Rihana memejamkan mata saat mendengar suara berat pria yang tidur bersamanya. Tubuhnya masih mematung di belakang pintu, hingga Rihana tidak mendengar lagi suara pria itu. Dia pun memberanikan diri menoleh untuk melihat apakah pria itu bangun. Saat kepala baru saja memutar beberapa derajat, Rihana baru menyadari jika pria itu masih tidur dan hanya berganti posisi.
Pria yang tidur dengan Rihana sekarang berbaring miring memunggungi pintu, hal itu membuat Rihana bisa bernapas lega. Terbesit sebuah ide dalam pikiran, Rihana membuka tasnya dan mengeluarkan buku catatan juga pulpen. Dia menulis sesuatu di selembar kertas, setelah selesai berjalan kembali ke ranjang, meletakkan selembar kertas itu di nakas, lantas buru-buru pergi.
“Dengan begini, dia tidak akan lagi mencariku,” gumam Rihana saat keluar dari kamar.
Rihana pulang ke rumah orangtuanya. Saat baru sampai di rumah, wanita itu langsung menemui ayahnya—Candra. Rihana hendak menyampaikan sesuatu yang penting kepada sang ayah.
“Jangan gila kamu!” Candra begitu murka mendengar apa yang diucapkan Rihana, saat mereka bicara di ruang keluarga.
“Aku tidak gila, Pa! Aku tidak mau menikah dengan pria tukang selingkuh!” Rihana mengatakan ingin membatalkan pertunangan dengan Adam—tunangannya.
“Kamu memang keterlaluan, Ri! Adam itu pria baik-baik dan dari keluarga terpandang, tapi kamu tidak memiliki rasa syukur dan malah ingin membatalkan pertunangan kalian! Apa kamu pikir papa tidak tahu dengan yang kamu lakukan? Kamu ingin membatalkan pertunangan karena kamu yang berselingkuh, ‘kan!” amuk Candra dengan bola mata membulat sempurna, menatap tajam Rihana yang duduk di hadapannya.
Rihana sangat terkejut dan syok, kenapa kini dia yang dituduh selingkuh.
“Apa Maksud Papa menuduhku? Adam yang berselingkuh, bukan aku!” Rihana mencoba membela diri.
Candra tersenyum miring mendengar putrinya berbohong, hingga dia kemudian mengambil ponsel di meja, lantas membuka sesuatu dan meletakkan kembali di meja tepat di hadapan Rihana.
“Lihat! Lihat kelakuanmu! Papa awalnya ingin diam karena wajar jika seseorang hanya ingin bermain-main. Tapi karena kamu sudah bersikap seolah kamulah korban, membuatku tidak terima. Kamu keterlaluan dengan memfitnah, untuk menutupi kesalahanmu! Kamu memang tidak tahu diri!” Candra dengan kejam mencaci dan menuduh Rihana, tidak percaya kepada putrinya sendiri hanya karena sebuah foto.
Rihana begitu terkejut mendengar semua ucapan ayahnya, hingga mengambil ponsel sang ayah dan melihat foto apa yang diperlihatkan oleh pria itu.
Bola mata Rihana membulat sempurna, di sana terdapat foto dirinya di klub dan sedang didekati oleh pria tidak dikenal. Rihana yakin jika ada yang membuntuti dirinya, kemudian memfitnahnya dengan mengirimkan foto itu ke Candra.
“Selama Adam tidak mengatakan untuk membatalkan pertunangan kalian, maka aku tidak akan pernah membatalkan pertunangan ini,” tandas Candra begitu tegas, memperlihatkan kekuasannya di rumah itu.
Rihana menggenggam erat ponsel yang dipegang, menatap tajam ke sang ayah yang tidak pernah membelanya, dan selalu saja menuduhnya tanpa bukti. Hingga Rihana pun berkata, “Aku tetap akan membatalkan pertunangan ini, tanpa atau dengan persetujuan Papa. Jika Papa masih bersikukuh agar aku menikah, maka Papa saja yang menikah dengannya.”
“Jangan mengada-ada kamu, Ri! Pernikahan kalian kurang satu minggu, beraninya kamu mengambil keputusan untuk membatalkannya!” Candra begitu murka saat mendengar Rihana bersikukuh ingin membatalkan pertunangan itu.
Rihana meletakkan ponsel sang papa di meja dengan sedikit kasar, hingga menatap Candra dengan ekspresi wajah benci dan kesal karena tidak pernah sekalipun Candra percaya dan membelanya.
“Sudah kubilang, jika Papa bersikeras ingin menikahkanku dengan pria sampah itu, maka silakan Papa saja yang menikah dengannya!”
Setelah mengucapkan itu, Rihana pergi meninggalkan sang papa, berjalan menuju tangga agar bisa naik ke kamarnya.
“Rihana! Rihana! Kamu memang anak kurang ajar!” amuk Candra yang sangat emosi.
Rihana berjalan menuju anak tangga, hingga berpapasan dengan Meghan—istri pertama Candra.
“Baru pulang. Dari mana kamu semalaman? Apa baik seorang wanita yang akan menikah, malah kelayaban dan baru pulang saat pagi hari?” Meghan bicara dengan nada sindiran, bahkan melirik sedikit menghina Rihana.
Rihana melirik tajam ibu tirinya, menebak kalau wanita itu pasti sudah mendengar perdebatannya dengan Candra, lalu kini pura-pura bertanya padahal tujuannya untuk menghinanya.
“Mau ke mana dan pulang jam berapa, itu urusanku! Tidak perlu menasihatiku, karena aku tahu apa yang kulakukan!” ketus Rihana, kemudian berjalan melewati Meghan dengan cepat.
Meghan sangat geram, Rihana terus membangkang dan sangat susah diatur. Wanita itu memang tidak pernah menyukai keberadaan Meghan di rumah itu, membuat keduanya tidak akur dan selalu terlibat percekcokan.
Meghan akhirnya menghampiri Candra, melihat suaminya memijat kening karena sedang emosi dengan kelakuan Rihana.
“Sayang, kamu baik-baik saja?” Meghan selalu bersikap lembut jika bersama Sandra. Sangat bertolakbelakang saat bicara dengan Rihana.
“Rihana selalu membuatku naik darah.” Candra terus memijat keningnya.
Meghan melihat kesempatan untuk mempengaruhi Candra. Kedua tangan memegang pundak sang suami, lantas memijat dengan lembut, sambil mengajak bicara Candra untuk melancarkan aksinya memprovokasi.
“Sayang, Rihana semakin dewasa, malah semakin tidak benar kelakuannya. Aku tadi dengar dia ingin membatalkan pernikahan yang akan berlangsung satu minggu lagi. Aku berpikir kalau Rihana kali ini sudah keterlaluan. Kamu seharusnya lebih tegas kepadanya, agar dia terus berbuat seenaknya. Lagi pula, jika membatalkan pernikahan ini, itu artinya akan mempermalukan keluarga kita juga. Apa kamu akan diam saja keluarga kita dipermalukan terus menerus oleh Rihana?” Meghan selalu saja memprovokasi Candra, jika itu menyangkut masalah Rihana.
Candra menoleh Meghan yang duduk di sampingnya, hingga kemudian bertanya, “Apa yang sebenarnya ingin kamu katakan?”
Meghan tersenyum kecil, lantas menjawab, “Beri efek jera ke Rihana, kita tidak bisa terus membiarkannya membuat keputusan sesuka hatinya. Katakan kepadanya, jika dia tidak mau melanjutkan pernikahan dengan Adam, maka cabut semua fasilitas yang dia miliki, serta kalau perlu ancam dia menggunakan jabatannya.”
Meghan bukan sekadar memprovokasi, itu adalah cara agar dia bisa menyingkirkan Rihana dari rumah itu.
Pria yang tidur dengan Rihana, baru saja terbangun dan melihat Rihana sudah tidak berada di kamar itu. Pria dengan bola mta berwarna hitam pekat, serta hidung mancung dan rahang kuat itu, mengedarkan pandangan di seluruh ruangan itu, tapi tetap saja dia tidak menemukan Rihana di sana. “Apa dia pergi begitu saja?” Pria itu bertanya-tanya. Pria bernama lengkap Melvin Mahendra itu menyibakkan selimut yang menutupi kaki, lantas mengangsurkan kaki dan berniat pergi ke kamar mandi. Kebetulan semalam Melvin baru saja menemui kliennya, saat akan pergi malah bertabrakan dengan Rihana dan melihat kalau wanita itu dalam kondisi tidak baik-baik saja. Mendengar suara pria yang mencari keberadaan Rihana, membuat Melvin akhirnya membawa wanita itu pergi, terlebih Rihana juga memegang kartu kunci kamar yang terdapat di salah satu klub malam itu. “Apa ini?” Saat akan pergi ke kamar mandi, Melvin menemukan sepucuk surat di atas nakas. Pria itu pun memilih mengambil surat itu, lantas membaca isi di
Rihana kini berada di kamar, mengusap wajah kasar sambil menahan rasa sakit di hati juga panas di pipi karena tamparan dari Candra. Dia mencoba menguatkan hati, lemah hanya akan membuatnya ditindas di rumah itu.“Adam sialan! Kamu sudah menghancurkan hidupku!” Rihana begitu geram dan mengumpat untuk memaki Adam.Rihana tidak akan terjebak dalam situasi seperti saat ini jika bukan karena tunangan brengseknya itu. Dia sudah sangat bahagia karena akan menikah dengan pria yang sudah dipacarinya sejak dua tahun lalu. Namun, semuanya hancur saat fakta terungkap dan membuat Rihana menggila di klub, sampai akhirnya berakhir di sebuah ranjang dengan pria yang tidak dikenalnya.Rihana mengguyar kasar rambutnya ke belakang, memejamkan mata hingga mengingat kejadian sebelum dia berakhir di sebuah klub malam.Kemarin siang, Rihana mengemudikan mobil menuju ke apartemen temannya yang bernama Salsa. Rihana hendak memberikan pakaian juga perlengkapan lain untuk Salsa yang akan menjadi pendampingnya n
Rihana tidak pergi ke perusahaan karena ancaman ayahnya. Dia tidak ingin menuruti ucapan Candra, sehingga memilih melepas jabatannya, bahkan mengembalikan semua fasilitas yang diberikan Candra, sesuai dengan ancaman pria itu. Candra berpikir Rihana akan takut jika diancam seperti itu, tampaknya sang papa salah besar, karena Rihana tidak takut kehilangan harta. Dia pernah miskin dan miskin kedua kali tidak akan membuatnya takut.Rihana duduk seharian di kafe, bingung harus melakukan apa karena tidak ada pekerjaan yang bisa dilakukan. Hingga wanita itu merasa bosan, lantas menghabiskan minuman yang dipesan dan berdiri dari duduknya. Rihana pergi ke kasir untuk membayar, hingga tanpa sengaja menyenggol lengan seseorang.“Kalau jalan pakai mata!” Suara umpatan itu keluar dari wanita yang ditabrak Rihana.Rihana melepas kacamata yang bertengger di hidung, tersenyum mencibir saat melihat Salsa marah kepadanya.Salsa sangat terkejut melihat Rihana di sana, hingga berpura bersembunyi di belak
Setelah terus menentang, akhirnya pernikahan Rihana dan Adam pun dibatalkan, meski Rihana harus menerima amukan juga pukulan dari Candra karena tidak mau menikah dengan Adam.Rihana dikucilkan, tidak dianggap bahkan tidak diakui keberadaannya di rumah itu. Meski begitu dia tetap bertahan, Rihana tidak ingin menjadi lemah dan mengalah begitu saja saat diperlakukan tidak adil. Dia ingat akan janji untuk bertahan di sana, serta membuktikan kalau layak berada di rumah itu.Di bandara. Melvin baru saja kembali dari Amerika setelah satu bulan lamanya di negara itu untuk menunggu sang nenek yang sakit parah.Melvin berjalan dengan ekspresi wajah datar, kacamata hitam bertengger di hidung dan menutupi dua bola mata hitamnya. Pria itu berjalan dengan dagu terangkat, menunjukkan betapa angkuh dan dinginnya pria itu. Itulah Melvin, semua orang sudah menganggap jika pria dengan rahang keras itu adalah pria dingin yang kejam dan juga memiliki pendirian kuat.“Bagaimana?” tanya Melvin ke asistennya
Wajah Rihana begitu pucat, sejak pagi dirinya terus mual dan muntah, perutnya terasa diaduk-aduk begitu kuat, membuat tubuh Rihana benar-benar merasa tidak nyaman.“Kenapa aku sakit sampai seperti ini?” Rihana berdiri sambil memegangi kepala, pandangannya terasa berputar dan matanya berkunang-kunang.Rihana mencoba berdiri dengan tegap, menguatkan kedua kaki agar bisa berdiri dengan benar. Dia menekan tombol di kloset agar sisa muntahan bisa larut bersama air, setelah memastikan bersih, Rihana pun berjalan keluar kamar untuk membuat minuman hangat di dapur.Meghan sedang duduk di ruang keluarga dengan majalah yang ada di pangkuan. Wanita itu sedang membuka satu persatu ruas halaman majalah fashion itu. Hingga pandangan beralih ke tangga, di mana Rihana baru saja sampai di anak tangga terakhir dan kini berjalan ke arah dapur.“Kenapa wajahnya begitu pucat?” Meghan merasa penasaran karena Rihana tidak pergi ke kantor hari ini, juga sejak beberapa hari wajah anak kandung suaminya itu ter
Melvin berada di ruang kerjanya. Dia tidak bisa tenang dan fokus bekerja karena Mario belum menemukan Rihana. Melvin ingin tahu bagaimana kondisi Rihana setelah kejadian malam itu, salah dia yang tidak bisa langsung menemukan Rihana karena harus pulang ke Amerika demi neneknya.“Pak.” Mario tiba-tiba masuk dan membuat Melvin terkejut.“Apa?” Melvin melotot karena terkejut sebab Mario masuk secara tiba-tiba, bahkan tanpa mengetuk pintu.“Aku sudah menemukannya.” Mario mengembangkan senyum, lantas berjalan cepat dengan stopmap di tangan. Dia pun kemudian memberikan stopmap itu kepada Melvin.Melvin membuka stopmap yang diberikan Mario, lantas membaca berkas di dalamnya. Dia mengamati foto yang ada dilampirkan di sana.“Benar, ini dia.” Senyum mengembang di wajah Melvin, akhirnya dia menemukan Rihana.“Hubungi perusahaan tempatnya bekerja, tanyakan apa dia ada di tempat!” perintah Melvin.Mario pun mengangguk, sedikit lega karena akhirnya tugas mencari satu wanita itu selesai. Dia juga s
Saat sore hari. Mario menatap rumah besar milik keluarga Rihana. Dia pun turun dari mobil dan berjalan menemui satpam yang sedang berjaga di pos.“Permisi!” teriak Mario untuk memanggil satpam, agar mendekat ke arahnya yang berdiri di depan gerbang.Satpam itu pun mendekat dan memindai penampilan Mario, hingga kemudian bertanya, “Mau cari siapa?”Mario tersenyum ramah, lantas menjawab, “Saya ingin bertemu dengan Nona Rihana Hardiwinata.”Satpam itu terlihat terkejut mendengar jawaban Mario, hingga menoleh ke rumah besar keluarga Rihana, lantas kembali berkata, “Maaf, saya tidak kenal dengan nama yang Anda sebutkan.”Mario mengerutkan alis, hingga kembali membaca catatan di kertas yang dibawanya. Mario yakin jika tidak salah alamat, lalu bagaimana bisa tidak ada nama Rihana.“Apa mungkin dia pakai nama lain kalau di rumah?” Mario bertanya-tanya dalam hati.“Oh, kalau di keluarga ini, apakah ada anak gadisnya?” tanya Mario menyelidik dengan pertanyaan lain.“Ada, tapi namanya Nona Monic
“Kamu Rihana, ‘kan?” tanya seorang wanita yang kini berdiri di depan Rihana dan menatap wanita itu.Rihana terlihat bingung, memperhatikan wanita berumur lima puluh tahunan, mungkin seumuran ibunya jika masih hidup.“Be-benar.” Rihana menjawab dengan gugup.Wanita itu tiba-tiba menangis mengetahui kalau itu benar-benar Rihana. Dia pun mendekat lantas meraba lengan dan wajah Rihana.Rihana pun bingung tapi mencoba mencerna apa yang terjadi.“Kamu tidak ingat dengan bibi, Ri?” tanya wanita itu.Rihana menggelengkan kepala, sudah lama tidak datang ke kampung itu, tentunya Rihana lupa dengan siapa saja yang tinggal dan pernah dekat dengannya.“Bibi ini teman mamamu. Bibi Asri, yang dulu pernah kerja di rumah orangtuamu.”Rihana mencoba mengingat, hingga akhirnya ingat kalau Asri adalah teman yang dibawa ibunya, tapi setelah Aprilia—ibu Rihana meninggal, Asri memilih kembali pulang kampung.“Aku ingat, maaf sudah lupa,” ucap Rihana tidak enak hati.“Tidak apa.” Asri terlihat begitu senang
Melvin menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan yang sangat cemas. Kandungan Rihana sangat baik saat pemeriksaan sebelumnya, hingga membuat Melvin tidak menyangka jika akan ada masalah seperti sekarang. “Dia pasti baik-baik saja. Mungkin Rihana hanya kelelahan sehingga bayinya sungsang dan ada pendarahan,” kata Mario mencoba menenangkan Melvin. Melvin mengusap kasar wajah. Apa pun alasannya, dia tetap saja mencemaskan kondisi Rihana, terlebih sebelumnya Rihana selalu berkata jika perasaannya sangat damai. “Berdoa agar semua berjalan lancar,” ucap Mario kemudian. Mario masih di sana menemani Melvin. Simbok juga masih di sana untuk berjaga-jaga siapa tahu Melvin membutuhkan bantuannya. Setelah menunggu lama, akhirnya seorang perawat keluar dari ruang operasi. Melvin langsung berdiri dan mendekat bersama Mario juga simbok. “Bagaimana operasinya, Sus?” tanya Melvin dengan ekspresi wajah panik. “Operasinya berjalan lancar. Ibu dan bayinya selamat. Mereka akan dipindah ke ruang
“Tolong bawa masuk dan taruh di sini.”Rihana mengintruksi kurir yang mengantar foto keluarga dari studio. Setelah satu minggu menunggu, akhirnya foto mereka datang. Ada beberapa yang dipasang di bingkai, tapi ada pula yang dibuat album.Setelah memastikan jumlah bingakai foto yang dipesan sesuai, Rihana berterima kasih ke kurir. Dia meminta orang di rumah untuk membantu mamasang bingkai foto di kamarnya, anak-anak, juga di ruang keluarga.“Yang tiga itu nanti di kamar anak-anak,” perintah Rihana untuk memasang foto Bas, Nana, dan Nanda di kamar ketiganya.Rihana terlihat senang karena bisa memandang foto keluarga terpasang di dinding rumah.“Apa sudah pas, Nyonya? Ada yang mau disesuaikan?” tanya tukang kebun yang membantu memasang foto di ruang keluarga.“Sudah, itu sangat bagus.” Rihana tersenyum lebar, menatap bingkai foto itu. Ditatapnya foto dirinya, Melvin, Bastian, Nana, dan Nanda. Senyum mereka menunjukkan kebahagiaan.Rihana pergi ke kamar anak-anak, memastikan foto anak-ana
Weekend itu, Rihana sudah sibuk di dapur mengemas makanan yang akan mereka bawa. Simbok meminta agar dia dan pembantu lain yang menyiapkan.“Nyonya kalau capek berdiri, duduk saja,” kata simbok.“Ga papa, aku mau mastiin makanan kesukaan anak-anak tidak ada yang lupa dibawa. Simbok siap-siap sana, kita berangkat bersama,” balas Rihana.Rihana berinisiatif mengajak semua pekerja ikut, termasuk satpam dan juga pembantu. Mereka tidak pernah diajak liburan, meski dekat tapi setidaknya mereka merasakan libur kerja.“Mama, Nana boleh bawa topi ini?” tanya Nana memperlihatkan topi bulat besar, dengan pita yang melingkar di bagian atasnya.“Boleh, bawa saja,” jawab Rihana.Nana terlihat senang, dia kembali berlari untuk bersiap-siap karena akan pergi piknik.Semua orang sudah siap. Mobil yang akan membawa mereka juga siap. Makanan dan minuman untuk disantap saat piknik pun sudah masuk mobil.Setelah memastikan semua orang berkumpul dan masuk mobil, mereka pun pergi berlibur bersama.“Aku piki
“Kita mau ke mana?” tanya Nana.Rihana duduk di belakang Nana, meminta gadis kecil itu berdiri, sedangkan dia sibuk menyisir rambut panjang Nana karena akan diikat.“Kita akan pergi foto bersama. Mama, papa, kamu, Bas, dan Nanda,” jawab Rihana sambil tersenyum.“Benarkah?” Nana terlihat sangat senang. “Kita akan punya foto keluarga?” tanya Nana kemudian.“Tentu saja, Nana dan Nanda adalah keluarga, jadi harus ada foto keluarga,” jawab Rihana ikut bersemangat karena Nana.Nana terlihat sangat bahagia. Dia memakai gaun berwarna merah muda dengan renda di tepian rok. Kini Rihana sedang mengikat rambut Nana, lantas memakaikan pita berwarna merah muda yang sedikit terang dari warna gaun gadis kecil itu.“Sudah selesai, coba hadap sini. Mama mau lihat secantik apa Nana.” Rihana meminta Nana berputar menghadap ke arahnya.Nana berputar, kemudian tersenyum manis ke Rihana.Rihana menatap Nana, gadis kecil cantik itu benar-benar sudah masuk ke dalam hatinya.“Nana sudah sangat cantik,” kata Ri
“Aku memiliki beberapa daftar keinginan.”Melvin menoleh Rihana, melihat sang istri yang duduk sambil mengulas senyum.“Daftar apa saja?” tanya Melvin penasaran.“Ada beberapa. Di antaranya, piknik keluarga dan foto bersama. Bagaimana menurutmu?” tanya Rihana sambil menatap Melvin.“Jika kamu ingin seperti itu, mari kita lakukan,” jawab Melvin.“Setelah Monika menikah, bagaimana?” tanya Rihana lagi.“Baiklah, nanti aku siapkan segala hal yang kamu inginkan.”“Aku ingin foto keluarga dua kali. Satu saat bayi kita dikandungan lalu kedua setelah bayi kita lahir,” ucap Rihana sambil mengusap perutnya.Melvin ikut mengusap perut Rihana, bahkan ikut membungkuk lantas mencium perut istrinya itu.“Setuju, aku akan menyiapkan studio agar kita bisa foto keluarga bersama,” ucap Melvin mengiakan apa pun permintaan Rihana.Setelah masalah Mark dan Cantika selesai, Rihana terlihat bernapas lega karena bisa melihat orang-orang baik yang menolongnya, kini bisa hidup senang dan bahagia.Asri diajak Ga
Setelah 3 hari menunggu, akhirnya hasil tes lab DNA keluar. Gabriella memang meminta agar hasil tes bisa dipercepat karena mereka mencoba meminimkan hal-hal yang mungkin akan terjadi.Hari itu di rumah sakit. Mark, Cantika, dan keluarga termasuk Rihana juga Melvin, ada di sana untuk mendengar hasil tes DNA. Margaretha duduk tenang di sana, seolah begitu yakin jika dia akan menang dari Cantika untuk mendapatkan Mark.Hingga perawat meminta agar Mark dan Margaretha masuk untuk mendengar dokter membacakan hasil lab, tentu saja semua orang yang masuk, bukan hanya dua orang itu saja.Margaretha masuk terlebih dahulu, memandang dokter yang sudah menunggu, lantas dia duduk di kursi yang terdapat di depan meja dokter.Mark masuk bersama Cantika dan yang lain. Dia pun duduk di samping Margaretha, siap mendengarkan hasil lab karena sangat yakin jika bukan dia ayah dari bayi itu.“Bisa saya bacakan sekarang?” tanya dokter itu.Semua orang mengangguk setuju. Dokter itu membuka amplop yang tertutu
“Tika!” Asri mencari keberadaan Cantika. Pagi itu Asri mendatangi kamar Cantika, tapi tidak mendapati putrinya di kamar.“Tika!” Asri keluar dari kamar, mencari keberadaan Cantika di tempat lain tapi tidak melihat putrinya.Rihana baru saja menuruni anak tangga, hingga melihat Asri yang terlihat cemas.“Ada apa, Bi?” tanya Rihana sambil melangkah menuruni anak tangga untuk menghampiri Asri.Asri menatap Rihana dengan wajah panik dan langsung mendekat.“Ri, Tika ga di kamar. Di mana dia? Bagaimana kalau dia pergi dari rumah dan melakukan hal-hal yang tidak terduga karena stres?” Asri bicara dengan ekspresi wajah panik.Rihana terkejut mendengar ucapan Asri, hingga dia ingin mencoba menenangkan, tapi terhenti saat mendengar suara Cantika.“Ada apa, Bu?” tanya Cantika menatap Asri yang cemas.Cantika pulang tepat waktu, atau Asri akan pergi ke kantor polisi karena mengira Cantika hilang. Dia bangun terlambat karena kelelahan akibat pergulatan dengan Mark, saat dibangunkan Mark pun susah,
Cantika dan Mark saling tatap, keduanya masih bergeming di tempatnya masing-masing. Di saat Mark berharap bisa memiliki gadis itu sepenuhnya, Cantika sedang menyiapkan diri untuk memberikan dirinya ke pria yang sudah sah menjadi suaminya.“Aku tidak memaksamu, hanya saja apa tidak bisa untuk tak menjaga jarak. Aku hanya ingin--” Belum juga Mark melanjutkan ucapannya, Mark dibuat terkejut saat Cantika berjalan cepat ke arahnya.Cantika berjalan cepat ke Mark, lantas merangkup kedua pipi Mark, kemudian menautkan bibir mereka. Mark sangat terkejut dengan tindakan Cantika, tapi tentu saja dia senang karena Cantika berinisiatif untuk memulai.Mereka saling melumat, hingga Mark mengangkat tubuh Cantika dalam gendongan ala koala, membawa ke ranjang dan duduk dengan posisi memangku, bibir mereka masih saling bertautan dan melumat bergantian.Mark mulai terpancing gairah, tapi kali ini dia tidak akan menahannya karena Cantika sudah sah menjadi miliknya secara agama dan hukum.Jari Mark mulai m
Cantika keluar dari kamar setelah mendapat panggilan. Hingga melihat mobil berhenti di depan gerbang rumah Melvin. Dia pun berlari ke arah gerbang, saat pintu mobil itu terbuka dan seseorang keluar dari sana.Security di sana bingung melihat Cantika keluar dari rumah di malam hari.“Mbak, mau ke mana?” tanya security.“Bukain, Pak.” Cantika meminat security membuka gerbang.Security pun menuruti permintaan Cantika, membuka gerbang kecil agar Cantika bisa lewat.Ternyata Mark menghubungi dan berkata ada di depan gerbang. Pria itu tidak bisa menahan rindu meski hanya beberapa hari, apalagi mereka berpisah setelah menikah, dikarenakan tuduhan yang dilayangkan Margaretha, sampai membuat Asri melarang Mark bersama Cantika, sampai hasil DNA keluar. Asri hanya tidak mau anaknya jadi janda setelah menikah beberapa hari, belum lagi jadi janda setelah dibobol, tentu saja Asri tidak akan rela.“Mark!” Cantika berlari dan langsung melompat ke pelukan Mark.Tentu saja Mark terkejut dan menangkap C