Begitu tiba di rumah sakit, kondisi Rose makin membaik, wajahnya yang bengap-bengap mulai berkurang, Rose juga mulai sadar, walaupun belum bisa mengingat dengan baik.Saat menatap wajah Radin pun Rose belum kenal, dia bilang matanya masih agak kabur dan kepalanya pusing.“Istirahat saja ya…nanti kamu sembuh kok!” Radin trenyuh juga melihat wajah cantik Rose yang kini masih bengap-bengap itu.“Terima kasih…!” sahut Rose lemah sambil menatap Radin, tapi pikirannya masih blank dan tidak dapat mengingat siapa pemuda tampan ini.Dokter yang merawatnya bilang perlu waktu lumayan lama untuk kembali sehat seperti sedia kala, Radin bilang tak masalah dan soal biaya dia jamin semua.Ibunya Citra hari ini di perbolehkan pulang, karena kondisinya sudah membaik. Radin juga berniat akan membelikan rumah buat keluarga Citra, setelah mengantar ibunya tadi ke rumah family-nya, Radin sengaja ajak Citra jalan-jalan, ia sengaja merahasiakan niatnya itu.Namun semenjak dari dari rumah family Citra, Radin
Rencana mencari rumah dan kelak jadi kejutan buat Citra ambyar, karena kini Radin lah yang harus berobat ke rumah sakit, untuk mengobati luka tusukan itu.Dia harus menerima 10 jahitan di lengannya yang tertusuk belati, baru saja berniat ingin beritirahat setelah keluar dar ruang IGD di rumah sakit ini bersama Citra, Radin kaget saat AKBP Solehun datang bersama 3 anak buahnya.“Radin, kamu tak apa-apa..?”AKBP Solehun sampai menatap penuh perhatian lengan Radin yang kini sudah di perban.“Hanya tergores sedikit Om..?”“Radin, Om barusan dapat laporan, kamu bentrok ya dengan kelompok geng yang di sebut Geng Cicangki, ada dua orang yang sekarat di rumah sakit!”Radin terdiam sesaat, lalu dia pun menceritakan sebabnya, hingga AKBP Solehun mengangguk-angguk paham.“Mulai sekarang kamu harus hati-hati, kelompok ini bernaung di sebuah ormas kepemudaan yang resmi!”“Iya Om…siapakah bos besar mereka ini Om..?”“Namanya Bolak, orang ini sangat dekat dengan Bupati dan juga aparat di Polda Jabar
“Kamu family nya kan…pasien sudah sadar, dia ingin bertemu kamu..?” seorang dokter menyapa Citra dan dengan langkah buru-buru, gadis cantik inipun masuk ke ruang IGD. “Radin…ka-kamu tak apa-apa..?” Citra menatap wajah pemuda yang bengap-bengap ini, matanya agak sulit terbuka. Tangan kanannya di gip, juga kakinya. Yang menandakan tangan dan kaki ini patah, luar biasa sekali penyiksaan yang Radin terima. Namun Radin tetap memaksakan dirin untuk senyum, agar Citra tak terlalu mengkhawatirkan dirinya. Walaupun kini terasa lucu, wajah yang bonyok di paksa senyum, lebih mirip menyeringai dan terlihat tambah ngeri. Obat pereda rasa sakit untuk saat ini mengurangi rasa ngilu yang sangat nyiut-nyiut ini. “Citra…tolong ambilkan ponsel aku…carikan nama Om Horman…aku mau bi-bicara!” Radin bicara terbata-bata, ia pun lalu menyebutkan angka passwordnya. Sambil di bantu di pegangkan Citra, begitu ponsel ini tersambung, Horman pengawal pribadi Aldot Hasim Zailani kaget bukan kepalang melihat Ra
Aldot sempat jalan-jalan di desa ini, bahkan dulu ke desa di mana dia pernah bentrok dengan kawanan pembunuh bayaran yang di pimpin Burak.Namanya Desa Taruing, tentu saja kini desa terpencil itu sudah berubah rame dan maju, jalanan desa pun sudah mulus, penduduknya pun makin padat. Beda dengan dulu yang sangat jarang-jarang perumahannya, kini kendaraan pun hilir mudik lewat.Itulah andil perusahaan miliknya yang selama ini benar-benar membina desa-desa yang terimbas langsung anak perusahannya tersebut.Aldot bak bernostalgia saat seumuran dengan Radin saat ini, tentu beda antara dirinya dan dulu.Kalau dulu dia tak kalah ganasnya dengan Radin, tapi kini lebih bijak dan pastinya tidak serampangan lagi bertindak.Pelajaran pahit meninggalnya 3 istrinya dulu membuat Aldot mulai berpikir untuk menghentikan dendam turun temurun ini.Tapi apakah bisa? “Semoga saja…aku berharap anakku ini mampu akhiri dendam yang tiada habisnya ini,” guman Aldot sambil memandang pegunungan meratus nun ja
Dan makin kaget lagi Hanum saat melihat begitu banyaknya belanjaannya di kios ini. “Hanum jangan khawatir soal membawanya, nanti si Kacor kemenakan paman yang bantu membawakan,” kali ini si pemilik kios seakan paham apa yang ada di otak gadis cantik imut ini.Radin hanya senyum-senyum saja sambil menikmati rokok yang barusan dia buka bungkusnya.Kacor yang membantu kerja di warung kios Paman Ijak ini langsung memuat semua belanjaan Hanum dan membawanya ke dalam sebuah gerobak kecil.Lalu tanpa menunggu Hanum, pemuda yang ternyata gagu ini mendorong gerobak itu dan mengantarkannya ke rumah Hanum yang berjarak 300 meteran dari kios sembako yang lumayan besar dan lengkap ini.Kini Radin dan Hanum jalan pelan beriringan mengikuti Kacor yang lumayan cepat mendorong gerobaknya.“Jadi aku nggak punya tampang pencopet kan..?” Radin mencoba goyun, karena sejak tadi Hanum yang seakan masih terkesima masih diam saja.“Hmm…gila kamu bang nge-borong nggak tanggung-tanggung kayak mau hajatan besar
Melihat si imut yang sederhana Radin pun mampir sebentar. Radin memang lagi deman gadis-gadis sederhana, agaknya pemuda bangor ini lagi bosan wanita-wanita kota.“Paman Darlan di mana Hanum, abang mau berterima kasih karena sudah di beri obat mujarab!”“Ayah pagi-pagi usai sholat subuh sudah ke kebun karet bersama ibu, ayah kini sudah sembuh, tau nggak sembako belian abang bikin ayah sehat he-he-he..!”Si imut cantik ini tertawa memperlihatan lidah yang merah dan gigi putih yang rata, Radin jadi ikutan tertawa melihat kekocakan Hanum,Dengan gemes Radin mencubit pelan pipi putih Hanum, ia pun lalu permisi mau lanjutkan olahraga pagi.Dan benar saja, setelah ke 3 pil ini di telan semua oleh Radin, pemuda ini benar-benar sudah tak kagok lagi beraktivitas, walaupun pa Bahran memperingatkan Radin tak boleh terlalu bersemangat, karena belum 100 persen sembuh, masih perlu latihan-latihan ringan, jangan lakukan latihan fisik yang berat.2 hari kemudian, keluarga Hanum makin melongo saat Radi
Sudah 20 harian Radin berada di Desa Dudur, kini ia bahkan bisa berlari-lari, Radin sudah merasa dirinya kini sembuh 100 persen.Citra pun beberapa kali bertanya lewat ponsel kapan Radin balik ke Jakarta, termasuk Basad, Antonio dan Tomo yang ngaku kangen dengan pemuda ini, karena cukup lama tak masuk kuliah. Pa Bahran bahkan sebut tangan dan kaki Radin pulih dengan sangat cepat, sehingga saat melihat Radin mulai berlatih beladiri seorang diri di halaman rumah, pria tua ini tidak menegurnya lagi.“Mantap, pukulan dan tendangan kamu keras sekali!” puji Bahran, saat melihat Radin meninju dan menendang karung goni yang berisi pasir dan di gantung di pohon mangga di halaman rumah ini.“Lama tak latihan meninju dan menendang paman, jadinya gatal nih,” seloroh Radin tertawa, hingga Bahran ikutan tertawa.Pa Bahran juga tak masalah Radin mau lama tinggal di rumahnya, apalagi rumahnya memiliki dua kamar yang kosong.Karena dua anaknya sudah menikah dan tinggal bersama keluarga masing-masin
Melihat Radin datang dengan baju sobek besar di punggung, pa Bahran geleng-geleng kepala, tanpa Radin cerita pun orang tua ini sudah paham, Radin pasti baru berkelahi, bahkan agaknya sangat sengit, karena baju kaosnya sobek besar di belakang.Radin langsung mandi dan kini sudah berganti baju, karena sudah jelang senja dan bersiap akan sholat magrib.Kini ia duduk di teras menemani pa Bahran yang sedang aseek ngopi sambil mengisap rokok kreteknya.“Siapa tadi musuh kamu sampai sobek tu baju?”Kaget juga Radin Mendengar pertanyaan langsung pa Bahran ini, tanpa basa-basi Radin pun mengisahkan kalau barusan dia di keroyok Andi Jagau dan 9 temannya.“Hmm…Andi Jagau…anaknya si Burak…!”Dan Radin kini yang terdiam sekaligus kaget, saat pa Bahran menceritakan siapa itu jatidiri Andi Jagau dan ayahnya yang bernama Burak.“Pantes mereka kebal bacok paman, tapi tulang mereka lunak bak tulang ayam ras!” Radin tertawa kecil mengisahkan Andi Jagua cs yang dia hajar, hingga pa Bahran ikutan tertawa
Keduanya terus bertahan hampir 2 mingguan selama di Jepang, selanjutnya Ange minta di ajak dolanan ke Amerika.“Aku dah lama pingin ke Amrik, tapi nggak punya ongkos,” aku Ange malu-malu, sambil memeluk erat tubuh suaminya. Prem tertawa saja dan mencium tak puas-puasnya bibir istrinya.“Ternyata yang halal jauh lebih nikmat,” batin Prem.Kali ini mereka sengaja tak mau sewa private jet, tapi naik pesawat momersil. Namun yang kelas bisnis VVIP, yang ada tempat tidurnya.Sudah bisa di duga, mereka sempat-sempatnya bercinta dalam pesawat.“Gila kamu sayang, deg-degan aku bercinta di pesawat, kalau-kalau ketahuan pramugari. Malunya itu looh!” sungut Ange jengkel, tapi aslinya dia pun sangat menikmati, ada sensasi aneh bercinta di udara. “Tapi aseek yaa…rasanya gimana gitu,” bisik Prem hingga Ange tertawa sambil mencubit hidung mancung suaminya.Mereka pun jalan-jalan selama di Amrik, tak terasa waktu 2 minggu sangat cepat berlalu, belum puas juga. Ange minta Prem ajak dia ke Dubai dan…
Prem masih ingat di mana dulu terakhir dia bertemu Putri Ako, jaraknya 55 kilo dari Kota Tokyo, ke sanalah mereka menuju dengan taksi yang sengaaj di carter sejak dari stasiun kereta api cepat.Tak bisa di samakan desa ini 80 tahunan yang lalu dengan sekarang, tempat ini bukan lagi berupa desa. Tapi sebuah kota yang ramai dan padat.Dengan kasih sayang Prem memperbaiki baju wol istrinya, saat ini sedang musim salju. Sebagai hadiahnya Ange pun mengecup lama bibir suaminya.“Udah ga sabar ya mau belah duren dan bikin junior?” bisik Ange manja. Prem tersenyum kecil sambil mengangguk.“Aku nggak pasang pengaman yaa, kan aku anak tunggal, jadinya aku pingin punya banyak anak dari kamu!”“Sipp…aku juga ingin rumah besar kita kelak di isi anak-anak yang lucu!” bisik Prem lagi dan mereka pun bergandengan tangan setelah keluar dari stasiun kereta api cepat sebelumnya.Lalu meluncur menuju ke desa di mana dulu Putri Ako tinggal dengan nenek angkatnya. Dan berpisah dengan Prem yang kembali ke ma
Namun Tante Ria kecele, rumah mewah dan besar milik Balang kosong, usai akad nikah dan resepsi Prem dan Ange, Balang sekeluarga liburan ke Eropa. Ajak Biani liburan semester dan Datuk yang sedang liburan sekolah.Tante Ria tak mau menyerah, dia satroni lagi alamat apartemen Prem, setelah tadi bertanya dengan satpam di rumah besar bak istana ini.Tante Ria sendiri pun sebenarnya kagum melihat rumah sepupunya ini luar biasa mewahnya ini. Bandingkan dengan rumahnya di Seoul yang 'biasa-biasa' saja.Datang ke apartemen Prem pun sama, kedua penganten yang sedang berbahagia ini pergi bulan madu ke Jepang.Kesal bukan main Tante Ria, bingung harus kemana lagi 'melabrak' besan dan juga mantunya, semuanya tak ada di rumah dan apartemen.“Sudah lah Mami, kita pulang saja ke Seoul, malu! Yang mau mami labrak bukan orang lagi, keluarga sendiri,” bujuk Park Hyung, yang sebenarnya ketar-ketir juga dengan niat istrinya ini. Malu itulah penyebabnya.“Kurang ajar memang, huhh mentang-mentang keluarga
Saat ini, usai ijab kabul yang bikin heboh keluarga besar Hasim Zailani…!Mendengar kisah ini, Prem langsung memeluk Tasya dan Said barengan dan mengucapkan terima kasihnya. Kisah komplet perjuangan Tasya menyatukan dirinya dengan Ange bikin Prem terharu.“Kamu hebat adikku, pengorbananmu luar biasa!” sambil berkata begitu kembali mata Prem berkaca-kaca.“Eeitss…tuh yang paling besar juga jasanya, Abang kamu itu!” tunjuk Tasya ke arah Balanara yang jadi sibuk jelaskan kejadian hari ini pada seluruh keluarga.Balanara 'terpaksa' jadi Jubir, setelah Balang memanggilnya dengan wajah masam.Balang tentu saja tak ingin bermusuhan dengan keluarga Tante Ina dan Jack Sartono, termasuk Tante Ria dan Park Hyung.Terlebih, kedua keluarga itu termasuk bagian dari keluarga besar Hasim Zailani.Pernikahan diluar rencana ini sudah bikin Balang pusing sendiri, sekaligus butuh penjelasan saat ini juga. Tak terkecuali ortunya Tasya dan kakek Radin serta Nenek Hanum, serta keluarga besar lainnya, yang
Kita tarik kebelakang dua minggu sebelum Prem dan Ange menikah…!Balanara kaget Tasya jauh-jauh datang dari Surabaya bersama seorang pria tampan dengan body kokoh, tak kalah dengannya.Awalnya Balanara tak respeck dengan Tasya, dua minggu lagi akan jadi istri Prem, malah bawa pria lain ke rumahnya.“Dia siapa Tasya?’ tanya Balanara dan sengaja tak mau melihat pria tampan ini.“Said, pacarku Bang!”“Hmm…kamu kan..?” sahut Balanara cepat dan menahan omongan, wajahnya makin masam mendengar jawaban Tasya tadi.Tapi Balanara diam-diam salut juga, pria ini terlihat tenang-tenang saja. Terlihat dewasa dan sikapnya pun terlihat berwibawa, juga berani menatapnya tanpa rasa bersalah.“Bang, tolong bantu aku, aku dan Said sudah lama pacaran, sejak SMU malah dan kami sudah berniat akan menikah setelah aku lulus kuliah. Said ini aparat Bang, dia tentara, pangkatnya Letkol. Aku nggak mau menikah dengan Abang Prem!”“Ohhh…begitu…trus apa rencana kamu?” Balanara tak kaget, kisah ini sudah dia ketahui
Balanara menatap wajah Prem, adiknya ini terlihat sama sekali tak happy, padahal dalam hitungan menit lagi akan ijab kabul. “Senyumlah, jangan dingin seperti wajah Bang Datuk begitu,” tegur Balarana sambil sodorkan sebatang rokok, untuk redakan hati Prem. Prem hanya bisa hela nafas, hari ini sudah di tetapkan sebagai hari ‘bahagia’ baginya dan Tasya. Seluruh keluarga besar Hasim Zailani ngumpul, hanya keluarga Tante Ria dan Park Hyung yang tak datang, termasuk Ange. Balanara lalu tinggalkan Prem yang masih memegang peci hitamnya, walaupun jas dan sarung sudah dia kenakan. Pernikahan ini diadakan di sebuah taman hotel mewah yang di sulap begitu ciamik dan rencananya akan berlanjut resepsi. Hotel mewah ini sahamnya milik keluarganya juga. Wajah Ange dan Putri Ako serta Selena pun menari-nari di pelupuk matanya. “Maafkan aku Putri Ako, cucuku…Selena, grandpa hari ini akan menikahi Tasya, aku janji akan berusaha mencintai dia…!” gumam Prem tanpa sadar. Panggilan agar Prem segera k
Tante Ria menatap tak senang ke arah Balang dan kedua istrinya. Kedatangan Balang bersama Bella dan Viona hari ini dalam rangka untuk melamar Ange buat Prem.“Kedatangan kalian terlambat, Ange sudah di lamar kekasihnya dan paling lama 5 bulanan lagi mereka akan menikah!” Tante Ria langsung bersuara ketus, hingga Balang dan kedua istrinya saling pandang.Suasana langsung hening dan serba tak enak, Park Hyung sampai geleng-geleng kepala mendengar jawaban ‘ngawur’ istrinya ini. Tapi ayah Ange ini seakan tak punya daya untuk membantah ucapan istrinya ini.“Hmm…ya sudah Ria, Park Hyung, aku minta maaf kalau kedatangan kami ini terlambat...baiklah, kami permisi…hari ini rencananya langsung pulang ke Jakarta!” sahut Balang kalem, tanpa buang waktu diapun permisi ke Tante Ria dan Park Hyung, lalu ajak kedua istrinya pulang.Tante Ria hanya menatap kepergian Balang dan kedua istrinya dengan pandangan tajam, gaya elegan Balang di matanya dianggap sangat angkuh.Kedatangan Balang yang bawa kedua
Baru saja Ange mau buka mulut, pintu ruangan ini terbuka, ternyata yang datang Tante Ria dan Tuan Park Hyung, ayah dan ibu Ange.Ternyata Ange lah yang memberi tahu. Sebagai keluarga terdekat di Korea, tujuan Ange baik, setidaknya mereka ada perhatian.Apalagi ibunya keturunan Hasim Zailani juga dan Prem kemenakan misan kedua orang tuanya.Tapi…melihat Ange terlihat rebahan begitu, wajah Tante Ria sudah tunjukan ketidak senangannya.Dipikirnya Ange hanya jenguk doank. Tapi kenapa malah betah di ruangan ini? Batinnya sambil tunjukan ke tidak senangannya dengan ulah Ange ini.Ini jadi perhatian Prem, yang langsung tak enak hati.Prem pun sudah paham, gelagat tante Ria terlihat beda, padahal ibunda Ange ini sepupu ayahnya. Karena nenek Ange atau ibunda Tante Ria, anak dari Kakek Aldot Hasim Zailani.Bahkan mendiang Kakek Bojo, suami nenek Sarah, neneknya si Ange ini, justru teman dekat kakek Radin saat muda dulu hingga meninggal dunia 5 tahunan yang lalu. Tante Ria berbasa-basi singkat,
Ketika sadar, Prem sudah berada di rumah sakit, dia melihat ada dua orang di sisi kasurnya, salah satunya rekannya yang bertugas di intelijen Korea.Keduanya terlihat lega melihat Prem sudah sadar, padahal pemuda ini sudah hampir 1 hari satu malam tak sadarkan diri dan habiskan 2 kantong darah.“Apa kabar brother, hampir saja nyawa kamu melayang, gara-gara wanita itu!” sapa temannya ini sambil tertawa kecil.“Melayang…maksudnya..?”Prem menatap sahabatnya ini dan dia pun melongo, sekaligus senyum masam, saat bercinta dengan Ah Ye, wanita itu mengambil pisau dapur dan hampir saja menusuk punggungnya, tapi entah kenapa malah di batalkan.“Kalian hebat, mampu saja merekam ini semua, sekarang dimana Ah Ye?” Prem pun kini seolah sadar dari kekeliruannya, terbawa hati ingin menolong Ah Ye, dirinya hampir saja jadi korban.Prem lupa pelajaran seorang agen, harusnya yang namanya musuh, tak ada kamu baper. Atau taruhannya nyawa sendiri yang melayang.“Dia sudah tewas!” lalu dengan runtut teman