Handoko tersenyum dan tidak menampakkan raut cemas. Lelaki sepertinya sudah paham dan mulai meraba apa yang akan terjadi.
"Mungkin, Papa ga suka kalau ada orang tahu dimana Han dirawat, Kak," jawab Handoko.
Lelaki itu menjawab asal. Tidak mungkin mengatakan hal yang berada di pikirannya kepada kakaknya.
Julia diam, benaknya menolak untuk percaya jawaban dari adiknya.
'Apa yang Papa rencanakan?' batin Handoko.
Lelaki itu menatap langit-langit ruangan itu, mencoba menerka apa yang ayahnya lakukan.
Julia pun memandang adiknya, dia berpikir apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa terasa mencekam?
Mereka larut dengan pikirannya masing-masing, diam tanpa ada sepatah kata pun diantara keduanya.
"Hei ... Apa yang terjadi di dalam?"Lelaki yang menodongkan senjata tadi pun mengalihkan pandangannya. Mandala menggunakan kesempatan ini untuk melumpuhkan lelaki itu.Dua orang lelaki yang berusaha mengikat Mandala pun tidak tinggal diam. Mereka menyerang dengan kompak.Mandala sedikit kewalahan, tiba-tiba dari dalam ruangan muncul seorang lelaki dan membantunya. Kedua orang itu kini berhasil diringkus."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" tanya Mandala.Lelaki itu menukar pakaiannya dengan pakaian orang yang menyerangnya tadi.Petugas polisi yang menyamar itu pun mengatakan untuk membawanya. Menurut informasi yang diterimanya, akan ada sebuah mobil menunggu di halaman samping, di sebelah ruangan kamar mayat.&nbs
"Gawat kenapa? Ada apa Nando?" tanya Agnes. Wanita itu terkejut saat Nando pengacara suaminya itu tiba-tiba sudah berada di ruang rawat Leofrand. Perasannya semakin tidak enak dengan hadirnya lelaki itu, namun, segera di tepisnya. Nando menghempaskan tubuhnya di sofa dan membuang napasnya dengan kasar. "Mahendra sekarang di tahan, tuduhan percobaan menghilangkan nyawa," ujar Nando. Agnes diam mematung. Tidak tau reaksi seperti apa yang akan dilakukan. Semua bercampur menjadi satu. Pikirannya kalut, benaknya seolah tidak mampu lagi berjalan dengan normal. Tubuhnya limbung, lalu luruh ke lantai, pingsan. "Lah? Malah pingsan. Duh, kalau saja aku tidak di bayar mahal, pusing aku berurusan dengan keluarga ini," ujar Nando. Lelaki itu memanggil perawat agar segera merawat Agnes yang pingsan. Agnes di baringkan di ranjang penunggu pasien. Perawat merusak untuk membuatnya siuman, tak lama, seorang dokter pun datang dengan tergesa-gesa. Nando bingung, belum sempat
"Berita apa Nando? Aku masih bisa menerima informasi apapun, tenang saja. Aku harus kuat untuk kedua lelakiku," jawab Agnes. "Besok jam sepuluh pagi Hari Hutomo bersedia berbicara dengan kita di kantor polisi. Siapkan kata-kata terbaik untuk mengupayakan damai," kata Nando. Agnes mengangguk tanda mengerti. Wanita itu lalu memandang Leofrand yang juga sedang memandang mereka. Wajah bingung tergambar jelas di wajahnya. Leofrand saat ini berusaha mengingat siapa namanya, di mana rumahnya dan mengapa berada di sini. lelaki itu hanya mendengarkan dan mengumpulkan informasi di benaknya untuk mencari siapa dirinya. Agnes menyadari keadaan putranya itu, lalu mendekatinya. "Nak, apa kamu masih bingung? Mama akan tunjukkan bukti kalau kamu anakku," ujar Agnes. Wanita itu mengambil ponselnya, kemudian menunjukkan foto keluarga yang berada di ponselnya. Leofrand memperhatikan foto itu dan mempertanyakan apakah itu benar dirinya? "Tentu saja itu kamu, Leo," ujar Nando. "Le
Agnes terdiam sejenak sebelum menjawab. Jika menjawab jujur, takut menganggu kesehatan anaknya jika tidak jujur, bagaiman jika ternyata kemudian hari malah membencinya. "Mama mau urus Papa dulu. Supaya besok, Papa ada di sini, kamu paham kan, Nak," juar Agnes. Leofrand pun mengangguk pelan. Kepalanya masih terbalut perban, sedikit sulit untuk bergerak leluasa, belum lagi cedera pada bagian pinggangnya. Agnes pun meminta agar Leofrand segera tidur, dengan patuh, lelaki itu pun berusaha untuk tidur. 'Terima kasih, Tuhan. Paling tidak satu masalah mulai berkurang, Leo sudah sadar tinggal memulihkan ingatannya saja,' batin Agnes. Wajah Agnes kini tidak lagi layu dan cemas, hatinya mulai lega, sebab satu persatu masalahnya sudah mulai ada gambaran jalan keluar. Leofrand sudah sadar dan besok akan mengajukan upaya damai. Tanpa di sengaja, Agnes tertidur bersama dengan putranya. Seorang perawat masuk untuk memeriksa Leofrand, melihat sedang tertidur, dia pun mengurungkan nia
"Mimpi buruk? Coba cerita," ucap Dara. Gadis itu merubah posisi duduknya menghadap Diandra. Diandra menghela napas dengan tatapan masih memandang kolam renang. "Aku mimpi si Domo berdarah-darah gitu, terus si Leofrand mati, kepalanya dipukul. Begitu terus berulang mimpinya. Makanya aku khawatir karena, berapa hari ini dia gak menghubungi aku sama sekali," ungkap Diandra. Dara terdiam sejenak, jika lelaki yang di sebut Domo, dirinya mengenalnya, tetapi, Leofrand, sama sekali tidak mengenal seperti apa penampakannya, hanya mendengar namanya saja. Gadis itu mengerutkan keningnya, mencoba mengingat, apakah pernah atau tidak bertemu lelaki dengan nama itu. Diandra memandang wajah sahabatnya yang tampak bingung. "Kamu belum kenal Leofrand kayanya. Aku ketemu pas dulu ada di pub waktu ketemu sama Domo dalam wujud wanita. Leo ini anak sahabat Papa, ternyata, Leo mendekati aku untuk menghancurkan Papa melalui aku," tukas Diandra. "Pengecut sekali lelaki itu," cibir Dara. Di
Menjelang senja, Dara terbangun dari tidurnya. Dia melihat Diandra sedang melaksanakan salat. Dara pun menuju kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Lalu berwudu dan akan menunaikan salat juga. Saat keluar dari kamar mandi, Diandra sudah selesai dengan salatnya. "Aku pinjem, mau salat juga," ujar Dara. Diandra bangkit sambil membuka mukenanya, lalu meneruskan kepada Dara. Gadis itu kini duduk di lantai, memperhatikan sahabatnya salat. Bibirnya terukir senyum. Entah mengapa dia sangat bahagia melihat sahabatnya itu salat. Usai salat, Dara berdoa, cukup lama. Entah apa yang diadukannya kepada Tuhannya itu. Setelah selesai, dia pun merapikan kembali peralatan salat itu dan menyimpannya di tempat yang sudah tersedia. "Ngapain kamu duduk di lantai? Apa gak dingin?" tanya Dara. "Gak, kok. Aku nungguin kamu selesai salat, makanya duduk di bawah sini. Kurang sopan aja rasanya saat kamu salat aku duduk di atas," sahut Diandra. Gadis itu bangkit dari duduknya, lalu menga
"Ini ada beberapa design dan denah untuk rumah kamu. Pilih aja, nanti aku carikan tukang bangunannya," kata Aris.Lelaki itu menyodorkan beberapa gambar kepada Dara. Gadis itu menerima dan memperhatikan satu persatu dari empat buah gambar.Matanya berbinar dan tampak bingung dengan semua design yang kini berada di tangannya. Gadis itu kini menyusun berjejer gambar yang di terimanya di atas meja ruang keluarga, dan memandangi bergantian."Bagus semua, Kak. Dara bingung pilih yang mana," keluh gadis itu."Pilih yang kira-kira sesuai dengan karakter kamu," usul Aris. Dari keempatnya ada satu yang menarik perhatiannya. Sederhana tetapi tampak elegan, sesuai dengan karakternya.Dara memutuskan untuk memilih design yang di sukai ya itu, lalu menyerahkannya kembali kepada Aris. Lelaki itu mulai menghitung anggaran bahan bangunan dan juga upah pekerja."Total anggaran sekitar empat ratus juta, uang jaga-jaga lima pul
"Keluarga Hutomo? Kepulangan anaknya? Memangnya Domo dari mana?" tanya Dara bermonolog dengan dirinya.Dara teringat ucapan Diandra bahwa Domo tidak menghubungi selama beberapa hari._Di rumah sakit_Dokter sedang memeriksa keadaan Handoko."Kondisi sudah membaik, obatnya di minum terus, ya. Supaya tidak terjadi pendarahan," ujar dokter."Kapan saya bisa pulang, Dok?" tanya Handoko.Dokter itu melihat catatan medis terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan tersebut."Berdasarkan catatan ini, siang ini sudah boleh pulang. Tiga hari lagi datang untuk kontrol, ya," jawab dokter itu.Willa tampak bahagia mendengar itu. Handoko mengucapkan terima kasih, dokter itu pun mengangguk dan keluar ruangan.Wanita itu menghubungi suaminya agar mengirimkan orang untuk mengurus biaya rumah sakit dan mengantarkan mereka pulang.Tiga puluh menit setelahnya, Mandala datang dengan membawa sebuah plastik yang bertuliskan nama
[Syarat? Apakah sulit? Apa itu?] tanya Diandra.[Tidak sulit, aku akan memberitahumu nanti jika sudah ku pikirkan,] jawab Jhon.Diandra tidak mengungkapkan isi pembicaraannya dengan Jhon beberapa waktu lalu. Dia khawatir jika nanti Dara dan kakaknya menolak untuk berbulan madu.Bosan berbincang, mereka kemudian membubarkan diri menuju kamar masing-masing. Diandra termenung seorang sendiri, dia memikirkan apa syarat yang akan diajukan oleh Jhon kepadanya.‘Kira-kira apa ya syaratnya? Kok aku jadi was-was, ya? Duh mana boleh aku berburuk sangka begini,’ pikir Diandra.Waktu berlalu, kini Diandra serta keluarga yang lainnya sudah berada di bandar udara. Mereka mengantar tiga pasang pengantin baru untuk berbulan madu.“Hati-hati selama di kampung orang. Jaga tata krama, patuh sama peraturan setempat,” pesan Darwin.Berbagai macam pesan pun mereka lontarkan untuk para pasangan yang akan berbulan madu. Pengumuman akan keberangkatan negara tujuan pun terdengar. Mereka berpelukan dan melepas
“Apaan sih teriak-teriak!’ sembur Sisy.Tampak Diandra berjalan kian kemari mencari sesuatu. Sesekali dia menggaruk kepalanyan lalu menarik rambutnya karena kesal sambil menggerutu.Keluarganya dan yang lain memperhatikan perangai Diandra yang terbilang ... ajaib. Bagaimana tidak, usai berteriak, dia hilir mudik sambil menggerutu. Berbagai pertanyaan juga diabaikan begitu saja tanpa menjawab.“Hei ... wajan ikan paus. Kamu ini kenapa sih? Duduk dulu coba, kepala kami pusing liat kamu mondar mandir gak karuan. Liat tuh Mama sama Papa lengkap sama keluarga inti melototin kamu dari tadi.” Dara mendudukkan Diandra di atas tempat tidur.“Anu ... cincin tunangan aku ilang. Kan mahal itu,” ungkap Diandra.Semua yang mendengar terkejut, bagaimana bisa Diandra seceroboh itu. Sisy menghampiri Diandra dan segera menjewer telinganya karena gemas.“Itu yang gantung di kalung kamu apa? Setan? Pagi-pagi bikin emosi jiwa aja deh. Bisa rusak perawatan mukaku gara-gara kelakuan edan kamu itu,” geram Si
“Entahlah, aku aja bingung sama perasaanku,” keluh Diandra.“Apa ... aku boleh memberi saran? Menurutku dia yang terbaik untukmu. Ini dari sudut pandangku sebagai lelaki, seandainya kau gagal dengannya aku bersedia menikahimu, hahaha,” ujar Jhon berseloroh.Diandra tergelak, di dalam hati dia menggerutu bagaimana bisa pernikahan dibuat gurauan. Baginya pernikahan sekali seumur hidup dan jangan sampai melakukan kesalahan.Usai makan siang, mereka kembali ke kantor Diandra. Tiba di kantor, dia mendapat kabar dari bagian produksi kalau pesanan pria asing itu sudah selesai. Mereka menuju ruang produksi, tampak empat buah busana sudah terpajang di sana. Jhon mengamati dengan rinci setiap jahitan dan juga polanya. Dia tersenyum puas dan mengagumi busana yang sudah dipesan tersebut. Lelaki itu merogoh saku dan mengambil benda pipih dari dalam, lalu menghubungi timnya agar mempersiapkan penerbang an kembali ke negara asalnya.“Aku sangat puas, rasanya tidak sabar untuk memamerkan karya ini d
Lelaki itu adalah Handoko. Dia menatap rumah Dara dengan tangan terkepal, wajah memerah menahan amarah. Dia segera masuk ke dalam mobilnya dan melajukan ke rumah Diandra.Sesampainya di sana, Mahendra dan keluarganya di sambut dengan hangat. Berbagai makan dan minuman sudah di sediakan dengan cepat, bahkan beberapa makanan ringan akan menyusul kemudian.Acara lamaran pun di mulai dengan sangat sederhana. Namun, terasa khidmat. Dara terharu dengan keluarga Diandra dan juga ketulusan dari Orangtua Leofrand. Tukar cincin pun usai, pernikahan akan di laksanakan tiga minggu kemudian.“Cieee, selamat ya. Udah laku aja nih,” seloroh Diandra.“Selamat untuk kalian berdua. Sebagai sahabat dari Diandra, aku akan memberikan hadiah berbulan madu di pulau pribadi milikku selama satu bulan,” ujar Jhon.Suasana terasa hangat. Beberapa kali Dara menyeka air mata yang selalu menetes, dan Leofrand perhatikan itu.Suguhan makanan ringan dan teh dengan kualitas terbaik pun di suguhkan, mereka sangat meni
Diandra menoleh ke arah sumber suara. Tampak olehnya lelaki asing tersebut berjalan ke arahnya.“Tuan Jhon? Saya kira Anda kembali ke hotel untuk beristirahat,” cakap Diandra dengan menggunakan bahasa asing.“Tidak, saya ingin tahu bagaimana pakaian yang luar biasa itu tercipta,” sahut Jhon.Diandra kemudian mengajak pria asing itu duduk di sebuah bangku panjang yang berada di sudut. Keduanya duduk di sana sambil mengamati pekerja yang sedang melaksakana tugasnya dengan serius.“Maaf jika aku lancang karena ini adalah ranah pribadi, apakah lelaki yang di rumah sakit tadi adalah tunanganmu?” tanya Jhon.Diandra menoleh sebentar, kemudian menatap lurus dan menceritakan kisah cintanya. Satu jam sudah Jhon menjadi pendengar setia tanpa menyela sepatah katapun.“Anda luar biasa. Di tengah drama hidup percintaan masih bersikap profesional, salut.” Jhon bertepuk tangan pelan.Senyum patah nan pahit terukir dari bibir Diandra.‘Orang bule ini aneh banget sih. Orang lagi galau begini malah di
“Apa aku boleh masuk? Enak bener makan sendirian ga ngajak-ngajak,” sapa Fikri.Diandra mengangguk sambil meneguk air karena batuk tersedak.“Aku duduk ya.” Fikri menutup pintu kemudian duduk di depan Diandra.Diandra segera membersihkan tangan dengan tisu, jantungnya berdebar dan suasana sedikit kaku karena kehadiran lelaki yang kini duduk di hadapannya.Fikri menatap lembut gadis yang diam-diam sangat di rindui selama beberapa bulan ini. Ingin rasanya dia memeluk tubuh Diandra, jika saja tidak melanggar peraturan agama yang di anut.Fikri segera menyadari kesalahannya. Duduk berdua dalam ruangan tertutup saja akan menimbulkan fitnah dan dosa. Dia kemudian mengajak Diandra duduk di sofa yang di peruntukkan bagi pelanggan.“Maaf aku tadi lancang. Kangen banget sama kamu, Di,” ungkap Fikri.Diandra diam saja. Hatinya memang berdebar saat lelaki yang pernah menjadi penghuni hati datang tiba-tiba. Dia juga tidak menampik jika bahagia datang begitu saja saat mendengar suara serta senyum t
“Diandra kenapa bisa pingsan begini?” tanya Meliana.“Doi pingsan begitu denger transferan 1M, Cin,” terang karyawan Diandra yang ... bertubuh pria berperangai wanita.Meliana tidak kuasa menahan tawa dan terbahak-bahak. Suara tawa itu membuat Diandra siuman.“Satu miliar, mana satu miliar,” ucap Diandra panik.“Hei ... tenang, Sayang. Ini kakak,” kata Meliana.Mata Diandra terbelalak dan memindai sekitar kemudian melompat dari tempat tidur dan berlari, dengan sigap Meliana menagkap tubuh adiknya tersebut.“Tamunya, kak. Aduh bisa gagal ini satu miliar,” cemas Diandra.“Di, di sana ada Mama. Sebentar lagi mereka sampai,” jelas Meliana.Mendengar itu, Diandra kembali ketempat tidur dan berbaring seolah-olang pingsan. Meliana melipat dahi karena bingung dengan apa yang di lakukan adiknya itu.Tak lama terdengar suara menggunakan bahasa asing, tampak pria asing tampan bermata biru bersama sang ibu.Sisy memperkenalkan Meliana kepada tamunya yang bernama Jhon tersebut.“Anda Ibu yang lua
Diandra kehilangan keseimbangan dan hampir saja menabrak pejalan kaki. Dia menepi sejenak guna menenangkan diri.“Sial emang si Domo. Pake acara hampir jatoh segala,” gerutu Diandra.Usai merasa tenang, Diandra kembali melanjutkan perjalanan. Sesampainya di rumah, dia terkejut melihat mobil milik Handoko terparkir di sana.Diandra menarik napas kemudian masuk ke dalam rumah setelah mengucapkan salam terlebih dahulu.“Di, kok kamu pulang telat, sibuk banget ya sekarang?” sapa Handoko.“Iya.” Diandra duduk di sisi Darwin dan menyandarkan kepala di bahu sang Ayah.Handoko tersenyum, melihat dan mendengar suara Diandra saja sudah cukup untuk melepas rasa rindunya selama ini. Dia memandang lekat gadis pujaan hati dan berusaha merekam semuanya untuk di kenang saat rindu menyapa jiwa.Puas memandang selama sepuluh menit, lelaki itu kemudian pamit untuk kembali.“Udah malem, Om, Tante. Saya pulang dulu, assalamualaikum,” pamit Handoko.“Kok buru-buru banget, sih? Waalaikumussalam,” kata Sisy.
Diandra sangat sibuk sekarang. Tidak ada yang berubah dari penampilannya, sikap yang semakin matang serta waspada dalam mengelola usaha yang menjadi pembeda. Selebihnya sama saja seperti yang sudah-sudah.Perlahan Fikiri dan Handoko sudah terkikis dari dalam pikiran dan hatinya, dia tak lagi mau di pusingkan dengan masalah asmara. Baginya masa lalu biarlah tetap berada di tempatnya dan tidak menganggu di kehidupan masa kini. Di kenang jika dia ingin.Sisy kini merasa kehilangan sikap konyol putri bungsunya, karena kini Diandra pulang dari butik langsung menuju kamar setelah berbasa basi sejenak.“Kangen sama anakku yang dulu, sering bikin sakit kepala sih tapi, aku suka,” keluh Sisy.“Berarti dia sekarang lagi belajar dewasa, Ma. Biarkan aja,” kata Darwin.“Papa ga khawatir? Siapa tau aja dia tiba-tiba minta nikah,” cetus Sisy.Darwin melipat kening, perkataan sang istri baru saja masuk akal. Bagaimana jika putri bungsunya tiba-tiba meminta untuk menikah? Hatinya belum siap melepas pu