“Kekayaan bukanlah untuk memberi makan ego tetapi memberi makan orang yang lapar dan untuk membantu orang lain dalam membantu diri sendiri. Wow, Andrew Carnegie sungguh patut menjadi idola. Baik dari segi kekayaan, etos kerja, ke dermawanan, tidak seperti seseorang yang ku kenal oportunis dan sangat kapitalis.” Maxwell sengaja meninggikan suaranya sambil menutupi wajahnya dengan buku bersampulkan Andrew Carnegie.
“Diam kau Maxwell, fokus saja untuk menyelesaikan hukumanmu atau aku akan menghancurkan kartu kreditmu dan menarik kembali mobil sport yang telah ku berikan padamu.” Celeste Winston menatap Maxwell dengan tajam.
Suara dinginnya yang tajam dan menusuk membuat siapapun yang mendengarnya pasti bergidik ngeri dan ketakutan. Meski Celeste terlihat dingin dan mendapat julukan wanita besi dalam dunia bisnis tetap saja ia harus selalu berkompromi ketika berhadapan dengan adik kandungnya sendiri.
“Baiklah kakak jangan terlalu galak, aku akan menyelesaikan hukuman ini dengan sempurna.” Si tengil Maxwell membaca bukunya sambil rebahan di sofa ruang kerja Celeste.
Celeste menghela nafas frustasi menghadapi adiknya yang semakin hari bertindak semaunya. Tapi Celeste tidak bisa berbuat apapun, karena bagaimana pun kedua orangtua mereka telah meninggal sejak Maxwell berusia 6 bulan inilah yang memicu Celeste untuk memanjakan dan berkompromi pada adiknya setiap saat.
Celeste mengerutkan keningnya saat membaca laporan yang dikirimkan oleh asistennya beberapa menit yang lalu, hingga tiba-tiba drttt…drttt…
“Kak…”
Drrttt…drrrttt…
“Kak… astaga itu ponselnya bunyi di angkat dong, mengganggu konsentrasi orang belajar aja.”
Drrttt…drrrrttt
“Ya Tuhan kakak…” Max mengangkat kepalanya dari buku yang dibaca lalu melihat Celeste yang tampak tenggelam dalam pikirannya lalu bergegas ke arah Celeste dan menepuk pundaknya.
“Kak….”
Celeste kaget “Kenapa Max?” lalu melihat ke arah ponselnya yang sedari tadi rupanya berbunyi. Celeste melihat id callernya, mengenakan jaket yang tersampir di kursi kerjanya lalu mengambil kunci mobil dan meninggalkan Max yang menganga melihat kakaknya yang panik dan terburu-buru.
Ini adalah pertama kalinya Max melihat kakaknya yang tenang dan terkendali kalang kabut. Bahkan ketika dia dan kakaknya di kejar gangster dalam perjalanan pulang dari sekolah jumat lalu, kakaknya tampak tenang dan sekali-kali menembakkan pistol dengan raut datar khasnya.
Terkadang Max bingung apakah kakaknya ini perempuan atau mafia karena secara kemampuan bertarung kakaknya unggul bahkan melebihi pembunuh bayaran dan yang paling mengerikan lagi kakaknya adalah penembak jitu bidikannya tidak pernah gagal. Dibalik wajah cantik bak malaikat itu tersimpan jiwa bar-bar. Maxwell bergidik ngeri lalu melanjutkan aksi rebahannya kembali.
Celeste tidak memiliki waktu untuk memperhatikan ekspresi Max pikirannya tertuju pada satu orang. Celeste menyematkan airpod di telinganya lalu mengendarai mobil meninggalkan garasi yang menyimpan koleksi mobil mahal dan limited editionnya.
“Oh c’mon answer me please.” Celeste mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, berulang kali Celeste melakukan panggilan tetap saja tidak di angkat. Celeste berharap memiliki kekuatan teleportasi sehingga bisa tiba di sana dalam hitungan detik.
Namun hingga Celeste tiba di basement apartemen tetap saja panggilan tersebut tidak ada yang menjawab. Celeste berlari ke apartement orang yang membuatnya mengemudi dengan kesetanan.
“York…” Celeste mendapati pemandangan yang menyedihkan begitu ia memasuki apartemen. Ia melihat York seolah kehilangan jiwanya, tatapannya kosong dan tidak ada air mata yang mengalir. Ini terlihat lebih menyakitkan daripada melihat orang yang menangis dengan penuh kesedihan.
Celeste mengusap pundak York seolah menyadarkan York bahwa ia tidak sendirian sekarang. York tersadar lalu melihat ke arah Celeste, York tersenyum kecil seolah mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Nyatanya Celeste merasa hatinya tersayat ketika melihat senyuman York, Celeste tahu bahwa York benci dikasihani sehingga Celeste hanya duduk diam menemani York.
“She’s gone Celeste dan nggak akan pernah kembali lagi.” York mulai angkat bicara setelah hampir setengah jam mereka duduk dan hanya diisi oleh keheningan. Celeste tidak memotong sedikitpun perkataan York apalagi memberikan kata-kata penghiburan karena yang Celeste tahu bahwa yang di butuhkan York saat inilah adalah di dengarkan.
“Dia sangat baik dan aku menikmati kasih sayang ini tapi ini terlalu kejam. Jika ingin meninggalkanku sendirian, tinggalkan saja! kenapa harus merancang kecelakaan pesawat? aku bahkan tidak memintanya untuk tinggal di sisiku setiap saat, bahkan aku tidak pernah menuntut apapun. Aku hanya ingin hidup normal layaknya anak yang memiliki ibu, rasanya masih sulit mempercayai jika kasih sayangnya dari dulu sampai sekarang hanyalah pertunjukan semata. Aku sangat naif, meski aku tahu bahwa kasih sayangnya adalah kebohongan diam-diam aku tetap berharap bahwa ini nyata dan murni. Bahkan aku berharap ini bisa bertahan sedikit lebih lama lagi.” Tanpa disadari air mata York meluruh membanjiri pipi putih mulusnya, tanpa York sadari ternyata ia sangat menyayangi wanita yang ia panggil ibu itu.
Celeste merasa sakit melihat York yang tampak rapuh. Ia menarik York dan membenamkannya dalam pelukannya ia menepuk-nepuk punggung York seolah memberi kekuatan.
“Apa aku tidak pantas bahagia Celeste? aku tidak ingin mempertanyakan dan mengeluh kepada Tuhan kenapa hidupku harus seperti ini tapi aku bingung harus bertanya pada siapa. Aku tidak mengerti dosa apa yang ku perbuat sampai harus menanggung hal se-kejam ini. Tunggu…” York duduk tegak dan keluar dari pelukan Celeste.
“Apa karena aku tidak membiarkan dia untuk ikut campur dalam biaya pendidikanku sehingga ia memutuskan untuk meninggalkanku sendiri? apa karena aku suka makan junk food? apa karena aku suka lupa makan? Aku harus makan sekarang iya harus makan. Makanan dimana, dimana makanan, dimana…” York semakin kacau dan mengeluarkan seluruh isi kulkas lalu melemparkannya ke lantai dengan sembarangan.
Celeste mengejar York ke dapur lalu menarik tangan York sebelum ia membalikkan kulkas, York bahkan telah membalikkan meja makan karena tidak menemukan makanan di sana.
“Lepas, lepaskan aku. Aku harus makan supaya ibu bisa kembali lepas...lepas… lepaskan aku nanti ibu makin marah dan nggak mau pulang kalau aku nggak makan…” York memberontak di pelukan Celeste.
“York sadar… sadar…” Celeste mengguncang-guncangkan tubuh York namun York tetap saja memberontak hingga akhirnya Celeste memejamkan matanya lalu menampar wajah York. York yang tadinya memberontak seketika terdiam dan kosong. Celeste lalu menggiring York ke sofa dan mendudukkannya di sofa.
Celeste berlari ke dapur lalu kembali dengan membawa baskom yang berisi air es dan kain untuk mengopres pipi York yang memerah akibat tamparan Celeste. Bukannya Celeste bermaksud York tapi Celeste tidak kuat melihat York kehilangan kewarasannya.
Celeste masih mengingat betapa berbinarnya mata York saat menceritakan bahwa ibunya akan mengajaknya menghabiskan malam natal di Jepang, bagaimana cerahnya senyuman dan berseri-serinya wajah York saat menceritakan tentang ibunya pada Celeste.
Celeste tidak mengerti mengapa Berly melakukan hal ini tapi Celeste yakin Berly pasti menyembunyikan sesuatu, sesuatu yang tidak bisa di ungkapkan begitu saja seperti halnya kematian orang tuanya.
Celeste sudah menyimpulkan variabel ini namun ia belum menemukan petunjuk yang dapat membawanya ke bukti-bukti dan pemecahan masalah. Celeste yakin semua tidak sesederhana apa yang terlihat.
“Minum dulu York.” Celeste menyerahkan segelas air putih pada York.
“Terimakasih Cel.” York menghabiskan air putih dalam satu tegukan. York menarik napas memejamkan matanya lalu menghembuskan napasnya kemudian membuka matanya seolah ia telah mendapatkan ketenangannya kembali.
Celeste yang melihat York sudah tenang akhirnya menyandarkan punggungnya dengan santai ke sandaran sofa.
“Apa rencanamu York?” Celeste memandang ke arah York yang tampak sibuk memandangi langit-langit apartemen.
“Aku tidak bisa memikirkan apapun Cel.” Aku telah memikirkannya sejak kemarin malam dan mempersiapkan hatiku untuk kejadian hari ini tapi tetap saja rasanya duniaku berhenti berputar.”
“Aku tahu apa yang kamu rasakan York, ketika aku kehilangan orangtuaku aku juga merasa duniaku seolah berhenti tapi hidup harus berjalan terus kan? dengan ataupun tanpa adanya mereka disisiku.”
“Aku ingin menyingkirkan segala hal tentangnya Cel aku tidak ingin ada satu hal pun yang tersisa tentangnya kurasa aku akan meninggalkan negara ini dan memulai hidup baru di suatu tempat.”
“Pelan-pelan York, tidak masalah jika kamu ingin menyingkirkan semua kenangan bersamanya tapi lakukan secara perlahan dengan begitu kamu tidak akan tersiksa di malam hari. Aku tidak mau insomniamu semakin parah York.” Celeste sangat mengkhawatirkan keadaan York sejak ia pulang merayakan natal di Jepang bersama ibunya. Sejak saat itu, York sering melewatkan malam tanpa tidur. York tahu seberapa besar rasa sayang York pada Berly.
York telah menggantungkan seluruh kebahagiannya pada Berly jadi ketika York tahu kebenaran yang sesungguhnya York sangat terpukul. Disisi lain, York tidak berani mengkonfirmasinya pada Berly ia takut kalau Berly menjawab bahwa yang dilakukan selama ini hanyalah pertunjukan semata.
“Tenang saja Cel, i’m ok now.” Sangat terlihat bahwa York memaksakan dirinya untuk tersenyum. Celeste tidak ingin mengatakan satu kata patah pun karena Celeste sangat memahami kepribadian York yang keras kepala. Sekali ia memutuskan sesuatu tidak aka ada jalan memutar untuk kembali.
“Ok i trust you. Aku akan mengurus semua keperluan kepindahanmu malam ini, bagaimana dengan kuliahmu apakah kau ingin mengurus surat pindah juga atau seperti apa?”
“Tolong urus saja surat pengunduran diriku dari kampus Cel, aku akan ke Swiss ke rumah kakekku dan aku tidak sedang dalam mood untuk kuliah. Bagaimanapun kuliah di Boston adalah mimpi ibuku akh bukan lebih tepatnya impian wanita itu.” York tersenyum miris.
“Baiklah York, nanti aku akan mengirimkan tiket penerbanganmu lewat email. Passport dan Visamu juga telah di urus oleh sekretarisku.” Celeste mengusap pundak York.
“Terimakasih Cel, kau sangat baik padaku.”
“It’s ok York, you deserve to get the better. Aku berhutang budi padamu York, kau adalah dermawanku jika bukan karena kau Celeste saat ini tidak akan pernah ada. Aku berhutang seumur hidup padamu York.”
“Baiklah kalau begitu ikutlah aku ke swiss dan jadilah pelayanku seumur hidup nona celeste, kapan lagi coba seorang York yang bahkan belum genap berusia 20 tahun memiliki pelayan seorang CEO yang dijuluki sebagai wanita besi.” York tersenyum jenaka.
Celeste tidak merasa tersinggung sama sekali, karena Celeste tahu York sedang berusaha untuk mengubah suasana. Celeste memahami bahwa York sebenarnya tidak menyukai adegan mellow seperti sekarang “Kau memang tidak tau diri York, kau harus mampu mengalahkanku bertarung dulu baru aku akan mengakuimu menjadi tuanku.” Celeste menoyor kepala York.
York terkekeh seolah bukan dia yang mengamuk dan menangis meraung-raung beberapa menit yang lalu. Celeste memandangi wajah York dengan seksama, Celeste rasa ia akan merindukan gadis yang lebih mudah 7 tahun darinya.
Terkadang Celeste ingin mengakui York sebagai adiknya tapi urung dilakukan mengingat ketengilan York hanya berbeda 0,8% dari ketengilan Maxwell adiknya mengurus Maxwell saja Celeste sudah hampir gila setengah mati apalagi jika di tambah dengan York bisa-bisa dia dikuburkan dalam semalam. Hanya saja perbedaan York dan Max itu, kalau York itu tengil tapi hanya untuk orang-orang yang dianggapnya sebagai orang terdekatnya saja.
Kalau sedang waras York tidak terlihat seperti anak berusia 18 tahun karena kemampuan analisisnya yang tinggi dan wawasannya yang luas sedangkan Max meski IQnya tinggi tetap saja menyusahkan dengan ketengilan, kasus perkelahian, mengusili guru yang sedang mengajar, bahkan beberapa kali meledakkan labolatorium sekolah, sampai terkadang Celeste malu mengakui kalau Max adalah adiknya.
“York, tapi nanti kau akan kembali kan ke Boston?”
“Aku akan kembali, jika…” York sengaja menggantung ucapannya.
Celeste memandang wajah York dengan serius dan hati-hati “Jika apa?”
“Jika kau menikah atau meninggal dunia.” York tersenyum miring seolah ia adalah ratu gangster. Tuh kan York itu tidak pernah bisa diajak ngomong serius.
“Ekh, tapi kau tidak akan menikah ya? Mengingat kelakuanmu yang seperti ratu bandit dan suka memukuli orang jadi aku akan menunggu hari dimana kau meninggal saja.” York berbicara dengan wajah berseri-seri seolah dia baru saja mengatakan bahwa ia baru saja menyantap makanan paling enak yang pernah ada.
Ingin rasanya Celeste menjambak rambut pirang York yang sialnya semakin menambah daya pikat seorang York Portland “Berhenti memprovokasiku York atau akan mengirimmu ke Swiss lewat JNE.”
“Oh sayangku Celeste, berhentilah mengancamku atau aku akan mengkonversi hutang seumur hidupmu menjadi saldo shopee pay.”
“Kenapa harga nyawaku hanya sekelas shopee pay? Kau benar-benar keterlaluan York aku akan membunuhmu.” Dan jadilah York dan Celeste saling berdebat sepanjang malam, dengan pedebatan yang unfaedah dan penuh cacian sampai tidak memikirkan bahwa dapur hasil mahakarya pelampiasan emosi York belum di bereskan sedari tadi.
Biarlah, toh Celeste adalah CEO kaya raya tentunya sangat sanggup untuk mempekerjakan pelayan untuk membereskan kekacauan York sementara ia dan York akan melanjutkan ajang perdebatan mereka untuk yang terakhir kalinya sebelum York berangkat ke Swiss.
Bandara internasional Zurich tampak ramai ketika York keluar dari ruang pengambilan barang di. Rambut pirang York yang lembut dan halus terurai manja di antara jaket kulit hitamnya. York mengenakan kacamata hitam untuk menutupi mata bengkaknya sehabis mengamuk tadi malam saat kedatangan Celeste.Kaos putih yang membalut tubuh langsing tampak trendi dipadu padankan dengan legging hitam yang menonjolkan bentuk paha dan kakinya serta sneakers putih yang membuat penampilannya casual namun elegan dan modis di saat bersamaan.Tinggi badannya yang mencapai 178 cm membuatnya tampak menonjol di tengah kerumunan apalagi fitur wajahnya yang tampak lembut dan rahangnya yang tegas namun terlihat halus dan temperamennya yang dingin membuat siapapun yang melihatnya pasti akan menengok dua kali.York mengistirahatkan kaki jenjangnya di kursi sambil menunggu jemputannya datang.“York Portland?” York mengangkat kepalanya dari ponsel yang sedang di utak-atiknya
“Kau sudah sampai?” tuan tua Portland mengangkat kepalanya dari tumpukan kertas sedangkan Chris keluar dari ruangan tersebut dan menyisakan York serta tuan tua Portland.“Hmm….” York menjawab singkat. York memang dingin dan acuh tak acuh, meskipun pria tua di hadapannya ini adalah kakeknya namun York tidak menemukan adanya bonding ataupun ikatan diantaran mereka. Bagi York tuan tua Portland adalah orang asing.“Aku senang karena akhirnya kau memutuskan untuk datang kesini.” Tuan tua Portland melihat York yang tampak tenang menyeruput secangkir teh di hadapannya. Meski tenang namun York seakan memberi tembok pemisah yang membuat orang segan untuk berbicara padanya. Tuan tua Portland tampak bangga, karena di usia yang masih muda cucu perempuannya ini tidak hanya berbakat dalam komputer tetapi juga memiliki aura alpha yang membuat orang lain merasa harus menghormatinya.York hanya diam saja tidak menyahuti perkataan Portla
Tuan tua Portland memasuki mansion bergaya eropa mewah, kebayang nggak sih seberapa mahal perabotan yang terpampang nyata di setiap sudut rumah si pemilik. York mengikuti dari belakang dengan elegan seolah tidak tertarik untuk mengamati sekeliling mansion klasik ini.Ketika kamu berkunjung ke rumah mewah, aturan yang pertama adalah usahakan agar mata tidak jelalatan dan bersikaplah tenang dan elegan dengan begitu kamu tidak akan terlihat norak dan di anggap remeh si tuan rumah. Mengagumi boleh tapi jangan sampai mempermalukan diri sendiri.Setidaknya itu yang York pelajari dari kelas tata krama semasa sekolahnya dulu, bukan York yang ingin masuk kelas tata krama tapi wanita itu yang memaksanya untuk mengikuti kelas tersebut dan setidaknya hal itu berguna sekarang.Terkadang hal yang kita anggap dulunya tidak berguna dan buang-buang waktu ternyata akan berguna di masa depan pada waktu yang tepat dan momen yang tepat, intinya tidak ada hal yang sia-sia.
“Tidak bisa Olivie Golden Autumn itu sangat jauh dari Winter tech.”“Apa hubungannya dengan winter tech?”“York akan bekerja di winter tech team reseach dan development jadi York sangat butuh lokasi yang strategis dan tidak memakan waktu untuk bolak-balik apartemen perusahaan.” Tuan tua Portland menanggapi pertanyaan Olivie dengan sabar mengingat betapa enaknya masakan Olivie.“York kan tidak lulus kuliah, bagaimana mungkin dia bisa bekerja disana? Sedangkan kak Axel saja yang sudah double master dan memiliki gelar di bidang IT tetap saja tidak di izinkan bergabung dengan team R and D.”“Meski Axel punya gelar IT, tapi ia kurang passionate dan berbakat di bidang IT secara Axel kuliah jurusan IT juga karena desakan papahmu. Dan kakek amati Axel memang lebih berbakat di bidang manajemen keuangan lihat saja profif Rainy Bank meningkat 80% hanya dalam 9 bulan ia menjadi direktur disana.”
“Bagaimana York kau puas dengan apartemen ini?” tuan tua Portland membawa York berkeliling apartemen yang akan menjadi tempat tinggal York selama ia berada di Rusia.“Ya.” York menjawab singkat lalu mengikuti tuan tua Portland keluar dari apartemen menuju basement. Memang rencananya setelah mengantar York ke apartemen barunya, tuan tua Portland juga akan membawa York ke perusahaan untuk memperkenalkan kepada karyawan Winter Tech.“Selamat siang presdir.”“Siang Mr.Portland...”“Mr. Portland...”Inilah pemandangan yang York dapati saat memasuki gedung perusahaan bersama tuan tua Portland yang di balas tuan tua Portland dengan anggukan dan senyuman seolah menyapa balik karyawannya.“Siapa gadis yang bersama Presdir?”“Sangat jarang melihat presdir membawa seseorang ke perusahaan bersamanya.”“Mungkinkah itu nona Olivie?”“
Bagaimana tidak terkejut? Kontes itu diadakan 5 tahun lalu, berapa usia York saat itu? Hmm 13 tahun, anak 13 tahun sudah update soal AI yang notabene rumit dan sulit untuk dipahami dan yang lebih mengejutkan lagi, ia mampu mengulik kisah dibaliknya. Tolong ini bukan hal yang bisa dikerjakan oleh remaja bisa berusia 13 tahun.“Itu adalah salah satu momen yang ingin aku delete dalam hidupku, aku menyesal karena terlalu naif di masa lalu. Aku terlalu mempercayai Ecollin dan menyerahkan AI yang telah ku kerjakan berbulan-bulan dan hanya tidur 1 jam setiap harinya. Dan alhasil Ecollin menikmati semuanya dan dieluk-elukkan dunia sedangkan aku tidak mendapatkan apa-apa bahkan harus berbaring di ranjang rumah sakit hampir mati karena kurang tidur berbulan-bulan. Kalau bukan karena tuan tua Portland mungkin seorang Avery akan lenyap dari bumi ini.” Avery terkekeh miris, sebenarnya Avery tidak ingin menceritakan ini karena sama saja ini membuka luka lama dan membuatny
“Portland? apakah kau memiliki hubungan dengan Mr. Portland?” York belum sempat menjawab ketika ada suara lain yang menyahut.“Sepertinya ia memiliki hubungan dengan Mr. Portland, jika tidak bagaimana mungkin ia bisa masuk departemen R and D.”“Mungkin saja, apalagi dia baru saja menyelesaikan high school. Ini namanya nepotisme, banyak orang yang harus menangis darah agar bisa masuk departemen R and D sedangkan ia hanya mengandalkan hubungan orang dalam. Ini tidak adil.” Seorang Wanita berlipstik merah memeloti York dengan sorotan tak terima.“Akh, aku takut nantinya ia bisa menurunkan standar tim kita.”“Lagian di masih terlalu muda, dan biasanya manusia se-usianya cenderung labil dan tidak menganggap serius pekerjaannya. Nanti bukannya membantu yang ada malah jadi beban.”“Kau tidak boleh berbicara seperti itu, nanti dia menangis dan melapor pada kakeknya lalu kau di pecat apa kau
“Dia terlalu sombong dan mendominasi.” Bisik pria yang duduk di sudut ruangan pada teman pria di sebelahnya.“Yah, dia tidak sadar akan kemampuan dirinya. Biarkan saja, nanti kalau dia kalah baru tau rasa kalau ternyata dia hanyalah butiran debu.” Balas pria yang dibisikin temannya tersebut. Ternyata tidak wanita, tidak pria di tim ini semua sama julidnya.“Hufftt, kamu masih berani mengajukan persyaratan denganku. Tapi aku sepakat dan tolong kerahkan semua kemampuanmu agar nanti aku tidak dianggap mengintimidasi pemula, dan aku akan mencoba mengurangi kemampuanku untuk memberimu wajah.” Liza tersenyum sarkas karena bagaimana pun dia adalah salah satu programmer hebat untuk ukuran wanita di tim ini, itu mengapa dia bertindak sombong setiap harinya.“Tidak perlu memikirkan wajahku, pikirkan saja wajahmu. Jangan menahan kemampuanmu atau mereka akan menganggapku menang hanya karena kamu mengalah, padahal memang dasarnya kau
Celeste memasuki bandara sambil memegang kertas bertuliskan "Reo". Inilah akibat kelakuan laknatnya York, saat Celeste meminta foto Reo agar ia tidak celingak-celinguk di bandara nanti York berkata bahwa ia tidak punya foto Reo dan Reo tidak menolak keras untuk berfoto maupun di foto. Oke untuk ini Celeste paham karena tidak semua orang nyaman berada dalam jepretan kamera. Lalu Celeste pun meminta nomor ponsel Reo dan nama lengkapnya tiba-tiba saja York offline dan tidak aktif lagi hingga sekarang. Ingin rasanya Celeste berkata kasar, andaikan saat ini York ada di depannya mungkin ia akan memutilasi York menjadi delapan bagian. Celeste keluar dari mobilnya dan bergegas ke pintu kedatangan. Sambil memegang kertas di kedua tangannya ia melihat ke pintu kedatangan sembari menebak-nebak yang mana kira-kira pria bernama Reo. Sudah 10 menit Celeste menunggu, namun pria yang bernama Reo tersebut tak kunjung menghampirinya."Apa tulisanku tidak terbaca? tapi kan aku
York memejamkan matanya sembari sesekali menyesap teh susu yang dipesannya dari waiter yang sedari tadi berseliweran mengantarkan pesanan pengunjung. Sungguh ini adalah hal terandom dari sekian hal random yang York pernah lakukan yaitu mengunjungi cafe pukul 02 pagi. Di saat yang lain sibuk beradu dalam alam mimpi, York sibuk berada dengan pikirannya.Beruntung cafe ini buka 24 jam dan suasana tropical yang sudut diisi dengan deretan buku-buku yang tertata rapi pada rak-rak kayu yang semakin menambah kesan minimalis namun aesthetic cafe ini.York mengamati cafe yang hanya menyisikan beberapa orang saja. Termasuk seorang pria yang duduk dengan anggun sambil membolak-balikkan buku seolah ia adalah objek yang baru keluar dari lukisan. Jangankan pengunjung bahkan para waiters pun curi-curi pandang bahkan memandang dengan terang-terangan ke arah pria berkulit putih pucat tersebut seolah siap untuk memangsanya. Kaos hitam yang dikenakannya tampa
Arthur terdiam tampak merenung dengan tatapan kosong. Tuan tua Portland mencicipi tehnya sembari menunggu Arthur angkat suara, ia tidak mendesak dan menunggu dengan sabar.Arthur menghembuskan nafasnya dengan kasar "Dia ingin membuat Chip yang di tanam ke otak manusia untuk mengendalikan aplikasi yang terdapat pada ponsel, laptop ataupun perangkat teknologi lainnya."Deg...Tuan tua Portland yang sedang menyesap tehnya hampir menyemburkan teh tersebut dari mulutnya. Beruntung sebagian teh sudah hampir mencapai lambungnya jika tidak ntah seperti apa nasib wajah tampan Arthur yang akan banjir semburan tuan tua Portland."Bukankah itu teknologi yang dulu Steve kerjakan ?" tuan tua Portland meletakkan cangkir tehnya sambil mengingat betapa bahagianya wajah putranya saat membicarakan ide itu padanya."Yah, teknologi yang gagal dan merupakan teknologi terakhir yang Steve kerjakan sebelum ia menghilang." Arthur berucap dengan lirih
"Jujur, saya sangat menyukai desainmu York tapi dari sudut pandang ekonomi saat ini perusahaan belum memiliki kapasitas untuk menciptakan teknologi se-inovatif ini. Karena kondisi finansial perusahaan saat ini tidak stabil. Durasi pengerjaan juga terlalu singkat, untuk teknologi se-inovatif ini butuh waktu untuk mendapatkan hasil yang akurat. Lebih baik di pending dulu dan tidak usah diikutkan dalam kompetisi.”"Selain itu, perusahaan juga sedang mengerjakan proyek besar yang tentunya membutuhkan atensi dan waktu lebih untuk menyelesaikannya." Arthur menjelaskan kepada York."Tapi bukankah jika teknologi ini berhasil akan menambah value perusahaan? dan investor bahkan tender akan berbondong-bondong ke winter tech pastinya profit perusahaan juga akan naik." York mencoba menjelaskan manfaat yang akan di dapatkan oleh perusahaan apabila mereka mendukungnya untuk menyelesaikan proyek ini."Aku tau, tapi sebagai direktur yang memahami kondisi perusa
Bagaimana dengan Liza? Liza hanya terpaku ketika mendengarkan penuturan dari mulut pria tersebut. Ini adalah pria yang dicintainya selama bertahun-tahun, ini adalah pria yang membuat hari-hari suramnya menjadi berwarna selama bertahun-tahun, namun ini adalah pria yang sekarang bersimbah air mata dan menuduhnya egois serta menginjak-nginjak harga dirinya sebagai pria.Liza tidak tau harus menangis atau tertawa, ia sedih karena pria yang diperlakukannya dengan tulus ternyata menganggap apa yang dia lakukan adalah bentuk simpati dan amal bukan cinta. Ia ingin menangis namun hatinya dingin dan amarahnya melonjak.“Aku tidak pernah menyangka bahwa kau ternyata memiliki perasaan rendah diri yang ekstrim, aku memperlakukanmu dengan tulus tapi kau menganggapnya sebagai bentuk simpati dan amal. Apa kau tau kenapa aku menolak barang-barang yang kau berikan hm? Itu karena kau membelikanku barang-barang mahal yang setara dengan 3 bulan gajimu. Lalu bagaimana kau akan h
“Dia itu mantan pacar seharimu itu kan?”“Bukan sehari tapi 23 jam, sehari itu 24 jam jadi tolong jangan di lebih-lebih kan ya.”“Sama saja, 1 jam lagi genap sudah 1 hari. Sepertinya dia benar-benar buaya kelas kakap ya?”“Dia bukan buaya kelas kakap tapi dia presdir dari buaya internasional. Apakah aku pengkhianat bangsa di masa lalu sampai harus di pertemukan dengan manusia paling manipulatif seperti dia.” York tampak kesal saat mengingat dirinya yang dengan konyolnya menerima ajakan frederick untuk dating, dan beberapa jam kemudian ia baru tahu kalau ia juga baru saja menyatakan cinta pada wanita lain di sebuah kafe sehingga ia memutuskan hubungannya dengan Frederick lewat we chat. Beruntung saat itu ia belum memiliki perasaan apapun pada Frederick.Tidak memiliki perasaan apapun? Lalu kenapa York menerimanya? Itu karena Frederick menembaknya di depan umum dan rasanya sangat jahat kalau York menolaknya di
Perlahan mobil tersebut semakin mengecil meninggalkan York yang sedang berusaha mencerna kejadian sejam yang lalu sambil berjalan pulang ke apartemennya. Ia membuka jaketnya yang berlumuran darah lalu membuangnya ke tong sampah terdekat. Karena kalau Reo melihat jaket berlumuran darah ini bisa makin panjang urusannya, Reo pasti akan menggali sampai ke akar-akarnya jadi lebih baik menghilangkan hal-hal yang memicu kecurigaan terlebih dahulu.Dan benar saja ketika York membuka apartemennya, Reo tampak sibuk di dapur sepertinya menyiapkan sarapan. Wangi masakan menguar di apartemen menggugah selera membuat siapapun lapar seketika. Masakan Reo memang tidak pernah gagal, jika suatu hari nanti Reo bosan dengan IT dan ingin berganti profesi mungkin York bisa menyarankan Reo untuk membuka restoran di jamin pasti akan menjadi restoran viral mengalahkan restoran Michelin. Oke, kalau yang terakhir York agak lebay sih tapi memang masakan Reo itu nggak tandingannya.“Pa
York menyusuri kota dengan kaki jenjangnya yang berbalutkan celana training dan sepatu kets. Rambut ikalnya di kuncir kuda yang memamerkan leher jenjangnya. Hidungnya tampak rakus menghirup udara pagi yang membuatnya tak merasakan dinginnya pagi. Beberapa sudah tampak beraktivitas di pagi buta seperti paman pengangkut sampah, bibi penyapu jalanan, yang membuat pagi ini sedikit semarak meski dapat di hitung jari jumlah orang yang beraktivitas di luar.Ini adalah hari minggu, hari libur, hari bersantai, dan hari untuk bermalas-malasan namun sejak ia tiba di kota ini ia belum sempat mengunjungi tempat apapun selain kantor, rumah tuan tua Portland, dan supermarket sungguh kunjungan yang membosankan bukan? Dan jadilah pagi ini York memutuskan untuk berjalan-jalan alih-alih tidur dan menghabiskan satu hari penuh rebahan di kasur.York sengaja keluar dari komplek apartemennya dan menyusuri jalanan yang tampak lengang meski ada satu atau dua kendaraan yang melintas setia
“Apa yang ingin kau capai dengan menantang Ecollin York?” Avery menatap lurus ke mata York.“Kebenaran dan keadilan. Aku mengajakmu bekerja sama bukan hanya untuk mencapai tujuanku saja tapi karena aku tahu bagaimana rasanya ketika orang lain menunggangi kepalamu, bagaimana rasanya ketika hasil kerja kerasmu siang dan malam dengan seenak udelnya di caplok orang lain, bagaimana rasanya ketika orang lain mendapat pujian atas sesuatu yang sebenarnya tidak mereka lakukan dan tidak ada hubungannya dengan mereka. Pasti kamu tidak bisa tidur nyenyak di malam hari kan? Jika kamu tidak memperjuangkan apa yang harusnya menjadi milikmu maka milikmu yang lainnya juga akan dicaplok orang lain suatu hari nanti. Belajar tegas dari hal-hal kecil Ve.”Avery menopang kepalanya dengan frustasi. “Bisa kah kita melupakan ini dan tidak membahasnya lagi York? aku bahkan sudah lupa tentang segalanya.”York mendesah pelan “Ve lihat aku, ka