Mas Lian pun membalas pukulan dari Vito, ia tidak terima bibirnya keluar darah karena dihantam oleh seorang pria yang jelas-jelas pasti membela Arumi.Aku sengaja menghadang perkelahian mereka berdua. Kini aku berada di tengah-tengah mereka. Tangan Mas Lian yang tadinya ingin melayangkan pukulan pun ia banting sendiri. "Tidak semua masalah diselesaikan dengan kekerasan, kalian jangan seperti anak kecil!" Aku melerai bukan berati membela salah satu dari mereka. Ini kompleks, bisa-bisa seluruh tetangga keluar jika ada keributan. Di sini sudah terbiasa sepi, jadi jika ada kerusuhan, semua pasti keluar. "Kalian sudah gue ingatkan untuk tidak macam-macam, tapi dilanggar, benar-benar melaporkan Arumi ke pihak yang berwajib," terang Vito. Aku terkejut mendengarnya, tahu dari mana Vito tentang hal ini? Apa polisi sudah meringkus Arumi?"Heran ya gue tahu dari mana?" Aku dan Mas Lian hanya saling beradu pandangan. "Ingat, ketika kalian berdua sudah melanggar perjanjian, maka musuh kalian bu
Kenapa bisa kebetulan seperti ini? Di saat ponsel Mas Lian tertinggal di meja, ada pesan masuk yang membuat darahku mendidih. Bagaimana tidak? Hanya berselang satu pekan masalah yang kuhadapi kini datang kembali.Beberapa orang pernah kudengar nasihatnya, termasuk orang tuaku sendiri, katanya pernikahan kita bisa diuji melalui keuangan yang terguncang, orang ketiga, bahkan kesehatan. Mungkinkah benar Mas Lian bermain dengan wanita lain sedangkan dengan Arumi saja ia tidak mau melakukannya. Apalagi ini kejadian sebelum ada masalah dengan Arumi. Sebab, pesan yang masuk bilang sudah hamil, bahkan punya anak, itu artinya ada yang dengan sengaja menguji amarahku ini.Suara deru mobil terdengar berhenti di depan rumah. Aku yakin itu pasti Mas Lian yang sadar bahwa ponselnya tertinggal."Ay, handphone aku ketinggalan!" teriaknya menyeruak ke dalam.Aku pun segera menghampiri dan menyerahkan ponsel ke tangannya."Mas, maaf kalau aku sudah baca pesan yang masuk," ucapku sambil menyerahkan bend
"Apa yang kamu pikirkan? Apa lagi mikir bahwa aku ini berbohong?"Wanita itu membuyarkan lamunanku. 'Tidak Aya, kamu jangan mudah percaya dengan orang asing,' batinku.Aku menelan ludah sambil mendongakkan dagu. Dudukku juga dengan posisi tegak supaya tidak terlihat lemah dan cengeng. Walaupun aku ini seorang wanita yang memiliki kekurangan yaitu belum mampu memberikan buah hati untuk Mas Lian, tapi bukan berati wanita lain semena-mena mengaku memiliki anak dari suamiku."Kamu pikir bawa anak dengan mudah masuk ke rumah ini gitu? Ditambah lagi tadi komentarmu mengundang orang lain berprasangka buruk. Jangan harap kamu berhasil menyusup," cekalku dengan nada sinis. Jari telunjuk ini juga aku layangkan ke arah pintu. "Lebih baik kamu bawa putrimu ini pergi, jangan ke sini lagi!"Aku mengusirnya meskipun tidak tega, melihat sosok mungil yang tengah dipangku olehnya memang membuat rasa tidak tega itu menyelimuti, tapi aku harus berubah, jangan lembek lagi dalam menghadapi permasalahan. Di
Aku menelan ludah, mengatur napas yang sesak di dada supaya lancar kembali."Kamu nggak dengar apa yang tadi aku ucapkan? Pergi dari sini, atau kamu aku teriakin maling!" Mataku memerah saat mengatakan itu padanya. Wanita itu menggendong anaknya, kemudian ia mengeluarkan sebuah amplop coklat dari tasnya."Ini foto saya dan suamimu, Aya! Permisi!" Wanita yang mengaku bernama Mita itu melempar sebuah amplop coklat ke wajah ini. Kemudian, ia bergegas pergi meninggalkan rumahku.Aku duduk kembali di atas sofa, napas ini masih tak beraturan desahannya. Aku benar-benar shock dengan cerita wanita tadi, dan kini di tanganku ada amplop coklat yang katanya berisi foto mereka.Aku menenangkan diri dulu, setelah itu, barulah menghela nafas dalam-dalam."Aku buka atau buang aja?" Aku meragukan tindakan yang nyaris membuka amplop.Kemudian, tangan ini meletakkan kembali di atas meja, "Ah, nggak dibuka penasaran, dibuka takut sakit hati," ucapku sekali lagi.Bertahun-tahun aku berumah tangga, baru
"Ulah siapa, Mas?" tanyaku mendesak. Iya terlihat santai dan membasahi bibirnya."Siapa lagi kalau bukan Arumi," jawab Mas Lian. Matanya pun menyorot ke arahku, dengan pandangan menyipit.Aku terkejut mendengarnya, bukan karena nama Arumi yang menjadi tersangka, justru aku kesal dibuatnya karena ternyata sejauh itu hubungan Mas Lian dan Arumi.Sejauh ini aku pikir kami berteman wajar-wajar saja, Mas Lian juga dengan Arumi pikirku saling komunikasi biasa dan mereka tidak terlalu intens. Namun ternyata Arumi tahu cuti suamiku segala, apakah itu tidak mengerikan?"Tadi Arumi justru meyakinkan aku katanya kamu itu nggak mungkin foto dengan wanita lain," sambungku lagi."Bisa aja Arumi pura-pura baik depan kamu, kan sering begitu," sanggah Mas Lian justru berburuk sangka. Jadi apakah kami salah paham? Atau sebenarnya Mas Lian menutupi sesuatu?Aku terdiam lagi masih memikir dua kali apa yang dikatakan Mas Lian. Teringat pengalaman temanku juga, suaminya berselingkuh, selalu saja cari alasa
Aku jadi menyesal karena sudah merajuk darinya. Seharusnya tadi aku bicarakan ini baik-baik jangan seperti anak kecil. Sekarang aku sendiri tidak mengetahui keberadaan Mas Lian.Aku duduk sambil bersandar dan berpikir jernih. Mencari kontak yang bisa dihubungi, siapa tahu Mas Lian pergi ke rumahnya tanpa pamit.Aku tidak memiliki kontak Indri, salah satu teman kantor yang tadi sempat ada di foto. "Bagaimana caranya aku menghubungi Indri?" Aku bicara sendirian sambil mengetukkan jari ke samping sofa. Bibir ini aku gigit seraya cemas memikirkannya. Namun tiba-tiba ada suara orang memberi salam, aku segera membukakan pintu.Setelah membuka pintu lebar-lebar, ternyata Arumi yang datang. Aku mengenyitkan dahi ketika melihat wanita yang pernah mencoba memporak-porandakan rumah tanggaku datang. 'Nyalinya besar juga sampai nekat ke sini di saat aku dan Mas Lian lagi genting,' batinku menggerutu."Aya, kamu baik-baik aja, kan?" Wanita itu perhatian sekali padaku. Sampai rela datang ke rumah da
Foto itu ternyata Mas Lian dengan Mita, mereka datang tidur berdua setengah telanjang. Aku terkesiap melihatnya, berkali-kali mata ini aku tapi tidak berubah fotonya. Ini foto asli bukan settingan. Sebab di bawahnya ada foto Mili tengah selfie diantara keduanya. Mily adalah anak yang diberitakan buah cinta dari Mas Lian dan Mita.Aku menghela napas kasar. Berusaha tenang tapi aku rasa tidak perlu. Ini kedua kalinya gosip itu merebak. Tentu bukan bohong namanya jika terjadi dua kali. Aku rasa ini pun bukan settingan, sebab anak itu tengah berfoto di antara keduanya yang berpuasa tiduran telentang dan atasnya tanpa busana.Kenapa mereka tega melakukan itu di depan Mili? Setidaknya jaga sikap di hadapan anak kecil. Anak sekarang sudah begitu pintar, meskipun usianya tergolong balita, tapi menggunakan ponsel tentu sudah sangat lihai."Di mana rumah orang itu? Wanita yang tengah tidur bersama suamiku?" Aku bicara sendirian dan bertanya pada diri sendiri.Aku beranjak dari duduk, Kemudian A
"Aku nggak tahu, Ay. Tiba-tiba saja saat aku menunggumu di sini ada yang menyekap aku. Mendadak dan cepat sekali kejadiannya," terang Mas Lian.Aku sedikit kecewa. Mata ini berair ketika ia bicara seperti itu."Tiba-tiba kamu tengah tidur berdua dengan Mita, Mas? Bagaimana bisa aku percaya kalau itu bohong atau rekayasa?" Ada ditekan aku bicara kepadanya.Mas Lian memang tidak pernah berbohong, kenyataan juga telah membuktikan bahwa ia sering ditipu oleh orang. Lantas jika ia mengakui bahwa foto itu tengah melakukan hubungan suami istri aku mau bilang apa?"Aku juga nggak tahu soal itu, Ay, tolong jangan cecar aku. Bolehkah kita berpikir dulu, jujur aja aku shock," timpal Mas Lian."Tadi cukup lama Mas, tapi antara hilangnya kamu dengan foto tersebut itu hanya berbeda kisaran hitungan menit, kalau boleh tahu kamu itu berada di mana?" tanyaku padanya.Mas Lian terdiam ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan."Aku nggak tahu, aku pusing!" Suamiku mengeluh dan memegang kepalanya
"Ya sudah, bagaimana jika kita buktikan ke dokter saja," ajak Mas Lian. "Oke, kalau pemeriksaan terbukti bahwa kamu mendapatkan obat perangsang, aku takkan mau melanjutkan pernikahan kita Mas." Sebuah tantangan yang mengejutkan, mata Mas Lian terbuka lebar."Aku tidak tahu apa yang aku rasakan semalam, Aya. Kenapa kamu tidak memahami itu? Seharusnya kamu mengerti dengan kondisi ini." Aku tahu ini bukan kehendaknya. Rasanya jijik jika harus berhubungan lagi dengan pria yang sudah menyetubuhi perempuan lain. Meskipun dalam kondisi tidak sadar.Akhirnya kami bergegas ke rumah sakit. Keaslian sudah mendapatkan izin dari atasannya. Ini semua demi menjelaskan dan membuktikan padaku."Sebenarnya tidak habis pikir, hanya nila setitik kamu harus mengorbankan rumah tangga yang telah lama kita bina." Mas Lian bicara sambil mengendalikan mobil.Sementara aku, yang duduk di sebelahnya hanya menoleh, menatap Mas Lian yang tengah mengendalikan mobilnya."Aku nggak tahu, Mas. Rasanya nggak kuat teru
"Aku nggak tahu, Ay. Tiba-tiba saja saat aku menunggumu di sini ada yang menyekap aku. Mendadak dan cepat sekali kejadiannya," terang Mas Lian.Aku sedikit kecewa. Mata ini berair ketika ia bicara seperti itu."Tiba-tiba kamu tengah tidur berdua dengan Mita, Mas? Bagaimana bisa aku percaya kalau itu bohong atau rekayasa?" Ada ditekan aku bicara kepadanya.Mas Lian memang tidak pernah berbohong, kenyataan juga telah membuktikan bahwa ia sering ditipu oleh orang. Lantas jika ia mengakui bahwa foto itu tengah melakukan hubungan suami istri aku mau bilang apa?"Aku juga nggak tahu soal itu, Ay, tolong jangan cecar aku. Bolehkah kita berpikir dulu, jujur aja aku shock," timpal Mas Lian."Tadi cukup lama Mas, tapi antara hilangnya kamu dengan foto tersebut itu hanya berbeda kisaran hitungan menit, kalau boleh tahu kamu itu berada di mana?" tanyaku padanya.Mas Lian terdiam ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan."Aku nggak tahu, aku pusing!" Suamiku mengeluh dan memegang kepalanya
Foto itu ternyata Mas Lian dengan Mita, mereka datang tidur berdua setengah telanjang. Aku terkesiap melihatnya, berkali-kali mata ini aku tapi tidak berubah fotonya. Ini foto asli bukan settingan. Sebab di bawahnya ada foto Mili tengah selfie diantara keduanya. Mily adalah anak yang diberitakan buah cinta dari Mas Lian dan Mita.Aku menghela napas kasar. Berusaha tenang tapi aku rasa tidak perlu. Ini kedua kalinya gosip itu merebak. Tentu bukan bohong namanya jika terjadi dua kali. Aku rasa ini pun bukan settingan, sebab anak itu tengah berfoto di antara keduanya yang berpuasa tiduran telentang dan atasnya tanpa busana.Kenapa mereka tega melakukan itu di depan Mili? Setidaknya jaga sikap di hadapan anak kecil. Anak sekarang sudah begitu pintar, meskipun usianya tergolong balita, tapi menggunakan ponsel tentu sudah sangat lihai."Di mana rumah orang itu? Wanita yang tengah tidur bersama suamiku?" Aku bicara sendirian dan bertanya pada diri sendiri.Aku beranjak dari duduk, Kemudian A
Aku jadi menyesal karena sudah merajuk darinya. Seharusnya tadi aku bicarakan ini baik-baik jangan seperti anak kecil. Sekarang aku sendiri tidak mengetahui keberadaan Mas Lian.Aku duduk sambil bersandar dan berpikir jernih. Mencari kontak yang bisa dihubungi, siapa tahu Mas Lian pergi ke rumahnya tanpa pamit.Aku tidak memiliki kontak Indri, salah satu teman kantor yang tadi sempat ada di foto. "Bagaimana caranya aku menghubungi Indri?" Aku bicara sendirian sambil mengetukkan jari ke samping sofa. Bibir ini aku gigit seraya cemas memikirkannya. Namun tiba-tiba ada suara orang memberi salam, aku segera membukakan pintu.Setelah membuka pintu lebar-lebar, ternyata Arumi yang datang. Aku mengenyitkan dahi ketika melihat wanita yang pernah mencoba memporak-porandakan rumah tanggaku datang. 'Nyalinya besar juga sampai nekat ke sini di saat aku dan Mas Lian lagi genting,' batinku menggerutu."Aya, kamu baik-baik aja, kan?" Wanita itu perhatian sekali padaku. Sampai rela datang ke rumah da
"Ulah siapa, Mas?" tanyaku mendesak. Iya terlihat santai dan membasahi bibirnya."Siapa lagi kalau bukan Arumi," jawab Mas Lian. Matanya pun menyorot ke arahku, dengan pandangan menyipit.Aku terkejut mendengarnya, bukan karena nama Arumi yang menjadi tersangka, justru aku kesal dibuatnya karena ternyata sejauh itu hubungan Mas Lian dan Arumi.Sejauh ini aku pikir kami berteman wajar-wajar saja, Mas Lian juga dengan Arumi pikirku saling komunikasi biasa dan mereka tidak terlalu intens. Namun ternyata Arumi tahu cuti suamiku segala, apakah itu tidak mengerikan?"Tadi Arumi justru meyakinkan aku katanya kamu itu nggak mungkin foto dengan wanita lain," sambungku lagi."Bisa aja Arumi pura-pura baik depan kamu, kan sering begitu," sanggah Mas Lian justru berburuk sangka. Jadi apakah kami salah paham? Atau sebenarnya Mas Lian menutupi sesuatu?Aku terdiam lagi masih memikir dua kali apa yang dikatakan Mas Lian. Teringat pengalaman temanku juga, suaminya berselingkuh, selalu saja cari alasa
Aku menelan ludah, mengatur napas yang sesak di dada supaya lancar kembali."Kamu nggak dengar apa yang tadi aku ucapkan? Pergi dari sini, atau kamu aku teriakin maling!" Mataku memerah saat mengatakan itu padanya. Wanita itu menggendong anaknya, kemudian ia mengeluarkan sebuah amplop coklat dari tasnya."Ini foto saya dan suamimu, Aya! Permisi!" Wanita yang mengaku bernama Mita itu melempar sebuah amplop coklat ke wajah ini. Kemudian, ia bergegas pergi meninggalkan rumahku.Aku duduk kembali di atas sofa, napas ini masih tak beraturan desahannya. Aku benar-benar shock dengan cerita wanita tadi, dan kini di tanganku ada amplop coklat yang katanya berisi foto mereka.Aku menenangkan diri dulu, setelah itu, barulah menghela nafas dalam-dalam."Aku buka atau buang aja?" Aku meragukan tindakan yang nyaris membuka amplop.Kemudian, tangan ini meletakkan kembali di atas meja, "Ah, nggak dibuka penasaran, dibuka takut sakit hati," ucapku sekali lagi.Bertahun-tahun aku berumah tangga, baru
"Apa yang kamu pikirkan? Apa lagi mikir bahwa aku ini berbohong?"Wanita itu membuyarkan lamunanku. 'Tidak Aya, kamu jangan mudah percaya dengan orang asing,' batinku.Aku menelan ludah sambil mendongakkan dagu. Dudukku juga dengan posisi tegak supaya tidak terlihat lemah dan cengeng. Walaupun aku ini seorang wanita yang memiliki kekurangan yaitu belum mampu memberikan buah hati untuk Mas Lian, tapi bukan berati wanita lain semena-mena mengaku memiliki anak dari suamiku."Kamu pikir bawa anak dengan mudah masuk ke rumah ini gitu? Ditambah lagi tadi komentarmu mengundang orang lain berprasangka buruk. Jangan harap kamu berhasil menyusup," cekalku dengan nada sinis. Jari telunjuk ini juga aku layangkan ke arah pintu. "Lebih baik kamu bawa putrimu ini pergi, jangan ke sini lagi!"Aku mengusirnya meskipun tidak tega, melihat sosok mungil yang tengah dipangku olehnya memang membuat rasa tidak tega itu menyelimuti, tapi aku harus berubah, jangan lembek lagi dalam menghadapi permasalahan. Di
Kenapa bisa kebetulan seperti ini? Di saat ponsel Mas Lian tertinggal di meja, ada pesan masuk yang membuat darahku mendidih. Bagaimana tidak? Hanya berselang satu pekan masalah yang kuhadapi kini datang kembali.Beberapa orang pernah kudengar nasihatnya, termasuk orang tuaku sendiri, katanya pernikahan kita bisa diuji melalui keuangan yang terguncang, orang ketiga, bahkan kesehatan. Mungkinkah benar Mas Lian bermain dengan wanita lain sedangkan dengan Arumi saja ia tidak mau melakukannya. Apalagi ini kejadian sebelum ada masalah dengan Arumi. Sebab, pesan yang masuk bilang sudah hamil, bahkan punya anak, itu artinya ada yang dengan sengaja menguji amarahku ini.Suara deru mobil terdengar berhenti di depan rumah. Aku yakin itu pasti Mas Lian yang sadar bahwa ponselnya tertinggal."Ay, handphone aku ketinggalan!" teriaknya menyeruak ke dalam.Aku pun segera menghampiri dan menyerahkan ponsel ke tangannya."Mas, maaf kalau aku sudah baca pesan yang masuk," ucapku sambil menyerahkan bend
Mas Lian pun membalas pukulan dari Vito, ia tidak terima bibirnya keluar darah karena dihantam oleh seorang pria yang jelas-jelas pasti membela Arumi.Aku sengaja menghadang perkelahian mereka berdua. Kini aku berada di tengah-tengah mereka. Tangan Mas Lian yang tadinya ingin melayangkan pukulan pun ia banting sendiri. "Tidak semua masalah diselesaikan dengan kekerasan, kalian jangan seperti anak kecil!" Aku melerai bukan berati membela salah satu dari mereka. Ini kompleks, bisa-bisa seluruh tetangga keluar jika ada keributan. Di sini sudah terbiasa sepi, jadi jika ada kerusuhan, semua pasti keluar. "Kalian sudah gue ingatkan untuk tidak macam-macam, tapi dilanggar, benar-benar melaporkan Arumi ke pihak yang berwajib," terang Vito. Aku terkejut mendengarnya, tahu dari mana Vito tentang hal ini? Apa polisi sudah meringkus Arumi?"Heran ya gue tahu dari mana?" Aku dan Mas Lian hanya saling beradu pandangan. "Ingat, ketika kalian berdua sudah melanggar perjanjian, maka musuh kalian bu