Share

37

last update Last Updated: 2022-01-23 20:16:38

Bagian 37

Pov Ummi

            Makan malam kami usai. Namun, gilanya Azka dan Yazid tak kunjung datang. Sudah hampir jatuh terlelap bagai Putri Salju aku di meja makan ini. Apa yang mereka lakukan di rumah depan sana? Antre bantuan pemerintah atau latihan tawaf mengelilingi Kakbah?

            “Faraz, kita nonton tivi saja, yuk.” Abi membawa cucu keponakannya pergi menuju ruang tengah.

            “Bi, Ummi tinggal sendiri di sini?” Aku sudah merah telinga. Enak saja Abi meninggalkanku di meja makan sendirian seperti orang yang tengah jaga lilin pesugihan babi ngepet.

            “Ya, ayo!” Abi menoleh dengan muka kesal.

            &ld

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Petaka Dua Garis   38

    Bagian 38PoV Yazid Dengan kerapuhan hati yang sebentar lagi akan hancur berkeping, aku menyetir dengan mobil mewahku. Hampa benar hati ini. Seolah aku baru saja kehilangan satu ginjal. Apalah dayaku tanpa sosok Almira. Hidup jadi tak semarak. Makan pun pasti aku tak akan kenyang. Mira ... tega-teganya kamu pergi bersama sepupuku sendiri. Bahkan tanpa pernah kau beri tanda sebelumnya bahwa kalian memang ada apa-apanya. Sepanjang perjalanan yang tak kutahu bakal menuju mana, pikiranku benar-benar kacau. Marah dan kecewa bertumpuk pada sosok kedua orangtuaku. Ini semua gara-gara mereka. Terutama Ummi yang sejak aku kecil selalu saja bersikap keras dan kasar. Bahkan aku sampai lupa kapan terakhir kali wanita tua itu berucap manis kepada kami saking seringnya dia marah-marah dan penuh emosi jiwa.&

    Last Updated : 2022-01-23
  • Petaka Dua Garis   39

    Bagian 39PoV Azka “Azka, kamu mau kan, membuat Mbak Mira menjauhi Mas Yazid supaya hanya Kak Dinda seorang yang menjadi istrinya?” Permintaan Kak Dinda sebelum hari H pernikahannya dengan Mas Yazid membuatku seketika terhenyak. Apa maksud Kak Dinda? Menjauhkan Mbak Mira menjauhi Mas Yazid? Oh, tidak. Kurasa itu bukanlah keahlianku untuk membuat hubungan seseorang hancur, terlebih Mas Yazid adalah sepupuku sendiri. “Maksudnya, Kak?” Aku masih bingung dengan ucapan Kak Dinda. Kuhentikan sesaat aktifitasku mengemaskan seluruh barang-barang kami untuk dibawa ke rumah Ummi. Kupandangi sejenak wajah Kak Dinda yang diliputi keresehan. “Buat dia mencintaimu dan berpaling dari Mas Yazid. Dekati terus perempuan itu. Sementara aku akan me

    Last Updated : 2022-01-23
  • Petaka Dua Garis   40

    Bagian 40 Tercenung aku sesaat. Duduk bersandar di atas sofa ruang tamu kost milik Lubna. Setengah menyesal diriku telah memberi tahu Mas Yazid tentang posisiku saat ini. Namun, entah mengapa hati ini seperti memberontak. Meronta minta bertemu suamiku. Seakan mempercayai semua janji-janji klasiknya. Benarkah bahwa Mas Yazid bakal menunaikan kata-katanya tadi? Memangnya, dia sanggup hidup tanpa harta Ummi dan Abi? Baiklah. Sesuai kemauannya tadi, ini adalah kesempatan terakhir. Benar-benar terakhir kalinya aku sudi menemui lelaki itu. Namun, jika dia kembali bertingkah plin plan atau bahkan membawaku kembali pada orangtuanya, maaf aku tak akan bisa. Lebih baik aku hidup sendiri di kota ini atau pulang ke kampung saja dengan sisa uang yang ada. Sekarang aku malah mer

    Last Updated : 2022-01-23
  • Petaka Dua Garis   41

    Bagian 41 Sepanjang malam, kami habiskan dalam kamar hotel dengan penuh gelora desah asmara. Kini aku bebas mengekspresikan rasa cinta dan rinduku pada Mas Yazid. Begitu pula dengan dirinya. Kami tak malu maupun sungkan. Sekadar erang atau lenguh, aku keluarkan tanpa merasa risih. Malam ini aku benar-benar hanyut dalam hasrat yang membara. Tak seperti biasanya. Selayaknya aku baru saja menemukan sesuatu yang berbeda pada suamiku itu. Dan tentu saja, setelah puas saling bertukar peluh, kami jatuh tidur dalam keadaan yang sangat lelah. Hari ini sangat di luar kebiasaan. Tiga kali bercinta dalam tempo kurang dari 24 jam. Aku sampai geleng-geleng kepala. Kok bisa? Paginya aku dan Mas Yazid terbangun dalam keadaan matahari telah meninggi. Kami sama-sama kaget. Sebab belum mandi junub dan menunaikan salat Subuh. Tanpa pikir panjang, suamiku la

    Last Updated : 2022-01-23
  • Petaka Dua Garis   42

    Bagian 42 Sepanjang perjalanan dari hotel menuju rumah sakit tempat Abi dirawat, tak hentinya aku membaca doa untuk kesembuhan lelaki tua yang meskipun akhir-akhir ini sering membuat kami terluka. Dua puluh menit menerobos jalanan yang lumayan padat merayap akibat serbuan para pekerja menuju kantor, cukup membuatku merasa deg-degan luar biasa. Pertama, kami akan kembali berjumpa Ummi dan Abi. Kedua, kondisi bapak mertuaku itu sedang tak baik-baik saja. Ketiga, bagaimana nantinya reaksi mereka jika melihat aku kembali bersama Mas Yazid setelah apa yang terjadi semalam. Campur aduk perasaan di dalam kalbu. Gundah, cemas, takut, semuanya teraduk jadi satu. Membuat aku semakin tak keruan. Akhirnya kami tiba di depan gedung berlantai empat dengan halaman parkiran yang sangat luar. Tepat di tengah halam parkir, terdapat air mancur dan kolam ya

    Last Updated : 2022-01-23
  • Petaka Dua Garis   43

    Bagian 43Tiga bulan kemudian .... Sejak kejadian tumbangnya Abi akibat hipertensi, Dinda dan Azka sama sekali tak memberi kabar. Sibuk kami mencari, tetapi keduanya menghilang bagai ditelan bumi. Sempat kutemui Lubna untuk mencari keberadaan lelaki itu. Namun, Lubna berkali-kali mengatakan tak tahu. Mungkinkah Azka telah berpesan pada sahabatnya tersebut untuk menyembunyikan keberadaanya dari kami? Entahlah. Yang jelas, saat wisuda mereka dihelat pun, lelaki itu sama sekali tak muncul batang hidungnya. Sarfaraz yang semula rindu pada om dan mamanya, perlahan mulai kembali ceria dan seakan baik-baik saja meski tanpa mereka. Kami merawatnya dengan baik dan penuh cinta. Tak pernah sekali pun bocah itu dimarahi. Bahkan Ummi dan Abi tak segan untuk mengajak tidur bersama pada malam-malam tertentu.

    Last Updated : 2022-01-23
  • Petaka Dua Garis   S2: 1

    SEASON 2Bagian 1Setibanya di rumah Ummi dan Abi, kami buru-buru ke ruang makan untuk menjumpai keduanya. Ternyata, mereka sudah hampir selesai santap pagi bersama sang cucu. “Kalian kemana, sih? Kok baru ke sini?” Ummi tampak sedang mengelap bibirnya dengan tisu. Wanita berkaftan warna hitam dengan hiasan payet di dadanya itu terlihat agak marah. “Sudah. Duduk dulu kalian.” Abi ikut berkata. Lelaki tua itu tersenyum ramah ke arah kami. “Ummi, Abi. Kami ada kabar.” Mas Yazid begitu antusias. Dia menyikutku untuk mengeluarkan buku pink dan test pack yang tersimpan dalam tas selempang. Segera aku membuka ritsleting tas, kemudian merogoh test pack dan berniat untuk menunjukkannya pada mereka.

    Last Updated : 2022-01-23
  • Petaka Dua Garis   S2: 2

    Bagian 2Keluarga besarku di kampung sangat bahagia kala mendengarkan kabar ini. Tak hentinya Ayah dan Ibu mengucap syukur sembari menangis kala kutelepon tentang kabar kehamilan ini. Keduanya memberikan doa agar kehamilanku berjalan dengan lancar dan sehat. Kehamilan pertamaku di usia 30 tahun setelah mengarungi bahtera rumah tangga selama 7 tahun lamanya ini memanglah sangat mengejutkan. Betapa tidak. Tak ada satu pun terapi atau program yang kami lakukan dalam beberapa waktu belakangan. Semuanya hanya berjalan secara alami. Bedanya, sejak kepergian Dinda, keadaan keluarga Mas Yazid menjadi 180o bedanya dalam memperlakukanku. Tak ada lagi yang mempermasalahkan ketidakhamilanku. Semuanya hanya fokus untuk membuatku nyaman dan merasa bahagia di rumah ini. Aku pun tak bakal menyangka dengan kehamilan yang sungguh datang secara tiba

    Last Updated : 2022-01-23

Latest chapter

  • Petaka Dua Garis   S2: 22

    Bagian 22“Apa? Hamil lagi?” Abi bersorak histeris penuh euforia saat kami tiba di rumah sambil memperlihatkan hasil test pack dengan dua garis merah di tengah stik putihnya. “Alhamdulillah, selamat ya, menantuku! Ummi senang sekali mendengarkan berita ini.” Ummi tak kalah heboh. Perempuan paruh baya yang tengah menggendong Hira, langsung menghambur ke arahku dan tak lupa menghujaniku dengan ciuman. Rasa syok dan sedih yang sempat melanda, kini perlahan sirna. Pupus berganti dengan bahagia yang perlahan mewarnai hati. Bagaimana tidak. Senyum kedua orangtua inilah yang membuatku menjadi semangat untuk menjalani hari-hari berat selanjutnya. Kehamilan kedua di saat anak-anakku masih sangat kecil untuk mendapatkan adik baru, memang suatu hal yang tak bakal gampang untuk dijalani. Mengurus dua bayi kemb

  • Petaka Dua Garis   S2: 21

    Bagian 21“Mira, kok lesu? Mukamu pucat sekali? Kenapa?” Ummi tercengang melihat kondisiku pagi ini. Aku yang memang sudah muntah sebanyak tiga kali, merasakan lemas yang cukup lumayan.“Muntah-muntah dari bangun tidur, Mi.” Mas Yazid membantuku untuk menjawab. Sedang aku meraih Fira dari gendongan Ummi. Bayi tiga bulan itu sudah bangun dengan wajah yang cerah ceria. Dia tahu bahwa sebentar lagi saatnya menyusu pada sang bunda.“Muntah? Muntah kenapa?” Abi yang baru muncul dari balik pintu kamarnya sembari menggendong Hira yang ternyata masih terlelap dalam pelukan beliau, bertanya dengan nada yang cukup penuh penasaran. Belum tampaknya sangat excited kala menangkap kata ‘muntah’ dari pernyataan anak tunggalnya.&

  • Petaka Dua Garis   S2: 20

    Bagian 20 Sebulan kemudian .... “Uek! Uek!” Pagi-pagi sekali, aku tiba-tiba merasa sangat mual dan pusing kepala. Rasanya tubuhku sangat tak enak. Seperti orang yang masuk angin dan mengalami magh. Mas Yazid jadi ikut terbangun mendengarkan suara muntahanku di dalam kamar mandi. Lelaki itu ikut menyusul dan terlihat sangat kaget. “Mir, kamu kenapa?” Deg! Aku bagai sedang de javu. Benar-benar seolah tengah masuk ke masa lalu, tepatnya saat pertama kali tahu bahwa si kembar sedang berada di dalam rahim ini. “Mas, aku mual ....” Aku menatap dalam tepat pada iris Mas Yazid. Lelaki itu mendelik. Wajahnya tampak syok. Seakan dia tahu apa yang tengah kupikirkan saat ini. “Mir, kamu sudah telat?” Mas Yazid bertanya dengan sedikit penekanan pada kalimatnya. Aku mengangguk. Ya, aku sudah telat tiga hari. Seharusnya, aku sudah mens pada tiga hari yang lalu. Namun, mengapa yang muncul malah mual dan muntah s

  • Petaka Dua Garis   S2: 19

    Bagian 19Tak terasa, dua bulan sudah aku usai melahirkan. Zafira dan Zahira pun telah tumbuh menjadi bayi-bayi gempal yang sungguh menggemaskan. Keduanya memiliki bobot yang sangat lumayan di usia yang kedua bulan. Sama-sama berbobot 5,5 kilogram. Bayangkan! Sebesar itu. Kenaikan berat badan mereka sangatlah drastis. Padahal aku hanya memberikan full ASI eksklusif, tanpa tambahan pendamping lainnya.Semua mata akan tertuju pada Zafira dan Zahira saat kami mengajak mereka berjalan ke mana pun. Saat ada acar pengajian di rumah, Ummi akan sibuk membangga-banggakan cucu kembarnya kepada seluruh rekanan.“Lihat cucuku. Baru dua bulan sudah gendut dan makin cantik. Kulitnya putih, hidungnya mancung, dagunya juga lancip. Masyaallah. Cantik luar biasa!” Begitu kalimat yang selalu diucapkan Ummi untuk cucu-cucu kesayangannya tersebut.Seluruh perhatian dan kasih sayang pun kini tercurah sepenuhnya untuk Zafira dan Zahira seorang. Ummi dan Abi be

  • Petaka Dua Garis   S2: 18

    Bagian 18“Tapi ... tapi Faraz mau sama Kakek. Main sama Kakek. Bobo sama Kakek. Sama adik kembar.” Sarfaraz menjawab dengan matanya yang berkaca-kaca.“Nanti kita ke rumah Kakek sering-sering. Papa dan Mama akan antar Faraz. Tapi Faraz coba ikut Papa dan Mama dulu beberapa hari. Kita coba ya, Nak. Kalau Faraz tidak suka, Faraz bisa kembali ke rumah Kakek lagi.” Koko Reno menyampaikan bujuk rayunya dengan nada yang lembut. Lelaki berkulit putih dengan perut buncit tersebut, kini berdiri dan berjongkok tepat di hadapan Abi dan Sarfaraz. Tangannya gemuk mengusap-usap kepala anak lelaki semata wayang Dinda. Kulihat, lelaki yang tampaknya begitu kaya ini sangat perhatian dan menyukai anak kecil. Ya, mungkin saja kehadiran Sarfaraz begitu sangat dinantikan bagi mereka di sana.“Papa akan ajak Faraz main di Jakarta. Kita keliling-keliling. Belanja mainan. Ke Dufan, Taman Mini, terus kita bisa juga jalan-jalan ke luar kota pakai mobil. Ke

  • Petaka Dua Garis   S2: 17

    Bagian 17“Siapa itu?” Abi langsung panik. Sarfaraz yang semula duduk anteng di sampingnya, langsung cepat memeluk sosok sang kakek yang juga tengah menggendong bayiku. Aku memandang ke arah mereka. Tampak jelas bahwa raut Abi dan Sarfaraz benar-benar sedang dalam kecemasan.“Pakai dulu jilbabnya, Mir.” Mas Yazid langsung menyambar selembar jilbab instan yang tersampir di sandaran kursi tempat dia duduk. Dengan serta merta, aku yang tengah duduk di tempat tidur segera memasangnya di kepala.Mas Yazid kemudian bangkit. Langkahnya tampak agak pelan dan ragu. Jantungku jadi berdegup kencang. Menanti wajah siapa yang ada di depan pintu sana.“Assalamualaikum, Mas.”Aku langsung melongok. Melihat siapa yang ada di balik pintu. Suara salam itu ... berasal dari bibir seorang wanita berpenampilan berbeda dari sebelum-sebelumnya. Dinda. Ya, dia kini berjilbab dengan gamis panjang berwarna biru laut. Ada dua lelaki yang me

  • Petaka Dua Garis   S2: 16

    Bagian 16Pagi sekali aku bersama Mas Yazid dan Ibu sudah bangun akibat si kembar yang menangis minta disusui. Tubuhku yang kini sudah boleh miring kanan dan kiri serta setengah duduk, sekarang rasanya sedang tak benar-benar fit. Mengantuk dan migrain ini kambuh. Ya, kurang tidur. Semalaman pekerjaanku cuma menyusui dan menyusui. Lelah sekali dan hampir-hampir ingin kuberi saja mereka berdua susu formula agar aku bisa melanjutkan tidur. Namun, lagi-lagi rasa sayangku menjadi bertambah besar pada Zafira & Zahira. Aku tak ingin anakku mendapatkan susu formula, padahal stok ASI di payudara ini sedang melimpah ruah. Maka, kembali lagi aku mengalah meskipun imbasnya pada tubuh sendiri.Yang menginap di ruangan hanya Mas Yazid dan Ibu saja. Sedang lainnya beristirahat di rumah dan bakal kembali ke sini pada pukul sembilan katanya. Sebenarnya aku sangat kasihan pada Ibu. Bagaimana pun usianya sudah tak lagi muda untuk begadang dan mengurus dua bayi sekaligus. Namun, belia

  • Petaka Dua Garis   S2: 15

    Bagian 15Ummi yang terlihat emosi, langsung menyambar ponsel Mas Yazid dengan tangan kanannya. Sementara tangan kiri beliau masih menggendong Zahira.“Halo, Din. Ini Ummi. Apa maksudmu ingin mengambil Sarfaraz dari kami? Kamu sengaja ingin membuat gonjang ganjing dalam rumah tangga ini? Ke mana saja kamu kemarin? Kenapa baru sekarang menanyakan anakmu dan ujuk-ujuk malah ingin mengambilnya segala?” Ummi luar biasa naik pitam. Suaranya tegas walaupun tak begitu nyaring, sebab Zahira sudah mulai terlelap lagi dalam gendongannya.“Maafkan aku, Mi. Bukan maksudku merusak suasana bahagia di tengah kehidupan kalian. Aku ... cuma ingin kembali hidup dengan Faraz. Itu saja, Mi.” Terdengar dari seberang sana, suara Dinda seperti canggung dan takut. Rasakan saja. Dia memang harus digertak oleh Ummi. Tidak tahu diri! Selama setahun belakangan ini, tak suah dia menelepon dan menanyai kabar anaknya. Saat kami sekeluarga telah begitu lengket dengan Sa

  • Petaka Dua Garis   S2: 14

    Bagian 14“Ummi ....” Aku berusaha menggapai-gapai demi memanggil Ummi yang tengah berada dalam keadaan emosi.“Aku tidak apa-apa, Mi.” Air mataku benar-benar meleleh. Rasa terharu yang bukan main. Sedu sedan ini langsung tumpah ruah akibat rasa yang begitu dalam akibat kasih Ummi.Ummi yang memegang bungkusan berisi susu formula dan segala perlengkapan bayi lainnya, menjatuhkan bungkusan tersebut dan langsung menghambur ke arahku. Beliau menangis. Menumpahkan sebak air mata sembari menciumi pipi ini. Berkali-kali dia mengusap kepalaku dengan penuh kelembutan.“Ummi sangat takut kehilangan kamu, Mira. Ummi nggak mau kamu kenapa-napa.” Beliau berkata sambil tersedu-sedu. Tangisnya pilu. Aku tahu bahwa ini adalah sebuah kejujuran dari lubuk hati terdalamnya.“Mira juga nggak mau kehilangan Ummi.” Aku mengusap air matanya. Namun, air mataku yang malah semakin banjir. Kini kami saling menangis dan t

DMCA.com Protection Status