"Pada hari ini, Sabtu, tanggal 10 Februari 2017. Pukul sembilan waktu Indonesia bagian Barat. Akan dilaksanakan operasi stem cell pada pasien nona Nabilah Adriani. Usia dua puluh tiga tahun dengan operator dokter Rudi wirapratma spesialis bedah dan anestesi dokter Kamila cahya spesialis anestesi, Yona sebagai scrub nurse, dan saya, Desi sebagai circular nurse. Diagnosa pasien, tensi 120, dan tipe darah pasien AB positif......."
Sembari mendengarkan lanjutan time out para tim operasi, aku terus berdoa di sepanjang kesadaranku. Dengan banyak membaca doa dan permohonan keselamatan pada Tuhan. Untukku, dan untuk Reno.
Kesadaran ku masih terjaga, tapi mataku tidak berani kubuka.
"Kita mulai operasinya"
Suntikan bius ditancapkan di lengan kanan ku. Saat itulah, kepalaku sedikit bingung, berat, dan pusing. Lama kelamaan pencahayaan dari lampu kristal di ruangan itu menggelap. Digantikan dengan pemandangan gelap gulita. Mataku tertutup, tapi
Minggu-minggu ini ramai sekali orang yang mengunjungi kamarku. Mulai dari rekan kerja, para anggota TNI, dan warga sekalipun. Dini dan Nanda juga sering bermain ke sini. Ingin menemaniku katanya.Aku juga sudah bisa berdiri, dan berjalan. Tapi untuk berlari masih belum bisa, punggungku tidak kuat menopang berat badan.Untuk Reno dia sudah terlihat segar. Seperti biasanya. Hanya aku yang keadaannya masih mengenaskan.Malam beranjak larut. Tadi hujan lebat baru reda lepas isya. Semua orang sepertinya enggan kemana-mana selain duduk di dalam rumah menikmati rasa dingin yang menusuk. Malam ini tidak ada orang yang datang kemari, aku hanya ditemani 3 orang keluargaku."Ayah bilang kalo kak Nabilah pulang ke Jakarta dia akan pasang Wi-Fi kak. Yang 5 GB. Seru sih""Halah itu mau kamu aja" Ayah menimpali sambil minum kopi."Berapa perbulannya yah?""Kata temen ayah sebulan bisa 500 sampai 700 ribu""Yang 2
Even when the night changes. Kalian tahu lirik itu kan? Setelah hari-hari ku berada di rumah sakit dan terkurung dalam kamar kos kecil, akhirnya aku bebas. Maksudnya adalah aku sudah sembuh total. Setiap malam kepalaku sakit, sekarang tidak. Setiap hari nafasku berat, sekarang tidak. I'm so happy about it."Kami balik dulu. Jaga kesehatan mu baik-baik. Jangan makan sembarangan. Jangan terlalu lelah. Jangan mikirin hal buruk. Jangan-""Iya-iya ibu. Nabilah ngertiii bangett. Makasih banyak udah ngerawat Nabilah disini""Kok gitu? Dari bayi udah ibu rawat loh"Kami berpelukan. Hari ini ibu dan yang lainnya pulang ke Jakarta. Ada kalau mereka hampir sebulan disini. Hanya untuk merawatku. Khusunya dokter Ali, dengan pekerjaannya yang sangat padat di kota, ia merelakan nya hanya untuk ikut menjagaku disini. Walau bukan keluarga, dia sudah kuanggap sebagai saudara ayahku."Dok. Terima kasih. Kalau gak ada dokter, Nabilah udah sekar
"Luna, apa kabar?"Anak itu semakin heboh saja. Dia berteriak kencang saat jamaah mulai bubar. Bahkan mukenah masih melekat apik di tubuhnya. Dia sudah kepala dua loh. "Gak baik. Kakak apa kabar juga, maaf gak sempet kesana lagi... Luna repot disini" Dia menunduk dan memainkan tangannya."Halah, jangan dipikirin, aku baik kok" Dia memutar bola matanya. "Apa?""Naif banget sih, bentar kak, Luna mau beresin mukenah dulu. Habis ini kesini lagi. Bye!" Dia berlari kencang menuju tenda. Aku menggeleng kan kepalaku. Anak itu..."Sudah kangen-kangenan nya? Sini tas m-" Kalimat kapten Andika terpotong suara Andin. Aku tertawa kecil."Dokter Nabilah. Senang melihatmu lagi" Senyumanku merekah lebar saat sersan Andin berjalan ke arahku."Ser, ah maksudku Andin. Senang juga melihat mu"Kami berpelukan. "Andin, aku belum berterima kasih atas bantuanmu. Maksudku.. darahnya. Aku tidak bisa membalas apa-apa" Dia terkekeh.
"Ada apa panggil-panggil?""Udah sholat?""Udah"Andika membawa sepiring makanan untukku. Yang jelas bahwa itu makananku, siapa lagi? "Makan! Habiskan"Dia benar-benar merawatku. "Itu kebanyakan lah! Kau pikir aku gaj- Hmmpt"Mulutku...Penuh..Apa ini...Rasanya seperti....."Jangan banyak omong, pokoknya makan dan habiskan. Aku suapin" Mulutku penuh dengan makanan, saat sedang asyik bicara malah dimasuki sesendok penuh nasi. "Ayo.. Kunyah""Kwau.. kwenapa mwenyuawapikwu, awku bwisa swendiri""Habiskan dulu, aku tidak bisa mengerti"Saat aku ingin menjawab, ponsel Andika berdering. Dan aku tidak jadi bicara. Dia terlihat serius saat melihat layar ponselnya. Dan terlihat sedikit tidak suka. Andika tidak mengangkatnya, dan malah mematikan daya. Dasar."Kenapa tidak diangkat?""Tidak penting. Salah sambung
"Apa aku sudah bisa beraktivitas?" Tanyaku pada dokter Alice.Dia menatapku kesal. Dia memang setiap detik selalu kesal kepadaku. Nye nye nye."Jangan banyak omong. Makan itu!" Aku menatap sepiring nasi dan ikan lele dihadapan ku. Semakin malas saja. Andai kapten Andika disini, dia yang akan menyuapiku seperti kemarin.Eh.."Kau makan saja, akan kuperiksa lukamu" Bekas jahitan operasiku masih basah, dan itu butuh waktu lama untuk kering. Agar tidak infeksi saat tergores sesuatu seperti baju, pakaian dalam, atau korset. Oleh karena itu, aku memakai kaos sebagai dalaman agar tidak menyumbat pembuluh darahnya.Dokter Alice menyingkap kaosku dibalik punggung. Dengan posisiku yang sedang duduk, dia tidak kesulitan. "Apa masih nyeri?" Tanyanya sambil menyentuh sedikit bekas jahitan itu."Sedikit, saat tidur. Mau miring, rasanya sedikit tertarik" Aku mengingat saat kemarin malam tidur beralaskan tikar di dalam tenda. Mau mir
Buku Bahasa IndonesiaNama : Andika SantosoKelas : 4Alamat : XXXXXXTugas membuat cerita tentang cita-cita. 4 Oktober 1994 :Hai namaku Andika. Aku lahir di Jakarta tanggal 8 Juni 1985. Sedikit akan aku ceritakan tentang impianku sejak kecil. Aku merupakan anak tunggal, hidup bersama ayah dan ibu dalam rumah sederhana. Kami bukan orang kaya, bukan juga orang miskin. Biasa disebut kelompok kelas menengah.Ayahku pernah bilang, seorang anak laki-laki harus bisa menopang beban untuk seorang wanita. Untuk ibu, adik, kakak, dan istri nanti. Tapi bukan hanya itu saja, aku berpikir aku harus bisa menopang dan mengurangi beban rakyat. Orang kelas menengah seperti kami, tidak akan dihargai jika tidak punya relasi dan pangkat yang tinggi. Aku bertekad ingin menjadi seorang abdi negara. Agar bisa melindungi ibu, keluarga, dan rakyat..."Kalau sudah besar, aku ing
Sinar matahari menerabas sela-sela dedaunan. Kabut yang menyelungkupi kampung mulai menipis. Hari ini, aku sudah diperbolehkan untuk beraktifitas normal. Setelah satu minggu hanya bisa diam di dalam tenda. Hari ini juga merupakan penyelaksanaan kemah untuk anak-anak desa. Sedikit untuk mengajari tentang Pramuka, karena di sekolah tidak ada.Aku memakai seragam dokterku. Jas andalan berwarna putih dan setelan berwarna biru muda. Rambut ku kepang satu memanjang. Agar terlihat ringkas dan apik. Ah aku rindu berpenampilan formal seperti ini."Apa kabar semua?" Sersan Jessica berseru nyaring."Baik!" Lima puluh anak menjawab lantang. Rata-rata dari mereka adalah anak didikku. Ada beberapa yang baru kulihat wajahnya."Pagi ini kita akan mengawali perkemahan dengan upacara pembukaan. Kalian bersedia?" Sersan Jessica dengan semangat mengumandangkan jadwal. Suaranya terdengar tegas."Siap!""No! Jawab seperti ini y
"Coba kalian lihat peta Asia" Letnan Adam membentangkan atlas lebar di bawah tanah. Agar bisa terlihat oleh semua anak. Atlas baru yang rencananya nanti akan disumbangkan kepada sekolah di kampung ini."Asia dibagi menjadi 5. Asia Barat, Selatan, Timur, Tenggara, dan Asia Tengah. Asia Barat ada disebelah barat ini kalian lihat.." Para bocah menuruti perintah Adam, mereka langsung mengamati gambar peta Asia Barat."Untuk Asia Selatan lihat ini, ada Afganistan, Pakistan, India, Srilanka, Bangladesh. Nah ini.. Asia Selatan adalah salah satu kawasan terpadat yang ada di dunia loh" Adam mengambil rotan panjang, untuk menunjuk bagian-bagian yang tak terjangkau oleh tangan.Anak-anak berebut mendekat, melihat lebih jelas bagian yang ditunjuk Letnan Adam."Kita masuk ke Asia Barat. Biasa disebut sebagai 'Timur Tengah' ya... kalau kalian tahu, itu negaranya para Arabian. Maksudnya negeri Arab""Ada Arab Saudi, Iraq, Iran, Turki, Syri