Sudah menjelang tamat ... Ada yang mau minta didongengin kisahnya siapa gitu ... đ« Asal jangan Dion! Dion dan Nana terlalu menyedihkan. Endingnya Dion ada di reel I*G @verariorz đ
"Pak ... apa yang Anda lakukan?!" Desi mendorong pelan Julian tanpa membuatnya terjatuh. "Sadar, Pak!"Gadis itu awalnya takut karena dia mendengar banyak berita buruk tentang Julian. Apalagi, Julian sedang mabuk dan entah apa yang dilakukannya tadi saat di ruang bawah tanah sampai berteriak-teriak.Akan tetapi, Desi berubah pikiran setelah menyaksikan sendiri keadaan Julian sekarang. Ketakutannya tiba-tiba menguap entah ke mana.Benarkah pria di hadapannya seorang kriminal kejam?Julian lebih terlihat menyedihkan daripada seperti kata orang-orang yang menyebutnya sebagai pria tak berperasaan. Desi menjadi iba dengan majikan barunya itu. Dia lantas mendudukkan Julian yang menangis tanpa suara dengan membentuk mulutnya seperti sedang tertawa. Dia pun menepuk-nepuk punggung Julian seperti menenangkan anak kecil yang sedang bersedih."Saya akan mengambilkan kotak obat dulu."Tak berselang lama, Desi kembali sambil berlari membawa kotak obat. Wajahnya mengernyit tatkala membersihkan serpi
"Aku mengerti." Tristan melepaskan Belinda dan kembali duduk di kursi kebesarannya. Dia tak mampu melihat Belinda lagi setelah mendapat penolakan yang menyakitkan.Belinda masih menatap Tristan penuh penyesalan. Meskipun telah banyak menolak pria di masa lalu, tetapi Tristan berbeda. Tristan adalah orang yang penting untuknya dan Julian.Apakah Tristan akan baik-baik saja setelah ini? Belinda tak ingin menyakitinya lebih dalam. Kemudian dia memutuskan sesuatu ....Belinda berjalan mendekati meja kerja Tristan. Pria itu terlihat sudah kembali fokus pada pekerjaan. Walaupun sebenarnya hanya untuk menunjukkan kepada Belinda bahwa dirinya baik-baik saja.Belinda duduk dan mengambil berkas dari hadapan Tristan. "Izinkan aku mengundurkan diri dari tempat ini kalau kamu merasa tidak nyaman melihatku setiap hari."Tristan menatap Belinda dalam. "Tidak perlu. Bekerjalah seperti biasa. Kamu butuh uang untuk menghidupi anak dan ... suamimu." Dia menarik lagi lembaran kertas dari tangan Belinda."
Jahat?"Benar ... aku adalah orang jahat, kamu baru tahu itu?" gumam Julian. "Aku tidak akan dihukum jika aku bukan orang jahat. Semua juga tahu itu ... apa kamu sudah melupakannya?"Suara langkah kaki Belinda mulai menjauh. Kemudian tak lagi terdengar ... mungkin karena lamunan yang menenggelamkan pikiran Julian.Sebuah kenangan yang sama mulai merasuk dalam benaknya. Langkah-langkah kaki menjauh dari tempat yang dulunya penuh tawa dan kehangatan di ruangan itu.Setelah Rumi, nenek yang Julian yakini menjadi satu-satunya orang yang peduli padanya tutup usia, Mahendra pernah berkata, 'Mau sampai kapan kamu di sini menangisi nenekmu? Kakek akan pindah dari sini. Tempat ini terlalu memuakkan untuk ditinggali.'Mahendra pergi meninggalkan dirinya di tempat itu.Rangga kecil juga mengucap kata-kata yang hampir sama dengan kakeknya, 'Aku akan pergi dengan Kakek, Kak. Selamat tinggal ....'Hari itu, untuk terakhir kalinya Rangga Cakrawala memanggilnya kakak. Rangga berubah setelah kehilangan
Julian membelai surai Belinda yang bersandar di lengannya. Mata Julian memandang langit-langit putih dengan bercak kehitaman dengan tatapan kosong.Pengaruh alkohol mulai menghilang berkat permainan panas yang membuatnya berkeringat. Lalu hawa dingin menerpa tubuhnya tanpa sehelai kain menutupi."Pakai bajumu, Sayang. Nanti kamu sakit," ujar Julian dengan suara lirih dan penuh perhatian."Hem ...." Belinda bangun untuk mengambil pakaian mereka. Kemudian mengibaskan dengan kencang guna menyingkirkan debu-debu yang menempel pada kain pakaian.Julian menoleh ke arah Belinda yang sedang memakai pakaian. Gerakan yang sebenarnya biasa saja itu terlihat begitu sensual di mata Julian.Jakun Julian naik turun saat mengagumi lekukan tubuh Belinda. Dia lalu menghela napas berat seraya mengusap wajahnya dengan kasar.Kalau bukan karena sakit di punggungnya, Julian sudah menarik Belinda dan kembali menggaulinya. Dia tak tega minta pada Belinda untuk melayaninya lagi. Istrinya terlihat kelelahan kar
Tidak muat? Terlalu besar?? Kelihatan enak???Rangga terngiang-ngiang oleh pergumulan panas bersama Vina setiap malam. Bisa-bisanya Vina mengucap kata-kata nakal yang hanya boleh didengar Rangga itu kepada pria lan! Terlebih lagi, pria itu adalah Julian!!Rangga masuk ke ruangan itu dengan menahan amarahnya sebisa mungkin. "Sayang, apa yang kamu lakukan di sini berdua dengannya?" Dia bicara setenang dan sepelan mungkin.Vina sontak berdiri dan berbalik ke arah Rangga. Badannya berpindah tempat duduk ke sofa yang lebih jauh dari Julian."Ada apa, Mas? Vira sudah tidur?"Meskipun Vina melakukannya dengan samar, Rangga dapat melihat itu. Kenapa Vina sangat terkejut sampai berpindah duduk?Rangga ikut duduk, menatap Julian dari kepala hingga ujung kaki berulang kali. Julian sedang merapikan ujung kaosnya, lalu menepuk-nepuk perutnya. Wajah Rangga seketika mengernyit tak senang."Apa lihat-lihat?!" sentak Julian."Ini rumahku. Terserah mataku mau melihat apa pun yang ada di sini. Untuk apa
Belinda baru saja terbangun dan langsung mencari suaminya yang sudah tak ada di kamar. Kerongkongannya yang terasa kering, memaksa kaki Belinda untuk pergi mengambil air minum di ruang makan."Des, jangan lama-lama ... masukkan sekarang!" titah Julian."Saya takut, Pak." Suara Desi terdengar bergetar.'Julian dan Desi? Di mana mereka? Apa yang sedang mereka berdua lakukan?'Julian telah bercerita perihal tangannya yang terkena kaca, juga tentang pelayan mereka yang bernama Desi itu membantu Julian, serta mendengar keluh kesah suaminya. Belinda yang awalnya masih setengah tidur pun langsung tersadar begitu mendengar suara-suara aneh Julian dan Desi. Apa yang mereka lakukan? Apakah Desi tidak hanya sekedar membalut luka Julian, melainkan juga membalut luka di hatinya?Mendengar pikiran buruknya, Belinda gegas mencari arah suara Julian. Dadanya bergemuruh hebat tatkala mendengar ucapan-ucapan Julian yang terdengar intim dengan pelayannya."Ah ... begini saja tidak bisa. Ini memang mengg
"Pak Julian, jangan minder, Pak ... saya saja jadi pelayan tetap percaya diri," celetuk Desi. "Bu Linda ke mana? Cuma ada Pak Rangga di sana."Julian tak mengindahkan kata-kata Desi. Dia sibuk menghitung pendapatan yang diperolehnya sejak tadi pagi.Hampir mencapai lima juta. Persediaan bahan makanan pun juga hampir habis. Julian sedih sekaligus senang karena dagangannya laku keras."Ternyata, sesulit ini mencari uang." Julian mendesah lelah, lalu menyodorkan dua lembar uang ratusan ribu untuk Desi. "Buat jajan bersama Arin.""Asyik! Terima kasih, bosku ...." Desi dan Arin langsung pergi selagi stan mereka masih sepi.Biasanya, Julian tak pernah menghitung berapa pun pengeluaran yang dia gunakan. Menghabiskan bermiliar-miliar uang perusahaannya tanpa rasa bersalah, tak juga peduli dengan proses orang tua atau kakeknya menghasilkan uang tersebut.Kini, hanya mengeluarkan uang dua ratus ribu saja terasa terlalu banyak baginya. Dia ingin memberi uang jajan lebih banyak untuk dua pelayan y
"Lumayan ... sering-seringlah menjaga gengsimu, Rangga Cakrawala." Julian meninggalkan toko pakaian mewah itu dengan senyum tipis.Julian sangat mengenal Rangga. Semakin dipaksa, maka Rangga semakin menolak. Julian pun tak jadi membayar sewa stan yang lumayan menguras kantongnya.Apakah Julian malu? Tentu saja tidak ....Untuk saat ini, Julian akan menebalkan muka hingga dirinya menjadi sukses melebihi Rangga. Apalagi, Belinda sudah menyatakan jika dia tak malu dengan profesi Julian sekarang.Semangat Julian berkobar setelah mendapatkan dukungan dari sang istri. Masa bodoh dengan apa kata Rangga ... yang penting, dirinya untung.Julian menggunakan dana pembayaran stan untuk mentraktir dua pelayan dan sopirnya makan. Juga membelikan mainan untuk Axel. Bukan mainan mewah seperti sebelumnya, tetapi Julian senang bisa membelikan putranya dari hasil kerja kerasnya sendiri."Janu, kita mampir belanja dulu," perintah Julian pada sang sopir."Baik, Pak.""Sebentar lagi, kita akan segera kaya
Gaun keemasan membalut tubuh gadis itu, warna yang menjadi favoritnya sejak kecil. Dia melihat dirinya sendiri di depan cermin.Sempurna!Segala persiapan telah selesai. Gadis itu melangkah dengan percaya diri keluar dari ruang rias. Para pelayan menunduk hormat ketika gadis itu melewati mereka. Salah seorang pelayan memberikan buket bunga yang senada warna dengan gaun yang dikenakannya.âSelamat atas pernikahan Anda, Nona,â ujar pelayan itu.âTerima kasih.â Tak ada tanda-tanda kegugupan di wajahnya biarpun gadis itu baru pertama kali menikah. Kenapa harus gugup? Bukankah hari ini merupakan hari bahagianya? Dia hanya akan tersenyum ketika menyambut pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Pria yang sangat dicintainya dan harus menikah dengannya.Di arah yang berlawanan, Vina dan Belinda berjalan cepat ke arahnya. Mereka berdua memeluk dan mengucapkan selamat padanya.Vina yang sudah berdandan cantik dan berusaha tak menangis itu, tak dapat membendung air mata haru. Dia menangk
âBukan begitu, Ma. Tadi, Mama dan Vina sedang seru bicara. Aku tidak enak mau memotong pembicaraan Mama dan Vina,â balas Belinda dengan suara lirih.Entah ke mana perginya Belinda yang selalu berani kepada semua orang? Ketika menghadapi mertuanya, Belinda merasa segan dan harus terlihat baik. Hingga dirinya tak sadar telah membuat kesalahan yang menyinggung ibu mertuanya.âBenar ⊠sebentar lagi jam sarapan. Kita siap-siap dulu, yuk,â ajak vina sekaligus ingin menghentikan Dewi menegur Belinda.Vina memahami apa yang Belinda rasakan saat ini. Dewa juga sempat bercerita dengannya, tentang tangisan Belinda kemarin.Tak pernah Vina sangka bahwa dirinyalah yang membawa kesedihan di hati Belinda tanpa dia sendiri sadari. Namun, Vina juga tak mungkin tiba-tiba menjauhi Dewi atau tak mau bicara lagi dengannya.Alih-alih pergi bersama Belinda, Dewi justru mengajak Vina pergi ke dapur untuk melihat menu sarapan pagi ini. Vina ingin sekali menolak Dewi di saat Belinda masih dapat mendengar mereka
Julian tak terima jika istrinya dituduh sembarangan. Dia sudah bicara baik-baik dengan ibunya. Tetapi, Dewi malah berbalik memojokkan Belinda.âTerserah Mama saja. Bayangkan sendiri kalau Mama jadi Linda. Mama merasa tidak diterima keluarga Papa, lalu mertua Mama malah bersikap baik pada wanita lain.ââItu tidak mungkin terjadi, Ian! Keluarga papamu sangat baik pada Mama,â sanggah Dewi.âBukan itu intinya, Ma!âJulian membuang napas kasar. Tak ada gunanya bicara dengan ibunya. Dia lantas meninggalkan Dewi dan akan menghibur istrinya yang pasti masih murung karena merasa tak dianggap ibunya.Namun, di dalam kamarnya, Vina telah berhasil mencairkan suasana hingga Belinda terlihat mengulas senyuman tatkala mereka membicarakan anak-anak.Julian lantas tidur di sisi istrinya. Dia benar-benar lelah hingga kurang tidur karena menjaga Belinda dan bayinya dua puluh empat jam.Vina pun mengajak suaminya keluar kamar mereka setelah puas melihat keponakan barunya. Setelah Vina menutup pintu, dan b
âAstaga ⊠kenapa kamu bicara seperti itu? Apa yang Mama katakan padamu?âBelinda menggeleng-gelengkan pelan kepalanya, kemudian mengambil Lilian yang berada dalam gendongan Dewa yang menunggu mereka di luar kamar. âTerima kasih, Om.âDewa tak sengaja mendengar pembicaraan mereka. Dia lantas pergi menemui Dewi untuk menegurnya.âDi sini kamu rupanya.â Dewa duduk di bangku tempat Dewi sedang berdiri memandangi Vina. âApa yang kamu katakan pada menantumu?âDewi menoleh pada Dewa singkat. âApa maksudmu? Aku jarang bicara dengannya. Hari ini pun aku tidak bicara dengannya.âDewa melihat ke arah Dewi memandang. Dia tahu jika Dewi sedang mengamati Vina, tetapi Dewa kurang peka dengan situasi. Dia tak paham dengan apa yang kakaknya pikirkan. Kenapa Dewi terus-terusan menatap Vina? Apakah Dewi tak menyukai menantu Dewa itu?Dewa menepis pikiran buruknya. Dia kembali konsentrasi dengan masalah Belinda.âBelinda dulu memang sangat menyebalkan. Tetapi, sejak melahirkan Axel, Belinda berubah total
âAku harus menemani Belinda dan Lilian di sini. Ada banyak orang di rumah Rangga. Kenapa Axel harus dijemput segala?â protes Julian emosi.Dewi membuang napas kasar. âTidak baik berhutang budi pada sepupumu. Kamu tidak malu karena minta tolong pada Rangga? Ada Tristan juga yang bisa kamu suruh menjaga Axel.ââTristan tidak boleh terlalu dekat dengan Axel. Dia bisa tergoda merebut istri dan anakku!â Julian meninggikan suara karena nada bicara Dewi terkesan mengajarinya. Julian paling tak suka jika diperlakukan seolah dia tak bisa memutuskan segalanya sendirian.âKalau istri dan anakmu juga mau bersama Tristan, berarti itu salah istrimu!â Dewi juga tak suka jika Julian bersikap kurang ajar padanya.âKalian bisa berhenti berteriak tidak?! Kita sekarang sedang berada di rumah sakit!â Dan suara Lia yang paling keras di antara mereka.Dan benar saja, sesaat kemudian, seorang perawat menegur mereka. Perawat itu juga menyampaikan bahwa Belinda sudah bisa keluar dari rumah sakit besok karena ta
Julian melihat ruangan putih di sekelilingnya. Apakah dia sedang bermimpi? Atau dirinya telah mati?Potongan-potongan ingatan meluncur cepat dalam benaknya. Mata Julian terbuka lebar.âLinda!â pekik Julian seraya bangun terduduk begitu mengingat kejadian terakhir yang dilihatnya.âJulian, kamu sudah bangun.â Vina menemani Julian di kursi samping ranjang. Di sudut ruangan, Rangga menutup mulutnya dengan punggung tangan sambil menahan tawa. Bisa-bisanya Julian pingsan saat menemani Belinda melahirkan!âBayiku kenapa, Vin?! Linda ada di mana?â Julian berusaha berdiri dengan kalap. âAda air menyembur dan âŠ.âManik mata Julian bergerak-gerak tak beraturan. Dia mencoba mencari tahu arti tatapan Vina, tetapi kepanikan membuat Julian tak dapat berpikir jernih.âKenapa hanya ada air yang keluar? Bayiku bagaimana? Apa Belinda keguguran?â Julian takut bukan main ketika bayangan air ketuban pecah tak hilang dari benaknya.âTenang, Julian!â bentak Vina. âLinda masih di ruang persalinan. Kamu tungg
Julian memandangi jendela besar di hadapannya. Rasanya, masih seperti kemarin ketika Julian dapat melihat pohon-pohon besar di hadapannya. Tetapi, kini pohon-pohon rindang itu tak lagi ada di sana.Seperempat area hutan yang cukup luas milik nenek Julian yang telah diwariskan pada orang tuanya, telah berganti dengan bangunan besar. Julian menjual pohon itu dan digunakan untuk memulai beberapa usaha baru, berhubungan dengan bidang kuliner yang digelutinya.Pabrik pertama yang dimiliki Julian ada di depan mata. Tanpa terasa, pabrik yang dibangun oleh Rangga dan dikelola olehnya telah berkembang pesat. Perusahaan yang dibangun Julian dari nol, kini dapat disandingkan dengan perusahaan Vina. Namun, mereka berdua tetap bersaing secara sehat. Bahkan, terkadang Vina dan Julian berkolaborasi dalam acara-acara besar.Julian telah mematahkan anggapan buruk orang-orang yang masih menganggap dirinya memiliki maksud tertentu. Dia pun tak lagi menggubris orang lain dan fokus pada keluarganya sendir
Julian keluar kamar sambil bersiul-siul. Tepat satu bulan berlalu, pabrik cokelatnya telah selesai. Dia akan pergi mengecek pabrik cokelat karena hari esok, pabrik miliknya sudah mulai beroperasi."Papa, mau pergi ke mana hari Mingu? Aku mau ikut Papa," rengek Axel.Julian berhenti dan tersenyum manis pada anaknya. Tanpa banyak kata, dia menggendong Axel dalam pelukannya.Semakin hari, Axel kian bersikap seperti anak-anak seusianya. Axel pun lebih banyak mengungkap perasaannya. Walau terkadang, Axel masih suka murung dan berpikir sendirian. Tetapi, Axel tetap akan mengatakan apa yang dipikirkannya kepada Julian setelah selesai merenung.Julian mengatakan jika semua akan baik-baik saja meskipun anak itu mengeluh atau marah. Sang ayah menginginkan anak-anaknya mendapat perhatian dan kasih sayang yang cukup. Tak seperti Rangga ataupun dirinya."Pa, aku mengundang Kak Rachel dan Ravi ke sini nanti kalau cokelatnya sudah ada. Aku ingin membuat pesta dengan air mancur cokelat, Papa.""Iya,
"Mantan?" Belinda membuka lebar mulutnya. Jelas-jelas dia sudah menceritakan semua tentang masa lalunya dengan Bima. "Kami tidak pernah punya hubungan spesial apa pun, Sayang ⊠aku hanya-""Siapa yang biang kamu punya hubungan spesial dengannya?" Julian semakin sinis menanggapi. "Oh ⊠kamu sedang mengakui kalau kamu punya hubungan spesial dengan ... siapa tadi namanya? Bisma atau Bima? Atau malah dua-duanya?"Belinda bukannya ingin merayu Julian yang sedang cemburu, tetapi dia jadi kesal karena tuduhan Julian. Apalagi, Julian sangat pintar membolak-balik kata-kata untuk memojokkan dirinya."Ya sudah kalau tidak percaya, jangan pegang-pegang perutku!" Belinda menyentak tangan Julian. "Aku tidak mau anakku sampai mendengar kalau papanya menuduhku macam-macam. Kamu pikir, bayi di dalam kandunganku tidak bisa mendengar kata-kata kita?"Janu yang sedang menyopir dan sedari tadi mendengar perdebatan majikannya, hampir saja menyemburkan tawa. Buah hati mereka bahkan belum terlihat dalam kanto