Bab 5 *Cinta datang karena terbiasa, keinginan memiliki adalah fase selanjutnya, seraya bersama mengukir asa mewarnai semesta* *** "O, ya, Kak! Mau minum apa?" tanya Anggi. "Gak usah repot-repot Nggi, nanti juga kalau Kakak haus ambil sendiri" jawab Fatih dengan santainya. "Hem... oke deh! Kak," tukas Anggi seraya duduk di dekat Fatih yang sedang Asyik dengan gawainya. "Kak!" sahut Anggi, lembut. "Iya, Nggi!" jawab Fatih seraya meletakan benda pipih di tangannya. "Ajarin Aku dong! Bahasa inggris" pinta Anggi mulai membuka percakapan. "Yaaa, Nggi! Zaman sekarang mah gampang belajar bahasa, tinggal buka translate di handphone, bisa belajar sendiri" "Yeee, Anggi, kan! Mau diajarinnya sama Kakak!" tukas gadis berambut panjang itu dengan manja. "Boleh! tapi pakai handphone aja ya!" cetus Fatih. "Asyiiikkk, mulai
Bab 6 *Saat keangkuhan tak lagi dapat bersuara, di hadapan sang pangeran cinta* *** "Assalamu'alaikum, sayang! Sedang di mana?" tanya Fatih pada Vera, melalui sambungan telepon. "Waalaikumsalam, sedang di rumah, Yang" "Ada waktu gak? Kita jalan yuk!" ajak Fatih. "Ayo! Kapan?" "Sekarang ya! Aku jemput sekalian," "Hem, tapi Aku mau antar mama dulu ke pasar, maklum Ibu-ibu hehe" "Lama gak?" "Ya gak tau! Namanya juga Ibu-ibu kalau belanja, gak tentu, bisa lama, bisa sebentar, hehe" tukas Vera seraya tertawa kecil. "Bagaimana kalau kita ketemuan di tempat biasa? Nanti sepulang dari antar Mama, kamu naik ojek online, Aku tunggu di sana!" "Oh, ya, udin hehe," "Deal, ya?" "Iya!" "Sip! Assalamu'alaikum" pungkas Fatih seraya mengakhiri percakapan.
Bab 7 *** Usai mengantarkan Vera kembali kerumahnya, Fatih langsung memacu si kuda besi untuk pulang. Jalanan di saat sore hari lumayan ramai, motor besar dengan ciri khas cat warna hijau yang di tungganginya terus melaju membelah jalan. Hari ini hatinya sangat bahagia, selain sudah bertemu dengan Vera, pemuda itu pun merasa puas, karena telah membuat Linda, mantan pacarnya kesal. Walau keduanya bertemu sudah menggandeng pacar masing-masing, namun paling tidak, Fatih dapat menunjukan bahwa ia dengan waktu singkat bisa mendapatkan gebetan baru lagi. "Fatih dilawan! Hahaha" gumamnya berbangga diri, seraya terus memacu kendaraannya. *** "Assalamu'alaikum," ucap Fatih memberi salam, sesaat sampai kerumahnya. "Waalaikumsalam," jawab Bu Mirna yang tampak sedang duduk di teras rumah. Lantas Fatih menghampiri wanita setengah baya itu seraya mencium tangannya dengan penuh takzim.
Bab 8 "Nak! Ke sini deh! Sebentar," sahut bu Mirna dari dalam rumah. Memanggil Fatih yang nampak asyik dengan benda pipih di tangannya, sedang duduk di teras. Pemuda itu langsung menutup layar ponsel, lantas menghampiri mamanya. "Apa Ma? Ada yang perlu dibanting? Hehe," tanya Fatih diiringi canda khasnya. "Minta tolong banting ini kerumah bu Lena ya!" pinta bu Mirna seraya turut bergurau. "Hah! Kok dibanting Ma? Rusak dong! Hahaha," "Ahh, udah! Jangan bercanda melulu. Minta tolong ya! Kemarin Mama sudah janji mau kasih ini ke tante Lena" tukas Bu Mirna sambil menyodorkan sesuatu yang sudah dibungkus rapi. "Ini apa Ma, isinya?" "Ahh, gak usah tahu, pokoknya anterin! Mumpung masih pagi," "Harus tau dong Ma! Jangan-jangan isinya b*m! Hahaha" "Uhhh, dasar!" "Tapi, Fatih, kan, gak tahu Rumah tante Lena yang sekarang!" "Ihhh, bany
Fatih memarkirkan kuda besinya di garasi, hatinya masih diliputi dengan rasa tak menentu. Sepulang dari rumah tante Marlena dan melihat Indri diantar pulang oleh seorang lelaki, membuatnya tak bersemangat lagi untuk kembali ke sana. Tampak pak Budi, Ayahnya, sedang bersantai di teras dengan ditemani bu Mirna. Keduanya sedang asyik berbincang. Sekilas terdengar namanya dan Indri disebut-sebut. "Assalamu'alaikum," ucap Fatih seraya menghampiri kedua orang tuanya dan menciumi tangan mereka dengan penuh takzim. "Waalaikumsalam," "Cieee, yang baru pulang apel" seloroh pak Budi. "Apel? Apel kesiapa? Yeee, Bapak sotoy!" Fatih menyeringai. "Itu! tadi, kata Mama. Fatih berkunjung kerumah calon mertua. Hehe," "Mama juga, nih! Ngerjain Fatih, ya? Pasti, kan, antar barang ke rumah tante Lena, cuma akal-akalan saja? Hem..." Fatih merengut. "Hehe..." bu Mirna hanya tertawa kecil, mendengar protes dari anak tunggalnya i
Bab 10 Setelah rapi berpakaian seraya mematikan alunan musik dari speaker aktif di kamarnya, Fatih beranjak keluar setengah berlari seperti sedang diburu waktu. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti. Ia mendengar ada suara wanita muda yang sedang berbincang di teras, dengan kedua orangtuanya. Pemuda itu pun melongok dari balik tirai jendela. "Astagfirullahal'adziim"ucap Fatih, seketika hatinya tak karuan. Baru saja ia akan pergi untuk menghindari agar tidak sampai bertemu dengan Sarah. Tiba-tiba, perempuan itu sudah ada di rumahnya. "Waduh! Harus gimana ini?" gumamnya seraya menarik diri perlahan, untuk kembali ke kamarnya. "Bahaya, bisa diomelin mama sama ayah, nih! Gue," batinnya seraya memutar otak untuk dapat keluar dari rumah. "Kalau aku temui yang ada malah berabe, tapi kalau tidak ditemui, Sarah sudah terlanjur ketemu Mama sama Ayah," Fatih nampak bingung. "Duh! Rudi, kenapa juga, sih! Lu kasih alama
Bab 11 "Fatih, aku kangen. Kenapa kamu tiba-tiba hilang kontak? Diblokir, ya, nomor aku?" tanya Sarah, perlahan wanita itu memepetkan tubuhnya sambil meraih jemari Fatih dan digenggamnya erat. Aroma wangi parfum Victoria Secretmenguar dari tubuh seksinya, memenuhi indra penciuman pemuda berhidung mancung tersebut. Sungguh! Wanita itu merasakan rindu yang teramat dalam. Hatinya sudah terpikat kuat oleh sang pemuda tampan tersebut. Mendapat perlakuan seperti itu, membuat Fatih seketika merasakan hangat menjalar pada setiap inci tubuhnya. Sungguh kerinduan sang janda pada pemuda berbibir seksi itu menghantarkan rasa yang tak biasa. Namun pria muda itu hanya bisa terdiam menahan hasrat dan lantas menghela nafas dalam-dalam untuk menetralkan suasana. Sebelum akhirnya meluncur kata-kata dari lisannya. "Sar! Maafkan, aku. Bukan maksud menghindar, bukan pula tak ingin lagi menjalin kedekatan dengan kamu. Tapi.
#Betapa keinginan itu menyiksa jiwa, manakala hati tak kuasa untuk mengungkapkannya# ***Suara alarm berbunyi dari benda pipih yang tergeletak di atas nakas. Tampak sosok pemuda dari balik selimut mulai bergeliat seraya bangkit dari peraduannya. Alunan kalam Ilahi terdengar merdu dari Masjid dekat rumah. Seperti biasa, sebelum waktu subuh tiba, Fatih memulai ritual dengan membersihkan jasmani. Hal inilah yang diajarkan oleh kedua orangtuanya sedari kecil. Diraihnya handuk dari gantungan. Lantas pemuda itu menuju kamar mandi sebagai persiapan untuk menemui sang pemberi kehidupan. Permulaan hari yang diisi dengan hal baik untuk memohon keberkahan dari Ilahi membuat hidup lebih bermakna. *** "Masya Allah, si ganteng Mama. Pagi-pagi sudah rapi, mau ke mana, nih?" tanya Bu Mirna pada anak semata wayangnya. "Ahh, Mama. Mau tau aja urusan anak muda, hehe," jawab Fatih seraya tertawa kecil. "Ya, gak ap
Sepekan setelah kepergian Uminya, hidup Naura masih terasa sangat hampa, kehilangan sosok malaikat tak bersayap yang semasa hidupnya dihabiskan dengan mengabdi pada keluarga, berbakti pada suami, mendidik dan membesarkan Naura, putri satu-satunya. Beliaulah Madrasah pertama dalam hidup Naura, darinya gadis itu belajar banyak hal. Masih terbayang nyata dalam ingatan Naura saat ia kecil dulu, setiap malam Umi membacakan kisah-kisah orang saleh dan mengajarkan banyak doa-doa sampai gadis itu terlelap. Begitu pun saat Naura beranjak remaja, sebelum matanya terpejam, Uminya selalu memberi wejangan dengan nasihat-nasihat. Setiap sepertiga malam terakhir Naura diajarkan untuk senantiasa qiyamulail sampai waktu subuh menjelang, hingga dua rakaat terakhir Umi masih melaksanakan Ibadah rutinnya, sebelum akhirnya masuk rumah sakit dan sampai kembali ke pangkuan_Nya. "Masya Allah, Umi, semoga Allah menempatkanmu di Jannah_Nya. Aamiin" ucap Naura seraya
Sudah beberapa hari ini Fatih tak terlihat masuk sekolah, sehingga menimbulkan tanda tanya besar dalam benak Naura. "Kenapa ya? Ke mana dia...?" Tiba-tiba Naura merindukan sosok Fatih. Mau bertanya pada teman sekelasnya, tapi ia malu. Ada rasa yang bergelora dalam dada gadis itu, terlukis bias asa dalam hatinya, antara rindu dan menjaga marwah bergumul saling mengalahkan. "Aahh, Fatih..." batin sang gadis, ia merindukan tatapan lembut remaja tampan itu. "Yaaahhh...! Kehilangan tempat nyontek, gue!" ujar seorang siswa dari kelas 3F yang sedang kumpul di kantin. Tanpa sengaja terdengar oleh Naura yang kebetulan sedang lewat dekat kerumunan mereka. Seketika gadis itu menghentikan langkah dan memasang telinga untuk mendengar lanjutan kalimat dari sekumpulan murid laki-laki kelas 3F tersebut. "Jangan-jangan mereka sedang membicarakan Fatih?" batin Naura seraya meletakan bokongnya di kursi yang tak begitu jauh d
Kilas Balik Pagi-pagi sekali Naura sudah mengakrabkan diri dengan cermin di kamar. Mengatur gaya seraya memantas-mantas diri dengan pakaian yang dikenakannya. Maklum saja, pagi ini adalah hari yang istimewa. Setelah, menanggalkan seragam putih-merah, kini saatnya ia mengenakan seragam putih-biru sebagai seragam barunya. Sebagai cucu dari pendiri Pesantren, Naura dituntut untuk hidup selayaknya santriwati dan senantiasa menjaga marwah keluarga. Oleh karena itu, sedari kecil sudah terbiasa dengan kehidupan yang agamis. Jenjang pendidikannya pun tak jauh-jauh dari yang berbasis agama. Pendidikan dasar Naura di Madrasah Ibtidaiyah, lantas saat ini, ia akan melanjutkan jenjang ke Madrasah Tsanawiyah. "Nak! Kamu sudah mulai beranjak remaja dan memasuki masa puber. Jaga diri, jaga sikap, jaga akhlaq serta tinggkah laku. Jangan biarkan mata binal lelaki memandangmu. Tutuplah aurat dengan sempurna!" Pesan uminya semalam, se
Bab 15"Ver! Ke sini dulu deh, sebentar." panggil Reni pada Vera, adik sepupunya. "Ada apa, Kak?" tanya Vera seraya menghampiri kakak sepupunya itu. "Kamu punya pacar?" tanya Reni, pada gadis cantik berkulit kuning langsat itu. "Hem, punya!" "Yang ini, bukan?" tanya Reni sambil menyodorkan foto di layar ponselnya. "Astagfirullahal'adziim..." ucap Vera, sekujur tubuhnya langsung lemas, melihat gambar yang ditunjukan oleh kakak sepupunya tersebut. Tampak di layar alat komunikasi itu, seorang pria sedang menyuapi wanita di depannya, berikut tertera waktu dan tempatnya. Vera menangis sesunggukan, badannya lemas seakan lepas tulang belulang. Pada akhirnya ia tak ingat apa-apa lagi. "Ver! Vera! Bangun Ver!" melihat adik sepupunya yang tiba-tiba pingsan, Reni jadi kebingungan. "Tlolong! Tolong!" teriaknya. Tampak dari dalam kamar, seorang wa
Setelah Fatih selesai membersihkan badan dari hadatsbesar usai mimpi 'basah' yang dialaminya, ia kembali menggunakan pakain lantas duduk di sofa. Dilihatnya Sarah, masih terlelap di atas ranjang. Fatih memandangi wanita itu lekat-lekat seakan ia ingin menikmati setiap inci kecantikan kekasih satu harinya tersebut. Namun ketika tatapan Fatih menjurus ke bagian bawah wanita itu, ia mulai terusik fikirannya. Manakala tubuh seksi Sarah terlihat sangat jelas yang hanya terbungkus baju tidur jenis short setmembuat hasrat kelelakiannya meronta. "Duh! Sarah, kamu cantik sekali," gumamnya seraya terus menatap lekat ke arah tubuh yang sedang terlelap itu. Fatih, mulai beringsut mendekat ke arah Sarah dan duduk di tepi ranjang. Namun, belum sempat ia berlaku lebih jauh, tiba-tiba terdengar sayup-sayup suara azan subuh, membuat lelaki itu seketika tersadar dari fikiran kotor yang merongrongnya. "Astagfirullahal'adziim," u
Bab 13 Setelah keluar dari Restoran, waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam. Membuat Fatih sedikit kebingungan. Karena jika harus kembali pulang malam itu juga, ia tak cukup berani. Namun sebaliknya kalau tidak pulang, maka harus mencari penginapan, sedangkan saat ini dirinya hanya berdua dengan Sarah yang sejatinya bukan siapa-siapanya. Timbul perasaan risau di hati pemuda itu, manakala detik waktu terus berjalan dan ia harus segera ambil keputusan. Antara pulang atau mencari tempat menginap. Tampak sang pemuda mulai memutar otak. Karena Ia takut jika harus membawa Sarah ke penginapan nantinya malah mendapat kesulitan. "Yang! Sekarang kita harus gimana?" tanya Fatih seraya terlihat bingung. "Gimana apanya?" "Lah, malah balik tanya! Ya, kita gimana? Sudah malam gini, tapi kalau pulang sangat riskan diperjalanannya," "Gitu aja bingung! Tinggal cari penginapan, besok pagi kita pulang. Beres, kan?" tukas Sarah
#Betapa keinginan itu menyiksa jiwa, manakala hati tak kuasa untuk mengungkapkannya# ***Suara alarm berbunyi dari benda pipih yang tergeletak di atas nakas. Tampak sosok pemuda dari balik selimut mulai bergeliat seraya bangkit dari peraduannya. Alunan kalam Ilahi terdengar merdu dari Masjid dekat rumah. Seperti biasa, sebelum waktu subuh tiba, Fatih memulai ritual dengan membersihkan jasmani. Hal inilah yang diajarkan oleh kedua orangtuanya sedari kecil. Diraihnya handuk dari gantungan. Lantas pemuda itu menuju kamar mandi sebagai persiapan untuk menemui sang pemberi kehidupan. Permulaan hari yang diisi dengan hal baik untuk memohon keberkahan dari Ilahi membuat hidup lebih bermakna. *** "Masya Allah, si ganteng Mama. Pagi-pagi sudah rapi, mau ke mana, nih?" tanya Bu Mirna pada anak semata wayangnya. "Ahh, Mama. Mau tau aja urusan anak muda, hehe," jawab Fatih seraya tertawa kecil. "Ya, gak ap
Bab 11 "Fatih, aku kangen. Kenapa kamu tiba-tiba hilang kontak? Diblokir, ya, nomor aku?" tanya Sarah, perlahan wanita itu memepetkan tubuhnya sambil meraih jemari Fatih dan digenggamnya erat. Aroma wangi parfum Victoria Secretmenguar dari tubuh seksinya, memenuhi indra penciuman pemuda berhidung mancung tersebut. Sungguh! Wanita itu merasakan rindu yang teramat dalam. Hatinya sudah terpikat kuat oleh sang pemuda tampan tersebut. Mendapat perlakuan seperti itu, membuat Fatih seketika merasakan hangat menjalar pada setiap inci tubuhnya. Sungguh kerinduan sang janda pada pemuda berbibir seksi itu menghantarkan rasa yang tak biasa. Namun pria muda itu hanya bisa terdiam menahan hasrat dan lantas menghela nafas dalam-dalam untuk menetralkan suasana. Sebelum akhirnya meluncur kata-kata dari lisannya. "Sar! Maafkan, aku. Bukan maksud menghindar, bukan pula tak ingin lagi menjalin kedekatan dengan kamu. Tapi.
Bab 10 Setelah rapi berpakaian seraya mematikan alunan musik dari speaker aktif di kamarnya, Fatih beranjak keluar setengah berlari seperti sedang diburu waktu. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti. Ia mendengar ada suara wanita muda yang sedang berbincang di teras, dengan kedua orangtuanya. Pemuda itu pun melongok dari balik tirai jendela. "Astagfirullahal'adziim"ucap Fatih, seketika hatinya tak karuan. Baru saja ia akan pergi untuk menghindari agar tidak sampai bertemu dengan Sarah. Tiba-tiba, perempuan itu sudah ada di rumahnya. "Waduh! Harus gimana ini?" gumamnya seraya menarik diri perlahan, untuk kembali ke kamarnya. "Bahaya, bisa diomelin mama sama ayah, nih! Gue," batinnya seraya memutar otak untuk dapat keluar dari rumah. "Kalau aku temui yang ada malah berabe, tapi kalau tidak ditemui, Sarah sudah terlanjur ketemu Mama sama Ayah," Fatih nampak bingung. "Duh! Rudi, kenapa juga, sih! Lu kasih alama