Aisha digiring Evan dengan sangat lembut saat menuju parkiran, tetapi langkah wanita itu terhenti di lobby rumah sakit. "Katakan yang sejujurnya padaku. Kau tidak menginginkan anak ini, kan?" Tatapan Aisha mengarah pada Evan tanpa bergeser sedikit pun saat mencari tahu tentang suaminya.Evan segera memperat rangkulannya yang sejak tadi melingkar di pinggang Aisha. "Sayang, mengapa menanyakan hal seperti itu bukankah itu pertanyaan yang tidak manusiawi, hm ....""Katakan saja, akui saja!" Aisha mulai mendesak.Evan masih mempertahankan sikap lembutnya, apalagi ini adalah wilayah umum tentu saja dia harus mencitrakan Evan-seorang suami sempurna dengan sebaik mungkin. "Tidak ada satu pun pria di muka bumi ini yang tidak menginginkan darah dagingnya sendiri. Bagaimana mungkin ada pria yang melakukannya? Seburuk apapun pria itu dia akan tetap menyayangi darah dagingnya," penjelasan diberikan dengan lembut, yang paling penting adalah masuk akal. Evan bertindak menurut logika. Hanya saja ken
Adhitia dilanda kecewa karena putrinya mengandung anak dari seorang penjahat, tapi di sisi lain bagaimanapun juga anak dalam kandungan Aisha adalah cucu keduanya setelah Ocean, maka seharusnya tidak ada alasan untuknya membenci keturunannya sendiri. Adhitia bermonog dalam hatinya, menyampaikan pesan penuh kasih sayang pada cucunya. 'Kakek akan berusaha mencintaimu sama seperti kakek mencintai Ocean, tapi satu permintaan kakek, jangan pernah menjadi seperti ayahmu.' Adhitia tidak memberikan respon apapun pada Evan walaupun isi hatinya ricuh, tetapi menantunya tidak ingin berhenti berbicara. Maka saat ini Evan kembali mengutarakan kalimat indah yang padahal sangat menusuk Adhitia, "Selama Aisha mengandung bukankah sebaiknya Aisha terus berada di sisi suaminya yaitu Evan. Tapi ... Ansel meminta Aisha untuk tinggal bersamanya. Hm ... bagaimana ya, Evan khawatir karena mungkin jika Aisha tinggal bersama Ansel, Evan tidak mampu sepenuhnya memberikan perhatian serta kasih sayang pada anak da
Aisha memiliki mata sembab setelah menumpahkan 90% kesedihannya terhadap kehamilan serta nasib hidupnya dan keluarganya. Kini, wanita itu berbaring menyendiri sedangkan Alea berbicara pada Ansel di teras rumah seiring mengasuh Ocean. "Sampai kapan kita tidak bisa menemui papa?""Entahlah, kita harus menunggu kabar selanjutnya dari perawat papa," desah sendu Ansel. "Apa yang dikatakan Evan sampai-sampai kondisi papa menurun. Kenapa dia tidak pernah berhenti menggangu." Pun, Aisha mendesah sendu karena seolah keadaan ini tidak akan pernah berhenti selama Evan masih melakukan hal-hal jahat. Ansel membuang udara panjang, kemudian beringsut. "Biarkan Aisha beristirahat. Aku juga harus beristirahat, aku sangat lelah.""Ya sudah, kamu tidur di tengah rumah saja, biarkan Aisha di kamar. Satu hari ini aku tidak akan menerima pembeli," tulus Alea. Ansel memandangi Alea sesaat. "Sayang, aku harap kamu tidak keberatan sama sekali dengan kehadiran Aisha di sini." Tatapan Ansel dipenuhi harapan.
Langit sudah berubah temaram, tetapi seorang pria berdasi berdiri di halaman rumah keluarga Ansel. "Sayang, ayo pulang," ajak lembut Evan saat mengulurkan tangannya pada Aisha yang berdiri terpaku di ambang pintu."Kenapa kamu kesini." Datar Aisha yang tentunya tidak menyukai kehadiran Elang."Tentu saja untuk menjemputmu." Senyuman teduh Evan dipatri sangat sempurna.Beberapa tetangga berlalu lalang, pun beberapa dari mereka berbisik yang entah apa, tetapi Aisha dapat menebak jika mereka membicarakan Evan yang terlihat tidak selaras dengan daerah kecil ini. "Aku akan menginap." Datar Aisha. "Kamu yakin?" Evan mengangkat satu alisnya."Kenapa harus tidak yakin. Aku suka tinggal di sini." Sikap datar Aisha tidak berubah."Sayang, kamu harus bisa menilai situasi. Lihatlah tempat ini, apa kamu yakin Ansel, Alea dan bayi mereka tidak merasa terganggu dengan kehadiran kamu. Tempat ini terlalu kecil untuk mereka apalagi jika kamu di sini." Evan memberikan penuturan sangat lembut dan rinci.
Aisha dibawa pergi oleh Evan, maka kabar ini segera disampaikan Alea pada Ansel menggunakan handphone milik Rina. [Evan datang menjemput Aisha, tapi Aisha tidak bisa menolak karena memikirkan kita.]Ansel membacanya diam-diam karena saat ini dia sedang bertugas, kemudian membalas pesan Aisha setelah mendengus kesal pada bayangan Evan. [Kenapa kamu tidak menahan Aisha, Sayang?][Aku sudah mencoba, tapi ini keputusan yang diambil Aisha. Aku akan menceritakannya setelah kamu pulang.] Aisha tidak dapat membahas hal ini panjang lebar karena tidak enak hati pada Rina, bagaimanapun dia sedang meminjam. "Bu, terimakasih ...," santun Aisha saat mengembalikan handphone keluaran terbaru milik wanita pemilik rumah sewa. "Sama-sama ..., Neng Alea tidak perlu sungkan," kekeh hangat dan sikap hangat Rina tidak pernah berubah. Justru wanita ini selalu senang dengan kehadiran Alea dan Ocean. "Malam ini menginap saja di rumah ibu ...," tawarannya penuh dengan kehangatan.Alea tersenyum kecil. "Alea da
Evan mengisi ruang makan seorang diri setelah istrinya tidak menolak makan malam bersama, pun mengisi perut di dalam kamar. Setelahnya Evan bergegas menemui Aisha di dalam kamar, memeluk istrinya yang telah terbaring sangat cantik walaupun pria ini hanya melihat bagian belakang tubuh istrinya. "Sayang, kamu sudah tidur." Kecupan mesra mendarat di bahu Aisha.'Aku tidak ingin melihatmu!' Rutuk Aisha di dalam hatinya hingga wanita ini memilih berpura-pura tidak menyadari kehadiran Evan. Rencananya memang berhasil, Evan menganggapnya telah terlelap, kemudian pria ini kembali meninggalkan kamar."Karena keberadaan bayi itu aku jadi harus menjaga keduanya bersamaan bahkan aku harus rela tidak menyetubuhi Aisha karena mungkin Aisha akan merasa terganggu dan berakibat juga pada bayinya. Ck!" Evan menggerutu, tetapi tidak ada cara lain selain menerima keadaan ini. Sedangkan Aisha menyeringai puas bersama heran, "Baguslah, akhirnya aku terbebas dari Evan! Tapi ... tumben sekali dia tidak memi
Aisha tetap berada di ruang makan bersama Evan walaupun hanya meminum susu hangat pemberian bibi, sedangkan suaminya menyantap sarapan untuk mengisi energinya. "Sayang, jangan lupa minum obat pemberian dari dokter, kamu juga tidak boleh melanggar aturan yang dokter berikan seperti makanan dan minuman pantrangan, kamu harus menjalani pola hidup sehat dengan sebaik mungkin," nasihat Evan disampaikan sangat santai dan dipenuhi kepedulian, tetapi bukan untuk Aisha melainkan untuk bayi dalam perut Aisha yang akan berpotensi besar menyelamatkannya. "Ya. Aku akan mengingat semuanya." Sikap tak acuh dipasang Aisha seiring mengikir kukunya. Evan memerhatikan sikap besar kepala wanita di hadapannya, tetapi sayangnya dia tidak dapat mengambil tindakan kekerasan ataupun hanya menyerang hati dan mental Aisha karena bisa saja Ansel memperkarakannya pada pihak berwajib. Saat ini kondisinya sedang sensitifk karena kasus kriminal yang dilaporkan Ansel dan Aisha, jadi sebisa mungkin Evan tidak boleh
Tidak banyak hal yang ditanyakan polisi pada Evan karena kini pemeriksaan menyeluruh sedang berjalan, tetapi sekalian mengajukan beberapa pertanyaan pada Aisha yang dilakukan di ruangan terpisah dengan Evan. "Apa Nyonya sudah memiliki bukti dari kejahatan tuan Evan?"Aisha menggeleng. "Saya tidak punya bukti, tapi di sini ada bibi. Ada beberapa pembantu rumah tangga yang menjadi saksi kejahatan Evan.""Apa saya bisa bertemu dengan semua pembantu rumah tangga?""Tentu. Akan saya panggilkan." Aisha segera beranjak dari tempat duduknya, tetapi polisi mengikuti langkah Aisha hingga akhirnya semua pembantu rumah tangga dikumpulkan dalam satu ruangan. Sejak tadi Aisha tidak memiliki kesempatan untuk membahas hal ini dengan bibi karena pihak berwajib membuntutinya maka wanita ini terlalu takut jika dianggap berbohong dan membuat laporan palsu lalu menghadirkan saksi palsu. Polisi mulai mengajukan pertanyaan pada semua pembantu rumah tangga secara satu persatu, tetapi hasilnya di luar dugaan