Tania mengembuskan napas pelan, rasanya seluruh organ tubuhnya baru berfungsi sekarang, setelah Ray keluar dari bathtub. Tania masih berendam, ia menunggu Ray selesai membilas tubuhnya di bawah shower. Rasanya Tania masih gemetaran dan malu saat harus memperlihatkan tubuhnya pada orang lain, meskipun status Ray adalah suaminya, yang artinya mereka bisa lebih dari sekedar melepas pakaian dan berendam bersama.“Jangan berendam terlalu lama, airnya tidak lagi hangat,” ucap Ray.Tania menutup matanya saat Ray lewat di hadapannya. “Dia benar-benar tidak punya rasa malu,” gumam Tania.Bagaimana bisa dia berjalan dengan santai di depan Tania dalam keadaan seperti itu. Justru Tania yang merasa malu melihatnya.“Aku tahu kau tidak menyukaiku, dan tidak mungkin menyentuhku.” Tania menatap punggung Ray yang perlahan menghilang dari pandangannya, “tapi bisakah kau tidak mengotori mataku, dasar laki-laki gila.”Setelah memastikan bahwa Ray tidak lagi bisa melihatnya, Tania dengan cepat keluar dar
“Ada apa dengan dia?” gumam Tania, menatap Ray yang meninggalkan meja makan saat Tania datang untuk sarapan.“Tuan Ray sudah selesai sarapan, Nona. Jadi, mereka sudah aka berangkat,” jelas Ma Cee yang mendengar Tania bergumam. “Nona Tania, silahkan nikmati sarapannya. Sopir Anda juga sudah menunggu.”“Ah, iya. Terima kasih, Ma Cee.”Tania mulai menyantap sarapannya, namun pikirannya tetap pada Ray. Dia seolah menghindari Tania.“Apa yang sebenarnya terjadi semalam?” batin Tania. Saat Tania bangun, ia sudah tidur di sofa. Ia tidak tahu kapan ia pindah dari tempat tidur. “Apakah Ray yang memindahkan aku?” Tapi, rasanya itu tidak mungkin. Atau bisa saja Tania berjalan sendiri, walaupun itu terdengar jauh lebih tidak mungkin.Tania penasaran, tapi ia tidak mengingat apa pun yang terjadi. Ia juga tidak mungkin menanyakan tentang itu pada Ray. Tidak ingin banyak berpikir, Tania lanjut menghabiskan sarapannya.Setelah selesai sarapan, Tania buru-buru berangkat. Ia sudah terlambat karena te
“Kau dari mana saja, aku menunggumu sejak tadi.” Seorang pria dengan pakaian kasual langsung berdiri saat Ray membuka pintu.“Dai habis membantu istrinya. Sekarang dia menjadi suami yang romantis,” ejek Juan.Ray dan Juan memang datang terlambat ke tempat Satria, itu karena mereka harus membantu Tania yang tiba-tiba terkena masalah di jalan. Mobil yang ia tumpangi bersama sang sopir berhenti di tengah jalan, karena ban mobilnya tertusuk paku dan tidak bisa lagi dikendarai.Sebenarnya pengawal Ray sudah mengatakan kalau mereka akan mengurusnya, jadi Ray tidak perlu datang. Tapi, Ray yang bersikeras untuk datang melihat Tania. Akhirnya ia juga mengantar Tania ke kantor, karena butuh waktu lama untuk menunggu pihak service mobil.“Benarkah? Kalian sudah berbaikan?”Ray tidak menjawab, membuat Satria beralih pada Juan.“Juan, sejak kapan dia akur dengan istrinya? Dia bahkan meninggalkannya saat malam pertama dan menghabiskan waktu bersama kita,” tanya Satria penasaran.Mereka bertiga mema
“Oh, oh, ada apa ini?”“Ada apa, Pak?” tanya Tania, terkejut saat mobil tiba-tiba bergerak tak berarah, sulit dikendalikan sang sopir.“Maaf, Nona. Sepertinya ban mobilnya bocor,” ujar sang sopir. Ia segera keluar dari mobil setelah mobil berhenti di tepi jalan.Tania ikut keluar, melihat ban mobil yang sudah kempes dan tidak bisa lagi dipakai. Tania jadi panik, ia sudah terlambat ke kantor namun harus terjadi kendala di jalan. Tania yakin, ia pasti akan dimarahi oleh Mami. Meskipun Mami begitu penyayang, namun ia sangat disiplin tentang waktu.“Bagaimana ini?” ucap Tania panik.“Maaf, Nona. Saya akan segera menghubungi bantuan. Di sini tidak ada kendaraan umum yang lewat.”Mereka baru saja keluar dari gerbang masuk jalan menuju rumah. Mereka belum sampai pada jalan raya yang padat dimana mereka bisa menemukan kendaraan umum dimana-mana.Tania sudah berulang kali mengecek ponselnya, mencoba memesan ojek online yang dulu sering ia pakai. Namun tidak ada yang bisa mengakses lokasinya, k
Tania dengan langkah pelan masuk ke dalam ruangan tim tiga, rekan-rekan kerjanya berbaris menatapnya. Seolah mereka sudah lama menunggu Tania.Tidak ada senyuman ataupun sambutan hangat, tentu saja, Tania datang terlambat. Itu adalah sebuah kesalahan yang tidak seharusnya ia ulangi kedua kalinya. Namun, yang berbeda kali ini adalah, semua rekan-rekan kerjanya yang menatap Tania penuh curiga. Pandangan mata mereka terus mengikuti pergerakan Tania, membuat Tania merasa tidak nyaman.“Apa yang salah dengan aku?” Tania sampai memeriksa pakaiannya, takut jika ternyata ada yang salah dengan cara berpakaiannya tanpa ia sadari. “Aku tidak membuat kesalahan yang begitu fatal ‘kan?”“Aku hanya datang terlambat.”Tania terus berpikir dengan keras, semua padangan orang tertuju padanya. “Maudy, ada apa?” Tania mencoba bertanya pada Maudy, namun Maudy hanya menatapnya tajam dengan kerutan di antara alisnya.Tania jadi mundur. Jika Maudy tidak ingin menjawab pertanyaannya, apalagi yang lainnya. T
“Siapa suami kamu?”Tania menelan ludahnya, apa maksud pertanyaan itu? Mengapa tiba-tiba menanyakan pertanyaan yang tidak jelas, membuat Tania kebingungan harus menjawab seperti apa.“Jawab, Tania. Aku tidak menyuruhmu untuk diam.”Tania mengigit bibirnya, tanpa sadar ia meremas jari-jemarinya yang saling bertaut. “Suami aku?” tanya Tania terbata, ia benar-benar bingung dengan apa yang dipertanyakan Ray. Tania hanya takut jika ia sampai salah jawab dan membuat Ray marah.“Iya, Tania. Suami kamu! Siapa? Apa pekerjaannya?”Ray tampak marah, namun dari raut wajahnya yang selalu datar dan tenang, membuat siapa pun yang melihatnya akan sulit menebak. Apakah dia marah atau tidak.“Suami aku?” tanya Tania sekali lagi, ia benar-benar kebingungan dengan pertanyaan Ray.“Hm.”“Siapa suami kamu?”Tania mengerutkan keningnya, tidak mengerti maksud pertanyaan Ray. Suami Tania jelas Ray, dan Tania hanya memiliki satu suami. Lalu, mengapa Ray bertanya seperti itu?“Suami aku, itu kamu,” jawab Tani
“Mulai sekarang, sebut aku sebagai suamimu. Dimana pun dan kapan pun.”“Seharusnya kau bangga menyebut aku sebagai suamimu. Apakah kau tidak tahu, ada berapa banyak wanita yang mencoba mendekatiku?”“Kau sangat tidak bersyukur bahwa aku memilihmu diantara banyaknya wanita-wanita itu.”Tania menatap horor pada Ray yang baru saja berjalan meninggalkan Tania setelah mengatakan itu.“Aku bahkan tidak ingin kau memilihku. Manusia kejam yang tidak punya hati sepertimu, apa yang dilihat wanita-wanita itu hingga tergila-gila padamu,” batin Tania dalam hati.“Dan juga, bagaimana mungkin aku mengatakan bahwa kau adalah suami aku di depan teman-temanku. Sedangkan semua orang di kantor mengetahui bahwa kau memiliki seorang istri, dan itu bukan aku.”Tania masih menatap kesal pada Ray yang sudah berada di tempat tidur, duduk bersandar sembari memainkan ponselnya.“Apakah kau ingin aku dicap sebagai orang kedua dalam rumah tangga atasannya?”“Bisa-bisa aku jadi bahan omongan orang-orang satu kantor
“Kau sendiri yang mengatakan kalau kau akan melakukan apa pun.” “Mengapa kau jadi ingkar!” Tania berusaha untuk tidak menanggapi Ray yang terus mengomel di hadapannya, ia hanya fokus pada sarapannya, membuat Ray semakin kesal. Sedari tadi Ray menunggu, namun tampaknya Tania memang sengaja mengunyah dengan lambat. Berusaha menghindari pertanyaan Ray. “Tania! Aku bicara padamu,” “Apa kau tidak mendengarku?” “Iya, kenapa?” ucap Tania pelan. Ia masih mengunyah, namun karena Ray terus mendesak terpaksa ia harus menjawab dengan mulut penuh, hingga pipinya tampak mengembang. Ray berusaha menahan diri, hingga ia meneguk segelas air dan menghabiskannya. Ia terpaksa melakukan itu untuk menetralkan perasaannya. Akhir-akhir ini Ray merasa tidak aman dengan jantungnya. Setiap kali melihat Tania, jantungnya terasa berdetak dua kali lebih cepat. Dadanya terasa hangat hingga menjalar ke wajahnya, membuat telinganya memerah. “Mengapa dia begitu menggemaskan,” batin Ray dalam hati. “Makanlah
“Tania,” tegur Ray saat Tania tidak memperhatikannya.“Iya, ada apa sayang?” tanya Tania. Ia keasikan bertukar pesan dengan Maudy, membuat Tania tidak memperhatikan apa yang dikatakan Ray.“Kamu dengar tidak apa yang aku katakan?”Tania kebingungan, ia bahkan tidak ingat kalau Ray berbicara sesuatu padanya. Namun untuk menyelamatkan dirinya, Tania hanya mengangguk pelan, tampak jelas kalau ia sendiri ragu.“Coba jelaskan ulang apa yang aku katakan tadi.”Tania jadi diam seribu bahasa, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ia bahkan tidak tahu apa saja yang dikatakan Ray.“Kau tidak tahu ‘kan.” Ray menyentil dahi Tania, membuat Tania meringis.“Sayang,” rengeknya, mengusap dahinya.“Makanya kalau aku bicara itu dengarkan. Jangan hanya fokus pada ponselmu. Jika kau terus seperti ini, aku akan mematahkan ponselmu.”Tania langsung meletakkan ponselnya di meja. Ia tersenyum menatap Ray, seolah bersikap manis. Menunjukkan bahwa dirinya akan berperilaku baik.“Apa yang tadi kamu katakan, sayan
Tania merasa aneh, Juan tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Juan seolah menghilang begitu saja. Ray juga tidak pernah membahas tentang Juan, bahkan saat Tania bertanya, tidak ada yang memberikan jawaban.“Sayang, aku tidak pernah lagi melihat Juan. Apakah dia sakit?” tanya Tania pada suaminya, Ray.“Tania, sudah berapa kali aku katakan. Jangan pernah membahas tentang laki-laki lain. Aku tidak suka,” jawab Ray, mendengus kesal. Iya bahkan melepaskan pelukannya dan menatap Tania tajam.“Aku ‘kan hanya bertanya karena khawatir, lagipula dia sahabat kamu ‘kan.”Tania bergumam pelan, namun masih bisa didengarkan oleh Ray. Hal itu membuat Ray semakin kesal.“Sayang, kamu marah?” Melihat Ray yang langsung memutar tubuhnya, berbaring membelakangi Tania, membuat Tania menyadari kalau Ray benar-benar kesal. Tania lalu memeluk Ray dari belakang. Tania tidak bisa membiarkan Ray kesal, karena itu bisa berdampak pada hal lainnya juga. Jadi kunci segalanya berjalan baik adalah membuat
“Sayang, lihat bukankah ini sangat lucu.” Tania yang antusias, jadi terkejut saat melihat bukan Ray yang ada di sebelahnya.“Iya, itu menggemaskan, cocok untuk Rose,” jawab Juan dengan senyuman tulus yang ia tunjukkan.“Di mana, Ray?” tanya Tania yang langsung menyadari ketidakhadiran Ray di dekatnya.Tania mengedarkan pandangan matanya, mencari keberadaan Ray. Namun, Ray tidak ada di mana pun. Saat ini hanya ada Tania dan juga Juan.“Mau ke mana? Bukankah kau ingin melihat pakaian untuk Rose?” Juan menarik tangan Tania yang hendak pergi. Hal itu membuat Tania menatap Juan heran, ini kali pertama Juan bersikap seperti ini.“Lepaskan.” Tania menarik tangannya yang digenggam oleh Juan.Tania benar-benar merasa tidak nyaman di dekat Juan. Tania merasa ada yang mengganjal dari sikap Juan. Dia tidak seperti biasanya.“Ray harus kembali ke kantor, karena itulah aku yang menemani kamu di sini,” jelas Juan.“Mengapa dia tidak mengatakannya padaku?” protes Tania, seharusnya Ray mengatakannya p
Tani duduk dengan gelisah di atas tempat tidur, ia tidak bisa turun atau bahkan meninggalkan tempat tidur tanpa izin Ray. Kecuali jika Tania sanggup menerima hukuman dua kali lipat, maka ia bisa bebas membangkang.“Dia kemana sih,” gerutu Tania, kesal. Ray sudah pergi sejak tadi dan belum kembali juga. Padahal Ray mengatakan kalau ia tidak akan lama.Karena penasaran, Tania akhirnya memberanikan diri untuk membangkang. Ia harus turun ke bawah dan melihat apa yang terjadi.Tania merasa tidak bisa tenang. Ia sangat yakin kalau Ray dan Juan akan menghukum pengawal dan mungkin juga asisten rumah. Padahal ini tidak ada hubungannya dengan mereka, semua ini murni kesalahan Tania. “Jangan sampai mereka menghukum orang yang tidak bersalah,” gumam Tania pelan.Dan seperti dugaan Tania, saat ia sampai di bawah. Juan sedang mendisiplinkan para pengawal dan seluruh asisten rumah, termasuk Ma Cee. Tania segera menghampirinya, meskipun harus dengan tertatih-tatih karena kakinya yang sedang sakit.
Rapat sedang berlangsung saat telepon Juan terus berdering, sehingga ia terpaksa meninggalkan rapat.Juan mulai curiga saat melihat banyak panggilan tidak terjawab dari telepon rumah, pengawal dan sekarang telpon dari Ma Cee menggunakan nomor pribadinya. Biasanya Ma Cee tidak menggunakan nomor pribadinya untuk menelpon.“Ada apa Ma Cee?” tanya Juan.“Nona Tania … Nona Tania tidak sadarkan diri, Nona Tania terluka, kakinya terluka dan mengeluarkan banyak darah.”Jantung Juan terasa berhenti berdetak mendengar suara ketakutan Ma Cee. Dalam keadaan darurat apa pun itu, Ma Cee biasanya selalu tenang. Namun, sekarang terdengar jelas suara Ma Cee yang bergetar disertai napasnya yang memburu, menunjukkan dengan jelas betapa takut dan khawatirnya Ma Cee.Juan memutar tubuhnya menatap pintu ruang rapat. Jika ia memberitahukan pada Ray sekarang, maka rapat akan terhenti dan semuanya harus ia susun kembali dari awal. Namun jika Juan tidak memberitahukan pada Ray sekarang, maka Juan tidak bisa me
“Apakah kamu ingin ikut ke kantor?” tanya Ray. Tania yang baru bangun dibuat terkejut dengan pertanyaan Ray. Yang benar saja, bagaimana mungkin Tania tiba-tiba muncul di kantor setelah semua yang terjadi. “Tidak, aku di rumah saja,” jawab Tania cepat.“Aku takut jika kau akan bosan di rumah,” ujar Ray, berjalan mendekati Tania yang masih duduk di tempat tidur.“Sudah tidak ada Rose yang akan mengganggumu,” ujar Ray lagi, mengusap wajah Tania yang memerah.Rose kembali ke luar negeri untuk melanjutkan akademik. Sebelumnya Rose memang tidak dikeluarkan, sehingga ia masih terdaftar sebagai siswa di sana. Meskipun berat, Tania tidak punya pilihan lain selain melepas Rose. Lagipula itu juga permintaan Rose yang ingin kembali belajar dan bermain bersama teman-temanya.“Aku bisa pergi ke pantai yang di depan rumah, apakah boleh?” tanya Tania.“Boleh, pergilah bersama asisten rumah dan beberapa pengawal.”“Ray,” ujar Tania memelas. Tania tahu, hubungannya dengan Ray sudah berubah, bukan l
“Ray, apa yang kamu lakukan? Aku tidak membutuhkan semua ini.” Tania menatap Ray yang seolah tidak merasa bersalah. Padahal Ray sudah benar-benar kelewatan. Bagaimana tidak, Ray membeli semua barang yang di sentuh Tania.Bukan hanya barang yang disentuhnya, Ray bahkan membeli setiap barang yang dilirim Tania. “Kamu tidak akan membeli seluruh isi mall ini ‘kan?”“Mall ini milik aku. Kamu ingin memilikinya? Aku bisa menggunakan namamu sebagai pemilik mall ini, juga menggunakan namamu sebagai nama baru mall ini.”“Sepertinya mall ini memang perlu pembaruan.”Tania sampai terdiam mendengar apa yang dikatakan Ray. Yang benar saja. Bagaimana bisa Ray dengan mudahnya mengatakan itu.“Apalagi yang kamu inginkan?” tanya Ray, sedangkan Tania masih bungkam dan hanya menatap Ray dengan kedua matanya yang berkedip-kedip.“Seharusnya Rose ikut bersama kita. Dia pasti ingin membeli banyak mainan,” ujar Ray lagi.Rose memang tidak ikut bersama mereka. Ia pulang dengan asistennya setelah Rose tertid
“Ray,” panggil Tania.“Hm,” jawab Ray.“Aku benar-benar tidak terbiasa dengan semua ini. Bisa lepaskan aku?”Tania berusaha melepaskan lilitan tangan Ray di tubuhnya. Ia masih tidak terbiasa dengan perubahan secepat ini. Sekarang mereka akan benar-benar menjalani kehidupan sebagai pasangan suami istri. Bukankah itu melegakan. Tania tidak perlu lagi merasa takut dengan segala kemungkinan yang tidak pasti.“Aku merindukanmu, Tania,” bisik Ray lirih. Suaranya begitu pelan hingga membuat Tania merinding mendengarnya.“Tapi, ini sudah siang, Ray. Kita harus menjemput Rose, dia pasti sudah mencari aku.”Ray tidak menjawab, ia masih nyaman dalam posisinya. Mencari kehangatan dari tubuh Tania. Terus merapatkan tubuhnya, membuat kulit mereka saling menempel tanpa penghalang.“Ray. Kau tidak lupa dengan Rose ‘kan?”“Tidak, sayang.” Ray segera bangun. “Dia putri aku, bagaimana bisa aku melupakannya.”Ray segera bangun, ia harus membersihkan diri sekarang. Ini kali pertama ia bangun telat. Sekar
Tania duduk termenung, mendengar semua perkataan Raka membuat Tania semakin bimbang. Apakah keputusannya untuk berpisah sudah benar atau tidak.Tania menatap kosong ke depan, ia tidak menyangka kalau Ray akan seserius ini. “Ayah, apakah Rose sudah tidur?” tanya Tania. Ia menelpon Ayahnya, berharap bisa mendapatkan solusi setelah berbicara dengan Ayahnya.“Dia sudah tidur sejak tadi, sepertinya dia kelelahan.” “Bagaimana denganmu, Nak? Apakah kau akan menginap di sana?”Tania diam. Sekarang sudah pukul sembilan malam. Hanya Tania sendirian di sini. Raka dan Ali sudah pergi. Ma Cee dan para asisten rumah sudah berisitirahat sembari menunggu Ray kembali.“Ayah, bagaimana ini?” “Nak, tetapkan pilihanmu. Ayah akan selalu mendukung kamu apa pun pilihan yang kamu putuskan. Namun, kamu harus ingat. Terkadang kita terlalu sering mencari kesalahan pasangan kita, hingga kita tidak menyadari segala kebaikannya.”“Meskipun Ayah mengatakan kalau Ayah mendukung kamu apa pun itu keputusan kamu, na