Resiko punya suami terlalu tampan đ¶âđ«ïž
"Oh, ini tadi ada orang iseng yang tiba-tiba menubruk, Sayang." Rangga menjelaskan penuh perhatian. Lia memang sengaja menabrakkan diri dalam pelukan Rangga."Sudahlah. Aku lelah, Mas. Mau tidur dulu." Vina mendorong kasar dada Rangga.Rangga menghela napas panjang dan membiarkan istrinya kembali tidur. Besok Rangga akan menceritakan rencananya, sekaligus mengenalkan Lia kepada Vina.Vina pun tidur menunggu Rangga. Dia menangis tanpa suara agar Rangga tak mendengar. Betapa sakit hati Vina ketika tahu ada wanita yang menempel pada suaminya. Tak mungkin wanita itu tak sengaja memberikan bekas ciuman jika jaraknya dengan Rangga terlalu jauh! Bisa jadi, Rangga telah melakukan sesuatu di luar batas. Suaminya hanyalah pria normal biasa, kaya raya pula. Rangga bisa melakukan apa pun yang dia suka, bahkan mengganti istrinya, pikir Vina tak tenang.Vina tak menyangka jika Rangga tega mengkhianati dirinya. Bahkan, Rangga tak berusaha menjelaskan dan langsung tidur pulas setelah membersihkan di
"S-selingkuh?" Bibir Lia sampai bergetar karena mendengar tuduhan Vina. "Siapa wanita ini? Kenapa kamu memanggilnya sayang-sayang begitu, Rangga?!"Lia kemudian membuka mata lebar. Dia teringat lagi jika Rangga mengaku telah menikah.Emosi Lia meletup-letup sampai naik ke ubun-ubun. Dia berjalan mendekat dengan langkah lebar ke arah Rangga. Sebuah pukulan mendarat di ulu hati Rangga dengan cepat."Urgh!" Rangga mengerang karena pukulan itu. Kekuatan Lia masih sama seperti dulu."Mas!" pekik Vina seraya melindungi Rangga di belakang badannya. "Jangan menyakiti suamiku! Pergi dari sini sekarang! Jangan mengganggu rumah tangga kami!""Tenang, Sayang ... jangan meneriaki wanita itu. Kamu bisa kena pukul." Rangga memeluk Vina dengan protektif sambil memegangi perutnya.Vina berusaha menjauhkan diri dari Rangga. Namun, dekapan Rangga selalu lebih kuat darinya."Minggir, Mas! Aku tidak mau dipegang tanganmu yang baru saja menyentuh wanita lain!" pekik Vina.Dewa bukannya mencegah keributan it
Setelah diberi tahu lokasi keberadaan Julian sekarang, Rangga segera melesat menuju rumah Julian bersama Lia."Bodoh sekali istrimu. Mau-maunya menikah denganmu. Kalau aku jadi dia, lebih baik aku pergi membesarkan anakku sendiri daripada menikah dengan orang yang tidak tahu terima kasih pada kakak sepupunya," gerutu Lia.Sepanjang perjalanan, Lia terus menyalahkan Rangga karena tak memberi tahu situasi di kediaman Cakrawala. Lia tak habis pikir, kenapa orang-orang tak menganggap dirinya, padahal dia lebih dari mampu mengatasi semua masalah yang ada.Kalau bukan karena dirinya adalah seorang wanita, Lia yakin, Mahendra akan menyerahkan perusahaan padanya. Rangga terlalu kaku dan Julian terlalu baik meski hanya pura-pura.Lia bukannya tak tahu bagaimana sifat asli Julian. Dia hanya memaklumi jika Julian sering memaksa senyuman di depan orang lain.Akan tetapi, perbuatan Julian kali ini sudah sangat terlewat batas. Julian bahkan tega melukai Mahendra! Lia tak akan membiarkan itu.Dari po
Vina mengamati diri sendiri pada cermin. Dia berputar-putar sambil memijat perut dan lengannya yang berlemak.'Gaunmu tidak muat lagi, Sayang. Mulai besok, kamu berolahraga, ya?' bisik Rangga semalam sambil memijat-mijat tumpukan lemak di lengan Vina.Rangga bukan tak suka melihat Vina menjadi lebih gemuk. Dia justru lebih suka jika istrinya berisi karena tampak lebih menggemaskan dan empuk ketika dipeluk.Namun, acara pesta perayaan satu tahun pernikahan mereka berlangsung satu minggu ke depan. Rangga khawatir, gaun itu tak muat dipakai istrinya saat hari pelaksanaan acara."Mas Rangga benar ... bagaimana ini? Semua gara-gara Mas Rangga! Ke mana-mana juga tidak diperbolehkan. Bergerak saja kadang-kadang harus digendong, sudah mirip orang penyakitan ... badanku jadi melar begini," gumam Vina sedih.Setelah menidurkan Ravi, Vina pun lari-lari keliling kompleks perumahan. Tentu saja, di belakang Vina ada selusin pengawal yang mengikuti dirinya."Wah, tumben Bu Vina keluar," sapa salah sa
"Kita harus tinggal di mana sekarang, Axel?" isak Belinda pada bayi dalam pelukannya.Saat ini, Belinda sedang duduk di trotoar depan rumah orang tuanya. Heni telah pergi ke tempat saudaranya di luar negeri ketika Sony ditangkap polisi. Dia tak mau ikut-ikutan dihukum jika Sony terbukti bersalah.Sementara Belinda, dia tak bisa ikut karena Axel masih kecil untuk bepergian ke luar negeri. Heni hanya meninggalkan uang beberapa lembar ratusan ribu, yang tak sampai berjumlah satu juta.Dan benar perkiraan Heni. Hari setelahnya, Sony dinyatakan bersalah. Jumlah yang perlu Sony kembalikan pada Cakrawala Group, serta sejumlah denda tuntutan, jauh lebih besar daripada harta kekayaan Sony saat ini. Karena itu, rumah mereka dan seisinya juga ikut disita. Belinda keluar dari rumah itu hanya membawa satu koper berisi pakaiannya dan Axel. Tabungan pribadinya pun tak dapat digunakan dari saat penyelidikan Sony.Bahkan, harta yang Belinda kumpulkan dari bekerja sebagai model juga ikut diselidiki dan
Saat ini, Belinda tinggal bersama dengan Bima di sebuah kontrakan. Bima jarang sekali bertemu Bisma jika Rangga dan Dion tak begitu membutuhkan bantuannya.Belum lama ini, Bima sedang merintis usaha kecil-kecilan sendiri, tanpa sepengetahuan saudara kembarnya. Sejak pernikahan Belinda dan Julian, Bima jadi sering uring-uringan.Bima tak tahu apa yang dia rasakan. Yang pasti, Bima jadi memiliki pemikiran bahwa setiap wanita pasti akan luluh dengan pria kaya yang memiliki kedudukan dan kekayaan.Buktinya, Belinda ternyata mau menikah dengan Julian, setelah Belinda tahu jika Julian mendapatkan hartanya kembali. Padahal sebelumnya, Belinda bersikeras agar tak dipertemukan dengan Julian. Begitu yang dipikirkan Bima.Karena itu, Bima mencari-cari cara agar dapat menjadi pria yang dapat diandalkan. Tentunya, memiliki harta menjadi tujuan yang utama. Sehingga wanitanya kelak tak akan meninggalkan dirinya bersama pria yang jauh lebih kaya darinya.Setelah berkutat dengan pekerjaannya, Bima mela
'Tristan sudah menyerahkan diri ke kantor polisi. Julian belum tahu. Mungkin, mereka akan menangkap Julian besok pagi.'Vina ikut membaca pesan dari Lia di ponsel Rangga. Kedua orang itu terdiam memandangi layar ponsel untuk beberapa lama.Ada rasa lega karena orang yang selalu berusaha mencelakai mereka, akhirnya dapat dijebloskan ke penjara. Akan tetapi, baik Vina maupun Rangga juga merasa tak nyaman. Sebab, Julian masih menjadi bagian dari keluarga mereka."Aku yakin, Mas, Julian akan sadar suatu hari nanti, saat dia sudah menerima dan merasakan sendiri hukumannya," ucap Vina sambil merangkul pundak Rangga.Rangga justru berpikir hal yang sebaliknya. Julian bisa menjadi semakin parah jika berkumpul dengan kriminal lain. Namun, Rangga juga berharap jika apa yang dikatakan istrinya benar-benar akan terjadi."Semoga saja kamu benar, Sayang," balas Rangga.Vina dapat melihat raut muka Rangga terlihat gelisah. Dia pun memeluk Rangga dan menyalurkan ketenangan untuk suaminya itu.Rangga j
"Ada apa itu ramai-ramai di depan rumah?" tanya Vina.Rangga mempercepat laju kendaraan. Di depan rumahnya, para pengawal berkerumun mengelilingi orang-orang asing tak dikenal."Kamu di sini dulu, Sayang. Jangan keluar!" tegas Rangga, lalu keluar dari mobil lebih dulu untuk melihat situasi."Pak Rangga, Anda sudah kembali. Kami menangkap orang-orang ini. Mereka sedari tadi berkeliling di depan dan belakang area rumah dan membawa jeriken bensin," lapor salah satu pengawal.Para pengawal membuka jalan ketika Rangga hendak melihat wajah empat orang yang sekarang diikat tangannya di belakang punggung mereka. Bukan takut, empat orang itu terlihat sangat marah."Anda pemilik rumah ini?!" seru salah seorang pria itu."Ya, benar. Apa yang akan kalian lakukan di rumahku?" Rangga balik bertanya dengan wajah garang nan dingin."Mobil kami kehabisan bensin dan kami membeli bensin di sekitar sini. Pengawal Anda malah menangkap kami!" seru yang lain tak terima."Lepaskan kami!" Yang lain ikut berter
Gaun keemasan membalut tubuh gadis itu, warna yang menjadi favoritnya sejak kecil. Dia melihat dirinya sendiri di depan cermin.Sempurna!Segala persiapan telah selesai. Gadis itu melangkah dengan percaya diri keluar dari ruang rias. Para pelayan menunduk hormat ketika gadis itu melewati mereka. Salah seorang pelayan memberikan buket bunga yang senada warna dengan gaun yang dikenakannya.âSelamat atas pernikahan Anda, Nona,â ujar pelayan itu.âTerima kasih.â Tak ada tanda-tanda kegugupan di wajahnya biarpun gadis itu baru pertama kali menikah. Kenapa harus gugup? Bukankah hari ini merupakan hari bahagianya? Dia hanya akan tersenyum ketika menyambut pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Pria yang sangat dicintainya dan harus menikah dengannya.Di arah yang berlawanan, Vina dan Belinda berjalan cepat ke arahnya. Mereka berdua memeluk dan mengucapkan selamat padanya.Vina yang sudah berdandan cantik dan berusaha tak menangis itu, tak dapat membendung air mata haru. Dia menangk
âBukan begitu, Ma. Tadi, Mama dan Vina sedang seru bicara. Aku tidak enak mau memotong pembicaraan Mama dan Vina,â balas Belinda dengan suara lirih.Entah ke mana perginya Belinda yang selalu berani kepada semua orang? Ketika menghadapi mertuanya, Belinda merasa segan dan harus terlihat baik. Hingga dirinya tak sadar telah membuat kesalahan yang menyinggung ibu mertuanya.âBenar ⊠sebentar lagi jam sarapan. Kita siap-siap dulu, yuk,â ajak vina sekaligus ingin menghentikan Dewi menegur Belinda.Vina memahami apa yang Belinda rasakan saat ini. Dewa juga sempat bercerita dengannya, tentang tangisan Belinda kemarin.Tak pernah Vina sangka bahwa dirinyalah yang membawa kesedihan di hati Belinda tanpa dia sendiri sadari. Namun, Vina juga tak mungkin tiba-tiba menjauhi Dewi atau tak mau bicara lagi dengannya.Alih-alih pergi bersama Belinda, Dewi justru mengajak Vina pergi ke dapur untuk melihat menu sarapan pagi ini. Vina ingin sekali menolak Dewi di saat Belinda masih dapat mendengar mereka
Julian tak terima jika istrinya dituduh sembarangan. Dia sudah bicara baik-baik dengan ibunya. Tetapi, Dewi malah berbalik memojokkan Belinda.âTerserah Mama saja. Bayangkan sendiri kalau Mama jadi Linda. Mama merasa tidak diterima keluarga Papa, lalu mertua Mama malah bersikap baik pada wanita lain.ââItu tidak mungkin terjadi, Ian! Keluarga papamu sangat baik pada Mama,â sanggah Dewi.âBukan itu intinya, Ma!âJulian membuang napas kasar. Tak ada gunanya bicara dengan ibunya. Dia lantas meninggalkan Dewi dan akan menghibur istrinya yang pasti masih murung karena merasa tak dianggap ibunya.Namun, di dalam kamarnya, Vina telah berhasil mencairkan suasana hingga Belinda terlihat mengulas senyuman tatkala mereka membicarakan anak-anak.Julian lantas tidur di sisi istrinya. Dia benar-benar lelah hingga kurang tidur karena menjaga Belinda dan bayinya dua puluh empat jam.Vina pun mengajak suaminya keluar kamar mereka setelah puas melihat keponakan barunya. Setelah Vina menutup pintu, dan b
âAstaga ⊠kenapa kamu bicara seperti itu? Apa yang Mama katakan padamu?âBelinda menggeleng-gelengkan pelan kepalanya, kemudian mengambil Lilian yang berada dalam gendongan Dewa yang menunggu mereka di luar kamar. âTerima kasih, Om.âDewa tak sengaja mendengar pembicaraan mereka. Dia lantas pergi menemui Dewi untuk menegurnya.âDi sini kamu rupanya.â Dewa duduk di bangku tempat Dewi sedang berdiri memandangi Vina. âApa yang kamu katakan pada menantumu?âDewi menoleh pada Dewa singkat. âApa maksudmu? Aku jarang bicara dengannya. Hari ini pun aku tidak bicara dengannya.âDewa melihat ke arah Dewi memandang. Dia tahu jika Dewi sedang mengamati Vina, tetapi Dewa kurang peka dengan situasi. Dia tak paham dengan apa yang kakaknya pikirkan. Kenapa Dewi terus-terusan menatap Vina? Apakah Dewi tak menyukai menantu Dewa itu?Dewa menepis pikiran buruknya. Dia kembali konsentrasi dengan masalah Belinda.âBelinda dulu memang sangat menyebalkan. Tetapi, sejak melahirkan Axel, Belinda berubah total
âAku harus menemani Belinda dan Lilian di sini. Ada banyak orang di rumah Rangga. Kenapa Axel harus dijemput segala?â protes Julian emosi.Dewi membuang napas kasar. âTidak baik berhutang budi pada sepupumu. Kamu tidak malu karena minta tolong pada Rangga? Ada Tristan juga yang bisa kamu suruh menjaga Axel.ââTristan tidak boleh terlalu dekat dengan Axel. Dia bisa tergoda merebut istri dan anakku!â Julian meninggikan suara karena nada bicara Dewi terkesan mengajarinya. Julian paling tak suka jika diperlakukan seolah dia tak bisa memutuskan segalanya sendirian.âKalau istri dan anakmu juga mau bersama Tristan, berarti itu salah istrimu!â Dewi juga tak suka jika Julian bersikap kurang ajar padanya.âKalian bisa berhenti berteriak tidak?! Kita sekarang sedang berada di rumah sakit!â Dan suara Lia yang paling keras di antara mereka.Dan benar saja, sesaat kemudian, seorang perawat menegur mereka. Perawat itu juga menyampaikan bahwa Belinda sudah bisa keluar dari rumah sakit besok karena ta
Julian melihat ruangan putih di sekelilingnya. Apakah dia sedang bermimpi? Atau dirinya telah mati?Potongan-potongan ingatan meluncur cepat dalam benaknya. Mata Julian terbuka lebar.âLinda!â pekik Julian seraya bangun terduduk begitu mengingat kejadian terakhir yang dilihatnya.âJulian, kamu sudah bangun.â Vina menemani Julian di kursi samping ranjang. Di sudut ruangan, Rangga menutup mulutnya dengan punggung tangan sambil menahan tawa. Bisa-bisanya Julian pingsan saat menemani Belinda melahirkan!âBayiku kenapa, Vin?! Linda ada di mana?â Julian berusaha berdiri dengan kalap. âAda air menyembur dan âŠ.âManik mata Julian bergerak-gerak tak beraturan. Dia mencoba mencari tahu arti tatapan Vina, tetapi kepanikan membuat Julian tak dapat berpikir jernih.âKenapa hanya ada air yang keluar? Bayiku bagaimana? Apa Belinda keguguran?â Julian takut bukan main ketika bayangan air ketuban pecah tak hilang dari benaknya.âTenang, Julian!â bentak Vina. âLinda masih di ruang persalinan. Kamu tungg
Julian memandangi jendela besar di hadapannya. Rasanya, masih seperti kemarin ketika Julian dapat melihat pohon-pohon besar di hadapannya. Tetapi, kini pohon-pohon rindang itu tak lagi ada di sana.Seperempat area hutan yang cukup luas milik nenek Julian yang telah diwariskan pada orang tuanya, telah berganti dengan bangunan besar. Julian menjual pohon itu dan digunakan untuk memulai beberapa usaha baru, berhubungan dengan bidang kuliner yang digelutinya.Pabrik pertama yang dimiliki Julian ada di depan mata. Tanpa terasa, pabrik yang dibangun oleh Rangga dan dikelola olehnya telah berkembang pesat. Perusahaan yang dibangun Julian dari nol, kini dapat disandingkan dengan perusahaan Vina. Namun, mereka berdua tetap bersaing secara sehat. Bahkan, terkadang Vina dan Julian berkolaborasi dalam acara-acara besar.Julian telah mematahkan anggapan buruk orang-orang yang masih menganggap dirinya memiliki maksud tertentu. Dia pun tak lagi menggubris orang lain dan fokus pada keluarganya sendir
Julian keluar kamar sambil bersiul-siul. Tepat satu bulan berlalu, pabrik cokelatnya telah selesai. Dia akan pergi mengecek pabrik cokelat karena hari esok, pabrik miliknya sudah mulai beroperasi."Papa, mau pergi ke mana hari Mingu? Aku mau ikut Papa," rengek Axel.Julian berhenti dan tersenyum manis pada anaknya. Tanpa banyak kata, dia menggendong Axel dalam pelukannya.Semakin hari, Axel kian bersikap seperti anak-anak seusianya. Axel pun lebih banyak mengungkap perasaannya. Walau terkadang, Axel masih suka murung dan berpikir sendirian. Tetapi, Axel tetap akan mengatakan apa yang dipikirkannya kepada Julian setelah selesai merenung.Julian mengatakan jika semua akan baik-baik saja meskipun anak itu mengeluh atau marah. Sang ayah menginginkan anak-anaknya mendapat perhatian dan kasih sayang yang cukup. Tak seperti Rangga ataupun dirinya."Pa, aku mengundang Kak Rachel dan Ravi ke sini nanti kalau cokelatnya sudah ada. Aku ingin membuat pesta dengan air mancur cokelat, Papa.""Iya,
"Mantan?" Belinda membuka lebar mulutnya. Jelas-jelas dia sudah menceritakan semua tentang masa lalunya dengan Bima. "Kami tidak pernah punya hubungan spesial apa pun, Sayang ⊠aku hanya-""Siapa yang biang kamu punya hubungan spesial dengannya?" Julian semakin sinis menanggapi. "Oh ⊠kamu sedang mengakui kalau kamu punya hubungan spesial dengan ... siapa tadi namanya? Bisma atau Bima? Atau malah dua-duanya?"Belinda bukannya ingin merayu Julian yang sedang cemburu, tetapi dia jadi kesal karena tuduhan Julian. Apalagi, Julian sangat pintar membolak-balik kata-kata untuk memojokkan dirinya."Ya sudah kalau tidak percaya, jangan pegang-pegang perutku!" Belinda menyentak tangan Julian. "Aku tidak mau anakku sampai mendengar kalau papanya menuduhku macam-macam. Kamu pikir, bayi di dalam kandunganku tidak bisa mendengar kata-kata kita?"Janu yang sedang menyopir dan sedari tadi mendengar perdebatan majikannya, hampir saja menyemburkan tawa. Buah hati mereka bahkan belum terlihat dalam kanto