannya? Sudah pasti tidak! Pria itu akan tetap menyeret Zevanya ikut dengannya. Zevanya mematikan ponselnya, ia curiga Marco sudah menyadap ponselnya itu saat meminjamnya tadi. Jadi, ketika Zevanya akan menghubungi Dira, ia akan mematikan ponselnya lebih dulu. Zevanya mengeluarkan ponsel jadul dari laci nakasnya. Ponsel yang jauh dari kata pintar, tapi jauh lebih aman tanpa bisa disadap. Ia pun melangkah keluar kamar saat Dira sudah menerima panggilan teleponnya, sebagai pencegahan siapa tahu meski dalam kondisi tidak aktif, ponselnya yang telah disadap itu masih bisa menangkap suara di sekitarnya. "Halo, Van! Kok diam saja sih?" Dira mulai terdengar tidak sabar. Setelah dirasa ama
Keesokan paginya, Zevanya tengah bersiap mengantar Abercio ke sekolahnya ketika Reynard menghubunginya. Ia menatap tidak percaya pada nama yang tertera di layar ponselnya, karena tidak biasanya pria itu menghubunginya lebih dulu.Mr. Arrogant! Itulah nama Reynard yang Zevanya simpan di contactnya."Di mana kamu?" tanyanya tanpa basa-basi lagi."Di rumah, ada apa, Tuan? Tumben anda menghubungi saya sendiri, biasanya selalu melalui Pak Marco.""Ah, berarti kamu sudah menyimpan nomor telepon saya. Kamu mendapatkannya dari mana?""Tuan pernah menghubungi saya, jadi saya langsung menyimpannya.""Benarkah? Kenapa saya tidak mengingatnya?"Entah Reynard benar tidak mengingatnya, atau pria itu hanya berpura-pura tidak mengingatnya?"Tuan ada perlu apa hingga menghubungi saya di pagi sebuta ini?" tanya Zevanya."Saya membutuhkanmu, cepat datang ke apartment saya!""Astaga, Tuan Reynard. Sekarang hari libur. Tidak bisakah saya menikmati hak saya?""Bukankah sudah tertera jelas di surat kontrak
"Kenapa Mommy baru datang? Telat satu menit saja kita sudah terlambat," keluh Abercio sambil memberengut kesal dan melipat kedua tangannya di depan dadanya. Untuk sejenak hal kecil yang putranya itu lakukan, mengingatkan Zevanya pada kebiasaan yang juga Reynard lakukan tiap kali pria itu memperlihatkan ketidaksukaannya. "Mommy!" Teriakan Abercio menyadarkan Zevanya dari lamunannya. Ia sedikit menunduk untuk bicara pada putranya itu, "Mommy minta maaf. Dan apa yang Mommy lakukan sekarang, tidak untuk kau tiru ya sayang. Kita tidak seharusnya membiarkan seseorang menunggu kita, terlebih lagi jika orang itu teramat berarti untuk kita," balas Zevanya sambil menepuk ringan hidung mancung Abercio. "Aku tahu. Itu makanya aku menegur Mommy. Tadi aku takut Mommy tidak bisa datang lagi." Zevanya memeluk erat Abercio yang langsung berontak melepaskan diri darinya. Abercio selalu malu jika Zevanya memeluk atau menciumnya di depan umum. Terutama saat di depan teman-temannya. "Mommy, aku bukan
Mata Reynard tak pernah lepas dari kobaran api yang melahap sebuah bangunan tua di salah satu pondok berburu dengan seluruh keluarga tiri Evelyn, beserta dengan pengikut mereka berada di dalamnya, hingga bangunan tua itu rata dengan tanah."Aman, Tuan. Apa anda mau pulang sekarang?" tanya Marco yang baru saja berdiri tepat di sisi Reynard setelah memastikan target mereka juga sudah menjadi debu. "turunkan beritanya besok, beserta dengan daftar kejahatan mereka!" tegas Reynard. Ia akan membersihkan sepenuhnya nama Evelyn dari spekulasi yang mulai beredar kalau istri tercintanya itu telah membunuh Vale. Rupanya Ramon telah meminta salah satu anak buahnya yang masih setia padanya untuk menyebarkan rumor itu. Dan sekarang berita picisan itu mulai menyebar luas di berbagai media, dan sudah bisa dipastikan banyaknya ujaran kebencian yang ditujukan pada Evelyn, dan ucapan simpati pada Reynard karena telah menjadi target wanita itu selanjutnya. "Mengenai konferensi pers ... " "Adakan juga
"Sepertinya aku belum bisa pulang ke rumah sekarang. Aku mau menyelesaikan semua masalah yang disebabkan keluarga tirimu itu," desah Reynard.Evelyn memindahkan ponselnya ke lengan dan telinga krinya saat akan membuka handle pintu kamar Abercio. Ia memastikan Abercio benar telah terbuai ke alam mimpinya lebih dulu sebelum memadamkan lampu dan menutup kembali pintu kamar putranya itu. Hari ini, dua malam sudah Reynard tidak pulang akibat masalah itu. 'Aku ingin menuntaskan hingga ke akar-akarnya demi masa depan kita yang tenang!' tegas Reynard sebelum pergi bersama dengan Marco."Tidak apa-apa, Sayang. Aku mengerti," balas Evelyn setengah berbisik, ia takut suaranya akan mengganggu tidur Abercio.Malam ini, Evelyn memutuskan tidur dengan Abercio untuk melepaskan kerinduannya pada Abercio. Sejak Reynard memasukkannya ke dalam penjara, Evelyn sudah tidak pernah tidur dengan putranya itu lagi."Maafkan aku, karena masalah ini bulan madu kita jadi harus dipersingkat.""Rey, aku sungguh ti
Reynard mengacak rambutnya dengan kasar, memperlihatkan seberapa frustasinya ia saat itu. Dan saat matanya terkunci dengan mata Evelyn, bermacam campuran emosi terlihat jelas di sana. Hati Evelyn semakin tak karuan, masalahnya pasti jauh lebih besar dari perkiraannya."Nada hamil, Ly. Anakku ... " aku Reynard dengan suara parau. Ia telah bersiap dengan menerima apa pun bentuk kemarahan dan kekecewaan Evelyn padanya. Namun setelah lama Reynard menunggu reaksi Evelyn, alih-alih meluapkan emosinya, wanita itu malah menghela napas lega,"Syukurlah, aku kira ada masalah besar apa."Sontak saja Reynard luar biasa bingung dibuatnya, ia mengguncang bahu Evelyn untuk menyadarkan istrinya itu,"Ly. Apa yang kamu syukuri? Aku memiliki anak dari wanita lain? Kamu bersyukur dengan berita itu? Atau akan menjadikannya sebagai alibi untuk mengakhiri rumah tangga kita?" cecarnya."Siapa yang memberitahumu kalau Nada sedang mengandung? Marco? Sipir penjara?""Nada, Marco dan Ibu sambungmu tidak berada
Perjalanan Evelyn dan Reynard ke Sopot dan Gdynia tertunda harus setelah Reynard menerima email penting. Setidaknya itulah alasan yang Reynard berikan pada Evelyn, sesaat sebelum pria itu fokus pada layar monitor laptopnya. Sepertinya email itu memang berisi pesan penting. Karena sebelum berangkat Reynard telah menegaskan pada Marco untuk tidak menghubunginya sama sekali, kecuali untuk masalah darurat.Apa sekarang perusahaan Reynard sedang dalam masalah?Entah sudah berapa kali pertanyaan itu terbersit di benak Evelyn hingga dua jam sudah berlalu, dan Evelyn mulai merasa bosan menunggu perhatian Reynard kembali tertuju padanya. Seraya mendesah, Evelyn berdiri dari kursinya. Ia melampirkan long coatnya di sandaran kursi dengan hati-hati, tidak ingin menimbulkan suara sedikit pun yang bisa memecah konsentrasi Reynard.Melalui jendela kamarnya, Evelyn memusatkan perhatiannya pada Laut Baltik, tepatnya pada pelabuhan yang seolah tidak pernah terlihat sepi itu. "Maaf sudah membuatmu me
Gdansk, sebuah kota pelabuhan yang terletak di pantai utara Polandia. Sebuah kota tua yang memiliki arsitektur klasik Eropa terbaik, yang menjadi daya tarik wisatawan mancanegara yang ingin menyelami lebih jauh lagi mengenai sejarah dan kebudayaan Polandia.Hotel yang Evelyn dan Reynard pun terletak tidak jauh dari pelabuhan terbesar Polandia tersebut. Hotel mewah tepi pantai yang berhadapan langsung dengan laut Baltik. Dan kebetulan sekali Evelyn sangat menyukai apa pun yang berbau pantai.Selama Evelyn menatap bermacam kapal yang hilir-mudik di pelabuhan tersebut, Reynard terus merangkul pinggangnya, bersama mereka memandangi kesibukan itu dari balkon kamar mereka."kamu tahu kalau kota ini menjadi salah satu dari Tiga Kota atau yang biasa disebut dengan Tricity, atau dalam bahasa Poland dikenal dengan sebutan Trójmiasto?" tanya Reynard. Ia memiliki kegemaran baru, yaitu mengenalkan dunia baru pada Evelyn."Ya, aku pernah mendengarnya. Hanya saja tidak terlintas sama sekali di dalam
Evelyn pikir, destinasi bulan madunya bersama Reynard akan ke Eropa barat, tapi ternyata pilihan antimainstream Reynard tertuju pada Eropa Tengah. Gdansk Polandia yang menjadi tujuan pertama bulan madu mereka. Memang biasanya Gdansk menjadi destinasi bulan madu yang sangat sempurna untuk pengantin baru yang ingin bersenang-senag dan menikmati masa-masa awal pernikahan mereka. Meski suasananya cenderung terlihat lebih santai dibandingkan dengan Eropa Barat, namun kota Gdansk juga memiliki tempat-tempat wisata yang indah, akomodasi mewah dengan latar bangunan abad ke tujuh belas. Sekarang ini, dengan lengan Reynard yang merangkul pinggangnya, mereka menyusuri jalanan berbatu dan sempit di antara bangunan katedral dan monumen. "Kamu lebih menyukai ketenangan ya?" tebak Evelyn. "Kamu sudah memahami salah satu kebiasaanku, Sayang," jawab Reynard. Lengannya yang melingkar di lengan Evelyn menarik Evelyn saat seseorang yang tengah jalan terburu-buru nyaris menabraknya. "Mudah sekali men
"Kamu yang ngajarin dia ya?" tukasnya."Astaga, tentu saja tidak, Sayang. Ini murni keinginan putra kita sendiri. Kamu bisa bertanya langsung padanya," sangkal Reynard. Ia bersikap seolah-olah terluka oleh tuduhan Evelyn itu, hingga balik badan meninggalkan Evelyn dengan perasaan bersalahnya.Sesuai dengan harapannya, Evelyn pun bergegas mengejarnya, "Rey, tunggu!"Tepat saat Evelyn meletakkan tangannya di lengan Reynard. Reynard langsung balik badan dan menekan Evelyn hingga punggung wanita itu bersentuhan dengan dinding,"Kamu tidak marah, 'kan?" tanya Evelyn."Marah? Sekarang aku tidak bisa marah lagi padamu, Sayang. Tadi aku hanya menggodamu saja, ingin tahu seperti apa reaksimu saat aku merajuk," kekeh Reynard, ia tertawa lebar saat Evelyn memukul dadanya dengan kepalan tangannya,"Kamu jahat! Tadi aku takut sudah membuatmu marah dan sakit hati.""Marah dan sakit hati? Itu dua hal yang tidak akan terjadi padaku, setidaknya jika menyangkut dirimu, Sayang. Jadi, jangan pernah meng
Reynard menatap geli Evelyn yang seolah tenggelam di dalam balutan selimutnya itu,"Apa yang sedang kamu lakukan, Sayang?" tanyanya."Aku mau ke kamar mandi," jawab Evelyn, sengaja hanya menatap mata Reynard saja, bukan ke tubuhnya yang lain.Seolah ingin terus menyiksa Evelyn dengan gairahnya, Reynard sengaja bersandar di daun pintu kamar mandi sambil melipat kedua tangannya, dengan tatapannya yang menggoda."Lepaskan saja selimut konyol kamu itu, memangnya apa yang mau kamu sembunyikan dariku, Sayang?""Aku tidak menyembunyikan apa pun?""Apa kamu yakin?""Astaga, Rey ... Kamu mengira aku mencuri?" tanya Evelyn dengan nada tidak percaya, sebelah alis Reynard pun terangkat tinggi,"Yang bilang kamu mencuri siapa?""Kamu menuduhku menyembunyikan sesuatu di balik selimut ini!" Evelyn menyipitkan kedua matanya saat tawa Reynard pecah. Belakangan ini, wajah pria itu selalu terlihat ceria dengan senyumannya yang memikat, atau tawa lepasnya yang menular seperti sekarang ini. Bagaimana Ev
Leguhan kenikmatan mengalir begitu saja dari mulut Evelyn saat Reynard memainkan lidahnya di bawah sana. Gerakan yang mengirimkan gelenyar kenikmatan ke seluruh tubuh Evelyn, yang juga membangunkan seluruh saraf Evelyn, hingga rasanya Evelyn akan mati karena kenikmatan."Rey ... Aahh please ... " racau Evelyn. Ia tidak tahu permohonan apa yang ingin ia ucapkan. Meminta Reynard terus melakukan yang tengah pria itu lakukan sekarang? Atau meminta Reynard segera menyatukan diri mereka?Evelyn bahkan tidak menyadari kapan Reynard melepaskan satu-satunya pakaian dalam yang tersisa pada dirinya. Atau Reynard merobeknya? Entahlah.Alih-alih segera mewujudkan keinginan Evelyn untuk mneyatukan tubuh mereka, tangan Reynard malah bergerak naik ke atas, untuk menangkup salah satu bukit kenikmatan Evelyn, sementara lidah pria itu masih bermain-main di bawah sana, yang semakin membuat Evelyn meleguh penuh kenikmatan, sebelum akhirnya pinggulnya terangkat tinggi saat mencapai puncaknya."Rey!" teriak