Home / Urban / Petaka Menikah Muda / Mari Saling Melupa!

Share

Mari Saling Melupa!

Author: ERIA YURIKA
last update Last Updated: 2022-10-25 17:39:52

Perkataan Pak Ramdan seketika membungkam mulut Mamah. Sepasang suami istri itu lantas meninggalkan kami yang masih mematung di tempat.

“Sudah Raka bilang, Mamah salah banget bicara seperti itu di hadapan Hana. Mereka memang miskin, tapi enggak sepatutnya Mamah merendahkan mereka. Orang miskin juga punya harga diri.”

“Kamu masih saja dukung mereka, Raka!”

“Ya, karena mereka benar.”’

“Tapi, aku yang melahirkanmu.”

“Bahkan sekarang, aku malu lahir dari perempuan yang enggak tahu caranya menghormati orang lain.”

“Raka, kamu tahu perkataanmu sangat menyakitkan.”

“Tahu, tapi memang kenyataannya seperti itu ‘kan?”

Aku memilih pergi, meninggalkan Mamah sendirian. Niatku hanya untuk meminta maaf pada keluarga Hana. Namun, justru tak disambut dengan baik.

Menyadari akan kehadiranku di ruangan itu. Hana, justru memintaku untuk meninggalkannya.

Lagi-lagi dia mengusirku.

“Tunggu sebentar!” panggil Bu Sundari kemudian. Aku mendekat untuk tahu apa yang hendak ia katakan.

“Saya mau ambil anak-anak.”

“Ma-mau ambil bagaimana?”

“Biar saya yang menjaganya di rumah.”

“Anak-anak aman kok, di rumah saya.”

“Bagaimana bisa kamu bilang aman, sedangkan Hana saja bisa sampai seperti itu. Tolong jangan membuat saya semakin marah dengan perlakuan keluarga kamu. Berikan saja anak-anak pada saya. Apa kamu ingin anak-anakmu juga bernasib sama seperti Hana?”

“Itu enggak mungkin, Ibu. Mamah enggak akan setega itu menyiksa anak kecil.”

“Yakin?”

Aku terdiam. Entah, kenapa baru kali ini aku merasa ragu dengan apa yang baru saja kukatakan.

“Antar aku ke rumah orang tuamu sekarang.”

“Tapi, Ibu mau bawa anak-anakku ke mana?”

“Ke rumahmu. Memangnya ke mana? Bundanya masih sakit, bagaimana bisa aku ajak mereka jauh-jauh.”

“Syukurlah, ya sudah kalau begitu mari aku antar ke sana.”

Setidaknya aku merasa lega jika Rafa dan Rifa di bawah pengasuhan Bu Sundari. Sejak melihat Mamah tega berbuat sekasar itu pada Hana. Aku sendiri, bahkan ragu jika dia akan mampu menjaga cucunya dengan baik.

Beruntung saat itu Mamah tak ada di rumah, karena bisa jadi akan terjadi keributan kembali.

“Kamu bisa jelaskan apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Bu Sundari saat kami dalam perjalanan.

“A-aku, tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya, tapi mungkin Ibu bisa melihat kejadiaannya lewat CCTV.”

Dengan berat hati akhirnya kutunjukkan rekaman CCTV, di ponselku setelah kami sampai di rumah. Sejujurnya meski, Mamah sudah menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Aku tetap tidak percaya. Rasanya ingin sekali mendengarkan cerita dari Hana, sayangnya bahkan untuk sekedar menatapku saja dia menolak.

Cukup lama, Bu Sundari terdiam bahkan setelah ponselku ia letakkan di atas meja.

“Maafkan Mamah, Bu.”

Wanita itu hanya diam. Wajahnya terlihat shock. Wajar, jika ia begitu. Aku pun merasakannya juga. Bu Sundari lekas memeluk kedua cucunya dengan erat. Sampai-sampai membuat kedua anak itu kebingungan.

Kedua cucuku mempersilakan Neneknya untuk masuk. Ia menurut meski tanpa kata, mereka lekas mengajaknya ke dalam ruangan.

Aku berencana untuk mandi, sebelum kembali ke rumah sakit. Namun, alangkah terkejutnya saat turun ke bawah. Rumah begitu sepi. Apa mungkin anak-anak tidur?

Aku bermaksud mengetuk pintu kamar mereka. Namun, sampai ketukan ke 3 tak ada respons juga. Aku pikir mereka ketiduran di dalam, jadi lebih baik bersiap ke rumah sakit lagi dari pada membangunkan ibu yang kelelahan hanya untuk pamit.

Aku baru saja membuka pintu, tetapi saat melewati kamar anak-anak di mana jendelanya yang tak tertutup gorden membuat pandanganku tembus ke dalam. Sejak saat itulah aku menyadari jika mereka telah pergi.

Lekas aku kembali untuk memastikan. Pintu kamar itu bahkan tak terkunci. Aku mengecek lemari anak-anak, khawatir jika ibu malah berniat membawa keduanya pergi.

Benar saja, pakaian anak-anak hanya tinggal setengahnya saja.

“Ya Allah, ujian apa lagi ini?”

Tak menunggu lama, aku langsung mencari mereka. Seharusnya masih di sekitar sini. Seingatku tak ada kendaraan umum yang masuk ke perumahan. Seharusnya Bu Sundari juga tak bisa memesan taxy online mengingat Hana pernah mengatakan jika orang tuanya bahkan tak tahu cara menggunakan aplikasinya.

Aku kembali ke rumah sakit, tetapi saat itu anak-anak tak ada di sana.

“Yah, kumohon jangan bawa anak-anak pergi.”

“Kamu bahkan tidak bisa diandalkan untuk menjadi putriku. Lalu, bagaimana bisa aku mempercayakan mereka padamu.”

“Sayang, Hanya tolong jelaskan ke Ayah. Kita enggak mungkin ‘kan pisah sama anak-anak?”

“Aku pikir mereka lebih baik dengan orang tuaku,” kata Hana, yang bahkan bicara tanpa memandang ke arahku.

Sebenci itukah kamu padaku, Sayang? Sadarkah jika itu menyakitiku, Hana?

Aku mendoakanmu siang dan malam, tetapi kamu bahkan tak sudi untuk sekedar menatapku.

“Tapi, setidaknya kasih tahu aku di mana mereka tinggal.”

“Sudahlah, untuk apa kamu masih di sini. Pergilah, kehadiranmu enggak dibutuhkan.”

“Mana bisa begitu Pak, saya masih suami dan ayah mereka. Jelas saya punya hak. Saya hanya ingin mempertanggungjawabkan semuanya.”

“Jadi kamu bersedia menjadi saksi untuk memasukkan ibumu ke penjara? kalau, ya silakan. Aku tidak akan melarangmu mengasuh anak-anakmu,” kata Ayah.

Seketika aku terdiam, yang lebih membuat tercengang rupanya saat itu ada ayah dan ibu yang baru saja masuk. Sepertinya, Pak Ramdan sengaja mengatakannya hanya untuk menyindir.

Di depan Ayah, aku bisa melihat ibu benar-benar menjaga sikap. Entah apa yang terjadi dengan keduanya. Bisa kulihat mata ibu yang sembab.

“Pak Ramdan, bagaimana kalau semuanya kita selesaikan secara kekeluargaan?”

“Keluarga? Istri Anda bahkan, berniat menghabisi putri saya. Apa keluarga Anda memang terbiasa saling bunuh?”

“Saya tahu kesalahan istri saya sangat fatal, tetapi bisakah jika masalah ini jangan diselesaikan secara hukum.”

“Saya minta maaf Pak Ramdan, tetapi tolong pertimbangkan kembali keputusannya. Saya janji enggak akan mengulangi kesalahannya?”

“Bahkan jika kamu menyerahkan semua harta yang kamu punya. Aku tidak akan memaafkanmu atau melepaskanmu begitu saja.”

Seketika Mamah melirik Ayah yang wajahnya nampak frustasi.

“Boleh aku bicara, Pak?”

Tiba-tiba saja suara Hana terdengar.

“Silakan Nak, kamulah yang berhak menentukan keputusan?”

“Kenapa Mamah enggak memberiku kesempatan untuk bicara? Kenapa terus mendorongku. Bukankah aku sudah bilang berhenti? Mamah ingin membuatku cacat bukan? Agar suamiku menceraikanku, lalu memilih Sawa. Wanita yang Mamah bawa pagi tadi? Begitu ‘kan?”

“Mah apa maksudnya, kenapa juga Mamah ajak Sawa ke rumah tanpa sepengetahuanku?”

Hana hanya tersenyum.

“Bicara apa kamu Hana, aku tidak mungkin melakukannya. Ka-kamu tahu Mamah cuma terbawa emosi.”

“DIAM!” sentak Ayah, seketika membuat seisi ruangan itu semakin mencekam.

“Mamah tidak perlu repot-repot melukaiku, hari ini aku akan meninggalkan putramu.”

“Apa maksudmu Hana, aku tidak mau meninggalkanmu. Kau ingin apa, aku janji akan membuat Mamah mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kamu ingin kasus ini dibawa ke hukum bukan? Aku akan melakukannya.”

“Raka! Tega kamu bawa Mamah ke penjara. Anak durhaka!” Saat itu Ayah menarik Mamah ke luar. Pak Ramdan juga mengikuti mereka keluar. Sekarang hanya ada aku dan Hana di sini.

“Tiga tahun Bang, aku nunggu kamu untuk mengatakannya. Setelah semua ini terjadi, hal itu sudah terlambat.”

“Aku berjanji akan membuatmu kembali seperti semula, Sayang.”

Aku mengenggam tangan Hana seerat yang kumampu. Namun, Hana malah menggenggam lenganku, sampai-sampai membuat selang infusnya bercampur dengan darah.

“Lepaskan!” katanya begitu lembut, tetapi kenapa terasa begitu menyakitkan.

“Anak-anak ikut denganku, kita bertemu di pengadilan Bang.”

“Enggak, aku enggak akan biarkan kamu bawa mereka. Aku enggak bisa hidup tanpa kalian. Jangan pergi, Hana.”

“Kamu tahu Bang, bahkan jika Mamah masuk penjara, hukumannya hanya beberapa tahun saja. Setelah itu, dia mungkin bisa melakukan sesuatu yang lebih kejam dari hari ini.”

“Enggak mau, kita sama-sama janji untuk enggak saling meninggalkan bukan? Lalu, kenapa kamu malah ingin pergi?”

“Lepaskan aku, ya.”

“Kamu boleh menghukumku Hana, apa saja. Tapi, bukan dengan perpisahan. Aku enggak bisa.”

“Abang bisa. Bukankan pada awalnya kita hanya dua orang asing? Mari kembali seperti semula dan saling melupakan!”

Related chapters

  • Petaka Menikah Muda   Berhenti Mencintai

    “Secepat itu kamu memutuskan untuk berpisah, Hana? Setelah semua yang kita lalui.” Aku meletakkan lengan Hana di dada. Hanya agar dia yakin, jika keputusannya salah. Kita masih bisa bersama dan akan selamanya begitu. Namun, sekali lagi ia hanya menggeleng pelan. Pelan sekali, tetapi kenapa begitu menyiksa di hatiku. “Hana, please. Kita bisa memperbaiki semuanya. Kau tahu aku akan belajar jadi suami yang lebih baik lagi?” “Tapi, bagaimana kalau prosesnya gagal? Bukankah, sangat mungkin bagi seseorang untuk gagal? Bukankah kita telah mencobanya selama 3 tahun dan bagaimana hasilnya?” “Aku tahu, semua memang salahku. Sudah kubilang hukum saja aku, tetapi jangan pernah pergi.” Sekuat tenaga Hana berusaha bangun, hanya untuk mengusap wajahku. “Semakin ke sini, aku sadar terlalu banyak perbedaan di antara kita.” “Bukankah semua manusia memang berbeda? Tuhan menciptakan kita berbeda untuk saling melengkapi, kamu

    Last Updated : 2022-10-26
  • Petaka Menikah Muda   Apa itu Cinta?

    Entah bagaimana bisa aku begitu ceroboh hingga memperdengarkan pesan suara dari Mamah dengan volume yang cukup keras. Bukan hanya Hana, bahkan Pak Ramdan ternyata sudah ada di ambang pintu. Entah apa yang akan mereka pikirkan tentang keluargaku.Tuhan, kenapa aku harus lahir dari Ibu yang tega menghancurkan rumah tangga putranya sendiri?Sekarang bahkan, rumah tangga mereka harus ikut hancur. Apakah ini balasanmu atas perbuatanku yang membiarkan kezaliman ibu, hingga hubungan yang dibangun dengan susah payah malah kandas begitu saja.“Pernikahan itu bukan hanya tentang dua orang, tapi dua keluarga besar. Saya enggak akan mengulang kesalahan untuk kedua kalinya. Jangan meminta putriku untuk terus menemanimu, jika kamu bahkan enggak sanggup memberikan rasa aman. Uangmu enggak berguna, meski itu berkali-kali lipat dari apa yang kami miliki. Susul ayah dan ibumu, kurasa mereka lebih butuh kamu!”“Saya enggak bisa menceraikan Hana, apa pun it

    Last Updated : 2022-10-26
  • Petaka Menikah Muda   Aku Kembalikan

    “Astagfirrullah Hana, maafin Abang. Ini semua salah paham. Abang pikir dia kamu.”Hana sama sekali tak peduli dengan apa yang kuucap. Wanita itu melenggang pergi. Pelan ia menaiki anak tangga, satu persatu dengan berpegangan kuat pada pagar pembatas. Bahkan dari belakang, tampak jika ia masih ketakutan.Aku berusaha menyusul mengabaikan Sawa, yang entah bagaimana ceritanya dia bisa berada di sini.Sekarang baru terlihat jelas jika, kening Hana bahkan sudah berkeringat.Ia tampak pucat. Aneh sekali padahal hanya menaiki tangga.“Kamu baik-baik aja, biar aku bantu!” ucapku, sambil memeluk pinggangnya yang saat itu bahkan hampir oleng.“Jangan menolak, atau kamu akan jatuh ke bawah!”“Kenapa mendadak peduli? Lepaskan! Aku sudah terbiasa melakukan apa pun sendirian.”“Akan kulepaskan nanti, setelah kita sampai ke atas.”Untung saja saat itu Hana tak b

    Last Updated : 2022-10-27
  • Petaka Menikah Muda   Terpaksa

    “Kalian yang melaporkanku?” teriak Mamah dari lantai atas.Membuat Pak Ramdan dan Hana menghentikan langkahnya. Mereka berbalik, lantas tersenyum menatap kami.“Andai saja Hana, tidak menahan saya, sudah saya laporkan Anda ke polisi saat itu juga!”“Jadi maksud Bapak? Bukan kalian yang melaporkannya? Lalu, siapa?”“Mas Adi,” lirih Mamah.Wajahnya tampak shock. Begitu pun aku. Masih tak menyangka jika ayahku yang akhirnya malah melaporkannya ke polisi.“Ini enggak mungkin Raka, dia tega melaporkan Mamah ke polisi. Bagaimana bisa dia melakukan semua ini? Hiks hiks. Raka, kamu harus bantu Mamah!”Mamah menarik bajuku. Wanita itu menangis sejadi-jadinya.Aku mendekap untuk membuatnya sedikit tenang.“Kamu enggak akan ninggalin Mamah ‘kan, Ka?”Aku hanya mengangguk lantas, Sawa yang berada tak jauh mulai mendekat. Tangannya mengusap

    Last Updated : 2022-10-27
  • Petaka Menikah Muda   Yang Kulakukan Hanya Mencintainya

    Tuhan, beri tahu apa yang tertulis di takdir kami? Yang kulakukan hanya mencintainya.Setelah menyatukan dua takdir, entah bagaimana garis nasib kita terputus? Aku tak pernah membayangkan jika setelah bersatu, kita akan berpisah.~~“Bawa motornya Bon,” ucapku sambil melempar kunci motor pada Bobon.“Siap,” katanya lantas menangkap kunci motor.Bobon adalah asistenku di kantor. Namun, karena kami memang berteman sejak masa kuliah. Ia bahkan tak keberatan jika harus mengerjakan di luar kewajibannya di kantor.Dibukakannya pintu mobil yang sebelumnya kuminta Bobon untuk membawanya ke arah sana. Setelah, memakaikan sabuk pengamanan pada Hana. Lantas, aku mulai mengendarai mobil itu menuju apartemen.Aku sengaja membawanya ke sana, karena tidak ada orang lain yang punya akses ke sana, selain aku.“Maafkan, aku Hana. Aku tidak tahu, harus bagaimana lagi cara mempertahankanmu, agar teta

    Last Updated : 2022-10-28
  • Petaka Menikah Muda   Janji

    “Hiks, kumohon jangan lakukan ini!”Hana bahkan mencengkeram kerah bajunya kuat-kuat. Matanya basah, bahkan sekarang ia terpejam. Seolah yang akan kulakukan adalah sebuah kesalahan.Bagaimana bisa hubungan yang dulunya kau sambut dengan penuh suka cinta dan senyuman termanismu kini, malah berganti duka dan ketakutan.Kenapa? Apa aku begitu mengerikan bagimu?“Buka matamu, Hana!”Bukannya membuka mata, ia malah menggeleng pelan.“Kamu akan menyesal, jika melakukannya.”“Aku telah lama menyesal, Hana. Sejak saat aku meninggalkanmu sendirian di rumah. Aku sangat menyesal melihatmu terkapar sepanjang hari. Aku menyesal, karena enggak ada yang bisa kuperbuat. Aku menyesal Hana, karena aku tidak tahu harus ada di pihak siapa. Aku ingin memberikan keadilan padamu, tapi itu artinya aku harus mengorbankan wanita yang melahirkanku.”Argh!Sungguh saat itu, aku menggebra

    Last Updated : 2022-10-28
  • Petaka Menikah Muda   Lebih Baik Mati

    “Aku akan menceraikannya, setelah ia sembuh.Pak Ramdan masih saja tak percaya dengan apa yang aku katakan.“Mari kita buat perjanjian, hitam di atas putih!”“Baiklah, tunggu biar saya siapkan semuanya.”“Biar saya saja yang menyiapkan perjanjiannya. Ambilkan materainya di laci Ayah, Bu!”Riswan yang saat itu masih berada di ruangan yang sama. Langsung berinisiatif membantu. Ia juga yang menuliskan perjanjian di antara kami.Di mana dalam waktu 3 bulan aku akan melepaskan Hana, atau sampai Hana benar-benar dinyatakan sembuh oleh dokter.Setelah surat itu selesai di ketik kami semua menandatangan semua itu. Termasuk Riswan dan istrinya juga Bu Sundari sebagai saksi.“Aku masih butuh kartu identitas Hana, untuk mengurus paspor dan visanya.”“Akan saya ambilkan,” ucap Pak Ramdan masih dengan wajah bengisnya.Berbeda dengan Bu Sundari yang sejak surat i

    Last Updated : 2022-10-29
  • Petaka Menikah Muda   Fase Sekarat

    Aku tak mampu menggapaimu, meski telah mendapatkanmu.Ketika cinta ada di antara kita, kenapa pemisah masih tetap ada? Aku bisa melihat cinta di matamu, tapi kenapa seolah itu tak tampak.~~Belum juga aku menjawab pertanyaan Mamah. Hana sudah lebih dulu pergi meninggalkan ruangan ini.“Ayah ....”“Kejar Ka, jangan sia-siakan apa yang sudah Ayah lakukan buat kamu,” bisik Ayah.Ia menepuk pundak, lantas sedikit mendorongku.“Raka, kalau kamu pergi. Kamu bukan lagi anak Mamah.”Langkahku mendadak berat. Aku kembali menengok ke belakang. Menatap wajah Mamah yang sudah basah, tetapi sekali lagi Ayah membantuku.“Jangan berkata sembarangan! Kamu sering kali membuat pilihan yang sulit, kalau ingin semua orang menghormatimu, bukan seperti itu caranya,” ucap Ayah.“Pergilah Ka, biar ini jadi urusan Ayah!”“Raka jangan pergi! Hiks, hiks.

    Last Updated : 2022-10-29

Latest chapter

  • Petaka Menikah Muda   Hari Kelahiran

    “Mamah kok pergi?” tanya Raka, kala melihat Sina keluar dari halaman belakang.“Kalian sengaja melakukan ini?” tanya Sina menatap Raka yang masih bingung.“Maaf kalau itu bikin Mamah tersinggung.”“Mamah permisi Raka, salam buat Hana. Maaf, karena Mamah enggak bisa di sini sampai selesai acara.”Sina meninggalkan tempat itu dibantu Suster Nara. Ia merasa seperti dipermainkan. Kondisinya memang menyedihkan, tetapi ia tak suka dikasihani. Ia masih mampu membiayai hidupnya sendiri. Bahkan, jika ia harus menjual rumah untuk perawatannya, ia akan melakukan hal itu. Dari pada menikah dengan pria hanya karena rasa iba.~“Enggak apa Yah, baru sekali ‘kan. Aku bahkan harus mengalami berkali-kali penolakan dulu, baru kami bersatu.”“Seharusnya Ayah enggak terlalu gegabah.”“Tindakan Ayah udah benar kok, bukankah semuanya membuahkan hasil?”A

  • Petaka Menikah Muda   Bagaimana Kabarmu?

    “Ibu pasti bisa, pelan-pelan saja. kalau, begitu saya memaafkan Ibu dan akan selalu berdoa semoga Ibu bisa segera sembuh.”“Aamiin. Kamu perempuan yang baik dan lembut. Sama seperti Hana. Entah kenapa dia sangat tidak beruntung memiliki mertua sepertiku.”Suster Nara hanya diam saja. Ia memang lebih suka mendengarkan dari pada harus mengutarakan pendapatnya.Waktu berlalu, kesehatan Sina semakin membaik. Di mana ia sudah sembuh dari inkontinensia. Ia juga sudah mampu, mendorong kursi rodanya sendiri.“Assalamualaikum, Omah!” teriak Rafa dari arah luar.Tak menunggu lama. Rifa menyusulnya dari arah belakang.Hubungan ketiganya mulai membaik akhir-akhir ini. Hana rutin mengajak mereka mengunjungi Omahnya. Ia pikir, tak baik jika trauma berkepanjangan ini terus berlanjut. Hidup dalam rasa damai, nyatanya jauh lebih menenangkan.Kandungan Hana kini menginjak usia 7 bulan. Perutnya semakin membesar, jadi

  • Petaka Menikah Muda   Bukan Orang Tua yang Baik

    “Hana! Sayang kamu di mana? Sayang!”Dari arah luar teriakan Raka menggema. Hana hanya tertawa, mendengar pria itu mengeraskan suaranya seolah tempat ini hutan belantara.“Dia pasti mengkhawatirkanmu,” ucap Sina, kala Hana membantunya memasangkan pakaiannya kembali.Namun, Hana justru cuek.“Sebentar lagi selesai, biarkan saja, Mah!”Kali ini Hana kembali fokus memakaikan celana pada mertuanya. Meski, canggung pada awalnya, tetapi Hana yang meyakinkannya berkali-kali membuat Sina pasrah. Ia tak menyangka jika perlakuan gadis itu benar-benar bisa diandalkan. Gerakannya lembut dan hati-hati. Ia bahkan tak merasa sakit sama sekali, saat Hana membantunya membersihkan kotoran yang menjijikkan itu.“Dia sangat menyayangimu, ya?”Pertanyaan dari Sina sontak saja membuat Hana terdiam. Ia tak terbiasa dengan nada bicara Sina yang terlalu melembut. Sehingga, entah kenapa rasanya tak percaya menden

  • Petaka Menikah Muda   Benci Kebaikanmu

    Raka tersenyum nakal.“Semua kucing jantan sama saja.”“Aku bukan kucing jantan, Hana.”“Lalu?”“Kamu tahu, sangat menyebalkan mendengarmu mengatakan itu.”Akhirnya senyum Hanamerekah kembali. Senyum yang Raka rindukan.~Setelah berpamitan dengan Bapak dan Ibu. Mereka memutuskan untuk kembali ke rumha besar yang dulu ditinggalkan begitu saja.Bangunan itu tampak terawat. Ada Daniah di sana, juga 2 orang petugas keamanan yang senantiasa menjaga rumah itu.“Akhirnya Ibu balik lagi ke sini. Saya sudah terlalu lama sendirian. Rumah ini sepi banget, setelah ditinggal Ibu dan anak-anak,” ucap Daniah kala membantu Hana merapikan beberapa barang bawaannya.Sementara, Raka sibuk mengajak main anak-anak di ruang tamu.“Bapak jarang pulang?”“Hampir enggak pernah, paling ke rumah buat ambil baju ganti. Atau terkadan

  • Petaka Menikah Muda   Temu yang Dingin

    “Ke dokter mana? Kamu bisa kasih tahu alamatnya?”“Kenapa enggak telepon aja sih? Lagian kalau saya kasih tahu, memang Mas hafal daerah sini?”Raka hanya bisa menahan kesal. Kenapa wanita ini terlalu bertele-tele? Padahal, hatinya sudah diselimuti perasaan khawatir yang teramat sangat.“Makasih buat informasinya, saya akan menelepon Hana.”“Oh, oke. Saya juga lagi buru-buru. Permisi, ya. Tolong teman saya jangan di sia-siakan!”“Oh, tentu. Terima kasih sudah menemani Hana selama di sini.”Wanita itu tampak acuh. Namun, tatapan tajamnya menyiratkan kebencian yang nyata.Pria itu masih mencoba berbagai cara untuk menghubungi Hana, dengan segala akses yang tidak memungkinkan. Entah kenapa, setiap hari ia merasa wanita itu semakin memberi jarak. Tak ada lagi kata rindu yang terucap di bibirnya, seolah ia memang berhenti merindukannya.Hampir 10 menit berlalu. Namun, tak ad

  • Petaka Menikah Muda   Pulang

    “Mah, tenang! Aku enggak pergi selamanya. Aku cuma mau nengok anak-anak. Mereka kangen Ayahnya.”“PERGI!”Suara Sina yang semakin meninggi, memancing perhatian beberapa perawat yang kebetulan melintas di depan ruangan. Mereka lantas masuk, mencoba memeriksa apa yang terjadi.Merasa kondisi mulai tidak kondusif. Ketiga perawat itu, meminta Raka meninggalkan ruangan. Sementara, salah satu dari mereka menuju ke ruangan yang lain. Dan kembali, tak lama kemudian, dengan perlengkapan medis.Namun, Raka hanya bisa pasrah, saat perawat itu melarangnya masuk ke dalam. Ia menunggu dalam gelisah, sampai teriakan Sina tak terdengar barulah ia bisa bernafas lega.“Lain kali tolong pasiennya jangan dibikin stress! Enggak bagus juga buat kesehatan.”Seiring dengan kepergian perawat. Raka memberanikan diri untuk masuk. Jam makan siang sudah berlalu sejak tadi, tetapi ia masih tertinggal di tempat ini.Piki

  • Petaka Menikah Muda   Terlalu Memalukan

    “Enggak usah dipikirin! Ayo aku bantu bangun.”Kecanggungan mustahil tal terjadi. Namun, tak banyak yang bisa Sina perbuat. Selain menahan malu, rasa sungkan membiarkan putranya membersihkan kotorannya.Sina didiagnosis mengalami inkontinensia usus, yang suatu kondisi di mana ia tidak.mampu mengendalikan kentut atau kotoran yang menyebabkan buang air besar tanpa dikendaki.Sampai dokter memberikan penjelasan pada Raka. Pria itu diam-diam melirik ke arah Sina, yang masih murung.“Mamah denger apa yang tadi dokter bilang ‘kan? Ini normal terjadi pasca kecelakaan, akan sembuh secara bertahap.”“Mereka terus bilang tenang, akan sembuh, semua normal. Mereka enggak pernah ngalamin, Raka! Mereka enggak tahu rasanya jadi orang cacat. Beber-bener enggak berguna. Aaa!”“Astaghfirrullah. Istighfar Mah, kita lagi berusaha buat Mamah sehat lagi. Prosesnya memang enggak mudah, tapi sabar.”

  • Petaka Menikah Muda   Kenyataan Pahit

    “Kamu seharian di rumah sakit? Enggak pulang?” tanya Sina.Tak terasa sudah sepekan ia dirawat di rumah sakit. Namun, rada penasarannya muncul mana kali ia tal pernah mendapati Hana berada di sisi putranya. Padahal biasanya wanita itu kerap kali menempel ke mana pun Raka pergi.“Aku di sini, buat Mamah.”“Mamah tanya istrimu?”Raka tersenyum sekilas.“Kenapa Mamah kangen, mau ketemu Hana?”Sontak saja Sina berpaling sejenak. Ia mendecak. Bukan itu, hanya saja ini terlalu aneh. Sudah malam hari, Raka masih saja betah berlama-lama mengurusnya. Apa lagi ia masih lengkap dengan pakaian dinasnya.“Kamu enggak ganti baju dulu? Istrimu marah, karena kamu sibuk ngurus Mamah, sampai-sampai kamu enggak sempat ganti baju?”“Hana enggak pernah marah.”“Terus saja membanggakan istrimu itu.”Pria itu malah tersenyum bodoh,

  • Petaka Menikah Muda   Surat Cinta

    “Aku masih berharap kalau kita masih punya solusi lain. Long distance marriage itu enggak mudah. Apa lagi buat kita yang sebelumnya belum pernah melakukannya,” ucap Hana sembari melipat pakaian yang hendak ia masukan ke dalam koper.“Semua hal baru memang sulit, tapi akan mudah kalau sudah terbiasa.”Raka yang sejak tadi sibuk dengan laptopnya kini membalikan punggungnya. Ia menatap Hana yang tengah memajukan bibirnya. Merasa gemas, pria itu menghampiri Hana, lantas mulai membantu memasukan tumpukan pakaian ke dalam koper.“Aku bisa sendiri!”“Ngambek?”“Enggak.”“Terus kenapa ini maju terus? Kayak jambu –““Enggak usah diterusin!” pangkas Hana yang semakin memajukan bibirnya.“Tuh ‘kan ngambek.”Hana memilih menghembuskan nafas kasar. Ia lelah berpura-pura kuat, tetapi melihat pria di hadapannya. Hatinya sea

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status