Home / Romansa / Pijatan Nikmat Sang CEO / Bab 174: Solidaritas dalam Badai

Share

Bab 174: Solidaritas dalam Badai

Author: perdy
last update Huling Na-update: 2025-03-27 22:00:06

Ruang konferensi pers itu penuh sesak dengan kilatan kamera dan bisikan-bisikan penasaran. Nathaniel dan Arissa berdiri berdampingan, tangannya saling bertautan erat—sebuah simbol kesatuan yang tak terpisahkan. Momen ini lebih dari sekadar pertemuan media; ini adalah pernyataan tegas tentang kekuatan mereka sebagai sepasang kekasih.

Beberapa hari sebelumnya, rumor dan tuduhan jahat hampir saja mengoyahkan hubungan mereka. Vanessa dengan segala intrik dan rencana jahatnya mencoba memecah belah, namun hasilnya justru sebaliknya. Setiap serangan malah semakin menguatkan ikatan Nathaniel dan Arissa.

"Kami ingin menegaskan," suara Nathaniel terdengar mantap, "bahwa segala tuduhan yang beredar adalah tidak berdasar. Arissa adalah perempuan yang saya hormati, cintai, dan percayai sepenuhnya."

Arissa melanjutkan dengan penuh percaya diri, "Kami tidak akan membiarkan fitnah dan kabar buruk menghancurkan apa yang telah kami bangun bersama. Cinta kami lebih kuat dari

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 175: Penghargaan Sejati

    Malam itu, setelah berlalunya badai media dan berbagai tuduhan, Nathaniel dan Arissa berada dalam keheningan intim di ruang keluarga mereka. Sinar lampu redup menciptakan atmosfer hangat, seolah-olah melindungi mereka dari segala gejolak yang baru saja mereka lalui.Nathaniel menatap Arissa dengan pandangan yang penuh decak kagum. Perempuan di hadapannya kini begitu berbeda dari sosok yang pertama kali ia kenal. Dulu, Arissa adalah perempuan yang rapuh, selalu ragu dan mudah terpojok. Kini, ia telah berubah menjadi sosok yang tangguh, penuh keyakinan, dan berani membela diri."Kau sungguh luar biasa," bisik Nathaniel, tangannya membelai lembut pipi Arissa. "Aku tidak pernah menyangka kau bisa sebegitu kuatnya."Arissa tersenyum, sebuah senyum yang mengandung campuran keberanian dan kerendahan hati. Perjalanannya untuk sampai pada titik ini tidak mudah. Bertahun-tahun ia hidup dalam bayang-bayang ketakutan, membiarkan orang lain mengendalikan hidupnya. Kini, ia t

    Huling Na-update : 2025-03-27
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 176: Ikatan yang Tak Tergoyahkan

    Matahari pagi menembus jendela ruang kerja Nathaniel, menyinari dokumen-dokumen yang tersusun rapi. Arissa berdiri di sampingnya, mengamati bagaimana pasangannya itu dengan teliti memeriksa setiap detail rencana masa depan mereka. Badai fitnah dan konflik yang baru saja mereka lalui kini terasa seperti kenangan jauh."Kita harus lebih waspada," Nathaniel berbicara sambil meletakkan sebuah dokumen. "Bukan karena takut, tapi karena kita perlu melindungi apa yang telah kita bangun."Arissa mengangguk. Pengalaman dengan Vanessa telah mengajarkan mereka betapa pentingnya kewaspadaan. Bukan dalam bentuk pertahanan defensif, melainkan sikap proaktif dalam menjaga hubungan.Di sudut ruangan, sebuah pigura foto mereka terpajang. Foto kenangan saat mereka pertama kali resmi berpacaran. Betapa berbedanya mereka kini. Bukan sekadar pasangan yang saling mencintai, tetapi duo yang telah teruji dalam badai kehidupan.Vanessa, setelah upaya terakhirnya gagal, akhirnya mu

    Huling Na-update : 2025-03-27
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 177: Akhir dari Tipu Daya

    Kekalahan menggerogoti pikiran Vanessa seperti racun yang perlahan membekukan setiap urat syarafnya. Ruangan pribadinya terlihat gelap dan mencekam, cermin di dinding memantulkan bayangan seorang wanita yang telah kehilangan segalanya. Sudah berbulan-bulan dia berusaha menghancurkan Nathaniel dan Arissa, namun setiap rencananya selalu gagal. Kali ini, dia sadar bahwa pertempuran terakhir ini akan menentukan segalanya.Vanessa membuka laci meja kerjanya yang tersembunyi, mengeluarkan sebuah map cokelat usang yang berisi dokumen-dokumen rahasia. Lembar demi lembar dia telaah dengan teliti, mencari celah terakhir yang bisa dia manfaatkan untuk membalas dendam. Matanya yang tajam memindai setiap detail, menganalisis kemungkinan untuk melemahkan Nathaniel dan Arissa.Di sisi lain, Nathaniel dan Arissa tidak tinggal diam. Mereka telah mengumpulkan bukti-bukti konkret atas segala tindak kriminal Vanessa selama ini. Kerja sama mereka kali ini begitu solid, seolah-olah mereka memiliki ikatan t

    Huling Na-update : 2025-03-28
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 178: Jaringan Gelap Terungkap

    Ruang sidang penuh ketegangan ketika Nathaniel dan Arissa mulai mengungkapkan bukti-bukti yang selama ini tersembunyi. Dokumen demi dokumen tersebar di atas meja, membentangkan jaringan korupsi yang rumit dan berbahaya. Vanessa duduk di sebelah pengacaranya, wajahnya pucat pasi, menyadari bahwa setiap lembar kertas adalah perangkap yang akan menjebloskannya ke dalam penjara.Tim investigasi yang dipimpin oleh Nathaniel dan Arissa telah bekerja selama berbulan-bulan. Mereka tidak sekadar mengumpulkan bukti tentang penggelapan dana, tetapi juga membongkar konspirasi bisnis yang lebih besar. Setiap dokumen, setiap email, setiap rekaman percakapan adalah potongan puzzle yang saling terhubung, membentuk gambaran lengkap dari kejahatan yang dilakukan Vanessa."Kami dapat membuktikan bahwa terdakwa, Vanessa Hartono, tidak hanya terlibat dalam penggelapan dana internal," kata Nathaniel dengan suara tegas, "tetapi juga secara sistematis bekerja sama dengan rival bisnis kami untuk merusak perus

    Huling Na-update : 2025-03-28
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 179: Refleksi dan Perubahan

    Sinar mentari pagi menembus jendela ruang kerja Nathaniel, menyinari tumpukan dokumen yang kini tampak begitu tidak berarti. Setelah pertarungan panjang melawan Vanessa dan jaringan bisnisnya, Nathaniel merasa seolah baru saja terbangun dari mimpi panjang yang melelahkan.Ia menatap keluar jendela, mengamati kota yang bergerak dengan ritmenya sendiri. Sudah bertahun-tahun dia terjebak dalam lingkaran persaingan yang tidak berujung, selalu waspada, selalu siap bertarung. Kemenangan atas Vanessa tidak sekadar kemenangan hukum, tetapi juga kemenangan personal yang membebaskannya dari belenggu dendam dan pertarungan tanpa akhir.Arissa duduk di sampingnya, menggenggam tangannya lembut. "Kau terlihat berbeda hari ini," katanya, tersenyum penuh pengertian.Nathaniel menghela napas panjang. "Aku merasa lelah, Arissa. Lelah dengan semua pertarungan, semua intrik, semua pertengkaran yang tidak pernah berujung." Suaranya terdengar berbeda - ada ketulusan dan keterbukaan yang tidak pernah dia pe

    Huling Na-update : 2025-03-28
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 180: Janji untuk Masa Depan yang Berbeda

    Angin malam berhembus lembut melalui jendela balkon apartemen Arissa yang terbuka. Di kejauhan, lampu-lampu kota Jakarta berkilauan seperti bintang-bintang yang jatuh ke bumi. Arissa duduk bersandar pada sofa, secangkir teh hangat di tangannya, sementara Nathaniel berdiri menghadap pemandangan kota dengan kedua tangan bertumpu pada pagar balkon. Keheningan di antara mereka terasa nyaman, penuh dengan pikiran yang belum terucapkan."Kau tahu," Nathaniel memecah keheningan, suaranya hampir seperti bisikan yang bercampur dengan desiran angin, "kadang aku bertanya-tanya apakah semua ini sepadan."Arissa mengangkat pandangannya dari permukaan teh yang beriak. "Apa maksudmu?"Nathaniel berbalik, wajahnya terlihat berbeda malam itu. Bukan ekspresi pebisnis tangguh yang biasa ia kenakan seperti topeng di hadapan dunia. Malam ini, yang Arissa lihat adalah seorang pria dengan kerinduan yang dalam, seolah akhirnya berani membuka pintu yang selama ini terkunci rapat."Semuanya. Perusahaan. Kekuas

    Huling Na-update : 2025-03-29
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 181: Kebahagiaan yang Sesungguhnya

    Senyum tidak pernah lepas dari wajah Arissa sepanjang pagi. Ia bersenandung pelan sambil menuangkan kopi ke dalam dua cangkir di dapur apartemennya. Aroma kopi yang menguar bercampur dengan harum roti panggang yang baru keluar dari pemanggang. Melalui jendela dapur, sinar matahari pagi menembus masuk, menciptakan pola-pola cahaya keemasan di atas meja makan."Kau terlihat bahagia," suara Nathaniel terdengar dari arah pintu. Ia bersandar di ambang pintu, masih mengenakan kaus putih polos dan celana piyama. Rambut hitamnya yang biasanya tertata rapi kini sedikit berantakan, memberikan kesan yang jauh lebih santai dari sosok CEO yang biasa dilihat dunia.Arissa berbalik, cangkir kopi di tangan. "Karena aku memang bahagia," jawabnya sambil memberikan salah satu cangkir pada Nathaniel.Nathaniel menerima cangkir itu, jemarinya sengaja bersentuhan dengan jemari Arissa lebih lama dari yang diperlukan. "Apakah ini karena pembicaraan kita semalam?"Arissa mengangguk, matanya memancarkan keyaki

    Huling Na-update : 2025-03-29
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 182

    Angin sore berhembus pelan melalui jendela kantor Nathaniel, menerbangkan beberapa lembar kertas di mejanya. Ia tidak menghiraukannya, tatapannya terfokus pada layar komputer di hadapannya. Di sana terpampang draft surat pengunduran diri yang telah ia susun dengan hati-hati. Setiap kata dipilih dengan penuh pertimbangan, mencerminkan dua dekade hidupnya yang telah ia dedikasikan untuk membangun perusahaan ini dari awal."Sudah waktunya," gumam Nathaniel pada dirinya sendiri sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi kulit yang telah menemaninya selama bertahun-tahun.Keputusan untuk mundur bukanlah sesuatu yang diambil dalam semalam. Selama enam bulan terakhir, ia telah mempertimbangkan segala aspek dengan matang. Perusahaan telah tumbuh jauh melampaui impian awalnya, menjadi salah satu pemain utama di industri. Namun dengan pertumbuhan itu datang tanggung jawab yang lebih besar, tekanan yang lebih berat, dan tantangan baru yang membutuhkan perspektif segar.Nathaniel meraih secangkir kopi

    Huling Na-update : 2025-03-29

Pinakabagong kabanata

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 252

    "Sangat sulit," Bima mengakui dengan jujur. "Terutama saat kamu benar-benar marah atau terluka. Tapi itu sepadan. Karena di akhir percakapan itu, kami biasanya menemukan pemahaman baru dan hubungan kami menjadi lebih kuat."Arjuna mengangguk, tampak memikirkan kata-kata ayahnya dengan serius. "Kurasa itulah sebabnya kalian masih sangat mencintai satu sama lain setelah bertahun-tahun."Bima tersenyum, terharu oleh observasi putranya. "Ya, kurasa begitu. Cinta bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja; itu adalah pilihan yang kami buat setiap hari—untuk tetap bersama, untuk menyelesaikan masalah, untuk mendukung satu sama lain."Di usianya yang ke-15, Bima dan Kirana menghadapi tantangan baru dalam pernikahan mereka. Kirana ditawari posisi penting di perusahaan internasional—sebuah kesempatan yang telah lama ia impikan. Namun, posisi itu mengharuskannya untuk pindah ke kota lain."Aku tidak tahu harus bagaimana," kata Kirana, setel

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 251

    Bima menatap istrinya dengan tatapan penuh kasih. "Maksudmu?""Maksudku, dulu aku mencintaimu karena kamu tampan, pintar, dan selalu membuatku tertawa. Sekarang, aku mencintaimu karena semua itu, ditambah dengan bagaimana kamu sebagai suami, sebagai ayah, dan sebagai mitra hidupku. Aku mencintaimu karena semua yang telah kita lalui bersama, semua kenangan yang kita buat, dan semua impian yang masih kita kejar."Bima tersentuh oleh kata-kata istrinya. "Aku juga merasakan hal yang sama. Cinta kita telah bertransformasi menjadi sesuatu yang lebih dalam dan berarti.""Dan itu yang membuatnya istimewa," lanjut Kirana. "Bahwa cinta kita bukan sekadar perasaan sesaat, tetapi komitmen yang terus dipupuk setiap hari."Mereka duduk dalam keheningan yang nyaman, mendengarkan deburan ombak dan menikmati kebersamaan mereka. Bima meBima menggenggam tangan Kirana, merasakan tekstur lembut kulitnya yang sudah sangat familiar. "Kamu tahu, ada sesuatu yang ingin ku

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 250

    "Kamu tahu apa yang paling kusukai dari hubungan kita?" tanya Bima."Apa?""Kita tidak hanya bertahan, tapi kita berkembang. Kita tidak hanya sekadar pasangan yang tinggal bersama, tapi kita benar-benar hidup bersama—berbagi mimpi, ketakutan, harapan, dan kebahagiaan."Kirana mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Dan itulah yang membuatnya istimewa, bukan? Bahwa di tengah dunia yang semakin individualistis, kita masih menemukan cara untuk benar-benar terhubung dan hadir satu sama lain.""Tepat sekali," Bima setuju. "Dan aku berjanji akan selalu menjaga hubungan ini, apapun yang terjadi."Mereka duduk di sana hingga larut malam, berbincang tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan. Tidak ada pembicaraan tentang pekerjaan, deadline, atau masalah sehari-hari. Hanya ada mereka berdua, dan cinta yang terus tumbuh di antara mereka.Waktu berlalu dengan cepat. Arjuna kini berusia lima tahun, dan Bima serta Kirana dikaruniai anak

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 249

    "Kamu tahu," kata Bima tiba-tiba, "ada satu hal lagi yang membuat kita bertahan: kita tidak pernah berhenti tumbuh bersama."Kirana menatapnya penasaran. "Maksudmu?""Maksudku, kita tidak hanya mendukung pertumbuhan satu sama lain, tetapi kita juga tumbuh sebagai pasangan. Kita belajar dari kesalahan, beradaptasi dengan perubahan, dan selalu mencari cara untuk menjadi versi terbaik dari diri kita—baik sebagai individu maupun sebagai pasangan."Kirana tersenyum, menyadari kebenaran dalam kata-kata suaminya. Mereka memang telah melalui banyak perubahan dan tantangan, tetapi alih-alih membiarkan hal-hal tersebut memisahkan mereka, mereka menjadikannya sebagai kesempatan untuk tumbuh bersama."Aku mencintaimu," bisik Kirana, mengulangi kata-kata yang telah mereka ucapkan ribuan kali namun tidak pernah kehilangan maknanya."Aku lebih mencintaimu," balas Bima, sebelum keduanya terlelap dalam pelukan hangat, di samping buah hati mereka yang tertidur

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 248

    "Kamu tahu," kata Bima suatu malam saat mereka berbaring bersama di tempat tidur, "aku mulai menyadari bahwa tidak semua 'pekerjaan penting' itu benar-benar penting."Kirana menoleh, tertarik. "Maksudmu?""Selama ini aku selalu berpikir bahwa setiap email harus dijawab segera, setiap masalah harus diselesaikan hari itu juga. Tapi ternyata tidak. Beberapa hal memang mendesak, tapi sebagian besar bisa menunggu.""Dan dunia tidak runtuh karenanya," tambah Kirana dengan senyum."Tepat sekali. Justru sebaliknya, aku merasa lebih produktif di kantor karena aku tahu waktuku terbatas. Aku harus menyelesaikan semua pekerjaan penting sebelum pulang, karena di rumah adalah waktuku bersamamu."Kirana mengangguk setuju. Ia juga mulai menerapkan hal serupa di tempat kerjanya. Alih-alih lembur hingga larut malam, ia berusaha menyelesaikan pekerjaannya dalam jam kerja normal. Tentu saja ada pengecualian untuk proyek-proyek penting, tetapi ia tidak lagi membiarkan pekerjaan mengambil alih seluruh hidu

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 247: Keseimbangan Dalam Cinta

    Suara dentingan sendok beradu dengan cangkir kopi memecah keheningan pagi itu. Bima menatap keluar jendela, mengamati titik-titik embun yang masih menggantung di dedaunan. Di hadapannya, Kirana sibuk mengetik sesuatu di laptopnya, sesekali mengernyitkan dahi. Meskipun berada di ruangan yang sama, mereka seolah berada di dunia yang berbeda—masing-masing tenggelam dalam urusan pekerjaannya."Deadline-nya besok," gumam Kirana, tanpa mengalihkan pandangan dari layar. "Proposal ini harus selesai malam ini."Bima hanya mengangguk pelan. Ia sendiri memiliki tumpukan dokumen yang menunggu untuk ditinjau. Sejak mendapat promosi sebagai kepala divisi, waktu luangnya semakin terkikis. Begitu pula dengan Kirana yang kini menjabat sebagai manajer proyek di perusahaan konsultan ternama.Keduanya telah menikah selama lima tahun, dan tiga tahun terakhir telah menjadi periode paling sibuk dalam kehidupan mereka. Karier mereka menanjak, tanggung jawab bertambah, dan waktu bersama semakin berkurang. Nam

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 246: Kita tidak mengorbankan

    "Mau minum kopi?" tanyanya. "Ada kafe kecil di seberang jalan. Kita bisa... bicara. Sudah lama sejak terakhir kali kita benar-benar bicara."Arissa ragu sejenak. Bagian rasional dari dirinya tahu bahwa ini mungkin bukan ide yang baik, bahwa membuka kembali luka lama hanya akan membuat penyembuhan semakin sulit. Tapi ada bagian lain yang tidak bisa ia sangkal—bagian yang selalu merindukan percakapan panjang mereka, tawa mereka, dan pengertian diam mereka."Baiklah," jawabnya akhirnya. "Satu kopi."Di kafe kecil yang nyaman itu, dengan secangkir kopi panas di antara mereka, dinding yang mereka bangun selama bertahun-tahun perlahan mulai runtuh. Mereka berbicara tentang impian mereka yang telah terwujud, tentang perjuangan mereka, tentang kesendirian yang kadang-kadang menghinggapi di tengah kesuksesan."Kau tahu," kata Reyhan setelah jeda panjang, "aku sering bertanya-tanya bagaimana jadinya jika aku tidak pergi waktu itu. Jika aku memilih untuk tingg

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 245: Mereka luar biasa, bukan?

    "Bagus sekali. Kita bisa mendiskusikannya di rapat tim minggu depan. Aku selalu menginginkan Sentuhan Hati untuk berkembang menjadi pusat kesehatan holistik yang lengkap, bukan hanya klinik pijat."Setelah berpisah dengan Rini, Arissa melanjutkan perjalanan ke kantornya dengan langkah ringan. Inisiatif timnya adalah bukti bahwa ia telah berhasil membangun budaya kerja yang mendorong pertumbuhan dan inovasi. Para terapisnya tidak hanya menjalankan tugasnya, tetapi mereka juga memiliki rasa kepemilikan terhadap kesuksesan klinik.Di kantornya, Arissa mulai mengerjakan draft artikel untuk jurnal terapi. Ia memutuskan untuk menulis tentang pendekatan kolaboratif antara terapi pijat dan pengobatan konvensional, menggunakan kasus Pak Hendra (dengan persetujuannya, tentu saja) sebagai contoh.Sementara jari-jarinya menari di atas keyboard, pikirannya kembali melayang ke undangan Reyhan. Pameran itu akan diadakan minggu depan, bertepatan dengan kunjungan Pak Dharma untu

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 244: ide yang sangat menarik.

    "Ah, Bu Arissa," suara Pak Hendra terdengar lebih cerah dari yang ia duga. "Saya baru saja akan menelepon Ibu. Saya sudah bertemu Dr. Santoso pagi ini.""Oh, bagus sekali! Bagaimana hasilnya, Pak?""Dokter mengatakan Ibu benar untuk merujuk saya. Ada masalah kecil dengan diskus di tulang belakang saya. Tidak serius, tapi perlu penanganan. Beliau merekomendasikan kombinasi terapi fisik dan pijat khusus. Dan beliau sangat menghargai kemampuan observasi terapis Ibu."Arissa tersenyum lega. "Saya senang mendengarnya, Pak. Terapi fisik sangat bagus untuk kondisi Bapak. Dan tentu saja, kami bisa menyesuaikan terapi pijat untuk mendukung pemulihan Bapak.""Ya, Dr. Santoso bahkan menyarankan terapi pijat di klinik Ibu sebagai bagian dari program pemulihannya. Katanya Sentuhan Hati memiliki reputasi yang sangat baik di kalangan dokter."Ini adalah berita yang menggembirakan bagi Arissa. Kolaborasi dengan dokter-dokter terkemuka seperti Dr. Santoso adalah sa

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status