Fajar belum sepenuhnya menyingsing ketika tiga sosok berjubah hitam melangkah keluar dari gerbang utara Kota Benteng Utara.Salju masih turun perlahan, namun tidak cukup lebat untuk menghalangi pandangan. Udara dingin menusuk tulang, membuat para penjaga gerbang menggigil dalam balutan mantel bulu mereka."Kalian gila pergi ke utara di musim seperti ini," komentar penjaga gerbang dengan suara gemetar. "Tak ada yang di sana selain kematian beku."Rong Tian tersenyum tipis di balik kerudungnya. "Terkadang kematian menyimpan harta yang lebih berharga dari kehidupan," jawabnya skeptis, melempar sekantong koin perak kepada penjaga yang kebingungan.Tanpa menunggu balasan, tiga sosok itu melangkah menembus kabut salju tipis, meninggalkan Kota Benteng Utara. Di depan mereka terbentang padang es luas tanpa ujung, dihiasi pohon-pohon pinus tua yang kokoh menjulang seperti penjaga abadi di tanah beku.Rong Tian melangkah di depan, diikuti Duan Meng dan Fan Liu yang bergerak dalam diam.Ketiga s
* Bab Ekstra.Terima kasih gemnya gaesDari balik gundukan es, Rong Tian menyaksikan pemandangan yang mencengangkan. Bukan sekadar pertarungan kecil yang ia kira—melainkan pertempuran skala besar antara dua kelompok kultivator.Kilatan pedang dan ledakan qi menerangi padang es dalam cahaya merah dan biru yang menyilaukan mata, menciptakan aurora mengerikan yang memantul di permukaan salju."Sekte Bulan Darah," gumam Rong Tian, mengenali simbol bulan merah pada jubah salah satu kelompok. "Mengapa mereka berada di sini?"Duan Meng bergerak sedikit di belakangnya, mata kosongnya fokus pada pertarungan. "Tuanku, lawan mereka mengenakan jubah putih dengan simbol pedang es—seperti kultivator yang kita lihat di padang es sebelumnya.""Sekte Pedang Salju," bisik Rong Tian, keningnya berkerut dalam. "Mereka muncul lagi."Pertarungan di bawah semakin sengit. Puluhan kultivator Sekte Bulan Darah mengepung dengan formasi bulan sabit, qi merah darah mereka berputar membentuk kabut beracun yang meng
Rong Tian bangkit perlahan, mengamati medan pertempuran yang kini sunyi. Dalam waktu singkat, puluhan kultivator tingkat tinggi—hasil kultivasi ratusan tahun, penerus teknik kuno berharga—lenyap tak bersisa. Kematian sia-sia demi sepotong peta dan janji kekayaan."Keserakahan," gumamnya, matanya menyapu pemandangan mengenaskan di bawah. "Begitulah sifat alami manusia—dan kultivator. Harta karun, teknik kultivasi, rahasia kekuatan abadi... semua itu membuat nyawa manusia kehilangan nilai."Angin dingin bertiup kencang, membawa butiran salju tebal yang perlahan menutupi medan pertempuran. Alam sendiri seolah bergegas menghapus jejak kekejian manusia.Dalam waktu singkat, permukaan darah yang mengalir mulai membeku, warnanya memudar di bawah tumpukan salju baru. Tubuh-tubuh mulai tertutup, menyatu dengan padang es, seolah tak pernah ada."Sekali lagi, dunia kultivasi membuktikan hukum rimba yang kejam," Rong Tian berkata pelan pada kedua jiangshi di belakangnya."Yang kuat bertahan, yang
Salju turun perlahan di pegunungan Tiga Puncak Bintang Utara, kristal-kristal putih melayang di udara bagai debu permata yang tak kunjung menyentuh tanah.Matahari pucat mengintip di balik awan kelabu, menciptakan pelangi es yang melengkung di atas lembah beku.Angin dingin bertiup lembut, berbisik di antara pilar-pilar es raksasa yang menjulang seperti jari-jari dewa yang mencengkeram langit.Di dataran tinggi yang menghadap Air Terjun Sembilan Naga yang membeku, sosok-sosok berjubah mulai bermunculan satu demi satu, seolah terpanggil oleh kekuatan misterius yang tak terucap.Aura qi kuat bergetar di udara, menciptakan tekanan yang membuat butiran salju melayang-layang sebelum jatuh.Rong Tian bersembunyi di balik pilar es, diapit Duan Meng dan Fan Liu yang bersiaga dalam diam. Matanya menyipit, mengamati dengan cermat setiap pendatang baru."Lima... sepuluh... dua puluh..." bisik Rong Tian menghitung, "...dan terus bertambah. Ada apa ini? Seperti pertemuan para master seluruh benua.
Pernyataan itu menghentikan semua percakapan.Udara seolah membeku lebih dingin dari sebelumnya, qi alam meremang seperti peringatan tak terucap."Apa maksudmu, Nyonya Huang?" tanya Xuan Dao dengan nada tenang namun mata waspada, jari-jarinya siap merapal formasi segel.Huang Wenling mengitari lingkaran kultivator dengan langkah anggun bagai merak memamerkan bulunya.Jubah sutranya yang berwarna merah delima berkibar tertiup angin dingin, tidak terpengaruh oleh es yang menyelimuti tanah. "Jangan berpura-pura suci. Desas-desus telah menyebar hingga ke Dataran Tengah.""Kalian berlima," ia menunjuk lima pemimpin sekte ortodoks dengan jari lentiknya, aura qi ungu samar berpendar di sekitar kukunya yang panjang, "telah membentuk aliansi rahasia bernama Aliansi Lima Misteri."Wajah Tian Guan Zong mengeras bagai batu granit, qi emasnya berfluktuasi berbahaya membentuk aureola tipis di sekitar tubuhnya. "Hati-hati dengan tuduhanmu, Nyonya Huang. Kata-kata bisa lebih tajam dari pedang qi.""T
Kultivator lain mundur dengan cepat, membentuk lingkaran lebih besar untuk menghindari serangan nyasar.Pertarungan memicu kekacauan yang telah lama terpendam.Nyonya Bi Yun dengan jurus embun birunya dan Biksu Wanpeng dengan mantra suci Buddha bergabung dengan Tian Guan Zong, sementara Yin Zhi dengan cepat berada di sisi Huang Wenling, bayangan-bayangan hitam menari di sekitar jubahnya.Zhao Min dan Jin Hao dari Dataran Tengah mundur dengan elegan, memilih menjadi penonton bijak, sementara Lima Tetua Aliansi Lima Elemen membentuk formasi pentagon untuk membantu Tian Guan Zong, masing-masing memunculkan qi sesuai elemen mereka.Namun... sebelum pertarungan semakin sengit, sebuah suara gemuruh menggetarkan langit.Seolah guntur di tengah hari cerah, suara itu membuat semua kultivator berhenti dan mendongak, insting bahaya mereka berteriak.ROAAR!!Langit yang semula biru pucat kini menggelap dengan cepat. Awan hitam pekat berkumpul, berputar dalam lingkaran raksasa tepat di atas Air Te
Salju turun perlahan, butiran-butiran putih melayang bagai kelopak bunga persik di antara seribu prajurit Kekaisaran Matahari Emas yang kini berdiri kokoh di sekeliling bukit es.Formasi mereka sempurna—lingkaran konsentris dengan jarak presisi yang tak mungkin ditembus, seperti jaring laba-laba raksasa yang siap menjerat mangsa.Zirah hitam dengan aksen emas mereka berkilauan di bawah cahaya matahari yang redup, menciptakan pemandangan menakjubkan bagai ribuan bintang di langit malam.Busur komposit terentang dengan anak panah yang ujungnya berpendar merah menyala—tanda bahan peledak dan qi api yang terkonsentrasi, hasil dari teknik alkimia kuno yang hanya dikuasai oleh pandai besi terbaik Kekaisaran.Di tengah kepungan, para kultivator terkuat dari dua wilayah berdiri dengan wajah tegang, seperti harimau yang terjebak dalam lingkaran api.Tian Guan Zong, pemimpin Sekte Cahaya Surgawi, menatap ke atas dengan mata berkilat penuh kebencian. Jenggot putihnya yang panjang hingga ke dada
SWING – SWING – SWING!Seribu anak panah melesat dalam formasi sempurna, menciptakan pemandangan menakjubkan seperti hujan meteor di langit malam. Namun anehnya, bukan mengarah pada para kultivator di tengah, melainkan ke berbagai titik di permukaan es sekeliling bukit.Tian Guan Zong dan yang lain menatap bingung, tak mengerti arti serangan yang meleset ini, seperti orang yang melihat hantu di siang bolong."Apa yang ..." belum selesai Xuan Dao berkata, suara ledakan dahsyat memenuhi lembah seperti ratusan guntur yang menggelegar bersamaan."BUM! BUM! BUM!"Ledakan beruntun terdengar dari segala arah, menciptakan simfoni kehancuran yang memekakkan telinga.Anak-anak panah telah mengenai titik-titik strategis di mana bom qi telah ditempatkan sebelumnya. Permukaan es retak dalam pola yang terencana sempurna, seperti jaring laba-laba raksasa yang menjalar dengan cepat.Bukan ledakan biasa, ini adalah bom qi spiritual tingkat tinggi yang dirancang untuk menghancurkan struktur es hingga k
SWING – SWING – SWING!Seribu anak panah melesat dalam formasi sempurna, menciptakan pemandangan menakjubkan seperti hujan meteor di langit malam. Namun anehnya, bukan mengarah pada para kultivator di tengah, melainkan ke berbagai titik di permukaan es sekeliling bukit.Tian Guan Zong dan yang lain menatap bingung, tak mengerti arti serangan yang meleset ini, seperti orang yang melihat hantu di siang bolong."Apa yang ..." belum selesai Xuan Dao berkata, suara ledakan dahsyat memenuhi lembah seperti ratusan guntur yang menggelegar bersamaan."BUM! BUM! BUM!"Ledakan beruntun terdengar dari segala arah, menciptakan simfoni kehancuran yang memekakkan telinga.Anak-anak panah telah mengenai titik-titik strategis di mana bom qi telah ditempatkan sebelumnya. Permukaan es retak dalam pola yang terencana sempurna, seperti jaring laba-laba raksasa yang menjalar dengan cepat.Bukan ledakan biasa, ini adalah bom qi spiritual tingkat tinggi yang dirancang untuk menghancurkan struktur es hingga k
Salju turun perlahan, butiran-butiran putih melayang bagai kelopak bunga persik di antara seribu prajurit Kekaisaran Matahari Emas yang kini berdiri kokoh di sekeliling bukit es.Formasi mereka sempurna—lingkaran konsentris dengan jarak presisi yang tak mungkin ditembus, seperti jaring laba-laba raksasa yang siap menjerat mangsa.Zirah hitam dengan aksen emas mereka berkilauan di bawah cahaya matahari yang redup, menciptakan pemandangan menakjubkan bagai ribuan bintang di langit malam.Busur komposit terentang dengan anak panah yang ujungnya berpendar merah menyala—tanda bahan peledak dan qi api yang terkonsentrasi, hasil dari teknik alkimia kuno yang hanya dikuasai oleh pandai besi terbaik Kekaisaran.Di tengah kepungan, para kultivator terkuat dari dua wilayah berdiri dengan wajah tegang, seperti harimau yang terjebak dalam lingkaran api.Tian Guan Zong, pemimpin Sekte Cahaya Surgawi, menatap ke atas dengan mata berkilat penuh kebencian. Jenggot putihnya yang panjang hingga ke dada
Kultivator lain mundur dengan cepat, membentuk lingkaran lebih besar untuk menghindari serangan nyasar.Pertarungan memicu kekacauan yang telah lama terpendam.Nyonya Bi Yun dengan jurus embun birunya dan Biksu Wanpeng dengan mantra suci Buddha bergabung dengan Tian Guan Zong, sementara Yin Zhi dengan cepat berada di sisi Huang Wenling, bayangan-bayangan hitam menari di sekitar jubahnya.Zhao Min dan Jin Hao dari Dataran Tengah mundur dengan elegan, memilih menjadi penonton bijak, sementara Lima Tetua Aliansi Lima Elemen membentuk formasi pentagon untuk membantu Tian Guan Zong, masing-masing memunculkan qi sesuai elemen mereka.Namun... sebelum pertarungan semakin sengit, sebuah suara gemuruh menggetarkan langit.Seolah guntur di tengah hari cerah, suara itu membuat semua kultivator berhenti dan mendongak, insting bahaya mereka berteriak.ROAAR!!Langit yang semula biru pucat kini menggelap dengan cepat. Awan hitam pekat berkumpul, berputar dalam lingkaran raksasa tepat di atas Air Te
Pernyataan itu menghentikan semua percakapan.Udara seolah membeku lebih dingin dari sebelumnya, qi alam meremang seperti peringatan tak terucap."Apa maksudmu, Nyonya Huang?" tanya Xuan Dao dengan nada tenang namun mata waspada, jari-jarinya siap merapal formasi segel.Huang Wenling mengitari lingkaran kultivator dengan langkah anggun bagai merak memamerkan bulunya.Jubah sutranya yang berwarna merah delima berkibar tertiup angin dingin, tidak terpengaruh oleh es yang menyelimuti tanah. "Jangan berpura-pura suci. Desas-desus telah menyebar hingga ke Dataran Tengah.""Kalian berlima," ia menunjuk lima pemimpin sekte ortodoks dengan jari lentiknya, aura qi ungu samar berpendar di sekitar kukunya yang panjang, "telah membentuk aliansi rahasia bernama Aliansi Lima Misteri."Wajah Tian Guan Zong mengeras bagai batu granit, qi emasnya berfluktuasi berbahaya membentuk aureola tipis di sekitar tubuhnya. "Hati-hati dengan tuduhanmu, Nyonya Huang. Kata-kata bisa lebih tajam dari pedang qi.""T
Salju turun perlahan di pegunungan Tiga Puncak Bintang Utara, kristal-kristal putih melayang di udara bagai debu permata yang tak kunjung menyentuh tanah.Matahari pucat mengintip di balik awan kelabu, menciptakan pelangi es yang melengkung di atas lembah beku.Angin dingin bertiup lembut, berbisik di antara pilar-pilar es raksasa yang menjulang seperti jari-jari dewa yang mencengkeram langit.Di dataran tinggi yang menghadap Air Terjun Sembilan Naga yang membeku, sosok-sosok berjubah mulai bermunculan satu demi satu, seolah terpanggil oleh kekuatan misterius yang tak terucap.Aura qi kuat bergetar di udara, menciptakan tekanan yang membuat butiran salju melayang-layang sebelum jatuh.Rong Tian bersembunyi di balik pilar es, diapit Duan Meng dan Fan Liu yang bersiaga dalam diam. Matanya menyipit, mengamati dengan cermat setiap pendatang baru."Lima... sepuluh... dua puluh..." bisik Rong Tian menghitung, "...dan terus bertambah. Ada apa ini? Seperti pertemuan para master seluruh benua.
Rong Tian bangkit perlahan, mengamati medan pertempuran yang kini sunyi. Dalam waktu singkat, puluhan kultivator tingkat tinggi—hasil kultivasi ratusan tahun, penerus teknik kuno berharga—lenyap tak bersisa. Kematian sia-sia demi sepotong peta dan janji kekayaan."Keserakahan," gumamnya, matanya menyapu pemandangan mengenaskan di bawah. "Begitulah sifat alami manusia—dan kultivator. Harta karun, teknik kultivasi, rahasia kekuatan abadi... semua itu membuat nyawa manusia kehilangan nilai."Angin dingin bertiup kencang, membawa butiran salju tebal yang perlahan menutupi medan pertempuran. Alam sendiri seolah bergegas menghapus jejak kekejian manusia.Dalam waktu singkat, permukaan darah yang mengalir mulai membeku, warnanya memudar di bawah tumpukan salju baru. Tubuh-tubuh mulai tertutup, menyatu dengan padang es, seolah tak pernah ada."Sekali lagi, dunia kultivasi membuktikan hukum rimba yang kejam," Rong Tian berkata pelan pada kedua jiangshi di belakangnya."Yang kuat bertahan, yang
* Bab Ekstra.Terima kasih gemnya gaesDari balik gundukan es, Rong Tian menyaksikan pemandangan yang mencengangkan. Bukan sekadar pertarungan kecil yang ia kira—melainkan pertempuran skala besar antara dua kelompok kultivator.Kilatan pedang dan ledakan qi menerangi padang es dalam cahaya merah dan biru yang menyilaukan mata, menciptakan aurora mengerikan yang memantul di permukaan salju."Sekte Bulan Darah," gumam Rong Tian, mengenali simbol bulan merah pada jubah salah satu kelompok. "Mengapa mereka berada di sini?"Duan Meng bergerak sedikit di belakangnya, mata kosongnya fokus pada pertarungan. "Tuanku, lawan mereka mengenakan jubah putih dengan simbol pedang es—seperti kultivator yang kita lihat di padang es sebelumnya.""Sekte Pedang Salju," bisik Rong Tian, keningnya berkerut dalam. "Mereka muncul lagi."Pertarungan di bawah semakin sengit. Puluhan kultivator Sekte Bulan Darah mengepung dengan formasi bulan sabit, qi merah darah mereka berputar membentuk kabut beracun yang meng
Fajar belum sepenuhnya menyingsing ketika tiga sosok berjubah hitam melangkah keluar dari gerbang utara Kota Benteng Utara.Salju masih turun perlahan, namun tidak cukup lebat untuk menghalangi pandangan. Udara dingin menusuk tulang, membuat para penjaga gerbang menggigil dalam balutan mantel bulu mereka."Kalian gila pergi ke utara di musim seperti ini," komentar penjaga gerbang dengan suara gemetar. "Tak ada yang di sana selain kematian beku."Rong Tian tersenyum tipis di balik kerudungnya. "Terkadang kematian menyimpan harta yang lebih berharga dari kehidupan," jawabnya skeptis, melempar sekantong koin perak kepada penjaga yang kebingungan.Tanpa menunggu balasan, tiga sosok itu melangkah menembus kabut salju tipis, meninggalkan Kota Benteng Utara. Di depan mereka terbentang padang es luas tanpa ujung, dihiasi pohon-pohon pinus tua yang kokoh menjulang seperti penjaga abadi di tanah beku.Rong Tian melangkah di depan, diikuti Duan Meng dan Fan Liu yang bergerak dalam diam.Ketiga s
Salju turun tanpa henti di Kota Benteng Utara, menyelimuti jalanan berbatu dengan lapisan putih tebal yang menghalangi aktivitas penduduk.Tujuh hari telah berlalu sejak pertarungan berdarah di padang es, namun bagi Rong Tian, waktu terasa berjalan begitu lambat seperti siksaan abadi.Di sebuah penginapan sederhana di sudut kota yang jarang dilalui orang, Rong Tian duduk bersila di lantai kayu, menghadap jendela yang membeku oleh kristal es.Mata tajamnya menerawang jauh, sementara tangannya menggengam erat pecahan peta yang berhasil ia dapatkan dari sisa-sisa pertarungan sebelumnya—satu-satunya yang tersisa setelah Huang Wenling merebut pecahan lainnya.‘Tujuh hari,’ batinnya geram.‘Tujuh hari terbuang sia-sia tanpa petunjuk!’Napasnya membentuk uap putih di udara dingin kamar penginapan. Sejak kembali dari padang es, ia telah menggunakan segala cara untuk mencari informasi tentang Air Terjun Sembilan Naga di Puncak Tiga Bintang Utara—tempat di mana Dataran Jin Cao tersembunyi.Ia m