Saat sore hari. Mario menatap rumah besar milik keluarga Rihana. Dia pun turun dari mobil dan berjalan menemui satpam yang sedang berjaga di pos.“Permisi!” teriak Mario untuk memanggil satpam, agar mendekat ke arahnya yang berdiri di depan gerbang.Satpam itu pun mendekat dan memindai penampilan Mario, hingga kemudian bertanya, “Mau cari siapa?”Mario tersenyum ramah, lantas menjawab, “Saya ingin bertemu dengan Nona Rihana Hardiwinata.”Satpam itu terlihat terkejut mendengar jawaban Mario, hingga menoleh ke rumah besar keluarga Rihana, lantas kembali berkata, “Maaf, saya tidak kenal dengan nama yang Anda sebutkan.”Mario mengerutkan alis, hingga kembali membaca catatan di kertas yang dibawanya. Mario yakin jika tidak salah alamat, lalu bagaimana bisa tidak ada nama Rihana.“Apa mungkin dia pakai nama lain kalau di rumah?” Mario bertanya-tanya dalam hati.“Oh, kalau di keluarga ini, apakah ada anak gadisnya?” tanya Mario menyelidik dengan pertanyaan lain.“Ada, tapi namanya Nona Monic
“Kamu Rihana, ‘kan?” tanya seorang wanita yang kini berdiri di depan Rihana dan menatap wanita itu.Rihana terlihat bingung, memperhatikan wanita berumur lima puluh tahunan, mungkin seumuran ibunya jika masih hidup.“Be-benar.” Rihana menjawab dengan gugup.Wanita itu tiba-tiba menangis mengetahui kalau itu benar-benar Rihana. Dia pun mendekat lantas meraba lengan dan wajah Rihana.Rihana pun bingung tapi mencoba mencerna apa yang terjadi.“Kamu tidak ingat dengan bibi, Ri?” tanya wanita itu.Rihana menggelengkan kepala, sudah lama tidak datang ke kampung itu, tentunya Rihana lupa dengan siapa saja yang tinggal dan pernah dekat dengannya.“Bibi ini teman mamamu. Bibi Asri, yang dulu pernah kerja di rumah orangtuamu.”Rihana mencoba mengingat, hingga akhirnya ingat kalau Asri adalah teman yang dibawa ibunya, tapi setelah Aprilia—ibu Rihana meninggal, Asri memilih kembali pulang kampung.“Aku ingat, maaf sudah lupa,” ucap Rihana tidak enak hati.“Tidak apa.” Asri terlihat begitu senang
Dua puluh dua tahun yang lalu.“Ke kota? Kenapa? Aku sudah nyaman tinggal di sini.” Aprilia—ibu Rihana, saat itu menatap bingung Candra yang mengajaknya pergi ke rumah mewahnya di kota.“Bagaimanapun, Rihana juga anakku. Dia layak mendapatkan fasilitas yang sama dengan anakku lainnya,” ucap Candra membujuk.“Lalu bagaimana dengan istrimu? Aku di sini karena menyadari jika tidak mungkin kita bersama. Hanya karena Rihanalah aku bertahan hidup seperti ini. Biarkan kami di sini saja, aku tidak mau kalau sampai ada perselisihan antara aku dan istrimu.”Aprilia tidak ingin pergi ke kota karena menjaga perasaan istri Candra. Dia memang bodoh karena terbujuk rayuan pria itu sampai akhirnya hamil. Aprilia hanya gadis desa polos yang baru mengenal cinta, tapi sayangnya cinta itu harus jatuh di hati yang salah. Nasi sudah menjadi bubur, Aprilia baru tahu kalau Candra setelah dia hamil Rihana. Dia pun memilih tidak lagi membebani Candra, meski pria itu masih setiap bulan memberinya uang untuk hid
Semenjak hari itu, Aprilia sering diperlakukan kasar. Pernah sekali disiram air panas karena dianggap salah membuatkan minuman, bahkan mendapatkan perlakuan kasar dari Candra yang dulu sangat menyayanginya.Meghan cemburu, dia dendam karena Candra selama setahun terus memperhatikan Aprilia. Dia akhirnya berusaha menjatuhkan serta ingin membuat Aprilia sadar diri, jika di rumah itu, hanya Meghanlah yang berkuasa.Lima tahun hidup dalam satu atap, kata selingkuhan sering sekali didengar telinga Aprilia. Dia mencoba bertahan demi Rihana, tapi semua kekuatan itu lambat laun memudar dan hilang perlahan.“Pril, lebih baik kita pergi dari sini. Bawa Rihana dari sini. Jika terus begini, aku takut wanita itu akan melakukan sesuatu yang bisa mencelakaimu dan Rihana,” ucap Asri mencoba membujuk.Asri tidak tahan dengan semua perlakuan Meghan ke Aprilia. Aprilia terdiam, dia juga sebenarnya sudah tidak tahan dengan perlakuan Meghan dan Candra kepadanya.“Bagaimana kalau mereka menghalangi?” tanya
Lima tahun kemudian.“Kenapa kamu kembali ke sana? Mama ingin kamu menikah segera, jangan beralasan lagi!”Suara melengking itu membuat Melvin sampai menjauhkan ponsel yang dipegang dari telinga. Dia kabur dari Amerika karena ingin kembali ke Indonesia. Bahkan dia tidak peduli dengan amukan orangtuanya, karena Melvin selalu saja kabur dan pergi sesuka hati.“Aku akan menikah, ketika aku ingin menikah.”Melvin mengakhiri panggilan itu setelah bicara dengan ibunya. Dia menghela napas frustasi dan melempar ponsel ke meja.Mario ada di ruangan itu, menatap wajah frustasi bosnya setelah menerima panggilan dari ibunya. Dia sudah menebak jika kepulangan Melvin kali ini, pasti akan membuat murka orangtuanya.“Apa kamu masih tidak menemukannya? Atau jangan-jangan selama lima tahun ini, kamu memang tidak meminta orang untuk mencarinya?” Kini Melvin menatap tajam ke Mario. Dia meluapkan kekesalan ke asistennya itu.Mario terperanjat mendengar tuduhan Melvin, mana mungkin dia tidak melaksanakan p
“Bastian!” Suara seorang wanita terus menyerukan nama yang sama. Nama itu menggema di udara tapi sang pemilik nama tidak kunjung menyahutnya. “Bastian! Ke mana dia?” Rihana berdiri dengan satu tangan berkacak pinggang. Dia mengedarkan pandangan, mencari malaikat kecilnya yang kabur saat ditinggal ke dapur mengambil minum. Bastian adalah putra Rihana, umurnya sekarang sudah empat tahun. Bastian tumbuh menjadi bocah aktif dan begitu cerdas. Bahkan karena aktifnya Bastian yang tidak bisa diam, membuat Rihana kewalahan. “Bas! Ayolah, Mama akan merajuk jika kamu tidak keluar.” Rihana tahu kalau Bastian pasti bersembunyi, sehingga putranya itu tidak terlihat di mana-mana. Rihana berdiri di bawah pohon yang rimbun, kepala memutar ke kanan dan kiri mencari keberadaan Bastian. Dia benar-benar kesulitan mengawasi dan mengatur bocah itu, sampai Rihana mengingat-ingat, ngidam apa dia dulu, sampai putranya seaktif dan selincah sekarang ini. Di atas pohon, seorang anak kecil sedang menahan ta
“Apa kamu yakin akan memulainya?” tanya Asri saat duduk bersama Rihana di teras depan rumah.Rihana menarik napas panjang, kemudian mengembuskan perlahan.“Aku sangat yakin, Bi. Aku sudah menunggu lima tahun lamanya untuk balas dendam. Aku tidak akan membiarkan begitu saja orang-orang yang sudah membunuh Mama, bisa hidup dengan tenang. Aku juga ingin memberi pelajaran, kepada orang-orang yang sudah menelantarkanku.” Rihana bicara dengan begitu serius, menatap Asri dengan penuh dendam dan rasa sakit.Asri tidak bisa mencegah Rihana, hanya saja merasa cemas dengan kondisi putri temannya itu.“Aku pikir, dengan adanya Bastian, kamu sudah bisa melupakan dendammu. Namun, bibi juga tidak bisa mencegah, jika memang itu sudah menjadi tekadmu.” Asri bicara sambil mengusap punggung Rihana.“Selama aku pergi, tolong jaga Bastian dengan baik,” pinta Rihana.Asri mengangguk-angguk dengan seulas senyum, tentu saja dia akan menjaga Bastian dengan baik.**Rihana berangkat dari kampung membawa mobil
Bastian memekik kesakitan karena pantatnya membentur lantai, sedangkan orang dewasa yang menabraknya, atau begitulah yang Bastian rasa, meski sebenarnya dia yang salah, kini sedang menatapnya sambil melotot.“Kamu--” Orang dewasa mengenakan seragam hotel itu keheranan melihat Bastian berkeliaran di sana.“Apa orang dewasa memang suka berjalan sembarangan?” Bastian bicara dengan satu tangan berkacak pinggang, sedangkan tangan satunya menunjuk pelayan hotel itu sambil digerak-gerakkan.Pelayan hotel itu melongo melihat dan mendengar cara bicara Bastian. Belum lagi bocah kecil itu malah memarahinya.“Adik manis, kamu yang jalan sembarangan dan tidak melihat sekitar. Jadi, bukan kakak yang salah. Di mana orangtuamu, biar kakak antar,” ucap pelayan wanita hotel itu dengan ramah dan penuh senyum, takut kalau Bastian salah satu anak dari pengunjung hotel.Bastian kini melipat kedua tangan di depan dada, lantas kembali berkata, “Onty cantik, aku tidak mau bersama orang asing. Meski Onty canti
Melvin menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan yang sangat cemas. Kandungan Rihana sangat baik saat pemeriksaan sebelumnya, hingga membuat Melvin tidak menyangka jika akan ada masalah seperti sekarang. “Dia pasti baik-baik saja. Mungkin Rihana hanya kelelahan sehingga bayinya sungsang dan ada pendarahan,” kata Mario mencoba menenangkan Melvin. Melvin mengusap kasar wajah. Apa pun alasannya, dia tetap saja mencemaskan kondisi Rihana, terlebih sebelumnya Rihana selalu berkata jika perasaannya sangat damai. “Berdoa agar semua berjalan lancar,” ucap Mario kemudian. Mario masih di sana menemani Melvin. Simbok juga masih di sana untuk berjaga-jaga siapa tahu Melvin membutuhkan bantuannya. Setelah menunggu lama, akhirnya seorang perawat keluar dari ruang operasi. Melvin langsung berdiri dan mendekat bersama Mario juga simbok. “Bagaimana operasinya, Sus?” tanya Melvin dengan ekspresi wajah panik. “Operasinya berjalan lancar. Ibu dan bayinya selamat. Mereka akan dipindah ke ruang
“Tolong bawa masuk dan taruh di sini.”Rihana mengintruksi kurir yang mengantar foto keluarga dari studio. Setelah satu minggu menunggu, akhirnya foto mereka datang. Ada beberapa yang dipasang di bingkai, tapi ada pula yang dibuat album.Setelah memastikan jumlah bingakai foto yang dipesan sesuai, Rihana berterima kasih ke kurir. Dia meminta orang di rumah untuk membantu mamasang bingkai foto di kamarnya, anak-anak, juga di ruang keluarga.“Yang tiga itu nanti di kamar anak-anak,” perintah Rihana untuk memasang foto Bas, Nana, dan Nanda di kamar ketiganya.Rihana terlihat senang karena bisa memandang foto keluarga terpasang di dinding rumah.“Apa sudah pas, Nyonya? Ada yang mau disesuaikan?” tanya tukang kebun yang membantu memasang foto di ruang keluarga.“Sudah, itu sangat bagus.” Rihana tersenyum lebar, menatap bingkai foto itu. Ditatapnya foto dirinya, Melvin, Bastian, Nana, dan Nanda. Senyum mereka menunjukkan kebahagiaan.Rihana pergi ke kamar anak-anak, memastikan foto anak-ana
Weekend itu, Rihana sudah sibuk di dapur mengemas makanan yang akan mereka bawa. Simbok meminta agar dia dan pembantu lain yang menyiapkan.“Nyonya kalau capek berdiri, duduk saja,” kata simbok.“Ga papa, aku mau mastiin makanan kesukaan anak-anak tidak ada yang lupa dibawa. Simbok siap-siap sana, kita berangkat bersama,” balas Rihana.Rihana berinisiatif mengajak semua pekerja ikut, termasuk satpam dan juga pembantu. Mereka tidak pernah diajak liburan, meski dekat tapi setidaknya mereka merasakan libur kerja.“Mama, Nana boleh bawa topi ini?” tanya Nana memperlihatkan topi bulat besar, dengan pita yang melingkar di bagian atasnya.“Boleh, bawa saja,” jawab Rihana.Nana terlihat senang, dia kembali berlari untuk bersiap-siap karena akan pergi piknik.Semua orang sudah siap. Mobil yang akan membawa mereka juga siap. Makanan dan minuman untuk disantap saat piknik pun sudah masuk mobil.Setelah memastikan semua orang berkumpul dan masuk mobil, mereka pun pergi berlibur bersama.“Aku piki
“Kita mau ke mana?” tanya Nana.Rihana duduk di belakang Nana, meminta gadis kecil itu berdiri, sedangkan dia sibuk menyisir rambut panjang Nana karena akan diikat.“Kita akan pergi foto bersama. Mama, papa, kamu, Bas, dan Nanda,” jawab Rihana sambil tersenyum.“Benarkah?” Nana terlihat sangat senang. “Kita akan punya foto keluarga?” tanya Nana kemudian.“Tentu saja, Nana dan Nanda adalah keluarga, jadi harus ada foto keluarga,” jawab Rihana ikut bersemangat karena Nana.Nana terlihat sangat bahagia. Dia memakai gaun berwarna merah muda dengan renda di tepian rok. Kini Rihana sedang mengikat rambut Nana, lantas memakaikan pita berwarna merah muda yang sedikit terang dari warna gaun gadis kecil itu.“Sudah selesai, coba hadap sini. Mama mau lihat secantik apa Nana.” Rihana meminta Nana berputar menghadap ke arahnya.Nana berputar, kemudian tersenyum manis ke Rihana.Rihana menatap Nana, gadis kecil cantik itu benar-benar sudah masuk ke dalam hatinya.“Nana sudah sangat cantik,” kata Ri
“Aku memiliki beberapa daftar keinginan.”Melvin menoleh Rihana, melihat sang istri yang duduk sambil mengulas senyum.“Daftar apa saja?” tanya Melvin penasaran.“Ada beberapa. Di antaranya, piknik keluarga dan foto bersama. Bagaimana menurutmu?” tanya Rihana sambil menatap Melvin.“Jika kamu ingin seperti itu, mari kita lakukan,” jawab Melvin.“Setelah Monika menikah, bagaimana?” tanya Rihana lagi.“Baiklah, nanti aku siapkan segala hal yang kamu inginkan.”“Aku ingin foto keluarga dua kali. Satu saat bayi kita dikandungan lalu kedua setelah bayi kita lahir,” ucap Rihana sambil mengusap perutnya.Melvin ikut mengusap perut Rihana, bahkan ikut membungkuk lantas mencium perut istrinya itu.“Setuju, aku akan menyiapkan studio agar kita bisa foto keluarga bersama,” ucap Melvin mengiakan apa pun permintaan Rihana.Setelah masalah Mark dan Cantika selesai, Rihana terlihat bernapas lega karena bisa melihat orang-orang baik yang menolongnya, kini bisa hidup senang dan bahagia.Asri diajak Ga
Setelah 3 hari menunggu, akhirnya hasil tes lab DNA keluar. Gabriella memang meminta agar hasil tes bisa dipercepat karena mereka mencoba meminimkan hal-hal yang mungkin akan terjadi.Hari itu di rumah sakit. Mark, Cantika, dan keluarga termasuk Rihana juga Melvin, ada di sana untuk mendengar hasil tes DNA. Margaretha duduk tenang di sana, seolah begitu yakin jika dia akan menang dari Cantika untuk mendapatkan Mark.Hingga perawat meminta agar Mark dan Margaretha masuk untuk mendengar dokter membacakan hasil lab, tentu saja semua orang yang masuk, bukan hanya dua orang itu saja.Margaretha masuk terlebih dahulu, memandang dokter yang sudah menunggu, lantas dia duduk di kursi yang terdapat di depan meja dokter.Mark masuk bersama Cantika dan yang lain. Dia pun duduk di samping Margaretha, siap mendengarkan hasil lab karena sangat yakin jika bukan dia ayah dari bayi itu.“Bisa saya bacakan sekarang?” tanya dokter itu.Semua orang mengangguk setuju. Dokter itu membuka amplop yang tertutu
“Tika!” Asri mencari keberadaan Cantika. Pagi itu Asri mendatangi kamar Cantika, tapi tidak mendapati putrinya di kamar.“Tika!” Asri keluar dari kamar, mencari keberadaan Cantika di tempat lain tapi tidak melihat putrinya.Rihana baru saja menuruni anak tangga, hingga melihat Asri yang terlihat cemas.“Ada apa, Bi?” tanya Rihana sambil melangkah menuruni anak tangga untuk menghampiri Asri.Asri menatap Rihana dengan wajah panik dan langsung mendekat.“Ri, Tika ga di kamar. Di mana dia? Bagaimana kalau dia pergi dari rumah dan melakukan hal-hal yang tidak terduga karena stres?” Asri bicara dengan ekspresi wajah panik.Rihana terkejut mendengar ucapan Asri, hingga dia ingin mencoba menenangkan, tapi terhenti saat mendengar suara Cantika.“Ada apa, Bu?” tanya Cantika menatap Asri yang cemas.Cantika pulang tepat waktu, atau Asri akan pergi ke kantor polisi karena mengira Cantika hilang. Dia bangun terlambat karena kelelahan akibat pergulatan dengan Mark, saat dibangunkan Mark pun susah,
Cantika dan Mark saling tatap, keduanya masih bergeming di tempatnya masing-masing. Di saat Mark berharap bisa memiliki gadis itu sepenuhnya, Cantika sedang menyiapkan diri untuk memberikan dirinya ke pria yang sudah sah menjadi suaminya.“Aku tidak memaksamu, hanya saja apa tidak bisa untuk tak menjaga jarak. Aku hanya ingin--” Belum juga Mark melanjutkan ucapannya, Mark dibuat terkejut saat Cantika berjalan cepat ke arahnya.Cantika berjalan cepat ke Mark, lantas merangkup kedua pipi Mark, kemudian menautkan bibir mereka. Mark sangat terkejut dengan tindakan Cantika, tapi tentu saja dia senang karena Cantika berinisiatif untuk memulai.Mereka saling melumat, hingga Mark mengangkat tubuh Cantika dalam gendongan ala koala, membawa ke ranjang dan duduk dengan posisi memangku, bibir mereka masih saling bertautan dan melumat bergantian.Mark mulai terpancing gairah, tapi kali ini dia tidak akan menahannya karena Cantika sudah sah menjadi miliknya secara agama dan hukum.Jari Mark mulai m
Cantika keluar dari kamar setelah mendapat panggilan. Hingga melihat mobil berhenti di depan gerbang rumah Melvin. Dia pun berlari ke arah gerbang, saat pintu mobil itu terbuka dan seseorang keluar dari sana.Security di sana bingung melihat Cantika keluar dari rumah di malam hari.“Mbak, mau ke mana?” tanya security.“Bukain, Pak.” Cantika meminat security membuka gerbang.Security pun menuruti permintaan Cantika, membuka gerbang kecil agar Cantika bisa lewat.Ternyata Mark menghubungi dan berkata ada di depan gerbang. Pria itu tidak bisa menahan rindu meski hanya beberapa hari, apalagi mereka berpisah setelah menikah, dikarenakan tuduhan yang dilayangkan Margaretha, sampai membuat Asri melarang Mark bersama Cantika, sampai hasil DNA keluar. Asri hanya tidak mau anaknya jadi janda setelah menikah beberapa hari, belum lagi jadi janda setelah dibobol, tentu saja Asri tidak akan rela.“Mark!” Cantika berlari dan langsung melompat ke pelukan Mark.Tentu saja Mark terkejut dan menangkap C