Bastian duduk termenung sambil menyangga dagu menggunakan kedua telapak tangan. Dia menghela napas kasar berulang kali, seolah apa yang sedang dipikirkannya begitu berat.Ini hari Sabtu dan Melvin mengajak Bastian ke peternakan kuda untuk melihat perkembangan kuda putih milik Bastian. Namun, sesampainya di sana Bastian hanya menatap kuda miliknya yang sedang makan, sambil sesekali membuang napas.“Kenapa putramu sampai begitu?” tanya Rihana ke Melvin.“Aku belum mendapatkan informasi tentang temannya, sepertinya dia merajuk,” jawab Melvin berbisik agar Bastian tidak dengar.Rihana kini yang membuang napas kasar, ternyata masalah alamat Nana belum juga selesai.“Kenapa dia susah sekali melupakan temannya itu? Mau dicari ke mana, karena keluarganya pindah ke luar kota,” ujar Rihana yang kadang ikut bingung karena putranya jadi murung sebab kehilangan satu teman.“Ya, mungkin karena Nana adalah teman pertama yang baik kepadanya, jadi dia susah melupakan atau mengabaikan,” balas Melvin.“
“Kamu siapanya Cantika?”Mark menelan ludah, ini adalah pertama kalinya bagi dia berhadapan dengan ibu dari perempuan yang dikejarnya. Dia pun merasa heran, kenapa harus mencari Cantika, bahkan ingin menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi, sedangkan dia bisa saja mengabaikan Cantika, karena masih banyak perempuan lain yang cantik, seksi, dan sukarela menawarkan diri bersamanya. Dia akhirnya pergi ke kampung, setelah membuat banyak pertimbangan dan gelisah siang-malam.Asri menatap Mark yang memakai kaus dengan celana jeans dan jaket denim. Tatapannya mengintimidasi dan terlihat waspada, karena ini adalah pertama kalinya ada pria yang mencari putrinya sampai ke rumah.“I-itu ….” Mark malah tergagap, padahal dia biasanya lancar ketika bicara dengan orang. “Saya Mark, temannya Melvin, datang ke sini untuk bertemu dan mengajak Cantika ke kota agar bisa menemani Rihana lagi.”Mark beralasan sekenanya, karena mungkin alasan Rihana yang paling bisa diterima oleh wanita tua di depannya sekar
Melvin masih mencoba mengoptimalkan kerja otak, karena mendadak blank dan tidak bisa menelaah maksud ucapan Rihana.Rihana menatap Melvin yang seperti terkejut dan syok, tapi dia sendiri tidak tahu apakah reaksi sekarang itu karena bahagia, atau tidak.“Aku hamil, kamu berharap bayinya apa?” tanya Rihana sambil menunjukkan testpack dengan dua garis merah tercetak di sana.Melvin memperhatikan testpack dan Rihana bergantian, seolah dirinya sedang mendapatkan prank hingga membuatnya syok dan tidak percaya.“Kamu benar-benar hamil?” tanya Melvin masih tidak percaya, bahkan ekspresi wajahnya tidak bisa terbaca.Senyum Rihana memudar saat melihat ekspresi wajah Melvin yang terlihat tidak senang, hingga menurunkan testpack yang diperlihatkan di depan Melvin, sedikit kecewa karena reaksi Melvin berbeda dengan yang diharapkan. Padahal sebelumnya Melvin ingin adik untuk Bastian, kenapa sekarang tidak senang.“An?” Melvin ternyata menunggu Rihana memberi kepastian.“Ya, ‘kan sudah terlihat ini
“Apa memang sekecil ini?” tanya Melvin dengan dahi berkerut halus.Rihana menahan tawa mendengar ucapan Melvin, hingga kemudian dia pun mengambil foto USG yang dipegang oleh suaminya itu.“Perutku saja masih datar, mana mungkin ukurannya besar,” jawab Rihana.Rihana memandangi foto USG dengan sebuah titik kecil di sana. Dia dan Melvin ke rumah sakit untuk memeriksa dan mengecek apakah benar Rihana hamil. Dokter mengatakan jika usia kandungan Rihana sudah berumur enam minggu, itu berarti sudah semenjak Melvin pergi.“Dia sangat menggemaskan, bukan? Dia sekarang kecil, aku akan menjaganya agar dia besar dan sehat di dalam, sebelum menyapa kita di dunia,” ucap Rihana kemudian. Dia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan yang dirasakan, terlebih di kehamilan keduanya, ada Melvin yang bersama dan menjaganya.“Apa Bas dulu juga seperti ini?” tanya Melvin yang memang minim pengetahuan tentang masalah kehamilan.Melvin memandang Rihana yang duduk di sampingnya dan masih memandang foto USG di ta
“Anak kecil dari mana ini?”“Kamu wanita dari mana?”Bastian terperanjat mendengar ucapan wanita itu, lantas melepas pegangan pada tas hingga teronggok di lantai, kemudian mendekat dan berdiri di depan empat pembantu rumah Melvin.“Jangan berani marahin mereka!” Bastian terlihat ingin melindungi pembantunya itu.Wanita yang tidak lain Lucyana, berdiri dan melotot melihat Bastian yang merentangkan kedua tangan untuk melindungi para pembantu itu. Hingga Lucyana menyipitkan mata dan mengingat.“Tunggu, kamu anak kecil yang menjawab telepon hari itu, ‘kan!” Lucyana bicara sambil menunjuk ke wajah Bastian.“Oh, kamu yang nyari Papa?” tanya Bastian saat ingat setelah Lucyana bertanya.“Pa-pa? Papa apa, hah?” Lucyana tidak sampai menebak jika anak kecil yang menjawab panggilannya hari itu adalah anak Melvin, berpikir jika mungkin saja anak teman Melvin.“Apa maksudmu? Siapa papamu?” Emosi Lucyana meledak mendengar ucapan Bastian, membuat pembantu malah takut kalau sampai wanita itu melakukan
Candra begitu terkejut melihat Rihana datang bersama Melvin, tapi meski begitu dia tidak bisa mundur. Candra akhirnya menyambut Rihana dan Melvin ramah, meski dengan senyum canggung di wajah. “Maaf sudah mengangguk waktu kalian,” ucap Candra untuk berbasa-basi. Rihana memasang wajah datar, hanya Melvin yang tersenyum tipis sambil menarik kursi untuk Rihana. Dari sini Melvin secara tidak langsung menunjukkan ke Candra, jika dia meratukan wanita yang pernah diusir oleh Candra. Candra semakin terkena beban mental melihat sikap Melvin, tapi berusaha untuk tenang karena dia harus mengutarakan maksud mengundang Rihana. “Apa yang Papa mau bicarakan?” tanya Rihana akhirnya membuka suara. Candra tersenyum canggung dan sedikit tertekan karena tatapan Rihana. Dia benar-benar harus mengubur rasa malu demi menyelematkan perusahaan. “Papa tahu jika tidak tahu malu dan tidak memiliki harga diri lagi dengan menemui sekarang ini. Namun, kamu tahu kalau perusahaan papa sudah berdiri berpuluh-puluh
“Tidak apa-apa dipecat. Yang penting Nyonya tidak menyakiti Tuan Bas yang tidak tahu apa-apa.” Simbok tahu resiko dari tindakannya, tapi dia juga tidak tega kalau sampai Lucyana menyakiti Bastian yang tidak tahu apa-apa. Lucyana sangat geram, hingga pergi ke kamar Melvin untuk mencari kunci cadangan kamar Bastian, sebab pekerja rumah menolah mendobrak kamar Bastian. Begitu Lucyana pergi, Simbok langsung mengetuk kamar Bastian untuk memastikan kondisi anak majikannya itu. “Tuan, eh … Bas.” Simbok meralat ucapan karena Bastian tidak mau dipanggil dengan sebutan tuan. “Bas baik-baik saja? Ini Simbok.” “Bas maunya Mama!” teriak Bastian dari kamar. Simbok cemas begitu juga dengan semua orang. Mereka berdoa agar Melvin dan Rihana segera sampai rumah. Lucyana masuk ke kamar Melvin, hingga di sana syok saat melihat foto yang terpajang di kamar putranya. Ada bingkai besar dengan foto Melvin, Rihana, dan Bastian terpajang di dinding atas ranjang, yang tentunya membuat Lucyana semakin gera
“Ana.”Melvin langsung berlutut dan meraih tubuh sang istri, sedangkan Rihana memegangi perut sambil meringis.Lucyana awalnya puas bisa memberi pelajaran ke Rihana, tapi kemudian mulai panik saat Rihana memegangi perut dan merintih.Melvin begitu geram, hingga menatap tajam ke Lucyana.“Jika sampai terjadi sesuatu dengan Ana dan bayiku, aku tidak akan pernah memaafkanmu seumur hidupku!”Melvin meraup tubuh Rihana begitu selesai mengucapkan kalimat itu, kemudian membopong sang istri dengan cepat keluar dari kamar untuk membawanya ke rumah sakit.Lucyana begitu terkejut mendengar ucapan Melvin, hingga tubuhnya membatu dan hanya bisa memandang Melvin yang pergi meninggalkan dirinya.Melvin benar-benar panik, hingga berteriak memanggil Jhony agar menyiapkan mobil, kepanikan semakin merajai hati saat Rihana mencengkram erat jas bagian depannya. Dia menebak jika sang istri pasti kesakitan.“Vin.”“Bertahanlah, kita akan ke rumah sakit,” ucap Melvin sambil terus mengayunkan langkah menuruni
Melvin menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan yang sangat cemas. Kandungan Rihana sangat baik saat pemeriksaan sebelumnya, hingga membuat Melvin tidak menyangka jika akan ada masalah seperti sekarang. “Dia pasti baik-baik saja. Mungkin Rihana hanya kelelahan sehingga bayinya sungsang dan ada pendarahan,” kata Mario mencoba menenangkan Melvin. Melvin mengusap kasar wajah. Apa pun alasannya, dia tetap saja mencemaskan kondisi Rihana, terlebih sebelumnya Rihana selalu berkata jika perasaannya sangat damai. “Berdoa agar semua berjalan lancar,” ucap Mario kemudian. Mario masih di sana menemani Melvin. Simbok juga masih di sana untuk berjaga-jaga siapa tahu Melvin membutuhkan bantuannya. Setelah menunggu lama, akhirnya seorang perawat keluar dari ruang operasi. Melvin langsung berdiri dan mendekat bersama Mario juga simbok. “Bagaimana operasinya, Sus?” tanya Melvin dengan ekspresi wajah panik. “Operasinya berjalan lancar. Ibu dan bayinya selamat. Mereka akan dipindah ke ruang
“Tolong bawa masuk dan taruh di sini.”Rihana mengintruksi kurir yang mengantar foto keluarga dari studio. Setelah satu minggu menunggu, akhirnya foto mereka datang. Ada beberapa yang dipasang di bingkai, tapi ada pula yang dibuat album.Setelah memastikan jumlah bingakai foto yang dipesan sesuai, Rihana berterima kasih ke kurir. Dia meminta orang di rumah untuk membantu mamasang bingkai foto di kamarnya, anak-anak, juga di ruang keluarga.“Yang tiga itu nanti di kamar anak-anak,” perintah Rihana untuk memasang foto Bas, Nana, dan Nanda di kamar ketiganya.Rihana terlihat senang karena bisa memandang foto keluarga terpasang di dinding rumah.“Apa sudah pas, Nyonya? Ada yang mau disesuaikan?” tanya tukang kebun yang membantu memasang foto di ruang keluarga.“Sudah, itu sangat bagus.” Rihana tersenyum lebar, menatap bingkai foto itu. Ditatapnya foto dirinya, Melvin, Bastian, Nana, dan Nanda. Senyum mereka menunjukkan kebahagiaan.Rihana pergi ke kamar anak-anak, memastikan foto anak-ana
Weekend itu, Rihana sudah sibuk di dapur mengemas makanan yang akan mereka bawa. Simbok meminta agar dia dan pembantu lain yang menyiapkan.“Nyonya kalau capek berdiri, duduk saja,” kata simbok.“Ga papa, aku mau mastiin makanan kesukaan anak-anak tidak ada yang lupa dibawa. Simbok siap-siap sana, kita berangkat bersama,” balas Rihana.Rihana berinisiatif mengajak semua pekerja ikut, termasuk satpam dan juga pembantu. Mereka tidak pernah diajak liburan, meski dekat tapi setidaknya mereka merasakan libur kerja.“Mama, Nana boleh bawa topi ini?” tanya Nana memperlihatkan topi bulat besar, dengan pita yang melingkar di bagian atasnya.“Boleh, bawa saja,” jawab Rihana.Nana terlihat senang, dia kembali berlari untuk bersiap-siap karena akan pergi piknik.Semua orang sudah siap. Mobil yang akan membawa mereka juga siap. Makanan dan minuman untuk disantap saat piknik pun sudah masuk mobil.Setelah memastikan semua orang berkumpul dan masuk mobil, mereka pun pergi berlibur bersama.“Aku piki
“Kita mau ke mana?” tanya Nana.Rihana duduk di belakang Nana, meminta gadis kecil itu berdiri, sedangkan dia sibuk menyisir rambut panjang Nana karena akan diikat.“Kita akan pergi foto bersama. Mama, papa, kamu, Bas, dan Nanda,” jawab Rihana sambil tersenyum.“Benarkah?” Nana terlihat sangat senang. “Kita akan punya foto keluarga?” tanya Nana kemudian.“Tentu saja, Nana dan Nanda adalah keluarga, jadi harus ada foto keluarga,” jawab Rihana ikut bersemangat karena Nana.Nana terlihat sangat bahagia. Dia memakai gaun berwarna merah muda dengan renda di tepian rok. Kini Rihana sedang mengikat rambut Nana, lantas memakaikan pita berwarna merah muda yang sedikit terang dari warna gaun gadis kecil itu.“Sudah selesai, coba hadap sini. Mama mau lihat secantik apa Nana.” Rihana meminta Nana berputar menghadap ke arahnya.Nana berputar, kemudian tersenyum manis ke Rihana.Rihana menatap Nana, gadis kecil cantik itu benar-benar sudah masuk ke dalam hatinya.“Nana sudah sangat cantik,” kata Ri
“Aku memiliki beberapa daftar keinginan.”Melvin menoleh Rihana, melihat sang istri yang duduk sambil mengulas senyum.“Daftar apa saja?” tanya Melvin penasaran.“Ada beberapa. Di antaranya, piknik keluarga dan foto bersama. Bagaimana menurutmu?” tanya Rihana sambil menatap Melvin.“Jika kamu ingin seperti itu, mari kita lakukan,” jawab Melvin.“Setelah Monika menikah, bagaimana?” tanya Rihana lagi.“Baiklah, nanti aku siapkan segala hal yang kamu inginkan.”“Aku ingin foto keluarga dua kali. Satu saat bayi kita dikandungan lalu kedua setelah bayi kita lahir,” ucap Rihana sambil mengusap perutnya.Melvin ikut mengusap perut Rihana, bahkan ikut membungkuk lantas mencium perut istrinya itu.“Setuju, aku akan menyiapkan studio agar kita bisa foto keluarga bersama,” ucap Melvin mengiakan apa pun permintaan Rihana.Setelah masalah Mark dan Cantika selesai, Rihana terlihat bernapas lega karena bisa melihat orang-orang baik yang menolongnya, kini bisa hidup senang dan bahagia.Asri diajak Ga
Setelah 3 hari menunggu, akhirnya hasil tes lab DNA keluar. Gabriella memang meminta agar hasil tes bisa dipercepat karena mereka mencoba meminimkan hal-hal yang mungkin akan terjadi.Hari itu di rumah sakit. Mark, Cantika, dan keluarga termasuk Rihana juga Melvin, ada di sana untuk mendengar hasil tes DNA. Margaretha duduk tenang di sana, seolah begitu yakin jika dia akan menang dari Cantika untuk mendapatkan Mark.Hingga perawat meminta agar Mark dan Margaretha masuk untuk mendengar dokter membacakan hasil lab, tentu saja semua orang yang masuk, bukan hanya dua orang itu saja.Margaretha masuk terlebih dahulu, memandang dokter yang sudah menunggu, lantas dia duduk di kursi yang terdapat di depan meja dokter.Mark masuk bersama Cantika dan yang lain. Dia pun duduk di samping Margaretha, siap mendengarkan hasil lab karena sangat yakin jika bukan dia ayah dari bayi itu.“Bisa saya bacakan sekarang?” tanya dokter itu.Semua orang mengangguk setuju. Dokter itu membuka amplop yang tertutu
“Tika!” Asri mencari keberadaan Cantika. Pagi itu Asri mendatangi kamar Cantika, tapi tidak mendapati putrinya di kamar.“Tika!” Asri keluar dari kamar, mencari keberadaan Cantika di tempat lain tapi tidak melihat putrinya.Rihana baru saja menuruni anak tangga, hingga melihat Asri yang terlihat cemas.“Ada apa, Bi?” tanya Rihana sambil melangkah menuruni anak tangga untuk menghampiri Asri.Asri menatap Rihana dengan wajah panik dan langsung mendekat.“Ri, Tika ga di kamar. Di mana dia? Bagaimana kalau dia pergi dari rumah dan melakukan hal-hal yang tidak terduga karena stres?” Asri bicara dengan ekspresi wajah panik.Rihana terkejut mendengar ucapan Asri, hingga dia ingin mencoba menenangkan, tapi terhenti saat mendengar suara Cantika.“Ada apa, Bu?” tanya Cantika menatap Asri yang cemas.Cantika pulang tepat waktu, atau Asri akan pergi ke kantor polisi karena mengira Cantika hilang. Dia bangun terlambat karena kelelahan akibat pergulatan dengan Mark, saat dibangunkan Mark pun susah,
Cantika dan Mark saling tatap, keduanya masih bergeming di tempatnya masing-masing. Di saat Mark berharap bisa memiliki gadis itu sepenuhnya, Cantika sedang menyiapkan diri untuk memberikan dirinya ke pria yang sudah sah menjadi suaminya.“Aku tidak memaksamu, hanya saja apa tidak bisa untuk tak menjaga jarak. Aku hanya ingin--” Belum juga Mark melanjutkan ucapannya, Mark dibuat terkejut saat Cantika berjalan cepat ke arahnya.Cantika berjalan cepat ke Mark, lantas merangkup kedua pipi Mark, kemudian menautkan bibir mereka. Mark sangat terkejut dengan tindakan Cantika, tapi tentu saja dia senang karena Cantika berinisiatif untuk memulai.Mereka saling melumat, hingga Mark mengangkat tubuh Cantika dalam gendongan ala koala, membawa ke ranjang dan duduk dengan posisi memangku, bibir mereka masih saling bertautan dan melumat bergantian.Mark mulai terpancing gairah, tapi kali ini dia tidak akan menahannya karena Cantika sudah sah menjadi miliknya secara agama dan hukum.Jari Mark mulai m
Cantika keluar dari kamar setelah mendapat panggilan. Hingga melihat mobil berhenti di depan gerbang rumah Melvin. Dia pun berlari ke arah gerbang, saat pintu mobil itu terbuka dan seseorang keluar dari sana.Security di sana bingung melihat Cantika keluar dari rumah di malam hari.“Mbak, mau ke mana?” tanya security.“Bukain, Pak.” Cantika meminat security membuka gerbang.Security pun menuruti permintaan Cantika, membuka gerbang kecil agar Cantika bisa lewat.Ternyata Mark menghubungi dan berkata ada di depan gerbang. Pria itu tidak bisa menahan rindu meski hanya beberapa hari, apalagi mereka berpisah setelah menikah, dikarenakan tuduhan yang dilayangkan Margaretha, sampai membuat Asri melarang Mark bersama Cantika, sampai hasil DNA keluar. Asri hanya tidak mau anaknya jadi janda setelah menikah beberapa hari, belum lagi jadi janda setelah dibobol, tentu saja Asri tidak akan rela.“Mark!” Cantika berlari dan langsung melompat ke pelukan Mark.Tentu saja Mark terkejut dan menangkap C