“Ada apa, bukankah kau ingin menemui aku? Mengapa hanya diam saja?” tanya Ray. Tidak berselang lama sejak Tania sampai di bawah setelah meninggalkan ruang kerja Ray, terdapat panggillan yang meminta Tania untuk kembali menemui Ray.Sehingga, di sinilah Tania berada sekarang. Berdiri di hadapan Ray.“Mengenai pertemuan saya dengan salah satu media partner hari ini, mereka mengajukan permintaan sebagai imbalan atas jam tayang mereka yang harus berubah selama penayangan promosi.”“Hm,” jawab Ray bergumam.“Dari stasiun televisi mana?” tanyanya kemudian.Tania lalu menjelaskan mengenai apa saya yang mereka bicarakan dalam pertemuan itu. Termasuk isu yang mereka bahas.“Mereka ingin mengkonfirmasi langsung pada Pak Ray mengenai hal tersebut,” jelas Tania diakhir penjelasannya.“Ternyata indra penciuman mereka benar-benar tajam,” gumam Ray. “Itu bahkan tercium sangat cepat oleh mereka.”Tania mengerutkan keningnya, sepertinya ia mengerti apa yang dimaksud oleh Ray. “Tidak perlu pedulikan
“Iya, tidak seharusnya ada perasaan yang terlibat diantara kami.”Tania perlahan mulai terbiasa dengan dirinya yang sekarang, tidak lagi mencari cela untuk ia mengingat Ray. Mereka sibuk dengan diri mereka sendiri.Meskipun tinggal di bawah atap yang sama, namun mereka hanya akan bertegur sapa jika itu berkaitan dengan pekerjaan. Biasanya Ray akan memanggil Tania untuk ke ruang kerjanya, karena jika di kantor, mereka juga tidak bebas untuk bertemu.Namun, hari ini ada yang berbeda. Ray memanggil Tania untuk masuk ke dalam kamar yang dulu mereka tempati.“Pilihlah pakaian yang akan kau kenakan,” perintah Ray, menunjuk pada pakaian yang tergantung rapi.“Untuk apa? Aku tidak akan kemana-mana,” bantah Tania.“Sepertinya aku terlalu ringan padamu akhir-akhir ini. Patuh padaku dan lakukan apa yang aku perintahkan. Jangan lupakan itu.”Tania akhirnya diam, ia menatap deretan pakaian dengan merek-merek ternama.“Mengapa aku harus memakai pakaian seperti ini,” gumam Tania, menatap gaun yang b
“Apakah Kakak ipar baik-baik saja dengan gaun itu?” tanya Raka.Mereka sudah ada di pelabuhan, sebentar lagi mereka mulai berpindah ke kapal pesiar, setelah semua tamu sudah diperiksa satu-persatu.“Aku baik-baik saja, hanya saja anginnya sedikit kencang.” Tania mengusap lengannya yang terasa dingin akibat tiupan angin.“Pakai ini.” Raka membuka jasnya, memasangkannya pada Tania.“Tidak apa-apa, aku tidak apa-apa. Kau bisa mengenakannya Raka, nanti kau akan kedinginan,” ujar Tania menolak. Raka menggeleng, ia menahan tangan Tania yang akan melepaskan jas itu dari tubuhnya.“Di sini dingin. Kakak ipar menurut saja.”“Aku baik-baik saja dengan kemeja ini, bahannya tebal sehingga tidak terlalu dingin.”Saat ini mereka berisitirahat tepat di tepi laut, menunggu mereka dipersilahkan naik ke kapal pesiar. Suasana malam yang diiringi tiupan angin, membuat siapa pun menggigil kedinginan.“Kenapa juga kita harus menggunakan pakaian seperti ini,” gumam Tania pelan yang masih dapat didengar ole
“Apa yang mereka bicarakan, mengapa begitu serius mengobrol,” geram Ray kesal, ia hanya bisa melihat Tania dan Raka dari jarak yang lumayan jauh.Beberapa media masih terus mengawasi, membuat Ray harus berada di tempat yang aman dari jangkaun bersama Satria dan Juan. “Apa yang kau lihat?” tanya Satria yang berjalan mendekati Ray. “Apa yang menarik di sana? Hanya ada tamu undangan.”“Atau, ada salah satu dari mereka yang menarik?”“Tentu saja, dia sedang mengawasi istrinya.”Juan ikut berdiri, bergabung dengan Ray dan Satria. Mereka berdiri di dekat pagar pembatas, sehingga bisa bebas melihat semua orang di bawah sana.“Yang mana? Tunjukkan padaku?” tanya Satria heboh. Ia memang sangat penasaran dengan sosok Tania, istri Ray.“Di sana, yang sedang bersama Raka,” jawab Juan.Satria menatap Tania dari tempatnya, berusaha menyipitkan matanya agar bisa melihatnya dengan jelas. Suasana malam tetap cerah dengan penerangan yang sangat banyak, membuat Satria tidak kesulitan untuk melihat Tan
“Raka, apakah tidak masalah jika aku terus ikut denganmu? Aku tidak mengenal siapa pun di sini.”Tania dan Raka sudah berada dalam kapal pesiar. Para tamu undangan sudah duduk di kursi mereka masing-masing, sedangkan Ray bersama Juan dan Satria berada di atas panggung. Mereka bertiga adalah keluarga kaya dari generasi ke-tiga yang melaksanakan acara pameran ini.“Tentu saja, aku juga tidak mengenal mereka semua.”“Kakak ipar nikmati saja acaranya, sebentar lagi Kak Ray akan menyampaikan sambutan.”Tania dan Raka kembali fokus ke depan. Menikmati penampilan seni tari yang diiringi alunan musik tradisional sebagai pembukaan. Setelah selesai, MC mulai masuk dan menyapa para tamu undangan. Ia mulai menjalankan semua susunan acara yang telah diatur. Hingga sampai pada sambutan terakhir yang akan disampaikan oleh Ray.“Sambutan terakhir sekaligus membuka acara secara resmi oleh Presiden Direktur Nugraha Group, sekaligus ketua pelaksana Acara Pameran. Bapak Rayanggara Nugraha. Disilakan.”S
Tania panik. Ia mendorong pria itu, namun kekuatannya kalah jauh, tangannya dikunci di depan perutnya, membuat Tania tidak bisa bergerak.“Diam! Aku hanya ingin memelukmu,” bisik Pria itu dengan suara beratnya, tepat di telinga Tania.“Ray?” panggil Tania, memastikan kalau pria itu adalah Ray. Tania tidak bisa menoleh untuk melihatnya. Namun dari suaranya, itu jelas Ray.“Hm.”Tania menghembuskan napas lega. Setidaknya bukan orang lain yang memeluknya dengan sembarangan. Meski begitu, Tania tidak akan membiarkan Ray terus-menerus memeluknya. Bukankah Ray telah memberi batasan di antara mereka, lalu mengapa ia melanggarnya.“Pak Ray? Bisakah Anda melepaskan saya? Ini tidak seharusnya dilakukan oleh seorang atasan dan bawahan,” ujar Tania, membuat Ray mendengus tanda tidak suka.“Bisakah kau memanggil aku dengan berbeda? Kali ini saja. Aku ingin mendengar kau mengucapkan panggilan itu lagi, Tania.”Tania mengerutkan keningnya, ia tidak mengerti dengan apa yang dimaksud Ray. Sehingga Ta
“Kakak ipar, apakah kau mengerti tentang lukisan?” tanya Raka. Saat ini mereka tengah berdiri menatap sebuah lukisan abstrak. Bagi orang awam, itu hanyalah coretan-coretan yang tidak jelas.“Tidak, aku tidak tahu apa pun tentang lukisan. Bagaimana denganmu, Raka?” tanya balik Tania. “Aku hanya tahu sedikit,” jawab Raka.Raka dan Tania hanya melihat-lihat, mengamati orang-orang yang berlomba-lomba merogoh kocek untuk sebuah lukisan yang menarik perhatiannya.“Ayo kita ke sana, Kakak ipar,” panggil Raka.Tania berjalan bersebelahan dengan Raka, berpindah dari satu lukisan ke lukisan yang lain. Hingga, Tania tanpa sengaja berpapasan dengan Satria, membuat Tania sontak menunduk. “Mengapa aku harus ketemu dia,” geram Tania dalam hati.”Tania masih mengingat dengan jelas, Satria yang mendapati mereka semalam, membuat Tania merasa sangat malu, hingga rasanya Tania tidak ingin menunjukkan wajahnya di depan Satria.“Kakak ipar, ada apa?” tanya Raka. Ia menatap heran Tania yang seolah bersem
“Baguslah jika Kakak ipar tahu, itu artinya Kakak ipar sadar dengan posisi kakak sekarang.”Tania akan selalu ingat dengan perkataan Raka. Tentang posisi Tania dalam hidup Ray. Jadi, tidak ada alasan untuk Tania merasa cemburu dengan dua orang yang berada di depan sana, duduk bersebelahan dan sesekali mengobrol.“Kakak ipar, bagaimana ini?” Raka menghampiri Tania dengan panik, membuat Tania turut panik.“Ada apa, Raka?” tanya Tania.“Apa yang terjadi?” tanyanya lagi saat Raka tidak juga menjawab pertanyaannya.Raka tampak gelisah, ia melihat ke sana-kemari, mencari keberadaan seseorang. Hal yang sama juga dilakukan Tania, mengikuti arah pandang Raka, meskipun Tania sendiri tidak tahu apa yang sedang dicari oleh Raka.“Raka, ada apa?” tanya Tania, mengulang kembali pertanyaannya.“Kakak ipar, apakah kau melihat Kak Juan? Aku perlu bicara dengannya.” “Juan? Dia ada di sana.” Tania segera menunjuk ke arah meja bartender, namun Juan sudah tidak ada di sana. “Tadi, dia ada di sana,” uja
“Tania,” tegur Ray saat Tania tidak memperhatikannya.“Iya, ada apa sayang?” tanya Tania. Ia keasikan bertukar pesan dengan Maudy, membuat Tania tidak memperhatikan apa yang dikatakan Ray.“Kamu dengar tidak apa yang aku katakan?”Tania kebingungan, ia bahkan tidak ingat kalau Ray berbicara sesuatu padanya. Namun untuk menyelamatkan dirinya, Tania hanya mengangguk pelan, tampak jelas kalau ia sendiri ragu.“Coba jelaskan ulang apa yang aku katakan tadi.”Tania jadi diam seribu bahasa, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ia bahkan tidak tahu apa saja yang dikatakan Ray.“Kau tidak tahu ‘kan.” Ray menyentil dahi Tania, membuat Tania meringis.“Sayang,” rengeknya, mengusap dahinya.“Makanya kalau aku bicara itu dengarkan. Jangan hanya fokus pada ponselmu. Jika kau terus seperti ini, aku akan mematahkan ponselmu.”Tania langsung meletakkan ponselnya di meja. Ia tersenyum menatap Ray, seolah bersikap manis. Menunjukkan bahwa dirinya akan berperilaku baik.“Apa yang tadi kamu katakan, sayan
Tania merasa aneh, Juan tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Juan seolah menghilang begitu saja. Ray juga tidak pernah membahas tentang Juan, bahkan saat Tania bertanya, tidak ada yang memberikan jawaban.“Sayang, aku tidak pernah lagi melihat Juan. Apakah dia sakit?” tanya Tania pada suaminya, Ray.“Tania, sudah berapa kali aku katakan. Jangan pernah membahas tentang laki-laki lain. Aku tidak suka,” jawab Ray, mendengus kesal. Iya bahkan melepaskan pelukannya dan menatap Tania tajam.“Aku ‘kan hanya bertanya karena khawatir, lagipula dia sahabat kamu ‘kan.”Tania bergumam pelan, namun masih bisa didengarkan oleh Ray. Hal itu membuat Ray semakin kesal.“Sayang, kamu marah?” Melihat Ray yang langsung memutar tubuhnya, berbaring membelakangi Tania, membuat Tania menyadari kalau Ray benar-benar kesal. Tania lalu memeluk Ray dari belakang. Tania tidak bisa membiarkan Ray kesal, karena itu bisa berdampak pada hal lainnya juga. Jadi kunci segalanya berjalan baik adalah membuat
“Sayang, lihat bukankah ini sangat lucu.” Tania yang antusias, jadi terkejut saat melihat bukan Ray yang ada di sebelahnya.“Iya, itu menggemaskan, cocok untuk Rose,” jawab Juan dengan senyuman tulus yang ia tunjukkan.“Di mana, Ray?” tanya Tania yang langsung menyadari ketidakhadiran Ray di dekatnya.Tania mengedarkan pandangan matanya, mencari keberadaan Ray. Namun, Ray tidak ada di mana pun. Saat ini hanya ada Tania dan juga Juan.“Mau ke mana? Bukankah kau ingin melihat pakaian untuk Rose?” Juan menarik tangan Tania yang hendak pergi. Hal itu membuat Tania menatap Juan heran, ini kali pertama Juan bersikap seperti ini.“Lepaskan.” Tania menarik tangannya yang digenggam oleh Juan.Tania benar-benar merasa tidak nyaman di dekat Juan. Tania merasa ada yang mengganjal dari sikap Juan. Dia tidak seperti biasanya.“Ray harus kembali ke kantor, karena itulah aku yang menemani kamu di sini,” jelas Juan.“Mengapa dia tidak mengatakannya padaku?” protes Tania, seharusnya Ray mengatakannya p
Tani duduk dengan gelisah di atas tempat tidur, ia tidak bisa turun atau bahkan meninggalkan tempat tidur tanpa izin Ray. Kecuali jika Tania sanggup menerima hukuman dua kali lipat, maka ia bisa bebas membangkang.“Dia kemana sih,” gerutu Tania, kesal. Ray sudah pergi sejak tadi dan belum kembali juga. Padahal Ray mengatakan kalau ia tidak akan lama.Karena penasaran, Tania akhirnya memberanikan diri untuk membangkang. Ia harus turun ke bawah dan melihat apa yang terjadi.Tania merasa tidak bisa tenang. Ia sangat yakin kalau Ray dan Juan akan menghukum pengawal dan mungkin juga asisten rumah. Padahal ini tidak ada hubungannya dengan mereka, semua ini murni kesalahan Tania. “Jangan sampai mereka menghukum orang yang tidak bersalah,” gumam Tania pelan.Dan seperti dugaan Tania, saat ia sampai di bawah. Juan sedang mendisiplinkan para pengawal dan seluruh asisten rumah, termasuk Ma Cee. Tania segera menghampirinya, meskipun harus dengan tertatih-tatih karena kakinya yang sedang sakit.
Rapat sedang berlangsung saat telepon Juan terus berdering, sehingga ia terpaksa meninggalkan rapat.Juan mulai curiga saat melihat banyak panggilan tidak terjawab dari telepon rumah, pengawal dan sekarang telpon dari Ma Cee menggunakan nomor pribadinya. Biasanya Ma Cee tidak menggunakan nomor pribadinya untuk menelpon.“Ada apa Ma Cee?” tanya Juan.“Nona Tania … Nona Tania tidak sadarkan diri, Nona Tania terluka, kakinya terluka dan mengeluarkan banyak darah.”Jantung Juan terasa berhenti berdetak mendengar suara ketakutan Ma Cee. Dalam keadaan darurat apa pun itu, Ma Cee biasanya selalu tenang. Namun, sekarang terdengar jelas suara Ma Cee yang bergetar disertai napasnya yang memburu, menunjukkan dengan jelas betapa takut dan khawatirnya Ma Cee.Juan memutar tubuhnya menatap pintu ruang rapat. Jika ia memberitahukan pada Ray sekarang, maka rapat akan terhenti dan semuanya harus ia susun kembali dari awal. Namun jika Juan tidak memberitahukan pada Ray sekarang, maka Juan tidak bisa me
“Apakah kamu ingin ikut ke kantor?” tanya Ray. Tania yang baru bangun dibuat terkejut dengan pertanyaan Ray. Yang benar saja, bagaimana mungkin Tania tiba-tiba muncul di kantor setelah semua yang terjadi. “Tidak, aku di rumah saja,” jawab Tania cepat.“Aku takut jika kau akan bosan di rumah,” ujar Ray, berjalan mendekati Tania yang masih duduk di tempat tidur.“Sudah tidak ada Rose yang akan mengganggumu,” ujar Ray lagi, mengusap wajah Tania yang memerah.Rose kembali ke luar negeri untuk melanjutkan akademik. Sebelumnya Rose memang tidak dikeluarkan, sehingga ia masih terdaftar sebagai siswa di sana. Meskipun berat, Tania tidak punya pilihan lain selain melepas Rose. Lagipula itu juga permintaan Rose yang ingin kembali belajar dan bermain bersama teman-temanya.“Aku bisa pergi ke pantai yang di depan rumah, apakah boleh?” tanya Tania.“Boleh, pergilah bersama asisten rumah dan beberapa pengawal.”“Ray,” ujar Tania memelas. Tania tahu, hubungannya dengan Ray sudah berubah, bukan l
“Ray, apa yang kamu lakukan? Aku tidak membutuhkan semua ini.” Tania menatap Ray yang seolah tidak merasa bersalah. Padahal Ray sudah benar-benar kelewatan. Bagaimana tidak, Ray membeli semua barang yang di sentuh Tania.Bukan hanya barang yang disentuhnya, Ray bahkan membeli setiap barang yang dilirim Tania. “Kamu tidak akan membeli seluruh isi mall ini ‘kan?”“Mall ini milik aku. Kamu ingin memilikinya? Aku bisa menggunakan namamu sebagai pemilik mall ini, juga menggunakan namamu sebagai nama baru mall ini.”“Sepertinya mall ini memang perlu pembaruan.”Tania sampai terdiam mendengar apa yang dikatakan Ray. Yang benar saja. Bagaimana bisa Ray dengan mudahnya mengatakan itu.“Apalagi yang kamu inginkan?” tanya Ray, sedangkan Tania masih bungkam dan hanya menatap Ray dengan kedua matanya yang berkedip-kedip.“Seharusnya Rose ikut bersama kita. Dia pasti ingin membeli banyak mainan,” ujar Ray lagi.Rose memang tidak ikut bersama mereka. Ia pulang dengan asistennya setelah Rose tertid
“Ray,” panggil Tania.“Hm,” jawab Ray.“Aku benar-benar tidak terbiasa dengan semua ini. Bisa lepaskan aku?”Tania berusaha melepaskan lilitan tangan Ray di tubuhnya. Ia masih tidak terbiasa dengan perubahan secepat ini. Sekarang mereka akan benar-benar menjalani kehidupan sebagai pasangan suami istri. Bukankah itu melegakan. Tania tidak perlu lagi merasa takut dengan segala kemungkinan yang tidak pasti.“Aku merindukanmu, Tania,” bisik Ray lirih. Suaranya begitu pelan hingga membuat Tania merinding mendengarnya.“Tapi, ini sudah siang, Ray. Kita harus menjemput Rose, dia pasti sudah mencari aku.”Ray tidak menjawab, ia masih nyaman dalam posisinya. Mencari kehangatan dari tubuh Tania. Terus merapatkan tubuhnya, membuat kulit mereka saling menempel tanpa penghalang.“Ray. Kau tidak lupa dengan Rose ‘kan?”“Tidak, sayang.” Ray segera bangun. “Dia putri aku, bagaimana bisa aku melupakannya.”Ray segera bangun, ia harus membersihkan diri sekarang. Ini kali pertama ia bangun telat. Sekar
Tania duduk termenung, mendengar semua perkataan Raka membuat Tania semakin bimbang. Apakah keputusannya untuk berpisah sudah benar atau tidak.Tania menatap kosong ke depan, ia tidak menyangka kalau Ray akan seserius ini. “Ayah, apakah Rose sudah tidur?” tanya Tania. Ia menelpon Ayahnya, berharap bisa mendapatkan solusi setelah berbicara dengan Ayahnya.“Dia sudah tidur sejak tadi, sepertinya dia kelelahan.” “Bagaimana denganmu, Nak? Apakah kau akan menginap di sana?”Tania diam. Sekarang sudah pukul sembilan malam. Hanya Tania sendirian di sini. Raka dan Ali sudah pergi. Ma Cee dan para asisten rumah sudah berisitirahat sembari menunggu Ray kembali.“Ayah, bagaimana ini?” “Nak, tetapkan pilihanmu. Ayah akan selalu mendukung kamu apa pun pilihan yang kamu putuskan. Namun, kamu harus ingat. Terkadang kita terlalu sering mencari kesalahan pasangan kita, hingga kita tidak menyadari segala kebaikannya.”“Meskipun Ayah mengatakan kalau Ayah mendukung kamu apa pun itu keputusan kamu, na