Bagi sebagian orang, menggunakan kaki untuk melangkah jauh adalah hal yang biasa. Mereka terbiasa tidak menggunakan kendaraan karena keterbatasan ekonomi. Jadi, satu-satunya alat berharga untuk pergi ke suatu tempat adalah kaki.
Namun, bagi orang yang terbiasa menggunakan kendaraan, melangkah jauh membuatnya merasa cepat lelah. Itulah yang harus dialami Eric kali ini. Karena ia lebih memilih Estelle, segala fasilitas pemberian orang tuanya telah dicabut, termasuk mobil dan ATM miliknya. Perputaran roda kehidupan Eric terlalu drastis. Sebagai orang yang terbiasa hidup enak, kini ia harus kesulitan mencari tempat untuk berteduh. Uang yang diberikan orang tua untuknya juga tak banyak, hanya lima juta.“It’s okay. Aku bisa hidup mandiri. Ini juga demi membuktikan cintaku ke Estelle,” ucap Eric tersenyum sambil menatap langit.“Estelle, aku tahu kamu sangat terkejut. Nggak apa-apa kalau hari ini kamu nggak mau bicara sama aku. Aku nggak bakal nyerah buat ngejar kamu lagCengkeraman Eric makin kuat sehingga membuat Lucas harus memajukan posisinya. Karena tinggi badan mereka sepadan, jadi mereka bisa melihat wajah masing-masing tanpa harus mendongak atau menunduk. Tatapan mata yang sengit mereka tunjukan begitu jelas.“Cih!” cibir Lucas sambil menyeringai. “Kayaknya ulang tahun kali ini bakal jadi ulang tahun paling buruk buatmu, deh.”Eric melepas cengkeramannya. Lantas, tangan kanannya bersiap untuk meninju wajah Lucas. Namun, belum sampai kepalan tangannya mengenai wajah Lucas, Lucas sudah lebih dulu meraih tangan Eric agar tak memberikan bekas lebam di wajahnya.“Manusia akan berubah seiring berjalannya waktu. Ada yang berubah jadi lebih baik, ada juga yang sebaliknya. Menurutku, perubahanmu adalah poin yang kedua. Berubah menjadi lebih buruk,” ucap Lucas penuh penekanan.“Berengsek!” umpat Eric.Sebelah bibir Lucas terangkat. Baru kali ini ia melihat Eric begitu lemah
Lucas memijit keningnya karena merasa sedikit pusing. Tiba-tiba Jonas—sang ayah—memberikan banyak dokumen untuk dikerjakannya. Padahal, ia malas untuk memeriksa satu per satu dokumen.Memeriksa satu per satu dokumen membuat Lucas cepat merasa kantuk dan bosan. Untuk menghilangkan dua rasa kantuk dan bosan, ia pun pergi ke sebuah kafe yang terletak tak jauh dari kantornya. Tak lupa pria itu juga membawa sebagian dokumen yang perlu diperiksa.“Permisi,” ucap Lucas kepada salah satu petugas kafe. “Saya pesan americano.”“Baik,” balas seorang wanita yang merupakan pelayan kafe.Lucas mulai membuka laptop miliknya dan membaca dokumen yang sudah di-print out. Ia akan mencocokan dokumen-dokumen tersebut agar tidak ada yang terlewat. “Ini kopi pesanan Anda, Pak Lucas.”Mendengar suara bas yang terdengar begitu familiar, Lucas sontak mendongak. Sepersekian detik berikutnya, ia tersenyum sinis. “Kamu? Kamu seriusan jadi seorang barista di kafe?” tanya Lucas sedikit meledek.Pria yang mengenaka
Lucas kembali ke kantor dengan wajah lebamnya. Ia langsung menuju ruang departemen keuangan untuk mencari keberadaan Estelle. Namun, gadis yang dicarinya tidak ada di tempat. “Memangnya dia di mana? Bukankah ini masih jam kerja?” tanya Lucas.“Dia dipanggil Pak George ke kantornya. Kayaknya ... Estelle sudah bikin kesalahan yang fatal. Data yang seharusnya dia kerjakan dengan baik malah hancur dan ....”Suzy tak melanjutkan ucapannya karena Lucas langsung berlari dari ruang departemen keuangan. “Wajahnya kenapa dah?” “Lebam. Kayaknya dia habis berantem dengan Eric. Tahu, kan, kalau gara-gara Estelle ... hubungannya sama Eric jadi kacau,” balas Suzy.Lucas terus berlari menuju ruang direktur departemen keuangan. Lokasi ruangan itu tidak terlalu jauh ruang karyawan departemen keuangan. Jadi, Lucas bisa sampai di lokasi kurang dari lima menit.Brak!Sebuah meja yang dipukul terdengar begitu kuat dari rungu Lucas yang baru sampai di depan pintu ruang direktur departemen keuangan. Dengan
Estelle membulatkan mata. Ia tahu apa yang akan Lucas lakukan padanya. Jadi, sebelum hal itu terjadi, dengan segera gadis yang berbaring di ranjang itu mendorong dada bidang Lucas. Lantas, ia segera beranjak dari ranjang.Lucas menarik sebelah bibirnya. Estelle memang seorang gadis yang berbeda. Jika gadis lain bisa melanjutkan keinginan Lucas, Estelle justru menolaknya. Ya, meskipun Lucas belum pernah melakukan ciuman dengan gadis selain Estelle, ia bisa menebak respons mereka.“Kamu obati sendiri lukamu!” ucap Estelle ketus.“Katanya kamu yang mau ngobatin aku?” Lucas memajukan bibirnya lucu. “Kenapa sekarang malah menghindar kayak gitu?” tanyanya kemudian.Kedua bahu Estelle tampak terangkat sebelum ia mengembuskan napas kasar. Pipinya yang merona justru mengundang kekehan pria yang masih duduk manis di ranjang. Tentu Estelle tak tahu jika pipinya sudah memerah. Jadi, ia hanya menatap Lucas nanar.“Kamu ini ... aku nggak bakal nerkam kamu di sini juga kali, Es,” celetuk Lucas sambi
Estelle menarik tangan Isac yang sedang asyik memainkan games di ponsel. Tentu, Isac marah dengan tindakan kakaknya yang begitu keterlaluan. Sebentar lagi, ia akan memenangkan permainan. Namun karena aksi Estelle, Isac harus mendapatkan kegagalan.“Kak, bisa nggak sih, nggak usah tarik-tarik? Aku jadi kalah, kan,” ucap Isac kesal.“Temani aku!” balas Estelle.Isac memutar bola matanya malas. Estelle jarang meminta sang adik untuk menemaninya pergi. Jika sudah seperti ini, Isac sudah bisa menebak ke mana sang kakak memintanya untuk pergi bersama.“Nggak mau! Kakak pasti nyuruh aku buat nemenin Kakak ke butik, kan? Nggak mau! Aku menolak!”“Ayolah ...! Kamu, kan, adikku yang paling ganteng,” balas Estelle dengan ekspresi manja.“Cih! Kalau ada maunya saja ngatain aku ganteng.”Estelle membuang napas kasar. Ia mengakui kesalahannya karena telah menganggu waktu bermain Isac. Ia paham perasaan seorang gamer yang tidak bisa menenangkan permainan. “Gimana kalau aku kasih tambahan uang jajan
Dada Estelle tampak naik turun. Ucapan lirih yang keluar dari lisan Sheryl membuatnya merasa kesal. Pandangannya turun, menatap lurus lantai. Lantas, kedua matanya terpejam sambil menarik dan mengembuskan napas pelan.Melihat reaksi Estelle yang tampak seperti orang tertekan, seringai tipis muncul di wajah Sheryl. Gadis itu merasa jika ia telah berhasil menghasut Estelle untuk menghilang dari pandangan Eric. Namun, siapa sangka jika tatapan Estelle seketika berubah tajam ke arah Sheryl.“Kamu pikir aku peduli?” Estelle menjeda kalimatnya. “No! I don’t care. Aku nggak peduli mereka semakin berselisih atau nggak. Ini hidupku, bukan hidupmu. Jadi, kamu nggak berhak mengaturku seperti aku adalah anakmu,” lanjutnya.Kedua bola mata Sheryl membulat. Mulutnya sedikit terbuka. Sungguh, gadis itu terkejut dengan jawaban yang Estelle berikan. Ia tak menyangka jika ternyata Estelle adalah seseorang yang begitu berani.Lantas, sebelah ujung bibir Sheryl terangkat. Ia terkekeh ringan sambil membua
Kafe merupakan sebuah tempat yang cocok untuk mengadakan pertemuan. Tak heran jika ada beberapa pasangan yang menjadikan kafe sebagai tempat kencan. Selain suasana yang terkesan romantis, tempat tersebut juga membuat obrolan terasa lebih nyaman.Seorang lelaki berjaket denim, kini sedang menatap seseorang di hadapannya. Sorot keseriusan terpancar dari dalam mata lelaki tersebut. Sudah jelas, ia akan berbicara secara serius.Suara khas kopi yang diseruput terdengar begitu jelas, begitu nikmat.“Ah, kopi di sini ternyata enak juga, ya.” Lelaki itu meletakkan gelas ke meja. Lantas, ia menopang dagu dengan kedua tangan.“Interior kafe ini romantis banget, ya. Kayaknya aku harus segera punya pacar biar bisa ajak dia ke sini.”“Kamu akan segera punya pacar.”Lelaki berjaket denim itu mengangguk pelan sambil menarik kedua ujung bibir. “Kak ....”“Hm?”“Aku ingin menanyai Kakak tentang satu hal. Dan, Kakak harus menjawab pertanyaanku dengan sejujur-jujurnya.”Seorang pria yang mengenakan pak
Gaun selutut tanpa lengan melekat indah di tubuh Estelle. Corak bunga berwarna pastel menambah kesan manis gadis itu. Ditambah dengan rambut tergerai yang dipasang jepit rambut berwarna perak, Estelle makin tampak memesona.Setelah melihat keelokan diri dari pantulan cermin, kini Estelle siap untuk pergi menghadiri acara reuni SMA. Karena acara reuni ini dikhususkan hanya untuk alumni jurusan IPA, Estelle pun mengikutinya. Ia yakin tidak akan bertemu dengan Eric karena Eric dulu mengambil jurusan IPS.“Kak Estelle mau reunian apa mau kencan, sih?” tanya Isac yang menyusun makalah di ruang tamu. “Tumben, kelihatan cantik banget.”Estelle hanya menoleh sesaat ke arah sang adik. Lantas, ia memakai high heels yang berada di rak sepatu. Setelah sepatu berhak tinggi itu sudah terpasang indah di kakinya, ia pun melangkah keluar rumah.“Jangan lupa belikan aku bakso iga sapi sesuai perjanjian kemarin!” teriak Isac. “Iya,” balas Estelle sambil menutup pintu apartemen.Tepat waktu. Taksi onlin
Tampak indah sebuah gelang manik buatan tangan. Perpaduan warna pastel yang indah membuat gelang tersebut cukup unik. Ditambah ada inisial huruf E di gelang itu. Sepertinya, si pembuat memang secara sengaja membuat gelang yang hanya ada satu untuk perempuan berinisial E itu. Estelle terkejut. Di dalam batinnya bertanya-tanya, siapa si pengirim gelang itu. Gelang sederhana, tetapi begitu indah. Warnanya ia suka, bentuk payung yang bersanding dengan inisial huruf E pun disukainya. "Wah, gelangnya lucu. Sepertinya orangnya sengaja bikin just for you deh, Es," celetuk salah satu rekan kerja Estelle. "Dari siapa tuh? Sepertinya bukan dari Lucas.""Entahlah," balas perempuan berambut gelung yang menerima paket gelang unik itu.Gelang unik dimasukkan kembali ke wadahnya. Tidak ingin ambil pusing, Estelle hanya meletakkan kotak berisi gelang itu di meja dan ia pun mulai kembali melakukan pekerjaannya. Namun, kehadiran gelang itu cukup mengganggu. Estelle penasaran dengan pengirim hadiah it
Tok-tok-tok!"Masuk!"Suara khas high heels terdengar dengan langkah yang anggun. Perempuan yang rambutnya digelung rapi mulai mendekat ke arah meja milik pria berjas warna navy. Terlihat pria itu sedang memainkan bolpoin di tangan dengan tatapan yang tak fokus."Anak perusahaan Red Group sedang mengelola hotel. Dan, ini proposal pembangunan hotel. Silakan dipelajari dulu isi proposalnya," ucap perempuan molek itu sambil meletakkan proposal ke meja.Perempuan dengan rambut digelung itu mengerutkan dahi karena si pria tak meresponsnya. Lantas, ia pun memanggil nama pria itu sampai tiga kali. Akhirnya, di kali ketiga ia memanggil, pria bernama Lucas itu pun menoleh. "Eh, iya, gimana?"Perempuan itu mengulang kembali kalimat yang disampaikannya baru saja. "Oke. Aku akan coba mempelajarinya," balas Lucas pelan. "Kalau begitu, permisi."Perempuan yang memakai rok span selutut itu mulai berbalik, hendak meninggalkan kantor anak direktur perusahaan Red Group. Baru beberapa langkah, namany
Sinar mentari tampak cukup terik hari ini. Setelah selesai bekerja di sebuah kafe, Eric pergi ke toko bunga. Dulu, sewaktu belum memutuskan hal bodoh pergi dari rumah, Eric bisa membeli buket bunga mawar merah yang besar. Namun, sekarang ia harus berhemat. Jadi, ia hanya bisa membeli buket kecil.Hidup mandiri tanpa fasilitas apa pun dari orang tua rupanya melelahkan. Perbedaannya begitu kentara. Eric merasakannya. Ia cukup menderita. Akan tetapi, ia harus bertahan demi memperjuangkan sebuah hal yang konyol. Ya, memperjuangkan cintanya yang pernah sirna.Kedua ujung bibir pria berkemeja kotak-kotak itu tertarik. Ia mencium mawar merah yang sudah ada di genggaman. Aroma bunga tersebut begitu menenangkan jiwa. Setelah melakukan transaksi pembayaran, ia pun pergi meninggalkan toko bunga tersebut.“Dia pasti suka.”Dengan kaki jenjangnya, Eric mulai melangkah. Dulu, ia bisa mudah bepergian dengan mobil mewah warna silver miliknya. Namun, sekarang ia hanya bisa mengandalkan kakinya. Sebuah
Lampu kamar masih menyala terang. Seorang pria sedang menatap layar laptop dengan tatapan kosong. Di layar tersebut, tampak judul laporan hasil penjualan bulan ini. Ia perlu mengeceknya kembali. Namun, sepertinya pikiran pria itu sedang cukup kacau. Sudah lebih dari lima menit ia hanya menatap layar tanpa menggeser kursor ke bawah untuk melihat isi laporan dengan rinci.Ucapan seorang mahasiswa di rumah sakit membuat pria itu teringat akan masa lalunya. Masa lalu berupa kesalahpahaman yang berujung membuat retak hubungan. Mengingat masa itu, rasanya cukup kekanakan. Namun, ia sendiri juga masih belum mendapatkan cara untuk mengembalikan hubungan baik yang sudah retak ini.“Hhh ...” Ia mengembuskan napas berat.***Sembilan Tahun yang LaluDua lelaki tampan dan satu perempuan cantik sedang menikmati es krim bersama. Senyum mereka tampak begitu cerah, secerah mentari siang ini. Dilihat dari kejauhan pun, hubungan mereka tampak begitu dekat. Sepertinya, mereka sudah menjalin hubungan pe
Di bawah langit senja yang begitu menawan, kedua sejoli yang terikat hubungan palsu itu masih mempertahankan posisi. Ya, wajah mereka masih saling bertatapan. Akan tetapi, mereka tidak langsung memuaskan nafsu yang sedang bergejolak di dalam hati.Bohong jika gadis yang mengenakan gaun motif bunga itu ingin menolak. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia sangat menginginkan kejadian itu akan terjadi. Ini adalah kali pertama untuknya benar-benar menginginkan bibir Lucas mendarat lembut membasahi bibirnya.Secara pelan, kedua kelopak mata Estelle tertutup. Melihat hal itu, tentu Lucas yang sudah tidak kuat untuk segera memuaskan nafsunya langsung tersenyum. Dengan pelan, wajahnya makin didekatkannya menuju wajah Estelle. Ia akan melakukan hal yang romantis kali ini.Akhirnya aku bisa dapetin kamu, batin Lucas.Tring! Tring! Tring!Sial! Suara nada dering di ponsel Estelle langsung membuat gadis itu membuka mata. Ia juga langsung melepaskan tubuhnya dari tubuh Lucas. “Aku angkat telepon dulu,”
Embusan angin di sore hari begitu lembut. Dengan pelan, angin berembus menyapu helai rambut Estelle yang berkilau. Sayang sekali, di tempat yang seindah ini digunakan gadis itu untuk melamun.Bakso iga yang melimpah ruang di mangkuk dengan kuah hangat, kini telah mendingin. Bukan, bukan karena si pembeli telah menyantapnya. Namun, justru semangkuk bakso iga yang menggiurkan itu hanya ditatap dengan sendok yang berputar tak jelas. Melihat Estelle terus melamun, Lucas merasa bersalah. Gadis yang dicintainya itu ternyata benar-benar bersedih atas kejadian tadi. Sudah jelas jika Estelle masih menyimpan nama lelaki sialan itu di hatinya, pikir Lucas.Estelle terperanjat ketika ada tangan yang hangat menggenggam tangannya. Lamunannya pun seketika buyar. Kini, kedua manik indah itu menatap manis Lucas dengan penuh tanda tanya.“Estelle ...,” panggil Lucas lembut.“Hm?” balas Estelle singkat.“Berapa peluangku buat gantiin lelaki sialan itu di hatimu?”Mendengar pertanyaan itu, Estelle refle
Tubuh Eric membatu ketika kedua bola matanya menangkap sepasang raga yang pergi dari hadapannya. Rasa sesak begitu membuatnya sulit bernapas. Sungguh, ia begitu menyesali masa lalu yang telah menghancurkan kepercayaan Estelle padanya.Estelle memang bukanlah cinta pertama Eric. Namun, rasa cinta Eric kepada Estelle tidak pernah berubah sejak mereka mengenal, berpisah, dan bertemu kembali seperti sekarang. Hanya nama Estelle yang terukir di dalam hati Eric.Eric pikir, banyaknya waktu yang ia habiskan bersama Estelle di masa lalu akan menjadi pondasi hubungan mereka di masa selanjutnya. Namun, tak disangka jika Estelle sering memendam kesedihannya di masa lalu. Dan, itu membuat Eric merasa begitu menyesal—ingin memutar waktu dan mengubahnya.“Estelle, aku benar-benar menyesal,” lirih Eric setelah bayangan raga Estelle dan Lucas telah lenyap dari pandangan.Di sisi lain, Estelle dan Lucas sudah berada di dalam mobil. “Kita mau pergi kencan ke mana?” tanya Lucas cengingisan, seperti bia
“Aku mau ambil kue di sana, ya,” ucap Estelle.Angela mengangguk. “Tolong ambilkan aku satu potong brownies, ya.”“Aku juga,” sahut teman Estelle yang lain.Estelle mengangguk. Lantas, kaki yang beralaskan sepatu hak tinggi itu mulai melangkah. Sesekali mata Estelle menangkap pasangan yang sedang bermesraan, saling menyuapi.“Sungguh manis,” lirih Estelle.Kue brownies merupakan salah satu kue kesukaan Estelle. Maka dari itu, setiap mengikuti acara, jika ada kue brownies Estelle pasti akan mencicipinya. Sekarang, kue itu sudah diletakannya di piring dan siap untuk disantap bersama teman-teman.Ketika Estelle berbalik badan, ia begitu terkejut. Bola mata membulat seketika dan napasnya menjadi pendek. Kenapa ada orang itu? batin Estelle.Seorang pria berkemeja kotak-kotak berdiri tepat di hadapan Estelle. Berbeda dari yang lain, jadi pria itu begitu menonjol karena sama sekali tidak mengenakan jas. Pria itu berpakaian begitu santai layaknya sedang berada di taman bermain.“Akhirnya aku
Gaun selutut tanpa lengan melekat indah di tubuh Estelle. Corak bunga berwarna pastel menambah kesan manis gadis itu. Ditambah dengan rambut tergerai yang dipasang jepit rambut berwarna perak, Estelle makin tampak memesona.Setelah melihat keelokan diri dari pantulan cermin, kini Estelle siap untuk pergi menghadiri acara reuni SMA. Karena acara reuni ini dikhususkan hanya untuk alumni jurusan IPA, Estelle pun mengikutinya. Ia yakin tidak akan bertemu dengan Eric karena Eric dulu mengambil jurusan IPS.“Kak Estelle mau reunian apa mau kencan, sih?” tanya Isac yang menyusun makalah di ruang tamu. “Tumben, kelihatan cantik banget.”Estelle hanya menoleh sesaat ke arah sang adik. Lantas, ia memakai high heels yang berada di rak sepatu. Setelah sepatu berhak tinggi itu sudah terpasang indah di kakinya, ia pun melangkah keluar rumah.“Jangan lupa belikan aku bakso iga sapi sesuai perjanjian kemarin!” teriak Isac. “Iya,” balas Estelle sambil menutup pintu apartemen.Tepat waktu. Taksi onlin