Reynard mengajak Zevanya ke salah satu restoran mewah tidak jauh dari Mansion kakek Nicolas. Sekarang ini, mereka sedang berada di ruang VVIP dan Reynard sedang meminta Zevanya yang berdiri di sampingnya untuk memotong steaknya, agar Reynard lebih mudah memakannya. Meski niat Reynard sebenarnya hanyalah memberikan wanita itu tugas tambahan yang selalu berhasil membuatnya dongkol. Ia tersenyum puas saat melihat Zevanya memotok steaknya menjadi potongan kecil yang siap untuk dimakan. "Tidak seharusnya anda melawan Kakek anda seperti itu, Tuan," saran Zevanya, ia memekik pelan saat tiba-tiba Reynard menariknya hingga terduduk di atas pangkuannya. Reynard menarik lepas piasu yang masih berada di tangan Zevanya, "Sudah aku bilang, tanggalkan formalitas di antara kita kalau kita sedang berdua saja! Berapa kali aku harus mengulangnya supaya kamu bisa mengerti, Nya? Aku harus melakukan apa agar kamu bisa mengingatnya dan tidak melupakannya lagi?" "Ma ... Maaf. Tapi, ada ... " Zevanya melir
Zevanya menghempaskan dirinya di atas tempat tidur setelah lelah seharian menemani Reynard. Pria itu seolah tidak ada lelahnya, menarik Zevanya kemanapun pria itu ingin pergi, tanpa memberikan kesempatan Zevanya untuk menolaknya. Lagipula, kalau pun Zevanya sempat menolaknya, apa Reynard akan mendengarkannya? Sudah pasti tidak! Pria itu akan tetap menyeret Zevanya ikut dengannya. Zevanya mematikan ponselnya, ia curiga Marco sudah menyadap ponselnya itu saat meminjamnya tadi. Jadi, ketika Zevanya akan menghubungi Dira, ia akan mematikan ponselnya lebih dulu. Zevanya mengeluarkan ponsel jadul dari laci nakasnya. Ponsel yang jauh dari kata pintar, tapi jauh lebih aman tanpa bisa disadap. Ia pun melangkah keluar kamar saat Dira sudah menerima panggilan teleponnya, sebagai pencegahan siapa tahu meski dalam kondisi tidak aktif, ponselnya yang telah disadap itu masih bisa menangkap suara di sekitarnya. "Halo, Van! Kok diam saja sih?" Dira mulai terdengar tidak sabar. Setelah dirasa ama
Keesokan paginya, Zevanya tengah bersiap mengantar Abercio ke sekolahnya ketika Reynard menghubunginya. Ia menatap tidak percaya pada nama yang tertera di layar ponselnya, karena tidak biasanya pria itu menghubunginya lebih dulu.Mr. Arrogant! Itulah nama Reynard yang Zevanya simpan di contactnya."Di mana kamu?" tanyanya tanpa basa-basi lagi."Di rumah, ada apa, Tuan? Tumben anda menghubungi saya sendiri, biasanya selalu melalui Pak Marco.""Ah, berarti kamu sudah menyimpan nomor telepon saya. Kamu mendapatkannya dari mana?""Tuan pernah menghubungi saya, jadi saya langsung menyimpannya.""Benarkah? Kenapa saya tidak mengingatnya?"Entah Reynard benar tidak mengingatnya, atau pria itu hanya berpura-pura tidak mengingatnya?"Tuan ada perlu apa hingga menghubungi saya di pagi sebuta ini?" tanya Zevanya."Saya membutuhkanmu, cepat datang ke apartment saya!""Astaga, Tuan Reynard. Sekarang hari libur. Tidak bisakah saya menikmati hak saya?""Bukankah sudah tertera jelas di surat kontrak
"Kenapa Mommy baru datang? Telat satu menit saja kita sudah terlambat," keluh Abercio sambil memberengut kesal dan melipat kedua tangannya di depan dadanya. Untuk sejenak hal kecil yang putranya itu lakukan, mengingatkan Zevanya pada kebiasaan yang juga Reynard lakukan tiap kali pria itu memperlihatkan ketidaksukaannya. "Mommy!" Teriakan Abercio menyadarkan Zevanya dari lamunannya. Ia sedikit menunduk untuk bicara pada putranya itu, "Mommy minta maaf. Dan apa yang Mommy lakukan sekarang, tidak untuk kau tiru ya sayang. Kita tidak seharusnya membiarkan seseorang menunggu kita, terlebih lagi jika orang itu teramat berarti untuk kita," balas Zevanya sambil menepuk ringan hidung mancung Abercio. "Aku tahu. Itu makanya aku menegur Mommy. Tadi aku takut Mommy tidak bisa datang lagi." Zevanya memeluk erat Abercio yang langsung berontak melepaskan diri darinya. Abercio selalu malu jika Zevanya memeluk atau menciumnya di depan umum. Terutama saat di depan teman-temannya. "Mommy, aku bukan
"Wanita itu mengabaikan perintahku!" raung Reynard ketika Marco mengabarkan kalau Zevanya tetap memilih pijat di rumahnya. "Sepertinya begitu, Tuan. Karena hingga saat ini, wanita yang menjadi tukang pijatnya tidak juga keluar dari rumahnya." "Sial! Berani sekali dia mengabaikanku! Aku akan membuat perhitungan dengannya! Segera siapkan kendaraan, kita menuju ke rumah wanita sialan itu!" Marco mengangguk pelan. Ia memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan mobil, sementara ia dan Reynard menuju lobby yang hanya dikhususkan untuk pemilik penthouse termewah di apartement itu. Tidak butuh waktu lama untuk anak buahnya sampai ke area lobby, dan tanpa buang waktu lagi Reynard segera masuk ke dalam mobil mewah itu. "Saya akan memotong gajimu bulan ini kalau tidak bisa sampai ke rumah wanita itu dalam lima belas menit!" ancamnya. Lima belas menit? Sementara jarak dari apartment itu ke rumah Zevanya setidaknya membutuhkan waktu lebih dari tiga puluh menit, bisa jauh lebih lama kalau traf
Rentetan umpatan kasar pun keluar dari mulut Reynard begitu saja, hingga membuat telinga wanita muda itu memerah,"Mereka pasti sudah bertukar peran! Dan anak buah sialanmu itu salah mengira Zevanya sebagai tukang pijatnya!"Sadar kedua anak buahnya telah membuat kesalahan, Marco pun turut mengumpat juga, ia menatap nyalang pada kedua anak buahnya itu,"Bodoh kalian! Apa begitu sulit memdedakan mereka? Kenapa kalian bisa seceroboh itu?"Tidak biasanya anak buahnya tidak kompeten seperti itu. Biasanya mereka selalu berhasil mengawasi targetnya dengan sangat teliti. Dengan hasil yang sangat memuaskan."Jadi, yang keluar NOna Zevanya, bukan tukang pijat?" tanya salah satunya, berharap mereka yang salah mendengar. Karena jika melakukan kesalahan, hukuman yang akan mereka terima bukanlah main-main."Kalau yang berdiri di depan kalian ini tukang pijat yang sebenarnya, lalu siapa yang keluar barusan?"Menyadari kesalahannya, anak buahnya pun mulai menjelaskan situasinya,"Nona Zevanya keluar
"Apa kalian sudah mendengar kabar baru kalau kita cukup beruntung karena akan kedatangan sosok paling berpengaruh di bidang Science and Technology."Terdengar bisik-bisik dari beberapa orang tua murid ketika Zevanya dan Abercio melewati mereka."Apa itu alasan kenapa kita tertahan di museum ini?" tanya orang tua yang lainnya."Ya, bisa dibilang begitu. Tapi aku justru senang, karena bisa melihat Mr. Avraam secara langsung."Mr. Avraam?Jantung Zevanya berdetak kencang saat mendengarnya. Refleks ia meremas erat tangan Abercio, ia tidak ingin melepaskan putranya itu,'Apa Mr. Avraam yang mereka maksud itu Tuan Reynard?' tanyanya dalam hati.Ia sungguh berharap tidak hanya Reynard saja yang memiliki nama keluarga Avraam. Dunia tidak sesempit itu, kan?"Aku pernah melihat Mr. Avraam secara langsung di salah satu pesta yang aku dan suamiku hadiri. Tuhan, andai saja tidak ada suamiku di sampingku, aku pasti sudah akan emlemparkan diriku padanya. Pria itu terlalu tampan untuk diabaikan!" aku
Di sepanjang perjalanan menuju musem, Reynard terus memandangi foto Abercio. Semakin dilihat, semakin Reynard yakin kalau anak laki-laki itu adalah putranya. Meski ada sedikit keraguan di dalam dirinya, karena hanya di bagian mata saja mereka memiliki kesamaan. Selebihnya, wajah anak itu merupakan replika kecil Zevanya versi laki-lakinya. Dan Reynard semakin terbakar amarah, saat sebuah kemungkinan terlintas di benaknya, 'Apa Zevanya memiliki anak dari pria lain?' Kalau sampai anak itu bukan miliknya, maka Reynard akan membuat Zevanya semakin menderita. Ia bahkan akan memisahkan wanita itu dengan putranya. Karena ia hanya ingin menyiksa Zevanya, bukan putranya itu. Bisa-bisanya Zevanya menjalin hubungan dengan pria lain, di saat Reynard mengalami anxiety akibat dari kejahatan wanita itu tujuh tahun yang lalu. Kesal dengan pikirannya sendiri, Reynard mengeluarkan foto anak laki-laki itu dari dalam biingkai usangnya. Matanya seketika tertuju pada tulisan tangan di balik foto, terdap
Mata Reynard tak pernah lepas dari kobaran api yang melahap sebuah bangunan tua di salah satu pondok berburu dengan seluruh keluarga tiri Evelyn, beserta dengan pengikut mereka berada di dalamnya, hingga bangunan tua itu rata dengan tanah."Aman, Tuan. Apa anda mau pulang sekarang?" tanya Marco yang baru saja berdiri tepat di sisi Reynard setelah memastikan target mereka juga sudah menjadi debu. "turunkan beritanya besok, beserta dengan daftar kejahatan mereka!" tegas Reynard. Ia akan membersihkan sepenuhnya nama Evelyn dari spekulasi yang mulai beredar kalau istri tercintanya itu telah membunuh Vale. Rupanya Ramon telah meminta salah satu anak buahnya yang masih setia padanya untuk menyebarkan rumor itu. Dan sekarang berita picisan itu mulai menyebar luas di berbagai media, dan sudah bisa dipastikan banyaknya ujaran kebencian yang ditujukan pada Evelyn, dan ucapan simpati pada Reynard karena telah menjadi target wanita itu selanjutnya. "Mengenai konferensi pers ... " "Adakan juga
"Sepertinya aku belum bisa pulang ke rumah sekarang. Aku mau menyelesaikan semua masalah yang disebabkan keluarga tirimu itu," desah Reynard.Evelyn memindahkan ponselnya ke lengan dan telinga krinya saat akan membuka handle pintu kamar Abercio. Ia memastikan Abercio benar telah terbuai ke alam mimpinya lebih dulu sebelum memadamkan lampu dan menutup kembali pintu kamar putranya itu. Hari ini, dua malam sudah Reynard tidak pulang akibat masalah itu. 'Aku ingin menuntaskan hingga ke akar-akarnya demi masa depan kita yang tenang!' tegas Reynard sebelum pergi bersama dengan Marco."Tidak apa-apa, Sayang. Aku mengerti," balas Evelyn setengah berbisik, ia takut suaranya akan mengganggu tidur Abercio.Malam ini, Evelyn memutuskan tidur dengan Abercio untuk melepaskan kerinduannya pada Abercio. Sejak Reynard memasukkannya ke dalam penjara, Evelyn sudah tidak pernah tidur dengan putranya itu lagi."Maafkan aku, karena masalah ini bulan madu kita jadi harus dipersingkat.""Rey, aku sungguh ti
Reynard mengacak rambutnya dengan kasar, memperlihatkan seberapa frustasinya ia saat itu. Dan saat matanya terkunci dengan mata Evelyn, bermacam campuran emosi terlihat jelas di sana. Hati Evelyn semakin tak karuan, masalahnya pasti jauh lebih besar dari perkiraannya."Nada hamil, Ly. Anakku ... " aku Reynard dengan suara parau. Ia telah bersiap dengan menerima apa pun bentuk kemarahan dan kekecewaan Evelyn padanya. Namun setelah lama Reynard menunggu reaksi Evelyn, alih-alih meluapkan emosinya, wanita itu malah menghela napas lega,"Syukurlah, aku kira ada masalah besar apa."Sontak saja Reynard luar biasa bingung dibuatnya, ia mengguncang bahu Evelyn untuk menyadarkan istrinya itu,"Ly. Apa yang kamu syukuri? Aku memiliki anak dari wanita lain? Kamu bersyukur dengan berita itu? Atau akan menjadikannya sebagai alibi untuk mengakhiri rumah tangga kita?" cecarnya."Siapa yang memberitahumu kalau Nada sedang mengandung? Marco? Sipir penjara?""Nada, Marco dan Ibu sambungmu tidak berada
Perjalanan Evelyn dan Reynard ke Sopot dan Gdynia tertunda harus setelah Reynard menerima email penting. Setidaknya itulah alasan yang Reynard berikan pada Evelyn, sesaat sebelum pria itu fokus pada layar monitor laptopnya. Sepertinya email itu memang berisi pesan penting. Karena sebelum berangkat Reynard telah menegaskan pada Marco untuk tidak menghubunginya sama sekali, kecuali untuk masalah darurat.Apa sekarang perusahaan Reynard sedang dalam masalah?Entah sudah berapa kali pertanyaan itu terbersit di benak Evelyn hingga dua jam sudah berlalu, dan Evelyn mulai merasa bosan menunggu perhatian Reynard kembali tertuju padanya. Seraya mendesah, Evelyn berdiri dari kursinya. Ia melampirkan long coatnya di sandaran kursi dengan hati-hati, tidak ingin menimbulkan suara sedikit pun yang bisa memecah konsentrasi Reynard.Melalui jendela kamarnya, Evelyn memusatkan perhatiannya pada Laut Baltik, tepatnya pada pelabuhan yang seolah tidak pernah terlihat sepi itu. "Maaf sudah membuatmu me
Gdansk, sebuah kota pelabuhan yang terletak di pantai utara Polandia. Sebuah kota tua yang memiliki arsitektur klasik Eropa terbaik, yang menjadi daya tarik wisatawan mancanegara yang ingin menyelami lebih jauh lagi mengenai sejarah dan kebudayaan Polandia.Hotel yang Evelyn dan Reynard pun terletak tidak jauh dari pelabuhan terbesar Polandia tersebut. Hotel mewah tepi pantai yang berhadapan langsung dengan laut Baltik. Dan kebetulan sekali Evelyn sangat menyukai apa pun yang berbau pantai.Selama Evelyn menatap bermacam kapal yang hilir-mudik di pelabuhan tersebut, Reynard terus merangkul pinggangnya, bersama mereka memandangi kesibukan itu dari balkon kamar mereka."kamu tahu kalau kota ini menjadi salah satu dari Tiga Kota atau yang biasa disebut dengan Tricity, atau dalam bahasa Poland dikenal dengan sebutan Trójmiasto?" tanya Reynard. Ia memiliki kegemaran baru, yaitu mengenalkan dunia baru pada Evelyn."Ya, aku pernah mendengarnya. Hanya saja tidak terlintas sama sekali di dalam
Evelyn pikir, destinasi bulan madunya bersama Reynard akan ke Eropa barat, tapi ternyata pilihan antimainstream Reynard tertuju pada Eropa Tengah. Gdansk Polandia yang menjadi tujuan pertama bulan madu mereka. Memang biasanya Gdansk menjadi destinasi bulan madu yang sangat sempurna untuk pengantin baru yang ingin bersenang-senag dan menikmati masa-masa awal pernikahan mereka. Meski suasananya cenderung terlihat lebih santai dibandingkan dengan Eropa Barat, namun kota Gdansk juga memiliki tempat-tempat wisata yang indah, akomodasi mewah dengan latar bangunan abad ke tujuh belas. Sekarang ini, dengan lengan Reynard yang merangkul pinggangnya, mereka menyusuri jalanan berbatu dan sempit di antara bangunan katedral dan monumen. "Kamu lebih menyukai ketenangan ya?" tebak Evelyn. "Kamu sudah memahami salah satu kebiasaanku, Sayang," jawab Reynard. Lengannya yang melingkar di lengan Evelyn menarik Evelyn saat seseorang yang tengah jalan terburu-buru nyaris menabraknya. "Mudah sekali men
"Kamu yang ngajarin dia ya?" tukasnya."Astaga, tentu saja tidak, Sayang. Ini murni keinginan putra kita sendiri. Kamu bisa bertanya langsung padanya," sangkal Reynard. Ia bersikap seolah-olah terluka oleh tuduhan Evelyn itu, hingga balik badan meninggalkan Evelyn dengan perasaan bersalahnya.Sesuai dengan harapannya, Evelyn pun bergegas mengejarnya, "Rey, tunggu!"Tepat saat Evelyn meletakkan tangannya di lengan Reynard. Reynard langsung balik badan dan menekan Evelyn hingga punggung wanita itu bersentuhan dengan dinding,"Kamu tidak marah, 'kan?" tanya Evelyn."Marah? Sekarang aku tidak bisa marah lagi padamu, Sayang. Tadi aku hanya menggodamu saja, ingin tahu seperti apa reaksimu saat aku merajuk," kekeh Reynard, ia tertawa lebar saat Evelyn memukul dadanya dengan kepalan tangannya,"Kamu jahat! Tadi aku takut sudah membuatmu marah dan sakit hati.""Marah dan sakit hati? Itu dua hal yang tidak akan terjadi padaku, setidaknya jika menyangkut dirimu, Sayang. Jadi, jangan pernah meng
Reynard menatap geli Evelyn yang seolah tenggelam di dalam balutan selimutnya itu,"Apa yang sedang kamu lakukan, Sayang?" tanyanya."Aku mau ke kamar mandi," jawab Evelyn, sengaja hanya menatap mata Reynard saja, bukan ke tubuhnya yang lain.Seolah ingin terus menyiksa Evelyn dengan gairahnya, Reynard sengaja bersandar di daun pintu kamar mandi sambil melipat kedua tangannya, dengan tatapannya yang menggoda."Lepaskan saja selimut konyol kamu itu, memangnya apa yang mau kamu sembunyikan dariku, Sayang?""Aku tidak menyembunyikan apa pun?""Apa kamu yakin?""Astaga, Rey ... Kamu mengira aku mencuri?" tanya Evelyn dengan nada tidak percaya, sebelah alis Reynard pun terangkat tinggi,"Yang bilang kamu mencuri siapa?""Kamu menuduhku menyembunyikan sesuatu di balik selimut ini!" Evelyn menyipitkan kedua matanya saat tawa Reynard pecah. Belakangan ini, wajah pria itu selalu terlihat ceria dengan senyumannya yang memikat, atau tawa lepasnya yang menular seperti sekarang ini. Bagaimana Ev
Leguhan kenikmatan mengalir begitu saja dari mulut Evelyn saat Reynard memainkan lidahnya di bawah sana. Gerakan yang mengirimkan gelenyar kenikmatan ke seluruh tubuh Evelyn, yang juga membangunkan seluruh saraf Evelyn, hingga rasanya Evelyn akan mati karena kenikmatan."Rey ... Aahh please ... " racau Evelyn. Ia tidak tahu permohonan apa yang ingin ia ucapkan. Meminta Reynard terus melakukan yang tengah pria itu lakukan sekarang? Atau meminta Reynard segera menyatukan diri mereka?Evelyn bahkan tidak menyadari kapan Reynard melepaskan satu-satunya pakaian dalam yang tersisa pada dirinya. Atau Reynard merobeknya? Entahlah.Alih-alih segera mewujudkan keinginan Evelyn untuk mneyatukan tubuh mereka, tangan Reynard malah bergerak naik ke atas, untuk menangkup salah satu bukit kenikmatan Evelyn, sementara lidah pria itu masih bermain-main di bawah sana, yang semakin membuat Evelyn meleguh penuh kenikmatan, sebelum akhirnya pinggulnya terangkat tinggi saat mencapai puncaknya."Rey!" teriak