Share

Bab 4

Author: HERI_NAYALBIL
last update Last Updated: 2022-12-16 17:46:34

"Vito yang telepon, dia bilang sesuatu waktu kamu meninggalkanku di kamar tadi, sewaktu istriku ingin pergi dari rumah ini."

Mas Lian menjelaskan siapa orang yang ditunggu dan ternyata teman dekat Arumi, laki-laki yang memiliki toko kue itu katanya mengatakan sesuatu.

"Sesuatu apa?" tanyaku penasaran.

Gelagat Arumi pun semakin mencurigakan, tapi aku masih tidak bisa menebaknya.

"Vito bilang kue bolu yang dibawa Arumi itu diberi obat tidur, lalu puding yang aku makan dicampur obat perangs4ng." Kata-kata Mas Lian justru membuatku meradang, itu artinya ucapan Arumi benar adanya, bukan rekayasa, sebab obat perangsang yang disebut oleh Vito sudah cukup jelas. "Tapi ada tapinya, Ay, Vito juga bilang bahwa Arumi tidak tidur denganku," sambungnya lagi membuatku semakin bingung, pernyataannya berubah-ubah dan terdengar sangat aneh, di luar nalar.

"Nggak usah bawa orang lain, ya Mas Lian, tolong tanggung jawab, Vito tidak tahu apa-apa, dia pasti mengarang cerita," sambar Arumi membuat Mas Lian mengernyitkan dahinya. "Mah, bantu aku bicara dong, jangan diam aja!" sambung Arumi.

Mamanya menekan dadanya sendiri sebelum bicara pada kami. "Iya, tadi Mama sendiri dengar suara desah4n mereka, dan Mama senang sekali mendengarnya, karena akhirnya anakku jebol juga pertahanannya dengan laki-laki yang sangat dicintainya, selamat ya, Sayang," ucap Mama Asri tidak tahu malu, ia berbahagia di atas penderitaan orang lain.

Aku menggelengkan kepala, begitu juga dengan mertua dan Mas Lian. Mereka bahkan mengusap pelipis masing-masing.

"Kalian benar-benar aneh, Bu Asri, itu anakmu loh, anak kandung, kan? Kenapa dibiarkan seperti itu?" Mama Anggi marah tapi tampak keheranan juga dengan sikap Mama Asri.

"Anak kandung, jelas dong, justru karena Arumi anak kandungku, apa pun yang ia minta akan kuturuti," jawab Mama Asri kali ini dengan dagu terangkat. "Kamu tidak pernah merasakan bagaimana sulitnya membeli kebahagiaan, Bu Anggi!" tambahnya.

"Benar-benar tidak waras kamu itu!" Mama memilih bergeser dan agak menjauhi Arumi dan mamanya.

Kemudian, Arumi melangkah satu langkah kaki kecilnya. Lalu mendekati Mas Lian. "Kamu itu suami idaman aku banget, Mas. Tanggung jawablah, sebab kalau tidak, tahu sendiri akibatnya." Arumi mengancam Mas Lian dengan disertai senyuman.

"Kalau memang terbukti, tenang aja aku akan menikahimu," tegas Mas Lian membuatku semakin panas.

"Ini buktinya, suara kalian berdua saling bersahutan di kamar, apa kurang jelas?" Mama Asri menunjukkan rekaman suara sepasang wanita dan laki-laki yang tengah memadu kasih. Jeritan Arumi dalam rekaman itu membuatku kesulitan mengenali suara si pria.

"Apa itu aku?"

Arumi pun mengangguk. "Itu artinya jadi nikahin aku, kan?"

Mas Lian hanya terdiam, tapi ia menganggukkan kepalanya. Apa itu artinya pernikahan kami hanya berlangsung tiga tahun? Astaga, hatiku benar-benar menjerit, kali benar-benar ingin berteriak sekencang-kencangnya, meluapkan amarah yang tak bisa kubendung lagi.

Aku mengurutkan dada ini. Mendengar suamiku bersedia menikahi Arumi, langkah kaki pun semakin tak gentar. Cemburu, mungkin itu yang kurasakan sekarang, marah pun hanya bisa dilakukan dalam diam. Kecewa, itu sudah pasti, sebab ternyata luka yang ditorehkan teramat dalam.

Aku putar balik dan hendak pulang ke rumah, namun kali ini dihadang oleh mertuaku.

"Jika positif ingin pulang, biar kami antar sampai ke rumah, Papa paham bahwa ini sakit, dan sulit untuk percaya begitu aja." Papa mertuaku persis dengan Mas Lian, begitu lembut dalam menyelesaikan masalah. "Lian, biarkan Aya menyendiri dan menenangkan dirinya," tambah Papa Irfan.

Aku melongo dibuatnya, tadinya kesal pada keluarganya karena membela Mas Lian, tapi ketika kata-kata yang menyejukkan hati terlontar dari mulut mertuaku, tiba-tiba hati ini terenyuh.

"Terima kasih, Pah." Aku menjawab sambil memalingkan muka ini dari Mas Lian.

Namun, saat itu juga, Vito datang, padahal laki-laki itu memiliki usaha kue, wajahnya juga tidak jelek, untuk ukuran pria tampan Vito masih masuk kategori, tapi Arumi malah menolak cintanya sebanyak lima kali. Anehnya, Vito masih saja mengejar cinta Arumi yang bertepuk sebelah tangan.

"Ini dia orangnya, Vito, dia tadi telepon aku, Ay," ucap Mas Lian.

Mas Lian tadi sudah bilang bahwa kue bolu diberikan obat tidur, lalu puding dibubuhi obat perangs4ng, kenapa diucapkan lagi kata-kata itu?

"Hai, Aya, apa kabar? Sudah dengar kan tadi Lian bicara?"

Aku mengangguk sambil melirik ke arah Mas Lian. "Tapi justru itu sangat menyakitkan, aku mengetahui Mas Lian terangs4ng obat dan melampiaskan pada Arumi," ungkapku sambil menghela napas, jujur saja aku tengah menahan air mata di pelupuk mata.

"Percayalah, Ay, suamimu tidak melakukan apa-apa," jelas Vito sambil melirik ke arah Arumi.

Aku mengedarkan pandangan ke sembarang tempat, menata di setiap ucapan Vito barusan, kata-kata tidak melakukan apa-apa itu sangat mustahil, karena ada bukti yang digenggam oleh Arumi dan mamanya.

"Kalau sudah masuk obat perangsang, aku rasa mustahil dalam kamar tidak melakukan apa-apa," sanggahku berpikir sesuai logika.

"Lian tidak melakukan apa-apa, karena .... "

Ucapan Vito terhenti karena menyorot ke arah Arumi penuh.

Bersambung

Related chapters

  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 5

    Arumi memegang pelipisnya, lalu tiba-tiba ia jatuh lunglai ke lantai. "Arumi!" Begitu keras teriakan Vito, ia melayangkan kakinya dengan cepat ke arah Arumi yang jatuh tersungkur di lantai. Pria itu, memang sangat perhatian pada Arumi, jangankan Arumi pingsan, digigit serangga saja Vito segera menolongnya. Seharusnya Arumi bersyukur dicintai oleh pria yang sangat menyayangi dirinya. Bukan malah menggoda suamiku, tujuannya apa merebut suami sahabat sendiri? Apa ia merasa puas jika memiliki apa yang aku punya?Dengan gagahnya Vito membopongnya ke depan, ia yang menggunakan motor ke sini sontak melempar kunci motornya ke arah Mas Lian. "Yan, gue pinjem mobil, ini kunci motor gue, tolong anterin ke toko kue ya, tukar di sana nanti," pesannya dengan napas terengah-engah akibat tengah menggendong Arumi yang bobotnya kisaran 55kg itu. Permintaan Vito membuat Mas Lian tidak bisa menolak, ia langsung menyerahkan kunci mobil pada Vito.Sementara itu, mamanya mengekor di belakangnya, namun ia

    Last Updated : 2022-12-16
  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 6

    Bukan teriris pisau, tapi tiba-tiba berdarah. Bagaimana tidak, baru saja kami memutuskan untuk menghadapi masalah ini bersama-sama, tapi sudah ada masalah yang kami hadapi.Aku dan Mas Lian masuk ke akun sosial medianya. Matanya melirik ke arahku terus menerus dengan tatapan sendu. "Ay, semua orang kini tahu masalah kita," ucap Mas Lian agak pelan, nadanya teramat lemas membicarakan ini."Kalau kamu tidak melakukan apa-apa, cari bukti yang menguatkan, kita akan bawa masalah ini ke jalur hukum supaya Arumi sadar dan tidak melakukan hal bodoh lagi," jawabku kini mulai bersikap dewasa. Sebab, di bayangan ini masih penasaran dengan kata-kata Vito yang sempat terputus.Aku membuka mata lebar-lebar dan membaca caption yang disematkan pada foto yang disebarkan oleh Arumi. [Kalau sudah begini, siapa yang salah? Aku atau dia? Apa justru istrinya yang salah?]Hatiku mencelos ketika membaca status yang disematkan oleh Arumi di wall pribadinya. Entah apa mau dari wanita itu, aku pun tidak paham

    Last Updated : 2022-12-18
  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 7

    "Kalian bisa nggak sih untuk tidak menyeret nama gue pada masalah rumah tangga kalian!" Vito membentak kami berdua. Kemudian, ia melangkah ke arah dinding.Vito menghela napasnya panjang, kemudian ia memukul dinding dengan kepalan tangannya. Buk!Aku dan Mas Lian saling beradu pandangan. Kami berdua menyorot Vito yang tidak menjawab pertanyaan kami tapi malah menyakiti dirinya sendiri. Jarinya berdarah karena pukulan keras yang ia layangkan sendiri. Aku dan Mas Lian tidak berani berkata apa-apa, hanya menyaksikan apa yang ingin dilakukan Vito. Kemudian, ia masuk dan menarik pengelangan tangan kami berdua. Ia menyuruh kami duduk di taman, belakang rumahnya. Aku meneliti sekitar, kenapa Vito membawa kami berdua ke sini? Bukankah di ruang tamu lebih enak bicara?"Kita ngobrol di sini, di ruang tamu ada penyadap." Keterangan dari Vito barusan membuatku paham, jadi inilah maksudnya aku dan Mas Lian diseret ke belakang. "Siapa yang pasang penyadap suara?" tanya Mas Lian satu pemikiran d

    Last Updated : 2022-12-18
  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 8

    Namun, ponselku tiba-tiba dirampas oleh Vito."Nggak usah fotoin," ucap Vito membuatku menelan ludah. "Ikut gue ke sebelah, toko kue!" ajaknya. Ia mengajakku dan Mas Lian untuk ke toko kue miliknya yang kebetulan masih berada di sebelah rumah.Aku beranjak sambil menaruh kembali ponsel genggam yang ada di tangan. Lalu mengikuti Vito ke toko kue miliknya. Padahal tadi ia sudah mengusirku dan MasLian.Kemudian, Vito duduk dan mempersilakan kami juga, ia sudah tidak marah lagi pada kami berdua."Kalian jangan salahkan Arum sepenuhnya, dia itu menjadi wanita yang harus merebut suamimu juga karena terpaksa," ungkap Vito. Kemudian ia bangkit, lalu Vito berjalan ke arah lemari pendingin. Tangannya meraih tiga botol minuman, kemudian memberikannya pada kami dua botol.Ia membuka minuman tersebut lalu meneguknya. Sementara matanya melirik ke arah kami berdua, "Minum lah!" suruhnya. Kami berdua kebetulan haus, sedari datang ke rumah tadi belum disuguhkan minuman. "Kalau kalian mau tahu cerit

    Last Updated : 2022-12-29
  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 9

    "Ya udah, kita ke kantor polisi aja," jawab Mas Lian. Mas Lian terdiam sejenak, kemudian ia memacu mobilnya dengan cepat. Namun, tiba-tiba ia berhenti mendadak karena ada mobil yang menghentikan lajunya. "Maaf," kata Mas Lian, lalu menginjak gas kembali. Ponselku terjatuh ke kolong dashboard mobil. Namun ketika meraihnya terlihat benda kecil yang menempel di dinding dashboard. Aku yang tengah menunduk pun menoleh ke arah Mas Lian, "Mas, apa ini? Penyadap suara kah?" Aku melepaskan benda tersebut dari tempatnya lalu menyerahkan padanya. Mas Lian yang sudah melajukan mobilnya kembali pun mengurangi kecepatannya. "Sepertinya Arumi yang pakai," ucap Mas Lian. Kemudian kaca jendela ia turunkan dan membuang benda kecil tadi ke jalan. Mas Lian menghela napasnya, lalu mengendalikan mobil kembali. Tiba-tiba ponselku berdering, terlihat dari layar ponsel nama kontak yang menghubungi adalah Arumi. Aku menghela napas panjang, berani wanita itu menghubungiku yang telah disakiti olehnya, seb

    Last Updated : 2022-12-30
  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 10

    Aku pikir Arumi akan kembali dan mencegah atau menggagalkan rencanaku. Namun, ternyata ia tidak melakukan hal tersebut. Kini aku dan Mas Lian tengah membuat laporan di hadapan pihak yang berwajib, setidaknya cara ini supaya Arumi kapok dan menyadari bahwa yang dilakukan olehnya itu salah. Sekitar lima belas menit kami berada di hadapan polisi, setelah selesai, kami memutuskan untuk pulang. Ada napas lega terhembus dari mulut Mas Lian. Kemudian ia membuka pintu mobil dan mempersilakan aku duduk. Seat belt pun Mas Lian yang kenakan. Aku menghela napas sambil tersenyum menatapnya. Kemudian, ia kembali memacu mobilnya dengan menginjak gas perlahan. "Terima kasih, Ay, kamu udah mendampingiku, entahlah besok di kantor ramai nggak nih kasus ini," ucap Mas Lian sambil sesekali melirik ke arahku. "Apa kita bikin klarifikasi aja, Mas? Lewat akun sosial media?" Aku meminta pendapat Mas Lian. Mas Lian menggelengkan kepala, kemudian memegang pelipisnya. Aku tahu sebenarnya efek dari kekejama

    Last Updated : 2022-12-31
  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 11

    Mas Lian pun membalas pukulan dari Vito, ia tidak terima bibirnya keluar darah karena dihantam oleh seorang pria yang jelas-jelas pasti membela Arumi.Aku sengaja menghadang perkelahian mereka berdua. Kini aku berada di tengah-tengah mereka. Tangan Mas Lian yang tadinya ingin melayangkan pukulan pun ia banting sendiri. "Tidak semua masalah diselesaikan dengan kekerasan, kalian jangan seperti anak kecil!" Aku melerai bukan berati membela salah satu dari mereka. Ini kompleks, bisa-bisa seluruh tetangga keluar jika ada keributan. Di sini sudah terbiasa sepi, jadi jika ada kerusuhan, semua pasti keluar. "Kalian sudah gue ingatkan untuk tidak macam-macam, tapi dilanggar, benar-benar melaporkan Arumi ke pihak yang berwajib," terang Vito. Aku terkejut mendengarnya, tahu dari mana Vito tentang hal ini? Apa polisi sudah meringkus Arumi?"Heran ya gue tahu dari mana?" Aku dan Mas Lian hanya saling beradu pandangan. "Ingat, ketika kalian berdua sudah melanggar perjanjian, maka musuh kalian bu

    Last Updated : 2023-01-01
  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   bab 12

    Kenapa bisa kebetulan seperti ini? Di saat ponsel Mas Lian tertinggal di meja, ada pesan masuk yang membuat darahku mendidih. Bagaimana tidak? Hanya berselang satu pekan masalah yang kuhadapi kini datang kembali.Beberapa orang pernah kudengar nasihatnya, termasuk orang tuaku sendiri, katanya pernikahan kita bisa diuji melalui keuangan yang terguncang, orang ketiga, bahkan kesehatan. Mungkinkah benar Mas Lian bermain dengan wanita lain sedangkan dengan Arumi saja ia tidak mau melakukannya. Apalagi ini kejadian sebelum ada masalah dengan Arumi. Sebab, pesan yang masuk bilang sudah hamil, bahkan punya anak, itu artinya ada yang dengan sengaja menguji amarahku ini.Suara deru mobil terdengar berhenti di depan rumah. Aku yakin itu pasti Mas Lian yang sadar bahwa ponselnya tertinggal."Ay, handphone aku ketinggalan!" teriaknya menyeruak ke dalam.Aku pun segera menghampiri dan menyerahkan ponsel ke tangannya."Mas, maaf kalau aku sudah baca pesan yang masuk," ucapku sambil menyerahkan bend

    Last Updated : 2023-01-02

Latest chapter

  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 19

    "Ya sudah, bagaimana jika kita buktikan ke dokter saja," ajak Mas Lian. "Oke, kalau pemeriksaan terbukti bahwa kamu mendapatkan obat perangsang, aku takkan mau melanjutkan pernikahan kita Mas." Sebuah tantangan yang mengejutkan, mata Mas Lian terbuka lebar."Aku tidak tahu apa yang aku rasakan semalam, Aya. Kenapa kamu tidak memahami itu? Seharusnya kamu mengerti dengan kondisi ini." Aku tahu ini bukan kehendaknya. Rasanya jijik jika harus berhubungan lagi dengan pria yang sudah menyetubuhi perempuan lain. Meskipun dalam kondisi tidak sadar.Akhirnya kami bergegas ke rumah sakit. Keaslian sudah mendapatkan izin dari atasannya. Ini semua demi menjelaskan dan membuktikan padaku."Sebenarnya tidak habis pikir, hanya nila setitik kamu harus mengorbankan rumah tangga yang telah lama kita bina." Mas Lian bicara sambil mengendalikan mobil.Sementara aku, yang duduk di sebelahnya hanya menoleh, menatap Mas Lian yang tengah mengendalikan mobilnya."Aku nggak tahu, Mas. Rasanya nggak kuat teru

  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 18

    "Aku nggak tahu, Ay. Tiba-tiba saja saat aku menunggumu di sini ada yang menyekap aku. Mendadak dan cepat sekali kejadiannya," terang Mas Lian.Aku sedikit kecewa. Mata ini berair ketika ia bicara seperti itu."Tiba-tiba kamu tengah tidur berdua dengan Mita, Mas? Bagaimana bisa aku percaya kalau itu bohong atau rekayasa?" Ada ditekan aku bicara kepadanya.Mas Lian memang tidak pernah berbohong, kenyataan juga telah membuktikan bahwa ia sering ditipu oleh orang. Lantas jika ia mengakui bahwa foto itu tengah melakukan hubungan suami istri aku mau bilang apa?"Aku juga nggak tahu soal itu, Ay, tolong jangan cecar aku. Bolehkah kita berpikir dulu, jujur aja aku shock," timpal Mas Lian."Tadi cukup lama Mas, tapi antara hilangnya kamu dengan foto tersebut itu hanya berbeda kisaran hitungan menit, kalau boleh tahu kamu itu berada di mana?" tanyaku padanya.Mas Lian terdiam ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan."Aku nggak tahu, aku pusing!" Suamiku mengeluh dan memegang kepalanya

  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 17

    Foto itu ternyata Mas Lian dengan Mita, mereka datang tidur berdua setengah telanjang. Aku terkesiap melihatnya, berkali-kali mata ini aku tapi tidak berubah fotonya. Ini foto asli bukan settingan. Sebab di bawahnya ada foto Mili tengah selfie diantara keduanya. Mily adalah anak yang diberitakan buah cinta dari Mas Lian dan Mita.Aku menghela napas kasar. Berusaha tenang tapi aku rasa tidak perlu. Ini kedua kalinya gosip itu merebak. Tentu bukan bohong namanya jika terjadi dua kali. Aku rasa ini pun bukan settingan, sebab anak itu tengah berfoto di antara keduanya yang berpuasa tiduran telentang dan atasnya tanpa busana.Kenapa mereka tega melakukan itu di depan Mili? Setidaknya jaga sikap di hadapan anak kecil. Anak sekarang sudah begitu pintar, meskipun usianya tergolong balita, tapi menggunakan ponsel tentu sudah sangat lihai."Di mana rumah orang itu? Wanita yang tengah tidur bersama suamiku?" Aku bicara sendirian dan bertanya pada diri sendiri.Aku beranjak dari duduk, Kemudian A

  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 16

    Aku jadi menyesal karena sudah merajuk darinya. Seharusnya tadi aku bicarakan ini baik-baik jangan seperti anak kecil. Sekarang aku sendiri tidak mengetahui keberadaan Mas Lian.Aku duduk sambil bersandar dan berpikir jernih. Mencari kontak yang bisa dihubungi, siapa tahu Mas Lian pergi ke rumahnya tanpa pamit.Aku tidak memiliki kontak Indri, salah satu teman kantor yang tadi sempat ada di foto. "Bagaimana caranya aku menghubungi Indri?" Aku bicara sendirian sambil mengetukkan jari ke samping sofa. Bibir ini aku gigit seraya cemas memikirkannya. Namun tiba-tiba ada suara orang memberi salam, aku segera membukakan pintu.Setelah membuka pintu lebar-lebar, ternyata Arumi yang datang. Aku mengenyitkan dahi ketika melihat wanita yang pernah mencoba memporak-porandakan rumah tanggaku datang. 'Nyalinya besar juga sampai nekat ke sini di saat aku dan Mas Lian lagi genting,' batinku menggerutu."Aya, kamu baik-baik aja, kan?" Wanita itu perhatian sekali padaku. Sampai rela datang ke rumah da

  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 15

    "Ulah siapa, Mas?" tanyaku mendesak. Iya terlihat santai dan membasahi bibirnya."Siapa lagi kalau bukan Arumi," jawab Mas Lian. Matanya pun menyorot ke arahku, dengan pandangan menyipit.Aku terkejut mendengarnya, bukan karena nama Arumi yang menjadi tersangka, justru aku kesal dibuatnya karena ternyata sejauh itu hubungan Mas Lian dan Arumi.Sejauh ini aku pikir kami berteman wajar-wajar saja, Mas Lian juga dengan Arumi pikirku saling komunikasi biasa dan mereka tidak terlalu intens. Namun ternyata Arumi tahu cuti suamiku segala, apakah itu tidak mengerikan?"Tadi Arumi justru meyakinkan aku katanya kamu itu nggak mungkin foto dengan wanita lain," sambungku lagi."Bisa aja Arumi pura-pura baik depan kamu, kan sering begitu," sanggah Mas Lian justru berburuk sangka. Jadi apakah kami salah paham? Atau sebenarnya Mas Lian menutupi sesuatu?Aku terdiam lagi masih memikir dua kali apa yang dikatakan Mas Lian. Teringat pengalaman temanku juga, suaminya berselingkuh, selalu saja cari alasa

  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Ban 14

    Aku menelan ludah, mengatur napas yang sesak di dada supaya lancar kembali."Kamu nggak dengar apa yang tadi aku ucapkan? Pergi dari sini, atau kamu aku teriakin maling!" Mataku memerah saat mengatakan itu padanya. Wanita itu menggendong anaknya, kemudian ia mengeluarkan sebuah amplop coklat dari tasnya."Ini foto saya dan suamimu, Aya! Permisi!" Wanita yang mengaku bernama Mita itu melempar sebuah amplop coklat ke wajah ini. Kemudian, ia bergegas pergi meninggalkan rumahku.Aku duduk kembali di atas sofa, napas ini masih tak beraturan desahannya. Aku benar-benar shock dengan cerita wanita tadi, dan kini di tanganku ada amplop coklat yang katanya berisi foto mereka.Aku menenangkan diri dulu, setelah itu, barulah menghela nafas dalam-dalam."Aku buka atau buang aja?" Aku meragukan tindakan yang nyaris membuka amplop.Kemudian, tangan ini meletakkan kembali di atas meja, "Ah, nggak dibuka penasaran, dibuka takut sakit hati," ucapku sekali lagi.Bertahun-tahun aku berumah tangga, baru

  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 13

    "Apa yang kamu pikirkan? Apa lagi mikir bahwa aku ini berbohong?"Wanita itu membuyarkan lamunanku. 'Tidak Aya, kamu jangan mudah percaya dengan orang asing,' batinku.Aku menelan ludah sambil mendongakkan dagu. Dudukku juga dengan posisi tegak supaya tidak terlihat lemah dan cengeng. Walaupun aku ini seorang wanita yang memiliki kekurangan yaitu belum mampu memberikan buah hati untuk Mas Lian, tapi bukan berati wanita lain semena-mena mengaku memiliki anak dari suamiku."Kamu pikir bawa anak dengan mudah masuk ke rumah ini gitu? Ditambah lagi tadi komentarmu mengundang orang lain berprasangka buruk. Jangan harap kamu berhasil menyusup," cekalku dengan nada sinis. Jari telunjuk ini juga aku layangkan ke arah pintu. "Lebih baik kamu bawa putrimu ini pergi, jangan ke sini lagi!"Aku mengusirnya meskipun tidak tega, melihat sosok mungil yang tengah dipangku olehnya memang membuat rasa tidak tega itu menyelimuti, tapi aku harus berubah, jangan lembek lagi dalam menghadapi permasalahan. Di

  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   bab 12

    Kenapa bisa kebetulan seperti ini? Di saat ponsel Mas Lian tertinggal di meja, ada pesan masuk yang membuat darahku mendidih. Bagaimana tidak? Hanya berselang satu pekan masalah yang kuhadapi kini datang kembali.Beberapa orang pernah kudengar nasihatnya, termasuk orang tuaku sendiri, katanya pernikahan kita bisa diuji melalui keuangan yang terguncang, orang ketiga, bahkan kesehatan. Mungkinkah benar Mas Lian bermain dengan wanita lain sedangkan dengan Arumi saja ia tidak mau melakukannya. Apalagi ini kejadian sebelum ada masalah dengan Arumi. Sebab, pesan yang masuk bilang sudah hamil, bahkan punya anak, itu artinya ada yang dengan sengaja menguji amarahku ini.Suara deru mobil terdengar berhenti di depan rumah. Aku yakin itu pasti Mas Lian yang sadar bahwa ponselnya tertinggal."Ay, handphone aku ketinggalan!" teriaknya menyeruak ke dalam.Aku pun segera menghampiri dan menyerahkan ponsel ke tangannya."Mas, maaf kalau aku sudah baca pesan yang masuk," ucapku sambil menyerahkan bend

  • Pria Incaran Sahabatku itu, Suamiku   Bab 11

    Mas Lian pun membalas pukulan dari Vito, ia tidak terima bibirnya keluar darah karena dihantam oleh seorang pria yang jelas-jelas pasti membela Arumi.Aku sengaja menghadang perkelahian mereka berdua. Kini aku berada di tengah-tengah mereka. Tangan Mas Lian yang tadinya ingin melayangkan pukulan pun ia banting sendiri. "Tidak semua masalah diselesaikan dengan kekerasan, kalian jangan seperti anak kecil!" Aku melerai bukan berati membela salah satu dari mereka. Ini kompleks, bisa-bisa seluruh tetangga keluar jika ada keributan. Di sini sudah terbiasa sepi, jadi jika ada kerusuhan, semua pasti keluar. "Kalian sudah gue ingatkan untuk tidak macam-macam, tapi dilanggar, benar-benar melaporkan Arumi ke pihak yang berwajib," terang Vito. Aku terkejut mendengarnya, tahu dari mana Vito tentang hal ini? Apa polisi sudah meringkus Arumi?"Heran ya gue tahu dari mana?" Aku dan Mas Lian hanya saling beradu pandangan. "Ingat, ketika kalian berdua sudah melanggar perjanjian, maka musuh kalian bu

DMCA.com Protection Status