Share

2. Titik kesabaran

Penulis: Donat Mblondo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-20 16:47:17

Pada pagi hari, Junaedi terbangun di sebuah kamar petak berukuran 3×3 meter persegi, dalam keadaan setengah tubuhnya telah terbalut perban. Dia mendapati seorang gadis berambut kepang duduk tertidur di tepi ranjang sembari menggenggam erat tangannya.

Siapa gadis ini? Pikirnya.

Junaedi berusaha melepaskan genggaman tangan gadis itu. Namun, gerakannya membuat gadis itu terbangun.

Melihat pria di depannya sudah sadar, bahkan duduk menatapnya, gadis itu spontan melepaskan genggaman tangannya.

"Ma-maafkan saya, Pak Juned! Saya tidak bermaksud lancang," ujar gadis itu tak berani menatapnya.

"Kamu siapa?"

"Sa-saya Jamelah, pembantu baru di rumah Anda. Bukankah Anda sendiri yang menerima saya untuk bekerja di sini tiga hari yang lalu?"

"Tiga hari yang lalu?" Junaedi tampak mengingat-ingat kembali. "Oh, benar. Aku mengingatnya."

Jamelah adalah gadis desa berpenampilan jadul dengan gaya rambut kepang dan kacamata bulat. Dia berumur 20 tahun dan merupakan anak sulung dari seorang jawara kampung yang cukup terkenal di desanya. Gadis itu cukup memiliki bekal pelatihan beladiri. Sehingga, sang ayah mengizinkannya untuk hidup mandiri.

"Saya akan mengambilkan air minum untuk Anda!" Jamelah pun beranjak pergi ke dapur.

Junaedi mendengar suara gaduh di ruang tengah. Orang-orang di sana terdengar sedang asik mencemooh dirinya hingga tertawa lepas.

"Seekor anjing bahkan lebih pintar dari Junaedi, bodohnya dia tidak menyimpan kecurigaan sedikitpun kepadamu, Ambar. Aku benar-benar tidak menyangka pria bodoh itu belum menyentuhmu seujung lidah pun! Ha ha ha!"

Junaedi memakai pakaiannya dan keluar dari kamar pembantu itu. Dia berpapasan dengan Jamelah yang sedang menggenggam segelas air putih di tangannya.

"Apakah Anda ingin menemui mereka, Pak Juned? Saya pikir, itu bukan ide yang bagus. Saya tidak memberitahu mereka bahwa Anda ada di sini," ujar Jamelah tampak khawatir.

Tiba-tiba, Ambar yang bermaksud ke washtafel dapur untuk cuci tangan, matanya terbelalak melihat sosok Junaedi berdiri di hadapannya.

"Mas Juned! Ka-kapan pulang?" tanya Ambar sangat canggung.

"Junaedi?"

Mendengar nama Junaedi terucap dari lisan Ambar, Marsodi segera bangkit dari tempat duduknya dan menyusul wanita itu diikuti oleh kedua saudaranya.

"Dunia ini benar-benar sempit." Marsodi melingkarkan tangannya ke pinggang Ambar dan berkata, "cepat atau lambat, istrimu akan menjadi milikku sepenuhnya."

"Oh," timpal Junaedi singkat dengan wajah tak peduli.

Kekhawatirannya kepada sang istri sangat sia-sia. Jiwa lain yang berada dalam tubuh Junaedi bukan lagi sosok pria yang mudah terpedaya akan cinta.

"Cih!" decak Marsodi tak puas dengan reaksi Junaedi. Dia pikir, si budak cinta ini akan meluapkan emosinya dengan membabi buta. Tidak sesuai harapan.

Junaedi melangkahkan kakinya melewati mereka berdua begitu saja. Namun, Marsodi memerintahkan dua adik kembarnya, yaitu Joko dan Juki untuk menghadang Junaedi.

Marsodi pun berbalik mendekati Junaedi. Lalu ia berbisik di telinganya, "kau tau, mengapa kita dipertemukan lagi? Ini adalah takdir bahwa kau harus mati di tanganku!" Lelaki itu meremas bekas luka semalam di punggung Junaedi sembari menarik kemejanya.

"Tapi, sebelum kau mati, aku akan berbaik hati membiarkanmu bersenang-senang dengan pembantu barumu!" lanjut Marsodi melirik Jamelah di belakangnya menunjukkan seringai.

Bersenang-senang dengaku? Apa maksudnya? Batin Jamelah. Gadis itu meletakkan segelas air yang ia bawa di atas meja makan.

Tampak si Juki dengan bersemangat mencampurkan serbuk putih ke dalam air. Lalu mereka bertiga memaksa Junaedi untuk meminumnya. Meskipun lelaki itu berusaha terus mengelak, mereka bertiga menekan kelemahannya hingga akhirnya minuman tersebut berhasil tertenggak olehnya. Lalu mereka melemparkan Junaedi ke kamar pembantu.

Kini, giliran Jamelah. Tentu saja gadis itu menang dengan memberikan perlawanan, hingga berhasil menjatuhkan Joko, Juki, dan Marsodi dengan kekuatan bela dirinya.

Setelah itu, Jamelah segera masuk ke kamar. Kemudian menendang perut Junaedi sampai ia memuntahkan segala isi perutnya. Namun, dia melupakan keberadaan Ambar di sana. Ambar menyuntikkan sebuah jarum berisi suatu cairan ke tengkuk Jamelah, hingga gadis itu jatuh pingsan. Kemudian, Ambar menutup dan mengunci pintu rapat-rapat.

"Joko, kau hubungi ayah agar dia datang ke sini bersama Mbah Karso, Kakek Buyut Sutejo, dan Om Wito supaya mereka menyaksikan pertunjukan," perintah Marsodi kepada adiknya.

Sementara itu, di dalam kamar, Junaedi merasa lega karena telah memuntahkan minuman itu. Dia merangkak mendekati Jamelah sembari memegangi perut. Sekujur tubuhnya berdenyut tiada henti.

Sesekali lelaki itu mengeluh. "Mengapa aku terbangun dalam keadaan seperti ini? Sial!" Jiwa dalam diri Junaedi tersadar, mengeluh bukanlah gaya hidupnya. Baru kali ini dia merasakan dirinya sangat dihinakan.

Setelah Jamelah terbangun, dia merasa aneh dengan kondisi tubuhnya. Panas di bagian yang terdalam dan merasa sangat bergairah.

Heh! Inikah yang mereka maksud dengan bersenang-senang? Jamelah menyunggingkan senyum.

"Hey, apa kamu baik-baik saja?" tanya Junaedi mendekatinya.

"Tidak. Saya tidak baik-baik saja, Pak. Tetaplah di sana dan jangan mendekat! Atau saya akan memangsa Anda," balasnya. Wajahnya memerah, dia terus menutup diri, khawatir dirinya benar-benar akan menerjang lelaki itu.

Junaedi memahami kondisinya. Dia tetap mendekat dan berkata, "aku bisa membatumu dengan pijatan refleksi. Percayalah!"

Jamelah pun mengangguk dan membiarkan lelaki itu membantunya. Beberapa menit kemudian, pintu kamarnya terbuka tepat pada saat Junaedi memijat bagian perutnya.

Di balik pintu tersebut, tampak si kakek tua Sutejo duduk di kursi roda, datang bersama Karso Sutejo (anak kedua Sutejo), Wito Sutejo (anakpertama Karso), dan Santo Sutejo (anak kedua Karso/ayah Marsodi).

"Apa-apaan ini!" Karso berkacak pinggang dengan suara lantang menatap tajam Junaedi.

Santo menendang dahi Junaedi dengan tumitnya hingga jatuh terlentang. "Kau punya istri cantik macam Ambar, malah kau anggurin! Goblok! Pria nggak guna, memang paling cocok bersanding dengan pembantu! Cuih!" Lesatan ludah mendarat di wajah Junaedi.

Sementara itu, Marsodi, Joko, Juki, dan Ambar terkekeh puas melihat Junaedi dalam keterpurukan.

"Jadi, kalian sengaja membawaku ke sini untuk menyaksikan ini?" ujar Sutejo dengan suara lirih.

"Tentu saja, Kakek. Aku cuma pengin Kakek tau, bahwa anak dari cucu kesayangan Kakek ini, tidak sebaik ayahnya. Dia hanyalah pembawa aib keluarga!" timpal Santo.

Hati Sutejo bagai tertusuk duri yang sangat tajam. Mereka menghakimi Junaedi secara sepihak, bahkan tanpa memperdulikan dirinya sebagai orang tertua. Kakek tua itu berusaha mengatur napas menjaga emosinya agar penyakit jantungnya tidak kambuh lagi.

"Tenanglah Kakek, Susi akan segera datang!" ujar Wito menggenggam erat tangan sang kakek untuk menghiburnya.

Di samping itu, Karso melangkah menghampiri Junaedi dan Jamelah. Dia menjambak dan mencengkeram rambut mereka. Lalu, menyeret dan melemparkan mereka ke halaman rumah.

"Kau adalah aib Keluarga Sutejo! Aku akan membiarkanmu bersenang-senang dengan wanita jalang ini. Tapi, sebagai balasannya, kau akan dikeluarkan dari silsilah Keluarga Sutejo dan angkat kaki dari rumah ini! Ayahmu, Bambang Sutejo tidak akan sudi memiliki anak sepertimu!" teriak Karso mendongakkan dagu Junaedi, lalu menamparnya dengan sangat keras.

"Siapa yang berani mengeluarkannya dari silsilah Keluarga Sutejo? Anda bahkan tidak berhak mengusir Junaedi dari rumah ini, Paman!" ucap seorang wanita keluar dari sebuah mobil hitam yang cukup megah. Wanita itu berjalan melangkah diiring oleh lima lelaki kekar berjas hitam.

Bab terkait

  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   3. Menjadi pelayan

    "Sayang, kenapa kamu belum tidur? Ini sudah tengah malam loh!" ujar Susi Sutejo kepada anak gadisnya masih tampak serius menatap layar computer."Perasaan aku nggak enak, Mam," jawab Sarah menunjukkan kecemasan."Nggak enak kenapa? Apa yang sedang kamu pikirkan?""Titik letak Mas Juned, Mami. Sistem lacak di ponselnya menunjukan bahwa dia berada di tepi sawah yang membentang dari Kecamatan Maos -Sampang. Dan dia tidak bergerak sejak pukul 19.00 hingga saat ini," ungkap Sarah sembari memperlihatkan komputernya."Mungkin saja hapenya jatuh waktu dia lagi jalan-jalan.""Aku udah berusaha berpikir positif, Mam. Tapi, jam 9 malam tadi, aku sempet telpon Marina supaya dia mampir ke rumah Mas Juned sepulang kerja. Katanya Mas Juned nggak ada di rumah," jelas Sarah mengeluarkan segala isi kegundahannya.Susi pun terdiam dan mulai meresapi kata-kata anak gadisnya. Meskipun Susi dan keluarga kecilnya tidak menyukai sifat Junaedi yang suka leyeh-leyeh dan lontang-lantung tidak jelas, mereka masih

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-21
  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   4. Kembali menjadi target

    "Besok siang. Rumah makan akan buka jam satu siang sampai jam sembilan malam. Tante akan mengurusnya untukmu."Matahari pun mulai meninggi hingga hingga sedikit condong ke barat. Ambar masih termenung di dalam kamar, memikirkan cara bagaimana ia harus menghadapai Junaedi selanjutnya. Perubahan sikap suaminya yang tak terduga, membuat wanita itu terus mendengus hingga beberapa kali."Aaargh! Bisa-bisanya aku memikirkan pria itu!" umpat Ambar mengacak-acak kepalanya..Tiba-tiba, terbesit dalam pikirannya suatu ide. Ambar pun keluar kamar mencari sosok pria itu. Dia menjumpai suaminya sedang duduk serius di ruang tengah, membaca sebuah majalah maskan tradisional di tangannya. Junaedi melirik sesaat, tapi kemudian dia kembali asik dengan majalah di hadapanya.Ambar perlahan mendekat dan duduk di sisinya. Junaedi masih terdiam tak terucap sepatah kata pun."Kakak-kakakku bilang, mereka akan datang untuk makan malam!" ucap Ambar tiba-tiba.Seketika itu, Junaedi menutup majalah yang sedang di

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-22
  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   5. Pohon tumbang

    Membunuh? Satu kata horor ini, kini menghantui Junaedi mengingat kembali kejadian tiga bulan yang lalu.Jamelah menutup teleponnya karena tidak ada yang harus diinformasikan lagi, sedangkan Junaedi masih termenung memikirkan kalimat terakhir yang dia ucapkan.Susi melirik ke arah Junaedi sebentar, lalu kembali fokus pada Marina yang datang dengan membawakan dua porsi batagor untuk mereka. Susi berbisik kepada wanita itu agar membungkuskan tiga porsi lagi untuk dibawa pulang sesuai dengan pesanan Junaedi."Jika bukan karena lima restoran ayahku masih dalam kendalinya, aku akan menceraikan wanita itu detik ini juga!" celetuk Junaedi cukup keras, membuat Susi dan Marina yang berada di sampingnya tersentak.Namun, karena masih banyak pelanggan yang belum dilayani, Marina mengundurkan diri dan kembali melakukan pekerjaannya."Ini salahmu terlalu bodoh! Kalau bukan kamu sendiri yang memberikan hak kepada wanita itu, dia tidak akan bisa mengambil bisnis ayahmu!" ungkap Susi terlihat geram sem

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-22
  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   6. Hanya satu pembeli

    Beberapa saat lalu ketika Jamelah sedang menjalankan perintah."Sepertinya aku telah menemukan orang yang cocok untuk menjadi guruku, Tante," ucap Junaedi kepada Susi sembari menatap kagum gadis berkacamata bulat itu."Dari mana kamu mendapatkan pembatu sehebat itu?" tanya Susi juga tampak kagum melihatnya."Aku tidak tau. Dia tiba-tiba datang mencari pekerjaan.""Bagaimana dengan asal usulnya?""Oh, aku ingat, dia pernah bilang, bahwa dirinya adalah anak dari seorang jawara kampung. Dia cukup kuat. Jadi, tidak masalah melakukan suatu pekerjaan yang berat," jelas Junaedi."Hmm. Ini masuk akal." Susi menatap gadis itu dengan mata menyelidik.Ketika mereka melihat Jamelah sudah berhasil membereskan dua orang itu, mereka pun datang berbondong-bondong. Junaedi membuka penutup kepala dua orang itu dan membalikkan tubuh mereka agar terlentang."Mereka bukan dari Keluarga Wijaya!" kata Junaedi."Lalu, siapa mereka?" tanya Susi. Dan tidak ada seorang pun yang mengenali mereka.Junaedi melihat

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-24
  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   7. Tantangan

    Junaedi mendaratkan tinju ke wajah si koki.Bugh!"Setiap datang satu pembeli kamu meremehkannya!" Junaedi mengucapkan kalimat itu berulang-ulang sembari menjambak rambut si kepala koki, hingga kepalanya menunduk. Kemudian, Junaedi menghempaskan dagu sang kepala koki dengan lututnya.Buak!Satu gigi seri bawah ikut terhempas melayang di udara."Aaaargh!" Si kepala koki merintih kesakitan."Sepertinya, satu jam latihan tadi pagi tidak sia-sia," gumam Junaedi tersenyum tipis.Sang koki pembantu yang berada di sisinya menyaksikan dengan tubuh gemetar. Joko yang sudah lama memantau perkelahian mereka juga ikut bergidik. Sejak kapan si penakut itu bisa berkelahi? Pikir Joko.Kemudian, datang lagi seorang pengunjung pria muda. "Eh, Bang! Bang!" teriak pria itu memanggil Junaedi.Junaedi segera merapikan baju dan menghampirinya. "Iya, Mas. Silakan!""Cilok kuah iga seporsi, sambelnyo dikit ajo yo," ucap pria itu dengan logat bataknya."Siap, Mas!"Junaedi kembali ke dapur dan melempar catata

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-25
  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   8. Penilaian ....

    Junaedi berbalik melihat seorang pria berjas merah marun, sangat rapi dan berwibawa, menggandeng seorang wanita bergaun putih cantik nan anggun. Dalam hati, Junaedi bertanya-tanya, siapakah mereka?"Astaga, mohon maaf karena saya tidak menyambut Anda, Tuan dan Nyonya! Saya benar-benar kurang memperhatikan pintu masuk, sehingga saya melewatkan kesempatan itu," ucap Junaedi menunduk sopan sembari menarik dua kursi dan mempersilakan mereka untuk duduk. "Silakan, apakah Tuan dan Nyonya ingin memesan sesuatu?""Ya, awalnya kami hanya ingin singgah dan mencicipi makanan di sini. Tapi, setelah mendengar pedebatan kalian soal memasak, sepertinya suami saya sangat tertarik menjadi juri kalian," ujar si wanita pengunjung melirik ke arah suaminya."Perkenalkan, nama saya Tukijo dan ini adalah istri saya, Markonah. Saya akan mengundang beberapa orang untuk makan di sini, setelah saya menyaksikan skill memasak kalian. Dan saya akan membayar seharga tiga kali lipat untuk makanan terbaik dari yang k

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-26
  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   9. Tikaman berbahaya

    Meskipun masakan sang kepala koki tidaklah buruk, tapi milik Junaedi adalah yang terbaik. Jiwa Master Chef Nusantara abad ke-18 dalam tubuh Junaedi ini, tidak mengenal bumbu penyedap atau yang disebut dengan micin pada zaman ini. Sehingga, cita rasa masakannya yang khas, adalah rasa alami dari bumbu-bumbu dapur yang ia racik.Sang kepala koki pun ikut mencicipi masakan Junaedi. Dia hanya terdiam. Ekspresi tak percaya bahwa dia benar-benar telah dikalahkan oleh seorang Junaedi. Pria yang seminggu lalu sangat memalukan dengan cilok gosongnya. Orang itu berpikir, Junaedi baru belajar memasak satu minggu, tapi dia sudah bisa meracik masakan sesempurna itu."Mulai besok, saya tidak akan bekerja di sini lagi, selamat untukmu kepala koki Junaedi!" ujarnya tertunduk mengaku kalah. Dia menyerahkan seragam kokinya kepada Junaedi, lalu pergi meninggalkan tempat itu.Sebagai hadiah kepada sang pemenang, Tukijo mengabarkan bahwa dia akan mempromosikan rumah makan itu sebagai rekomendasi terfavorit

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-27
  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   10. Kuah Asin

    Jamelah mengantar Sutejo ke kamar tamu dan membantunya berbaring ke ranjang. Saat Jamelah hendak pamit undur diri, tangan pak tua itu dengan lemah menarik baju Jamelah."Nak, bolehkah aku minta tolong?" ujar Sutejo."Kakek mau minta tolong apa?""Sebelum Junaedi pulang, aku melihat Ambar menyimpan gunting di sakunya. Tolong, kamu lihat kamarnya dan bangunkan dia! Aku sangat khawatir."Jamelah pun segera berlari menuju kamar Junaedi. Pintunya terkunci. Dia mengambil ponselnya dan menelpon Junaedi.Sementara itu, di dalam kamar, aksi Ambar terhenti karena suara getaran di ponsel suaminya. Sayangnya suara getaran itu terdengar sangat lirih sehingga tidak mampu membangunkan Junaedi. Ambar pun melihat layar ponsel itu."Jamelah?" Dia mengangkatnya, karena ingin tahu apa yang akan pembantu itu katakan."Halo, Pak Juned." Jamelah terhenti. Sebenarnya, dia hanya ingin mengetes, siapa yang mengangkat ponsel milik Junaedi."Dasar pembantu tak punya sopan santun! Beraninya kau mengganggu malamku

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-30

Bab terbaru

  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   50. Kemenangan

    "Ikut dengan kami, atau kami akan membunuh wanita ini!" ucap salah satu dari mereka yang membius Jamelah.Junaedi menggertak. "Sedikit saja kalian berani melukainya, aku akan membunuh kalian!""Hahaha!" Dua pria berpakaian serba hitam itu tertawa. "Pahami situasimu!" ujar salah satu dari mereka sembari mendorong kasar Junaedi. Mereka menuntunnya ke sebuah mobil Jeep hijau tua dengan tangan terikat. Mobil itu melaju cepat menuju ke sebuah tempat asing yang jarang sekali dijarah oleh orang-orang. Yaitu hutan kapuk. Tempat yang terkenal sangat angker, sehingga tidak ada seorang pun yang berani memasukinya di malam hari.Ternyata di dalam hutan tersebut terdapat rumah tua yang cukup megah. Pria berpakaian hitam itu menyeret Junaedi dari mobil memasuki rumah tua tersebut."Rumah ini ..." sekilas, Junaedi mengingat, bahwa rumah itu adalah tempat di mana ia pertama kali terbangun dari kematian, di sebuah peti kayu yang gelap dan pengap.Nyut ...Tiba-tiba timbul rasa nyeri di dada mengingat

  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   49. Menjelang pagi

    Babak keempat pun usai dan lima peserta tereliminasi. Sisa lima peserta, yaitu Junaedi, Marsodi, Ade Wijaya, dan dua peserta lainnya. Setelah penyelidiakn, dua orang peserta yang lainnya itu terbukti melakukan kecurangan sehingga harus diiskualifikasi.Kecurangan mereka salah satunya adalah menuangkan tepung kanji pada adonan Marina saat babak kedua berlalngsung. Dan pada babak ketiga, menyembunyikan bahan utama kompetisi yaitu jengkol, dan hanya menyisakan jengkol-jengkol yang berlubang dan terdapat banyak ulat.Kini, pertandingan dengan sisa tiga peserta akan menjadi pertandingan terakhir di babak kelima sekaligus menentukan juara di antara mereka. Hal ini dikarenakan untuk menyingkat waktu. Sang direktur telah memahami situasi sekitar, dia menduga bahwa pertandingan kali ini akan terjadi kekacauan besar.Setelah sarapan, Junaedi dan Jamelah berniat pergi ke taman asrama untuk menikmati suasana udara yang sejuk. Namun, secara kebetulan, mereka menjumpai Marsodi dan istrinya yang tam

  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   48. Babak keempat

    Salah satu pekerja di asrama yang bertanggung jawab dalam urusan alat-alat perdapuran, termasuk kompor dan gas. Baru saja membeli beberapa gas elpiji 3 kg untuk stok darurat di kantin.Namun tanpa disadari, ternyata gas-gas tersebut bocor. Bau asap gas menggempul menusuk hidung. Beberapa orang, segera mengecek gas gas tersebut dan membawanya ke tempat terbuka.Di tengah gemuruh kesibukan itu, Junaedi tanpa sengajaelihat ekspresi Ade Wijaya menampakkan senyum seringai seolah-olah, dia mengetahui sesuatu. Tiba-tiba ...Booom!Seseorang sengaja menggunakan percikan api untuk memicu ledakan gas, sehingga terjadilah ledakan demi ledakan. Tiga gas bocor yang masih tersisa dalam aula, meledak seketika membuat lima orang pekerja tewas, tiga orang luka parah, dan tujuh orang luka ringan.Tukijo selaku pemilik asrama telah mendapat informasi dari orang yang selalu mengawasi di balik layar CCTV, Teguh. Bahwasanya pelaku yang menimbulkan percikan api ikut tewas terkena ledakan tabung gas."Jelas-j

  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   47. tabung gas

    "Jamelah!" Mata Junaedi membulat menatap gadis itu. Seketika suasana menjadi hening.Kemudian, Junaedi tersenyum simpul. "Saya dengan senang hati menikah dengan puteri Anda, Pak Tukijo! Anda bisa langsung merundingkan tanggal pernikahan kami, mumpung di sini ada tante saya sebagai wali.""Ehem. Apa kamu sudah benar-benar yakin? Saya pikir, kamu sempat ragu beberapa hari lalu," kata Tukijo."Tentu saja, saya sangat yakin.""Sekarang, dia bukan lagi gadis normal. Melainkan gadis cacat yang akan terus berada di atas kursi roda. Dan juga, dia sangat manja. Itu mungkin akan membebanimu!" ujar istri Tukijo ikut bersuara."Tidak masalah. Saya memiliki keahlian. Saya akan menyembuhkan kakinya. Dan dalam waktu tiga hari, saya menjamin putri Anda akan berjalan normal kembali," jawab Junaedi santai, tapi meyakinkan."Pffft!" Gadis yang berada di kursi roda itu tertawa.Tukijo berdiri dan menepuk pundak lelaki di hadapannya. "Haha. Kita akan mengadakan pesta usai kompetisi babak ketiga! Jadi, mul

  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   46. Terungkap

    Pada malam hari ketika Junaedi tertidur pulas, dia bermimpi bertemu dengan roh si pemilik tubuh. Seolah-olah, roh itu tahu segala hal yang terjadi pada dirinya."Kau pasti tahu apa yang sedang kualami, kan?" ujar Junaedi padanya."Tentu saja! Itu sebabnya aku datang menemuimu.""Huh! Jadi, apa pendapatmu?""Menjauh dari keluarga direktur!""Apa! Itu ide yang bodoh!" Junaedi sedikit melangkah lebih dekat dengan roh pemilik tubuh. Ia menepuk-nepuk dadanya seraya berkata, "kau tau? Mereka adalah aset penting yang saat ini tersedia membantu dengan sukarela untuk bisa memecahkan masalah tentang ayahmu! Kau menyuruhku untuk menjauh? Itu ide yang sangat-sangat bodoh!""Keluarga direktur memiliki banyak sekali musuh. Aku mempertimbangkan itu. Aku khawatir, itu malah akan menjadikanmu mendapat banyak masalah jika kau bergabung dengan mereka.""Ckck. Itu bukan masalah besar, selama mereka bisa melatihku. Aku lihat, mereka adalah orang-orang yang sangat bisa diandalkan!" kata Junaedi.Sang pemili

  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   45. Penyajian

    Waktu 50 menit pun berlalu. Penyajian dilakukan dengan cepat dan semua peserta benar-benar siap dengan hasil masakannya. Satu per satu, mereka dipanggil oleh juri, hingga datanglah giliran Ade Wijaya.Lelaki itu maju ke depan dengan percaya diri akan kemampuannya. Dia menyediakan sepiring urap teri kerupuk udang dengan bumbu urap tampak merah menggiurkan.Beberapa saat kemudian, kini gilirang Junaedi. Dia datang dengan membawa sepiring urap, tiga buah tempe bacem dan sepotong ikan asin. Selain tampilannya yang sangat menarik dan menggugah selera, tentu saja salah satu keunggulan dari masakan Junaedi yaitu tanpa bumbu penyedap instan apapun."Liar biasa! Ini adalah perpaduan rasa yang sempurna," ujar sang juri."Aku sudah mencoba beberapa masakannya. Daya pikat asli dari bumbu-bumbu yang ia racik adalah yang terbaik," kata Tukijo yang juga merupakan sebagai juri.Setelah usai mencicip masakan mereka, para juri kembali mengumpulkan mereka untuk berbaris di aula. Jumlah peserta yang tadi

  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   44. Kompetisi dimulai

    Satu jam sebelum kompetisi. Para peserta berbaris tertib saling berhadapan. Kebetulan, Marina berhadapan dengan Marsodi, sedangkan Junaedi berhadapan dengan Ade Wijaya. Mata mereka saling menatap sengit memancarkan kebencian.Babak pertama dimulai. Tantangan pertama yaitu membuat kreasi urap. Para peserta harus mengambil bahan-bahan terlebih dahulu di Market Aula dengan kurun waktu 15 menit.Market Aula adalah pasar khusus dalam asrama, yang disediakan oleh direktur untuk kepentingan suatu acara. Baik acara kompetisi, maupun acara lainnya.Junaedi memilih sayuran tauge, kangkung, kacang panjang, bunga combrang, dan pepaya muda untuk urap. Dia juga mengambil tempe dan ikan asin, serta kelapa parut dan berbagai macam bumbu-bumbu yang diperlukan.Waktu pengambilan bahan pun selesai. Langkah selanjutnya adalah meracik dan memasak. Para juri memberi waktu 50 menit. Kemudian, untuk penyajian 10 menit.Acara ini, disiarkan secara langsung pada saluran televisi bernama TVGaje, jam tujuh pagi.

  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   43. Rencana perjodohan

    Gadis itu menoleh. Wajahnya tidak terlihat jelas karena tertutup kain tebal yang melingkar di lehernya."Malam," sahutnya dengan suara sedikit serak."Hari sudah larut malam. Apakah ada sesuatu yang Anda butuhkan?" tanya Junaedi mencoba mendekatkan diri."Tidak ada. Hanya saja, aku terbangun kerena mendengar suara gaduh di sekitar sini!""Beberapa orang telah membereskannya. Saya pikir, keamanan di sini memang benar-benar terjamin.""Tidak perlu terlalu formal denganku. Aku bukan orang terhormat." Gadis itu mendorong kursi rodanya membelakangi Junaedi dan beranjak pergi.Junaedi mendekati gadis itu dan menawarkan diri untuk membantunya. "Ke mana kamu akan pergi?" tanya lelaki itu sembari memegang belakang kursi roda."Ruang isolasi lantai dua!" jawabnya singkat."Baiklah, Nona!" Junaedi pun mengantarkan gadis itu ke sana.Sepanjang kaki melangkah, mereka hanya terdiam tanpa sepatah kata pun. Suasana sangat canggung membuat Junaedi bingung, bagaimana ia harus memulai percakapan.Sesamp

  • Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia   42. Mimpi

    "Maafkan saya, Pak. Saya sendiri, merasa ada sesuatu ingatan yang hilang. Saya pernah dibunuh seseorang dan mengalami mati suri," ujar Junaedi memelankan suara, karena di sampingnya ada Marina."Oh! Astaga." Tukijo tampak terkejut. Matanya membulat dengan ekspresi bengong sesaat. Dia mulai mengerti, bahwa pemuda di hadapannya ini mungkin akan mengalami hal yang sama dengan ayahnya. "Huh!" Pria itu mendesah. Mengingat bahwa ia pernah menjalin hubungan baik dengan Bambang Sutejo, ia tidak bisa mengabaikan hal ini."Saya telah menyiapkan kamar asrama yang strategis untuk Anda. Beristirahatlah dengan tenang! Saya akan menjamin keamanan kalian berdua. Anda bisa menghubungi saya, jika ada keperluan," kata Tukijo. "Terima kasih, Pak! Tapi, saya rasa, tidakkah ini terlalu berlebihan, sampai Anda sendiri yang turun tangan hingga menjamin keamanan kami? Ah, maaf, bukanya saya menolak, tapi, perlakuan Anda terhadap saya, akan menimbulkan kesalahpahaman terhadap peserta lain," balas Junaedi."In

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status