Tania menggenggam erat tangan ayahnya, menatap pesawat pribadi yang baru saja lepas landas, membawa Rose jauh ke negeri orang. Meninggalkan Mama dan Kakeknya.Tania masih merasakan hangat pelukan Rose di tubuhnya. Rose berpamitan dengan begitu senang hingga senyuman terus terukir di wajahnya. Namun, Tania malah sebaliknya. Ia mati-matian menahan air mata, agar tidak menangis di hadapan Rose.“Rose akan baik-baik saja, dia akan kembali dan menjadi anak yang sangat pintar.” Ayah Tania mengusap rambut Tania. Ia mengerti perasaan putrinya.“Ayah, aku masih belum bisa jauh dari Rose, sehari saja aku tidak melihatnya, hatiku terasa sakit. Bagaimana sekarang?” lirih Tania berucap, ia memeluk erat Ayahnya. Akhirnya air mata yang sedari tadi berusaha ia tahan, mulai keluar dari pelupuk matanya.“Bagaimana aku menjalani hari-hariku tanpa Rose, Ayah? Apa aku bisa?”Permintaan Rose pada Ray tidak terkabul. Rose tidak bisa pergi bersama Tania. Alasannya karena Ray membutuhkan Tania. Tidak salah,
“Tidak mungkin! Itu hanya rencananya saja.”“Dasar licik.”“Dia pasti bersikap baik pada Ayah agar Ayah berpikir kalau dia memperlakukan aku dengan baik.”Tania menatap Ray yang tengah sibuk dengan sarapannya. Rasanya Tania sudah jengah menatap wajah datar Ray, namun ia tidak punya pilihan lain. Mereka tinggal di bawah atap yang sama.Tania menghela napas, ia telah memutuskan untuk menerima semuanya. Maka Tania hanya perlu diam dan mengikuti perkataan Ray, itu akan jauh lebih baik. Lagipula Rose sudah tidak ada di rumah, Tania jadi tidak ingin memikirkan banyak hal lagi. Ia hanya akan mengikuti alur yang memang telah tergaris untuknya.“Kau akan berangkat dengan sopir.” Ray mengusap bibirnya setelah menyelesaikan sarapannya.“Kau akan tetap di posisimu sebelumnya. Jadi bekerjalah seperti dulu.”“Ingat posisimu. Jangan sampai ada berita miring yang tersebar tentangku.”Tania mengangguk mengerti. Tania memutuskan untuk menerima tawaran Ray untuk kembali bekerja, daripada ia hanya terku
Tania merasa senang, ia bahkan terus tersenyum saat berjalan di kooridor kantor. Hatinya serasa hangat saat membayangkan ia akan bertemu dengan teman-temannya.“Aroma kantor yang menyegarkan, aku menyukainya.” Tania menghirup udara sebanyak mungkin, merasa sangat bahagia. “Tania!"Tania berbalik, saat mendengar namanya dipanggil dengan suara lantang. Seorang perempuan berlari ke arahnya, memeluk Tania erat.“Aku merindukanmu,” ucapnya, masih memeluk Tania. Ia bahkan mengecup pipi Tania berkali-kali.“Maudy, hentikan.” Tania berusaha melepaskan diri dari sahabatnya itu.“Orang-orang melihat kita.”Maudy hanya tertawa, ia kembali memeluk Tania dalam waktu yang cukup lama. Menyalurkan kerinduannya yang sudah lama ia pendam.“Aku benar-benar merindukanmu,” lirih Maudy berucap.“Kau baik-baik saja ‘kan?” Maudy memegang kedua pipi Tania, memastikan bahwa sahabatnya itu hidup dengan baik.“Alam, laki-laki brengsek itu. Aku akan membunuhnya jika aku melihatnya.”Tania hanya tertawa, melihat
Tania melupakan hal itu, padahal orang-orang di kantor mengetahui kalau Ray memiliki istri. Lalu bagaimana dengan Tania? Mereka memiliki surat nikah dan terdaftar sebagai pasangan suami istri yang sah.“Tania,” panggil Maudy.“Hei, kau baik-baik saja?”“Mengapa kau terus melamun, padahal kita merayakan acara ini sebagai sambutan untukmu yang baru kembali. Jadi, ayo bersenang-senang,” tegur Maudy.Saat ini mereka sedang dalam rangka mengadakan acara kecil-kecilan atas kembalinya Tania. Untung saja, Ma Cee menghubungi Tania dan memberitahu kalau Ray akan pulang ke rumah utama, jadi tidak masalah jika Tania pulang telat.Akan tetapi, Tania jadi kepikiran. Mengapa Ray ke rumah utama? Tania jadi mengingat apa yang siang tadi diceritakan Maudy, tentang istri Ray.“Apa dia menemui istrinya?” pikir Tania, “itu adalah hal yang bagus jika memang benar demikian.”“Tapi, kenapa dia baru menemui istrinya, bukankah sudah cukup lama sejak istrinya kembali dari luar negeri?”Tania jadi pusing memiki
“Sudah puas bermain bersama teman-temanmu?”Tania menelan ludahnya dengan susah payah, pintu rumah baru saja terbuka dan ia langsung disambut oleh Ray, di belakangnya berjejer para asisten rumah yang langsung membungkuk, memberi salam hormat pada Tania.“Maaf.” Hanya itu yang bisa diucapkan Tania, napasnya masih tidak beraturan karena terburu-buru, ia bahkan meninggalkan Maudy tanpa penjelasan.“Maaf, Tuan Ray. Saya yang memberi kabar pada Nona Tania, bahwa Anda sedang berada di rumah utama, jadi tidak masalah jika Nona Tania pulang telat,” sahut Ma Cee, berusaha membela Tania.“Jadi jangan salahkan Nona Tania, Tuan. Semua ini salah saya.”Ray tidak menyahut, ia hanya terus menatap Tania yang tampak ketakutan. Tania terus menunduk, tangannya yang gemetaran memegang kuat tali tasnya.“Tetap saja, seharusnya kau tahu waktu.”“Meskipun aku tidak ada, kau tetap harus pulang cepat, dan jangan menyuruh sopir meninggalkanmu."“Kau mau pulang denga berjalan kaki? Tidak ada kendaraan lain yang
Tania mengembuskan napas pelan, rasanya seluruh organ tubuhnya baru berfungsi sekarang, setelah Ray keluar dari bathtub. Tania masih berendam, ia menunggu Ray selesai membilas tubuhnya di bawah shower. Rasanya Tania masih gemetaran dan malu saat harus memperlihatkan tubuhnya pada orang lain, meskipun status Ray adalah suaminya, yang artinya mereka bisa lebih dari sekedar melepas pakaian dan berendam bersama.“Jangan berendam terlalu lama, airnya tidak lagi hangat,” ucap Ray.Tania menutup matanya saat Ray lewat di hadapannya. “Dia benar-benar tidak punya rasa malu,” gumam Tania.Bagaimana bisa dia berjalan dengan santai di depan Tania dalam keadaan seperti itu. Justru Tania yang merasa malu melihatnya.“Aku tahu kau tidak menyukaiku, dan tidak mungkin menyentuhku.” Tania menatap punggung Ray yang perlahan menghilang dari pandangannya, “tapi bisakah kau tidak mengotori mataku, dasar laki-laki gila.”Setelah memastikan bahwa Ray tidak lagi bisa melihatnya, Tania dengan cepat keluar dar
“Ada apa dengan dia?” gumam Tania, menatap Ray yang meninggalkan meja makan saat Tania datang untuk sarapan.“Tuan Ray sudah selesai sarapan, Nona. Jadi, mereka sudah aka berangkat,” jelas Ma Cee yang mendengar Tania bergumam. “Nona Tania, silahkan nikmati sarapannya. Sopir Anda juga sudah menunggu.”“Ah, iya. Terima kasih, Ma Cee.”Tania mulai menyantap sarapannya, namun pikirannya tetap pada Ray. Dia seolah menghindari Tania.“Apa yang sebenarnya terjadi semalam?” batin Tania. Saat Tania bangun, ia sudah tidur di sofa. Ia tidak tahu kapan ia pindah dari tempat tidur. “Apakah Ray yang memindahkan aku?” Tapi, rasanya itu tidak mungkin. Atau bisa saja Tania berjalan sendiri, walaupun itu terdengar jauh lebih tidak mungkin.Tania penasaran, tapi ia tidak mengingat apa pun yang terjadi. Ia juga tidak mungkin menanyakan tentang itu pada Ray. Tidak ingin banyak berpikir, Tania lanjut menghabiskan sarapannya.Setelah selesai sarapan, Tania buru-buru berangkat. Ia sudah terlambat karena te
“Kau dari mana saja, aku menunggumu sejak tadi.” Seorang pria dengan pakaian kasual langsung berdiri saat Ray membuka pintu.“Dai habis membantu istrinya. Sekarang dia menjadi suami yang romantis,” ejek Juan.Ray dan Juan memang datang terlambat ke tempat Satria, itu karena mereka harus membantu Tania yang tiba-tiba terkena masalah di jalan. Mobil yang ia tumpangi bersama sang sopir berhenti di tengah jalan, karena ban mobilnya tertusuk paku dan tidak bisa lagi dikendarai.Sebenarnya pengawal Ray sudah mengatakan kalau mereka akan mengurusnya, jadi Ray tidak perlu datang. Tapi, Ray yang bersikeras untuk datang melihat Tania. Akhirnya ia juga mengantar Tania ke kantor, karena butuh waktu lama untuk menunggu pihak service mobil.“Benarkah? Kalian sudah berbaikan?”Ray tidak menjawab, membuat Satria beralih pada Juan.“Juan, sejak kapan dia akur dengan istrinya? Dia bahkan meninggalkannya saat malam pertama dan menghabiskan waktu bersama kita,” tanya Satria penasaran.Mereka bertiga mema
“Tania,” tegur Ray saat Tania tidak memperhatikannya.“Iya, ada apa sayang?” tanya Tania. Ia keasikan bertukar pesan dengan Maudy, membuat Tania tidak memperhatikan apa yang dikatakan Ray.“Kamu dengar tidak apa yang aku katakan?”Tania kebingungan, ia bahkan tidak ingat kalau Ray berbicara sesuatu padanya. Namun untuk menyelamatkan dirinya, Tania hanya mengangguk pelan, tampak jelas kalau ia sendiri ragu.“Coba jelaskan ulang apa yang aku katakan tadi.”Tania jadi diam seribu bahasa, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ia bahkan tidak tahu apa saja yang dikatakan Ray.“Kau tidak tahu ‘kan.” Ray menyentil dahi Tania, membuat Tania meringis.“Sayang,” rengeknya, mengusap dahinya.“Makanya kalau aku bicara itu dengarkan. Jangan hanya fokus pada ponselmu. Jika kau terus seperti ini, aku akan mematahkan ponselmu.”Tania langsung meletakkan ponselnya di meja. Ia tersenyum menatap Ray, seolah bersikap manis. Menunjukkan bahwa dirinya akan berperilaku baik.“Apa yang tadi kamu katakan, sayan
Tania merasa aneh, Juan tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Juan seolah menghilang begitu saja. Ray juga tidak pernah membahas tentang Juan, bahkan saat Tania bertanya, tidak ada yang memberikan jawaban.“Sayang, aku tidak pernah lagi melihat Juan. Apakah dia sakit?” tanya Tania pada suaminya, Ray.“Tania, sudah berapa kali aku katakan. Jangan pernah membahas tentang laki-laki lain. Aku tidak suka,” jawab Ray, mendengus kesal. Iya bahkan melepaskan pelukannya dan menatap Tania tajam.“Aku ‘kan hanya bertanya karena khawatir, lagipula dia sahabat kamu ‘kan.”Tania bergumam pelan, namun masih bisa didengarkan oleh Ray. Hal itu membuat Ray semakin kesal.“Sayang, kamu marah?” Melihat Ray yang langsung memutar tubuhnya, berbaring membelakangi Tania, membuat Tania menyadari kalau Ray benar-benar kesal. Tania lalu memeluk Ray dari belakang. Tania tidak bisa membiarkan Ray kesal, karena itu bisa berdampak pada hal lainnya juga. Jadi kunci segalanya berjalan baik adalah membuat
“Sayang, lihat bukankah ini sangat lucu.” Tania yang antusias, jadi terkejut saat melihat bukan Ray yang ada di sebelahnya.“Iya, itu menggemaskan, cocok untuk Rose,” jawab Juan dengan senyuman tulus yang ia tunjukkan.“Di mana, Ray?” tanya Tania yang langsung menyadari ketidakhadiran Ray di dekatnya.Tania mengedarkan pandangan matanya, mencari keberadaan Ray. Namun, Ray tidak ada di mana pun. Saat ini hanya ada Tania dan juga Juan.“Mau ke mana? Bukankah kau ingin melihat pakaian untuk Rose?” Juan menarik tangan Tania yang hendak pergi. Hal itu membuat Tania menatap Juan heran, ini kali pertama Juan bersikap seperti ini.“Lepaskan.” Tania menarik tangannya yang digenggam oleh Juan.Tania benar-benar merasa tidak nyaman di dekat Juan. Tania merasa ada yang mengganjal dari sikap Juan. Dia tidak seperti biasanya.“Ray harus kembali ke kantor, karena itulah aku yang menemani kamu di sini,” jelas Juan.“Mengapa dia tidak mengatakannya padaku?” protes Tania, seharusnya Ray mengatakannya p
Tani duduk dengan gelisah di atas tempat tidur, ia tidak bisa turun atau bahkan meninggalkan tempat tidur tanpa izin Ray. Kecuali jika Tania sanggup menerima hukuman dua kali lipat, maka ia bisa bebas membangkang.“Dia kemana sih,” gerutu Tania, kesal. Ray sudah pergi sejak tadi dan belum kembali juga. Padahal Ray mengatakan kalau ia tidak akan lama.Karena penasaran, Tania akhirnya memberanikan diri untuk membangkang. Ia harus turun ke bawah dan melihat apa yang terjadi.Tania merasa tidak bisa tenang. Ia sangat yakin kalau Ray dan Juan akan menghukum pengawal dan mungkin juga asisten rumah. Padahal ini tidak ada hubungannya dengan mereka, semua ini murni kesalahan Tania. “Jangan sampai mereka menghukum orang yang tidak bersalah,” gumam Tania pelan.Dan seperti dugaan Tania, saat ia sampai di bawah. Juan sedang mendisiplinkan para pengawal dan seluruh asisten rumah, termasuk Ma Cee. Tania segera menghampirinya, meskipun harus dengan tertatih-tatih karena kakinya yang sedang sakit.
Rapat sedang berlangsung saat telepon Juan terus berdering, sehingga ia terpaksa meninggalkan rapat.Juan mulai curiga saat melihat banyak panggilan tidak terjawab dari telepon rumah, pengawal dan sekarang telpon dari Ma Cee menggunakan nomor pribadinya. Biasanya Ma Cee tidak menggunakan nomor pribadinya untuk menelpon.“Ada apa Ma Cee?” tanya Juan.“Nona Tania … Nona Tania tidak sadarkan diri, Nona Tania terluka, kakinya terluka dan mengeluarkan banyak darah.”Jantung Juan terasa berhenti berdetak mendengar suara ketakutan Ma Cee. Dalam keadaan darurat apa pun itu, Ma Cee biasanya selalu tenang. Namun, sekarang terdengar jelas suara Ma Cee yang bergetar disertai napasnya yang memburu, menunjukkan dengan jelas betapa takut dan khawatirnya Ma Cee.Juan memutar tubuhnya menatap pintu ruang rapat. Jika ia memberitahukan pada Ray sekarang, maka rapat akan terhenti dan semuanya harus ia susun kembali dari awal. Namun jika Juan tidak memberitahukan pada Ray sekarang, maka Juan tidak bisa me
“Apakah kamu ingin ikut ke kantor?” tanya Ray. Tania yang baru bangun dibuat terkejut dengan pertanyaan Ray. Yang benar saja, bagaimana mungkin Tania tiba-tiba muncul di kantor setelah semua yang terjadi. “Tidak, aku di rumah saja,” jawab Tania cepat.“Aku takut jika kau akan bosan di rumah,” ujar Ray, berjalan mendekati Tania yang masih duduk di tempat tidur.“Sudah tidak ada Rose yang akan mengganggumu,” ujar Ray lagi, mengusap wajah Tania yang memerah.Rose kembali ke luar negeri untuk melanjutkan akademik. Sebelumnya Rose memang tidak dikeluarkan, sehingga ia masih terdaftar sebagai siswa di sana. Meskipun berat, Tania tidak punya pilihan lain selain melepas Rose. Lagipula itu juga permintaan Rose yang ingin kembali belajar dan bermain bersama teman-temanya.“Aku bisa pergi ke pantai yang di depan rumah, apakah boleh?” tanya Tania.“Boleh, pergilah bersama asisten rumah dan beberapa pengawal.”“Ray,” ujar Tania memelas. Tania tahu, hubungannya dengan Ray sudah berubah, bukan l
“Ray, apa yang kamu lakukan? Aku tidak membutuhkan semua ini.” Tania menatap Ray yang seolah tidak merasa bersalah. Padahal Ray sudah benar-benar kelewatan. Bagaimana tidak, Ray membeli semua barang yang di sentuh Tania.Bukan hanya barang yang disentuhnya, Ray bahkan membeli setiap barang yang dilirim Tania. “Kamu tidak akan membeli seluruh isi mall ini ‘kan?”“Mall ini milik aku. Kamu ingin memilikinya? Aku bisa menggunakan namamu sebagai pemilik mall ini, juga menggunakan namamu sebagai nama baru mall ini.”“Sepertinya mall ini memang perlu pembaruan.”Tania sampai terdiam mendengar apa yang dikatakan Ray. Yang benar saja. Bagaimana bisa Ray dengan mudahnya mengatakan itu.“Apalagi yang kamu inginkan?” tanya Ray, sedangkan Tania masih bungkam dan hanya menatap Ray dengan kedua matanya yang berkedip-kedip.“Seharusnya Rose ikut bersama kita. Dia pasti ingin membeli banyak mainan,” ujar Ray lagi.Rose memang tidak ikut bersama mereka. Ia pulang dengan asistennya setelah Rose tertid
“Ray,” panggil Tania.“Hm,” jawab Ray.“Aku benar-benar tidak terbiasa dengan semua ini. Bisa lepaskan aku?”Tania berusaha melepaskan lilitan tangan Ray di tubuhnya. Ia masih tidak terbiasa dengan perubahan secepat ini. Sekarang mereka akan benar-benar menjalani kehidupan sebagai pasangan suami istri. Bukankah itu melegakan. Tania tidak perlu lagi merasa takut dengan segala kemungkinan yang tidak pasti.“Aku merindukanmu, Tania,” bisik Ray lirih. Suaranya begitu pelan hingga membuat Tania merinding mendengarnya.“Tapi, ini sudah siang, Ray. Kita harus menjemput Rose, dia pasti sudah mencari aku.”Ray tidak menjawab, ia masih nyaman dalam posisinya. Mencari kehangatan dari tubuh Tania. Terus merapatkan tubuhnya, membuat kulit mereka saling menempel tanpa penghalang.“Ray. Kau tidak lupa dengan Rose ‘kan?”“Tidak, sayang.” Ray segera bangun. “Dia putri aku, bagaimana bisa aku melupakannya.”Ray segera bangun, ia harus membersihkan diri sekarang. Ini kali pertama ia bangun telat. Sekar
Tania duduk termenung, mendengar semua perkataan Raka membuat Tania semakin bimbang. Apakah keputusannya untuk berpisah sudah benar atau tidak.Tania menatap kosong ke depan, ia tidak menyangka kalau Ray akan seserius ini. “Ayah, apakah Rose sudah tidur?” tanya Tania. Ia menelpon Ayahnya, berharap bisa mendapatkan solusi setelah berbicara dengan Ayahnya.“Dia sudah tidur sejak tadi, sepertinya dia kelelahan.” “Bagaimana denganmu, Nak? Apakah kau akan menginap di sana?”Tania diam. Sekarang sudah pukul sembilan malam. Hanya Tania sendirian di sini. Raka dan Ali sudah pergi. Ma Cee dan para asisten rumah sudah berisitirahat sembari menunggu Ray kembali.“Ayah, bagaimana ini?” “Nak, tetapkan pilihanmu. Ayah akan selalu mendukung kamu apa pun pilihan yang kamu putuskan. Namun, kamu harus ingat. Terkadang kita terlalu sering mencari kesalahan pasangan kita, hingga kita tidak menyadari segala kebaikannya.”“Meskipun Ayah mengatakan kalau Ayah mendukung kamu apa pun itu keputusan kamu, na