Tania terus teringat dengan perkataan Ray, tentang Rose yang jadi begitu bahagia hanya dengan hal sederhana yang mereka lakukan.Tania juga tidak bisa menutup mata. Anak perempuan seperti Rose sangat butuh peran seorang ayah dalam hidupnya. Baik sekarang ataupun nanti. Rose selalu butuh figur Ayah. “Bisakah aku memberikan itu pada Rose? Apakah tidak dengan aku saja?” batin Tania dalam hati, memandangi Rose yang asik bermain dengan Ray.“Bisakah aku menjadi Ayah dan Ibu untuknya? Sehingga kami tidak perlu kehadiran orang baru, dan masuk dalam kehidupan keluarga kami yang rumit.”Rose tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari Ayah kandungnya. Rose hanya tumbuh bersama sang kakek yang merupakan Ayah Tania.Sekarang, Ray hadir dan memberikan apa yang tidak didapatkan Tania dari seorang Ayah. Namun, Tania tidak ingin jika Rose sampai terbiasa dengan itu. Karena kelak ia harus meninggalkan semua ini.Keluarga hangat. Rose butuh itu. Namun tidak dengan Ray. Mereka jelas berbeda. Mereka bah
Tania masih dalam keadaan panik, ia berpegangan pada bangku yang menghadap ke kolam renang, satu tangannya memegang dadanya, merasakan detak jantungnya yang berpacu cepat. Napas Tania masih memburu, ia hanya bisa menatap Ray yang melompat ke kolam renang untuk menyelamatkan Angel, membawanya naik ke tepi kolam.“Bibi Angel, Bibi Angel kenapa?” Rose berlari keluar, menghampiri Angel yang batuk-batuk dengan Ray yang mengusap punggungnya.“Maaf Tuan, apakah Nona Angel baik-baik saja?” Para asisten rumah juga berlari keluar, mengerumuni Angel dan Ray.“Ambilkan handuk!” perintah Ray, membuat salah satu dari mereka berlari masuk untuk mengambil handuk.Tania, ia masih berdiri di tempatnya, menatap Angel yang dikerumuni banyak orang. Tania tidak ikut bergabung, ia hanya berusaha menenangkan dirinya dari rasa terkejut.“Kak Ray, aku hanya mencoba bicara dengan Kakak ipar, aku tidak tahu mengapa dia tiba-tiba mendorong aku,” rengek Angel, ia mengalungkan tangannya di leher Ray.Ray tidak men
Hari itu, Tania kembali ke rumah lebih dulu, meninggalkan Rose dan Ray yang masih tinggal menjaga Angel.Juan yang datang menjemput Tania, mengikuti perintah Ray. Membawa Tania ke rumah lalu kembali ke luar negeri untuk melihat keadaan Angel bersama dengan Ma Cee.“Semua orang khawatir padanya,” batin Tania dalam hati.“Di sini, akulah yang terlihat jahat. Akulah penjahatnya.”Bahkan Ma Cee juga tidak menyapa Tania saat sampai di rumah. Ia hanya mengabaikan Tania dan langsung pergi dengan Juan.Wajar saja, Angel adalah anak Ma Cee. “Harus bagaimana lagi sekarang? Tidak ada yang akan mempercayai aku,” ujar Tania bermonolog.Tania tertawa, “mengapa rasanya menyedihkan saat harus berada dalam keadaan seperti ini. Tidak ada yang percaya, semuanya menatap aku dengan tatapan menyudutkan.”Tania memeluk lututnya, menenggelamkan wajahnya diantara lututnya. Ia duduk di atas ranjang dan terus memikirkan apa yang terjadi kemarin. Tania tidak bersalah, namun orang-orang di sekitarnya yang membu
“Pak Ray, Anda datang.” Pihak keamanan yang ikut keluar menyusul Tania, segera menunduk memberi hormat saat melihat keberadaan Ray.“Bagaimana? Apakah semuanya sudah diamankan?” tanya Juan.“Kami sudah mengunci semua informasi dan data perusahaan. Kami juga sudah melacak agar data yang sempat dicuri tidak sampai bocor dan disalahgunakan. Sejauh ini, kami masih memantau untuk mencari tahu keberadaan flashdisk itu.”Kepala keamanan mulai menjelaskan, tentang bagaimana pelaku menggunakan kartu nama Tania untuk mencuri data perusahaan. “Kak Tania kehilangan kartu namanya, itu sudah hilang beberapa hari yang lalu, jadi tidak mungkin Kak Tania yang melakukannya,” ujar Ali membela Tania saat kepala keamanan memojokkan Tania.“Benar, Tania juga tidak mungkin memiliki keberanian untuk melakukan itu. Lagipula untuk apa Tania mencuri data perusahaan.” Maudy ikut menyahut, membela Tania.“Semua ini akibat kelalaian kami, karena tidak segera membuat laporan kehilangan saat kartu nama Tania hilang
“Jangan menatap aku seperti itu, kau membuat aku tampak menyedihkan,” ujar Tania, menegur Maudy yang sedari tadi hanya menatapnya.Setelah menyerahkan surat pengunduran dirinya, Tania diajak oleh Maudy untuk pergi ke sebuah rumah makan. Maudy hanya berusaha menghibur Tania. “Ck. Kepala keamanan itu, rasanya aku ingin mencakar wajahnya,” geram Maudy.“Beraninya dia membentak-bentak kamu.”“Sudahlah Maudy, semuanya sudah terjadi. Mungkin aku memang tidak ditakdirkan bekerja dalam waktu yang lama di perusahaan itu. Aku bahkan sudah dua kali mengajukan surat pengunduran diri,” ujar Tania yang berusaha tetap tersenyum.Tania tidak sedih karena harus mengundurkan diri, ia hanya bingung, bagaimana kehidupannya kedepan. Apakah Tania akan tetap tinggal di rumah Ray? Atau, akankah Ray juga mengusirnya karena telah dituduh melakukan kejahatan, bukan hanya pada Angel tapi juga pada perusahaan.Tania menghela napas, “ada banyak hal yang terjadi dalam akhir pekan ini, semuanya terjadi dalam waktu
Untuk kali ini, Tania tidak sampai dilarikan ke rumah sakit. Luka yang di dapatkan Tania tidak dalam kategori parah. Sehingga hanya Ray yang membersihkan luka Tania dan memberinya obat.“Apakah kau bodoh! Mengapa kau tidak melawan,” geram Ray, ia meringis saat melihat dengan jelas luka-luka lecet di wajah Tania. Seolah ia yang mendapatkan luka itu di wajahnya.“Lalu ibumu akan membuang aku masuk ke penjara karena melawannya. Kau pikir aku tidak memikirkan semua itu,” batin Tania dalam hati.“Pilihan aku cuma satu. Diam.”Melihat Tania yang hanya diam tanpa menanggapi perkataannya, membuat Ray kembali mengoleskan obat pada luka-luka Tania. Sesekali ia meringis, seolah ia dapat merasakan perih yang dirasakan Tania.“Kau bahkan tidak bisa melindungi dirimu sendiri!” decak Ray kesal.“Apakah sudah selesai? Jika sudah, aku akan keluar,” ujar Tania.“Kau mau kemana? Kau butuh istirahat, Tania. Tidak bisakah kau melakukan apa yang aku katakan. Istirahatlah di sini,” ujar Ray tegas.Saat ini
“Kau terlalu keras kepala, Tania!” ujar Ray pelan. Ia tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapi Tania.“Benar. Aku memang sangat keras kepala, dan kau sangatlah egois.”“Aku rasa cukup sampai di sini.” Tania menunduk selama beberapa saat, sebelum ia kembali mengangkat kepalanya untuk menatap Ray. “Maaf karena telah mengganggu waktu Anda, Tuan. Permisi.”Tania segera keluar dari kamar Ray setelah berpamitan. Ia kembali ke kamarnya untuk berisitirahat. Hari ini terlalu melelahkan. Kesialan seolah mengekor di belakang Tania, membuat Tania harus menghadapi semua ini.Sedangkan Ray. Ia hanya menatap kepergian Tania. Ia tidak lagi berusaha menahan Tania. Ray juga merasa lelah. “Mengapa kau terus muncul dalam ingatan aku.”“Tidak bisakah kau membuat aku bernapas sebentar saja, Tania,” geram Ray.Tania sudah berusaha untuk tidak memikirkan Tania, mengalihkannya dengan mengerjakan pekerjaannya. Mengurus kelanjutan terkait kebocoran data perusahaan. Namun, Tania terus menghantui pikirannya, m
“Tania, kau baik-baik saja?” tanya Maudy yang langsung menyambut Tania dan memeriksa keadaannya.“Lihat wajahmu, kau terluka. Apakah wanita tua itu memukulmu?” Maudy menyentuh wajah Tania yang terdapat bekas luka yang sudah mengering.Hari ini Tania mengunjugi Maudy di rumahnya, setelah Maudy terus mendesak untuk menemuinya. Terpaksa Tania meminta sopir untuk mengantarnya ke rumah Maudy. Sehingga di sinilah Tania berada sekarang.“Aku baik-baik saja, Maudy. Ini hanyalah luka kecil, bukan apa-apa,” jawab Tania yang merasa biasa saja dengan luka di wajahnya.Maudy tidak lagi menjawab, ia hanya menatap Tania dalam, seolah meminta Tania untuk bercerita tentang apa yang sebenarnya terjadi.“Tania, apakah kau tidak menganggap aku sebagai sahabatmu?”“Mengapa kau tidak pernah mengatakan apa pun padaku, bukankah seharusnya kau bercerita padaku. Mengapa kau hanya memendam semuanya sendiri Tania.”Maudy tiba-tiba memeluk Tania, ia sangat tahu kalau sahabatnya itu telah melalui masa yang sulit.
“Tania,” tegur Ray saat Tania tidak memperhatikannya.“Iya, ada apa sayang?” tanya Tania. Ia keasikan bertukar pesan dengan Maudy, membuat Tania tidak memperhatikan apa yang dikatakan Ray.“Kamu dengar tidak apa yang aku katakan?”Tania kebingungan, ia bahkan tidak ingat kalau Ray berbicara sesuatu padanya. Namun untuk menyelamatkan dirinya, Tania hanya mengangguk pelan, tampak jelas kalau ia sendiri ragu.“Coba jelaskan ulang apa yang aku katakan tadi.”Tania jadi diam seribu bahasa, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ia bahkan tidak tahu apa saja yang dikatakan Ray.“Kau tidak tahu ‘kan.” Ray menyentil dahi Tania, membuat Tania meringis.“Sayang,” rengeknya, mengusap dahinya.“Makanya kalau aku bicara itu dengarkan. Jangan hanya fokus pada ponselmu. Jika kau terus seperti ini, aku akan mematahkan ponselmu.”Tania langsung meletakkan ponselnya di meja. Ia tersenyum menatap Ray, seolah bersikap manis. Menunjukkan bahwa dirinya akan berperilaku baik.“Apa yang tadi kamu katakan, sayan
Tania merasa aneh, Juan tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Juan seolah menghilang begitu saja. Ray juga tidak pernah membahas tentang Juan, bahkan saat Tania bertanya, tidak ada yang memberikan jawaban.“Sayang, aku tidak pernah lagi melihat Juan. Apakah dia sakit?” tanya Tania pada suaminya, Ray.“Tania, sudah berapa kali aku katakan. Jangan pernah membahas tentang laki-laki lain. Aku tidak suka,” jawab Ray, mendengus kesal. Iya bahkan melepaskan pelukannya dan menatap Tania tajam.“Aku ‘kan hanya bertanya karena khawatir, lagipula dia sahabat kamu ‘kan.”Tania bergumam pelan, namun masih bisa didengarkan oleh Ray. Hal itu membuat Ray semakin kesal.“Sayang, kamu marah?” Melihat Ray yang langsung memutar tubuhnya, berbaring membelakangi Tania, membuat Tania menyadari kalau Ray benar-benar kesal. Tania lalu memeluk Ray dari belakang. Tania tidak bisa membiarkan Ray kesal, karena itu bisa berdampak pada hal lainnya juga. Jadi kunci segalanya berjalan baik adalah membuat
“Sayang, lihat bukankah ini sangat lucu.” Tania yang antusias, jadi terkejut saat melihat bukan Ray yang ada di sebelahnya.“Iya, itu menggemaskan, cocok untuk Rose,” jawab Juan dengan senyuman tulus yang ia tunjukkan.“Di mana, Ray?” tanya Tania yang langsung menyadari ketidakhadiran Ray di dekatnya.Tania mengedarkan pandangan matanya, mencari keberadaan Ray. Namun, Ray tidak ada di mana pun. Saat ini hanya ada Tania dan juga Juan.“Mau ke mana? Bukankah kau ingin melihat pakaian untuk Rose?” Juan menarik tangan Tania yang hendak pergi. Hal itu membuat Tania menatap Juan heran, ini kali pertama Juan bersikap seperti ini.“Lepaskan.” Tania menarik tangannya yang digenggam oleh Juan.Tania benar-benar merasa tidak nyaman di dekat Juan. Tania merasa ada yang mengganjal dari sikap Juan. Dia tidak seperti biasanya.“Ray harus kembali ke kantor, karena itulah aku yang menemani kamu di sini,” jelas Juan.“Mengapa dia tidak mengatakannya padaku?” protes Tania, seharusnya Ray mengatakannya p
Tani duduk dengan gelisah di atas tempat tidur, ia tidak bisa turun atau bahkan meninggalkan tempat tidur tanpa izin Ray. Kecuali jika Tania sanggup menerima hukuman dua kali lipat, maka ia bisa bebas membangkang.“Dia kemana sih,” gerutu Tania, kesal. Ray sudah pergi sejak tadi dan belum kembali juga. Padahal Ray mengatakan kalau ia tidak akan lama.Karena penasaran, Tania akhirnya memberanikan diri untuk membangkang. Ia harus turun ke bawah dan melihat apa yang terjadi.Tania merasa tidak bisa tenang. Ia sangat yakin kalau Ray dan Juan akan menghukum pengawal dan mungkin juga asisten rumah. Padahal ini tidak ada hubungannya dengan mereka, semua ini murni kesalahan Tania. “Jangan sampai mereka menghukum orang yang tidak bersalah,” gumam Tania pelan.Dan seperti dugaan Tania, saat ia sampai di bawah. Juan sedang mendisiplinkan para pengawal dan seluruh asisten rumah, termasuk Ma Cee. Tania segera menghampirinya, meskipun harus dengan tertatih-tatih karena kakinya yang sedang sakit.
Rapat sedang berlangsung saat telepon Juan terus berdering, sehingga ia terpaksa meninggalkan rapat.Juan mulai curiga saat melihat banyak panggilan tidak terjawab dari telepon rumah, pengawal dan sekarang telpon dari Ma Cee menggunakan nomor pribadinya. Biasanya Ma Cee tidak menggunakan nomor pribadinya untuk menelpon.“Ada apa Ma Cee?” tanya Juan.“Nona Tania … Nona Tania tidak sadarkan diri, Nona Tania terluka, kakinya terluka dan mengeluarkan banyak darah.”Jantung Juan terasa berhenti berdetak mendengar suara ketakutan Ma Cee. Dalam keadaan darurat apa pun itu, Ma Cee biasanya selalu tenang. Namun, sekarang terdengar jelas suara Ma Cee yang bergetar disertai napasnya yang memburu, menunjukkan dengan jelas betapa takut dan khawatirnya Ma Cee.Juan memutar tubuhnya menatap pintu ruang rapat. Jika ia memberitahukan pada Ray sekarang, maka rapat akan terhenti dan semuanya harus ia susun kembali dari awal. Namun jika Juan tidak memberitahukan pada Ray sekarang, maka Juan tidak bisa me
“Apakah kamu ingin ikut ke kantor?” tanya Ray. Tania yang baru bangun dibuat terkejut dengan pertanyaan Ray. Yang benar saja, bagaimana mungkin Tania tiba-tiba muncul di kantor setelah semua yang terjadi. “Tidak, aku di rumah saja,” jawab Tania cepat.“Aku takut jika kau akan bosan di rumah,” ujar Ray, berjalan mendekati Tania yang masih duduk di tempat tidur.“Sudah tidak ada Rose yang akan mengganggumu,” ujar Ray lagi, mengusap wajah Tania yang memerah.Rose kembali ke luar negeri untuk melanjutkan akademik. Sebelumnya Rose memang tidak dikeluarkan, sehingga ia masih terdaftar sebagai siswa di sana. Meskipun berat, Tania tidak punya pilihan lain selain melepas Rose. Lagipula itu juga permintaan Rose yang ingin kembali belajar dan bermain bersama teman-temanya.“Aku bisa pergi ke pantai yang di depan rumah, apakah boleh?” tanya Tania.“Boleh, pergilah bersama asisten rumah dan beberapa pengawal.”“Ray,” ujar Tania memelas. Tania tahu, hubungannya dengan Ray sudah berubah, bukan l
“Ray, apa yang kamu lakukan? Aku tidak membutuhkan semua ini.” Tania menatap Ray yang seolah tidak merasa bersalah. Padahal Ray sudah benar-benar kelewatan. Bagaimana tidak, Ray membeli semua barang yang di sentuh Tania.Bukan hanya barang yang disentuhnya, Ray bahkan membeli setiap barang yang dilirim Tania. “Kamu tidak akan membeli seluruh isi mall ini ‘kan?”“Mall ini milik aku. Kamu ingin memilikinya? Aku bisa menggunakan namamu sebagai pemilik mall ini, juga menggunakan namamu sebagai nama baru mall ini.”“Sepertinya mall ini memang perlu pembaruan.”Tania sampai terdiam mendengar apa yang dikatakan Ray. Yang benar saja. Bagaimana bisa Ray dengan mudahnya mengatakan itu.“Apalagi yang kamu inginkan?” tanya Ray, sedangkan Tania masih bungkam dan hanya menatap Ray dengan kedua matanya yang berkedip-kedip.“Seharusnya Rose ikut bersama kita. Dia pasti ingin membeli banyak mainan,” ujar Ray lagi.Rose memang tidak ikut bersama mereka. Ia pulang dengan asistennya setelah Rose tertid
“Ray,” panggil Tania.“Hm,” jawab Ray.“Aku benar-benar tidak terbiasa dengan semua ini. Bisa lepaskan aku?”Tania berusaha melepaskan lilitan tangan Ray di tubuhnya. Ia masih tidak terbiasa dengan perubahan secepat ini. Sekarang mereka akan benar-benar menjalani kehidupan sebagai pasangan suami istri. Bukankah itu melegakan. Tania tidak perlu lagi merasa takut dengan segala kemungkinan yang tidak pasti.“Aku merindukanmu, Tania,” bisik Ray lirih. Suaranya begitu pelan hingga membuat Tania merinding mendengarnya.“Tapi, ini sudah siang, Ray. Kita harus menjemput Rose, dia pasti sudah mencari aku.”Ray tidak menjawab, ia masih nyaman dalam posisinya. Mencari kehangatan dari tubuh Tania. Terus merapatkan tubuhnya, membuat kulit mereka saling menempel tanpa penghalang.“Ray. Kau tidak lupa dengan Rose ‘kan?”“Tidak, sayang.” Ray segera bangun. “Dia putri aku, bagaimana bisa aku melupakannya.”Ray segera bangun, ia harus membersihkan diri sekarang. Ini kali pertama ia bangun telat. Sekar
Tania duduk termenung, mendengar semua perkataan Raka membuat Tania semakin bimbang. Apakah keputusannya untuk berpisah sudah benar atau tidak.Tania menatap kosong ke depan, ia tidak menyangka kalau Ray akan seserius ini. “Ayah, apakah Rose sudah tidur?” tanya Tania. Ia menelpon Ayahnya, berharap bisa mendapatkan solusi setelah berbicara dengan Ayahnya.“Dia sudah tidur sejak tadi, sepertinya dia kelelahan.” “Bagaimana denganmu, Nak? Apakah kau akan menginap di sana?”Tania diam. Sekarang sudah pukul sembilan malam. Hanya Tania sendirian di sini. Raka dan Ali sudah pergi. Ma Cee dan para asisten rumah sudah berisitirahat sembari menunggu Ray kembali.“Ayah, bagaimana ini?” “Nak, tetapkan pilihanmu. Ayah akan selalu mendukung kamu apa pun pilihan yang kamu putuskan. Namun, kamu harus ingat. Terkadang kita terlalu sering mencari kesalahan pasangan kita, hingga kita tidak menyadari segala kebaikannya.”“Meskipun Ayah mengatakan kalau Ayah mendukung kamu apa pun itu keputusan kamu, na