"Tante Dira ... Mommy bukan pembunuh. Mommy bukan orang jahat, hiks hiks ... " isak Abercio saat Dira menerima panggilan teleponnya.Susah payah Abercio menahan airmatanya saat bersama dengan Reynard tadi. Barulah saat masuk ke kamar dan mengunci pintunya, Abercio mengizinkan airmatanya itu mengalir keluar, bersamaan dengan isakan sedihnya dengan masalah yang menimpa Zevanya.Untuk saat itu, hanya Dira satu-satunya orang yang Abercio percaya dan mau ia ajak bicara. Ia bahkan tidak malu memperlihatkan kelemahannya di depan sahabat mommynya itu. Karena Dira sudah seperti ibu kedua untuk Abercio."Cio kamu bicara apa? Mommymu sudah pulang? Berikan ponselnya ke Mommy Tante mau bicara dengan Mommy.""Mommy di penjara ... Huhuhu ... Daddy masukin Mommy ke penjara ... Aku benci Daddy!""Di penjara? Kenapa? Apa salah Mommymu?" tanya Dira dengan nada tidak percaya.&nbs
setelah seharian kemarin Abercio mengacuhkannya, Reynard pikir hari ini Abercio pun akan mengacyhkannya huga, apalgi hari ini adalah hari pernikahan Reynard dengan Nada. Tapi ternyata di luar dugaan Reynard, Abercio masuk ke kamarnya dengan wajah yang tidak lagi masam pada Reynard,"Aku tidak punya jas, aku pakai baju apa?" tanya Abercio sambil duduk di tempat tidur.Reynard yang sedang berdiri di depan kaca untuk merapikan simpul dasinya pun langsung menghampiri putranya itu."Kamu mau ikut?" tanya Reynard dengan nada tidak percaya. Karena sebelumnya, Reynard kehilangan harapannya Abercio mau ikut ke rumah sakit dan menyaksikan pernikahannya dengan Nada. "Aku tidak punya pilihan, kan? Selama aku tinggal di rumahmu, aku harus mengikuti semua aturanmu."Dan anak itu masih saja memanggil Reynard dengan sebutan kamu. Yang berarti Abercio belum sepenuhnya memaafkan Reynard.Perlahan Reynard duduk di samping Abercio. Ia meraih tangan mungil Abercio untuk menggenggamnya."Daddy tahu kamu
"Dari sekian banyak pria, kenapa harus Reynard yang kamu culik malam itu?" geram Nada pada Ramon saat Ramon memberitahunya kalau Abercio adalah putra Reynard dengan Zevanya."Dengan pakaiannya yang terlihat biasa, siapa yang mengira kalau itu adalah Tuan Rey. Aku pikir dia hanyalah salah satu turis saja," jawab Ramon, sama pelannya dengan suara Nada, agar tidak ada yang bisa mendengar percakapan mereka di rumah sakit itu."Dan sekarang, aku harus bersikap baik pada Cio? Pada putranya Vanya, cih! Menyebalkan sekali!""Tidak hanya kamu, aku pun harus melakukan yang sama. Aku ingin kita menciptakan memori baru pada anak itu. Kalau kamu mau mencuri hati Tuan Rey, kamu bisa memulainya dari putranya. Tangan kananmu sudah menggenggam Tuan Nicolai, dan kalau tangan kirimujuga sudah menggenggam Cio. Dua orang yang sangat Rey sayangi sudah berada di genggamanmu, maka tinggal tunggu saatnya saja Tuan Rey yang akan mendekatimu dengan sendirinya.""Mama juga?""Tidak terkecuali Mama. Kita semua su
"Kita sudah sah menjadi suami istri, kenapa kita tidur di kamar yang terpisah, Rey?" tanya Nada setelah Reynard membawa wanita itu ke rumahnya."Aku biasa tidur sendiri," jawab Reynard dengan santai, tentu saja Nada semakin merengek padanya,"Tapi itu kan sebelum kamu menikah. Sekarang kamu sudah punya istri, jadi wajar kalau ada yang menemanimu tidur.""Nada, kamu tahu betul pernikahan kita terjadi karena apa. Bukan karena cinta, tapi karena Ded Nic yang menjodohkan kita. Jadi, jangan berharap aku bisa memperlakukanmu layaknya seorang istri. Meski kita telah menikah, aku akan tetap menganggapmu orang asing.""Tapi Rey ... ""Kalau kamu keberatan, kamu bisa mengajukan pembatalan nikah!" potong Reynard tajam. Nada pun terdiam seketika. Ia tidak mau memancing emosi Reynard yang nantinya akan menjadi boomerang untuk Nada sendiri."Baiklah, aku akan memberimu waktu beradaptasi dengan status barumu sebagai suami. Jadi, ini kamarku?" "Ya, selamat beristirahat. Aku harus kembali lagi ke rum
"Bukankah saya sudah tegaskan untuk menempatkan Vanya di tempat lain dan tidak digabung dengan tahanan lainnya? Apa kau belum membicarakan masalah Vanya pada pihak lapas? Kenapa Vanya masih mengerjakan pekerjaan kotor itu?" cecar Reynard sebelum mengusap kasar wajahnya.Ia sudah setengah gila menunggu berita baik mengenai keselamatan Zevanya. Namun hingga dua jam berlalu, pihak lapas belum juga menemukan wanita itu."Maaf, Tuan Rey. Saya baru akan membicarakannya pada mereka setelah pernikahan anda. Saya tidak mengira kalau bencana itu akan terjadi di sana," jawab Marco sambil berkali-kali membungkuk untuk menekankan permintaan maafnya.Reynard sadar ia tidak bisa menyalahkan Marco sepenuhnya. Karena selama dua hari ini, ia terlalu banyak menyita waktu Marco demi mempersiapkan pernikahannya dengan Nada."Sial! Kenapa bisa terjadi kebakaran? Apa pihak berwajib sudah menemukan indikasi kesengajaan dalam kebakaran itu?"Padahal Reynard sudah mempersiapkan passport dan visa untuk Zevanya
Di area paling ekslusif sebuah pemakaman mewah, ada seorang anak kecil yang tengah menangis dalam diam. Matanya tak pernah lepas dari sebuah makam baru di depannya. Makam mommy yang selalu ada untuknya.Setiap sentuhan ringan di pundak kecilnya, selalu ia tepis begitu saja. Ia tidak ingin siapa pun menyentuhnya, juga mengasihaninya.Mereka hanya akan terlihat munafik di depan anak itu. Berpura-pura simpati, tapi pada kenyataannya bersorak ria atas tewasnya Zevanya secara tragis."Cio, sudah dua jam kamu merenung di sini. Hari sudah mulai gelap, sebaiknya kita pulang sekarang."Abercio lagi-lagi mengabaikan Reynard. Ia bahkan terlalu benci melihat raut wajah daddynya itu. Pria yang telah menyebabkan mommynya kehilangan nyawanya."Rey, biarkan saja Cio melepaskan kesedihannya di sini. Sebaiknya kita pulang lebih dulu saja, mungkin dengan demikian Cio jadi lebih leluasa meluapkan kesedihannya di makam Vanya," saran Nada dengan suara lembut. "Nada benar, Sebaiknya kamu pulang saja, Tuan
"Kenapa aku merasa hampa tanpa alasan apapun? Kenapa hatiku terasa sakit sekali?" tanya Reynard untuk yang kesekian kalinya sebelum menneggak lagi minumannya langsung dari botolnya..Marco yang sejak tadi melihatnya dalam diam sama sekali tidak melakukan apa pun. Marco memang sengaja membiarkan Reynard menghilangkan kesedihannya dengan caranya. Bahkan tidak menjawab sekalipun pertanyaan acak Reynard itu.Sejak kembali dari makam Zevanya, Reynard mengurung dirinya di ruang kerjanya. Bahkan saat Marco masuk pun pria itu tidak menyadarinya. Karena terlalu larut ke dalam pikirannya. Hanya helaan napasnya saja yang sesekali terdengar, sebelum bibirnya mengucapkan pertanyaan yang sama lagi.Reynard menutup wajahnya dengan kedua tangannya, lalu tangan itu mengarah ke puncak kepalanya untuk menjambak rambutnya sambil menggeram seperti hewan yang disembelih."Kenapa? Apa ini cara Vanya membalasku? Kenapa dia pergi begitu saja?"Menyadari botol minumnya telah kosong, Reynard melemparnya ke din
3 bulan kemudian ..."Kondisi Tuan Nicolai sudah stabil. Hanya saja harus tetap banyak istirahat, jadi jangan terlalu lama diajak bicara."Reynard menatap haru kakek Nicolai yang meski matanya setengah terpejam, namun tetap memberikan Reynard senyuman lembutnya."Baik, terima kasih, Dok.""Sama-sama, semua sudah menjadi kewajiban kami. Kalau tidak ada yang ditanyakan lagi, kami permisi dulu."Reynard meminta Marco mengantarkan tim dokter itu keluar, sementara ia menghampiri tempat tidur kakek Nicolai dan menggenggam erat tangan kakek Nicolai dengan kedua tangannya,"Terima kasih, Ded. Karena telah memberikan aku kesempatan untuk menebus kesalahanku padamu," ucap Reynard lirih.Karena masih terlalu lemah untuk bicara, apalagi menggerakkan anggota tubuhnya, kakek Nicolai hanya merespon Reynard dengan anggukan kepalanya saja."suruh Nada dan Cio masuk!" perintah Reynard pada Sean.Melalui earpiecenya, asisten pribadi kakek Nicolai itu langsung meminta anak buahnya membawa masuk Nada dan
Mata Reynard tak pernah lepas dari kobaran api yang melahap sebuah bangunan tua di salah satu pondok berburu dengan seluruh keluarga tiri Evelyn, beserta dengan pengikut mereka berada di dalamnya, hingga bangunan tua itu rata dengan tanah."Aman, Tuan. Apa anda mau pulang sekarang?" tanya Marco yang baru saja berdiri tepat di sisi Reynard setelah memastikan target mereka juga sudah menjadi debu. "turunkan beritanya besok, beserta dengan daftar kejahatan mereka!" tegas Reynard. Ia akan membersihkan sepenuhnya nama Evelyn dari spekulasi yang mulai beredar kalau istri tercintanya itu telah membunuh Vale. Rupanya Ramon telah meminta salah satu anak buahnya yang masih setia padanya untuk menyebarkan rumor itu. Dan sekarang berita picisan itu mulai menyebar luas di berbagai media, dan sudah bisa dipastikan banyaknya ujaran kebencian yang ditujukan pada Evelyn, dan ucapan simpati pada Reynard karena telah menjadi target wanita itu selanjutnya. "Mengenai konferensi pers ... " "Adakan juga
"Sepertinya aku belum bisa pulang ke rumah sekarang. Aku mau menyelesaikan semua masalah yang disebabkan keluarga tirimu itu," desah Reynard.Evelyn memindahkan ponselnya ke lengan dan telinga krinya saat akan membuka handle pintu kamar Abercio. Ia memastikan Abercio benar telah terbuai ke alam mimpinya lebih dulu sebelum memadamkan lampu dan menutup kembali pintu kamar putranya itu. Hari ini, dua malam sudah Reynard tidak pulang akibat masalah itu. 'Aku ingin menuntaskan hingga ke akar-akarnya demi masa depan kita yang tenang!' tegas Reynard sebelum pergi bersama dengan Marco."Tidak apa-apa, Sayang. Aku mengerti," balas Evelyn setengah berbisik, ia takut suaranya akan mengganggu tidur Abercio.Malam ini, Evelyn memutuskan tidur dengan Abercio untuk melepaskan kerinduannya pada Abercio. Sejak Reynard memasukkannya ke dalam penjara, Evelyn sudah tidak pernah tidur dengan putranya itu lagi."Maafkan aku, karena masalah ini bulan madu kita jadi harus dipersingkat.""Rey, aku sungguh ti
Reynard mengacak rambutnya dengan kasar, memperlihatkan seberapa frustasinya ia saat itu. Dan saat matanya terkunci dengan mata Evelyn, bermacam campuran emosi terlihat jelas di sana. Hati Evelyn semakin tak karuan, masalahnya pasti jauh lebih besar dari perkiraannya."Nada hamil, Ly. Anakku ... " aku Reynard dengan suara parau. Ia telah bersiap dengan menerima apa pun bentuk kemarahan dan kekecewaan Evelyn padanya. Namun setelah lama Reynard menunggu reaksi Evelyn, alih-alih meluapkan emosinya, wanita itu malah menghela napas lega,"Syukurlah, aku kira ada masalah besar apa."Sontak saja Reynard luar biasa bingung dibuatnya, ia mengguncang bahu Evelyn untuk menyadarkan istrinya itu,"Ly. Apa yang kamu syukuri? Aku memiliki anak dari wanita lain? Kamu bersyukur dengan berita itu? Atau akan menjadikannya sebagai alibi untuk mengakhiri rumah tangga kita?" cecarnya."Siapa yang memberitahumu kalau Nada sedang mengandung? Marco? Sipir penjara?""Nada, Marco dan Ibu sambungmu tidak berada
Perjalanan Evelyn dan Reynard ke Sopot dan Gdynia tertunda harus setelah Reynard menerima email penting. Setidaknya itulah alasan yang Reynard berikan pada Evelyn, sesaat sebelum pria itu fokus pada layar monitor laptopnya. Sepertinya email itu memang berisi pesan penting. Karena sebelum berangkat Reynard telah menegaskan pada Marco untuk tidak menghubunginya sama sekali, kecuali untuk masalah darurat.Apa sekarang perusahaan Reynard sedang dalam masalah?Entah sudah berapa kali pertanyaan itu terbersit di benak Evelyn hingga dua jam sudah berlalu, dan Evelyn mulai merasa bosan menunggu perhatian Reynard kembali tertuju padanya. Seraya mendesah, Evelyn berdiri dari kursinya. Ia melampirkan long coatnya di sandaran kursi dengan hati-hati, tidak ingin menimbulkan suara sedikit pun yang bisa memecah konsentrasi Reynard.Melalui jendela kamarnya, Evelyn memusatkan perhatiannya pada Laut Baltik, tepatnya pada pelabuhan yang seolah tidak pernah terlihat sepi itu. "Maaf sudah membuatmu me
Gdansk, sebuah kota pelabuhan yang terletak di pantai utara Polandia. Sebuah kota tua yang memiliki arsitektur klasik Eropa terbaik, yang menjadi daya tarik wisatawan mancanegara yang ingin menyelami lebih jauh lagi mengenai sejarah dan kebudayaan Polandia.Hotel yang Evelyn dan Reynard pun terletak tidak jauh dari pelabuhan terbesar Polandia tersebut. Hotel mewah tepi pantai yang berhadapan langsung dengan laut Baltik. Dan kebetulan sekali Evelyn sangat menyukai apa pun yang berbau pantai.Selama Evelyn menatap bermacam kapal yang hilir-mudik di pelabuhan tersebut, Reynard terus merangkul pinggangnya, bersama mereka memandangi kesibukan itu dari balkon kamar mereka."kamu tahu kalau kota ini menjadi salah satu dari Tiga Kota atau yang biasa disebut dengan Tricity, atau dalam bahasa Poland dikenal dengan sebutan Trójmiasto?" tanya Reynard. Ia memiliki kegemaran baru, yaitu mengenalkan dunia baru pada Evelyn."Ya, aku pernah mendengarnya. Hanya saja tidak terlintas sama sekali di dalam
Evelyn pikir, destinasi bulan madunya bersama Reynard akan ke Eropa barat, tapi ternyata pilihan antimainstream Reynard tertuju pada Eropa Tengah. Gdansk Polandia yang menjadi tujuan pertama bulan madu mereka. Memang biasanya Gdansk menjadi destinasi bulan madu yang sangat sempurna untuk pengantin baru yang ingin bersenang-senag dan menikmati masa-masa awal pernikahan mereka. Meski suasananya cenderung terlihat lebih santai dibandingkan dengan Eropa Barat, namun kota Gdansk juga memiliki tempat-tempat wisata yang indah, akomodasi mewah dengan latar bangunan abad ke tujuh belas. Sekarang ini, dengan lengan Reynard yang merangkul pinggangnya, mereka menyusuri jalanan berbatu dan sempit di antara bangunan katedral dan monumen. "Kamu lebih menyukai ketenangan ya?" tebak Evelyn. "Kamu sudah memahami salah satu kebiasaanku, Sayang," jawab Reynard. Lengannya yang melingkar di lengan Evelyn menarik Evelyn saat seseorang yang tengah jalan terburu-buru nyaris menabraknya. "Mudah sekali men
"Kamu yang ngajarin dia ya?" tukasnya."Astaga, tentu saja tidak, Sayang. Ini murni keinginan putra kita sendiri. Kamu bisa bertanya langsung padanya," sangkal Reynard. Ia bersikap seolah-olah terluka oleh tuduhan Evelyn itu, hingga balik badan meninggalkan Evelyn dengan perasaan bersalahnya.Sesuai dengan harapannya, Evelyn pun bergegas mengejarnya, "Rey, tunggu!"Tepat saat Evelyn meletakkan tangannya di lengan Reynard. Reynard langsung balik badan dan menekan Evelyn hingga punggung wanita itu bersentuhan dengan dinding,"Kamu tidak marah, 'kan?" tanya Evelyn."Marah? Sekarang aku tidak bisa marah lagi padamu, Sayang. Tadi aku hanya menggodamu saja, ingin tahu seperti apa reaksimu saat aku merajuk," kekeh Reynard, ia tertawa lebar saat Evelyn memukul dadanya dengan kepalan tangannya,"Kamu jahat! Tadi aku takut sudah membuatmu marah dan sakit hati.""Marah dan sakit hati? Itu dua hal yang tidak akan terjadi padaku, setidaknya jika menyangkut dirimu, Sayang. Jadi, jangan pernah meng
Reynard menatap geli Evelyn yang seolah tenggelam di dalam balutan selimutnya itu,"Apa yang sedang kamu lakukan, Sayang?" tanyanya."Aku mau ke kamar mandi," jawab Evelyn, sengaja hanya menatap mata Reynard saja, bukan ke tubuhnya yang lain.Seolah ingin terus menyiksa Evelyn dengan gairahnya, Reynard sengaja bersandar di daun pintu kamar mandi sambil melipat kedua tangannya, dengan tatapannya yang menggoda."Lepaskan saja selimut konyol kamu itu, memangnya apa yang mau kamu sembunyikan dariku, Sayang?""Aku tidak menyembunyikan apa pun?""Apa kamu yakin?""Astaga, Rey ... Kamu mengira aku mencuri?" tanya Evelyn dengan nada tidak percaya, sebelah alis Reynard pun terangkat tinggi,"Yang bilang kamu mencuri siapa?""Kamu menuduhku menyembunyikan sesuatu di balik selimut ini!" Evelyn menyipitkan kedua matanya saat tawa Reynard pecah. Belakangan ini, wajah pria itu selalu terlihat ceria dengan senyumannya yang memikat, atau tawa lepasnya yang menular seperti sekarang ini. Bagaimana Ev
Leguhan kenikmatan mengalir begitu saja dari mulut Evelyn saat Reynard memainkan lidahnya di bawah sana. Gerakan yang mengirimkan gelenyar kenikmatan ke seluruh tubuh Evelyn, yang juga membangunkan seluruh saraf Evelyn, hingga rasanya Evelyn akan mati karena kenikmatan."Rey ... Aahh please ... " racau Evelyn. Ia tidak tahu permohonan apa yang ingin ia ucapkan. Meminta Reynard terus melakukan yang tengah pria itu lakukan sekarang? Atau meminta Reynard segera menyatukan diri mereka?Evelyn bahkan tidak menyadari kapan Reynard melepaskan satu-satunya pakaian dalam yang tersisa pada dirinya. Atau Reynard merobeknya? Entahlah.Alih-alih segera mewujudkan keinginan Evelyn untuk mneyatukan tubuh mereka, tangan Reynard malah bergerak naik ke atas, untuk menangkup salah satu bukit kenikmatan Evelyn, sementara lidah pria itu masih bermain-main di bawah sana, yang semakin membuat Evelyn meleguh penuh kenikmatan, sebelum akhirnya pinggulnya terangkat tinggi saat mencapai puncaknya."Rey!" teriak