Share

27

Penulis: Meisya Jasmine
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-18 21:07:03

Bagian 27

            Makan malam kali itu diwarnai dengan kegundahan hati yang sangat. Bagaimana tidak, suamiku yang sempat berjanji untuk mengusahakan diri untuk lepas dari jerat perjodohannya dengan sang sepupu, kini malah terlihat cuek dan lengket dengan Dinda. Tak lepas sedikit pun matanya dari perempuan itu. Sementara aku yang berada di sisi kanannya, tak mendapat gubrisan apa pun.

            Namun, di balik semua itu aku bersyukur. Karena sikap Ummi dan Abi tak lagi penuh amarah. Keduanya lebih ramah hari ini. Mereka lebih banyak bercanda dan bercerita, meski aku lagi-lagi tak ikut terlibat di dalamnya. Sempurna peranku hanya sebagai juru masak yang menyajikan segala hidangan lezat untuk memuaskan lidah dan perut mereka. Sudah barang tentu hal ini membuat dada terasa sesak. Akan tetapi, aku lebih memilih diam dan menikmati suap demi suap makanan walaupu

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Petaka Dua Garis   28

    Bagian 28 “Eh, sepertinya Mbak harus segera ke depan. Biar aku yang bereskan rumah ini dan memandikan Faraz. Nanti kami akan menyusul.” Azka mengingatkanku dengan suara yang tenang. Aku menangangguk, menuruti perintahnya. Tentu saja. Apalagi hari semakin beranjak terang dan Ummi pasti akan marah bila aku terlambat ke sana. “Aku pergi ke depan ya, Az. Jangan lupa datang ke depan tepat waktu. Ummi dan Abi bisa marah lagi kalau kalian tak sarapan tepat waktu.” Kuulas senyum terindah untuknya. Lelaki itu mengacungkan jempol kanannya, lalu mengemasi perkakas dapur yang habis digunakannya. Bergegas aku berjalan untuk menyeberang ke depan sana. Tampak olehku Bi Tin sedang membersihkan halaman. Sekarang sudah pukul enam. Apakah masakan telah b

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-18
  • Petaka Dua Garis   29

    Bagian 29 Ada perasaan takut yang menyala dalam dada. Namun, sesaat aku berusaha keras untuk mengontrol diri. Demi membuat Dinda tak meletakkan curiga sedikit pun. Kutatap kini sosok perempuan bermata bengkak itu dengan tajam. “Ini, maksudmu?” Aku meraih gelas beling besar berisikan cairan kental warna hijau dengan aroma pisang yang segar tersebut. Kuacungkan gelas itu ke depan wajah Dinda, seolah tak ada apa-apa di dalamnya kecuali sayur dan buah yang penuh manfaat. “Minum!” Pekikkan Dinda lagi-lagi sempat membuatku goyah. Namun, rasa takut itu kutepis. Percayalah, Mira. Kamu tak bakal mati jika hanya meminum jus dengan tambahan tiga butir pencahar ini. Maka, aku pun

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-18
  • Petaka Dua Garis   30

    Bagian 30 Mas Yazid kemudian keluar dari mobil. Tak lupa lelaki itu membukakan pintu bagiku dan menyambut diri ini. Perhatian sekali suamiku itu. Tumben. Bukankah kemarin dia begitu cuek hingga menoleh saja enggan. Apa yang dipikirkannya saat ini? Apakah aku Cuma sekadar pelarian? Berjalan kami beriringan. Bahkan Mas Yazid tak mau melepaskan rangkulannya sampai kami tiba di depan resepsionis. Seorang perempuan berseragam batik dengan rambut yang dicepol bagai pramugari itu menyambut dengan sangat ramah. Tanpa banyak berbasa basi, suamiku langsung memesan sebuah kamar paling mahal dengan harga sewa jutaan untuk per malamnya. Jangan ditanya betapa melongonya diriku. Sejak kapan seorang Mas Yazid senang menghamburkan uang hanya untuk menumpang tidur? Walaupun kaya, selama tujuh tahun menikah, Mas Yazid memang jarang mengajakku rekreasi, ber

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-18
  • Petaka Dua Garis   31

    Bagian 31 “Bukan begitu, Mas. Anu ... Azka ingin membantuku berbisnis kue. Dia ikut memasarkan di kampusnya. Kan, kemarin dulu Mas bilang kita pelan-pelan belajar mandiri. Supaya bisa lepas dari belenggu Ummi dan Abi.” Semoga alasan yang kuberikan bisa diterima oleh Mas Yazid. Walaupun wajah lelaki itu masih tegang memerah, tetapi aku terus berusaha untuk meluluhkan hatinya. “Mir,” ucap Mas Yazid sembari menatapku dalam. “Jangan pernah bermain di belakangku.” Ini jelas sebuah ancaman. Bahkan rahang Mas Yazid yang kokoh tampak mengeras. “T-tidak Mas. Dia saudara kita.” “Kamu mengerti dengan konsekuensinya kan?” Mata Mas Yazid menyipit

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-18
  • Petaka Dua Garis   32

    Bagian 32 Usai makan bersama, Mas Yazid menyuruhku untuk duduk sembari menonton televisi saja. Semua sisa bungkusan dia yang membereskan. Beberapa makanan yang belum dibuka sama sekali turut dirapikan jua olehnya. Mas Yazid benar-benar berlaku manis hari ini. Entah setan apa yang kini tengah merasuki. Yang jelas, sesaat aku merasakan betapa nikmatnya hidup dilayani. Hal yang sama sekali tak pernah kucecap selama tujuh tahun mendirikan bangunan rumah tangga bersama sosok yang telah berpoligami tersebut. Mas Yazid kini menarik tanganku pelan. Membuat tubuhku bangkit dan segera ditariknya pinggang ini agar mendekap dadanya. Perasaanku sudah tak enak. Lelaki itu berulang kali mengusap rambutku yang masih lembab. Aku tak mau jika untuk kesekian kalinya dia mengajak tempur. Selain lelah, aku tak lagi berhasrat. Hanya ingin kembali ke rumah, me

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-18
  • Petaka Dua Garis   33

    Bagian 33 “Sebaiknya kamu pulang sekarang, Mir. Sebelum kemarahanku meledak.” Suara Mas Yazid begitu dingin. Aku takut-takut menoleh padanya. Lelaki yang berada di belakangku itu mengepalkan dua belah tangannya. Sementara wajah tampan itu kian memerah akibat menahan emosi. “Sempat kamu mengulanginya lagi, Ummi tidak akan segan untuk mengusir kamu, Mira!” Ucapan Ummi semakin membuatku bergidik. Hancur sudah pertahanan dan kekuatan yang kubangun selama ini. Runtuh menyisakan puing-puing segala angan. Kandas cita-citaku sebelum tumbuh berkembang. Terima kasih takdir. Sesakit ini kau hantamkan palu godam tepat pada tempurung kepala. Kini yang dapat kupikirkan hanya bagaimana cara lari dari mereka. Aku jujur sudah muak dan tak tahan. “B-bai

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-18
  • Petaka Dua Garis   34

    Bagian 34 Di malam yang begitu terang cahaya rembulan, kami berdua resmi meninggalkan rumah. Tak memperdulikan kejadian buruk apa yang akan terjadi di kemudian hari. Bagiku, meninggalkan segala kemewahan yang telah tersedia, bukan suatu sulit yang mesti kutakuti seperti dulu lagi. Langkah ini telah mantap. Tak mau kutoleh lagi ke belakang. Percaya diri, aku dan Azka berjalan beriringan, keluar dari pagar rumah mewah yang selama tujuh tahun ini menaungi dari terik panas dan badai hujan. Sembari memanggul ransel hitamnya, lelaki itu tak memberikan diriku untuk menggeret koper. Dengan sigap dia kerahkan tenaganya untuk menyeret benda berwarna hitam dengan ukuran sebesar 28 inci tersebut. Tak kusangka, Mas Yazid pun ternyata sama sekali tak mencegah diri ini untuk pergi. Kukira dia hanya menggertak saja. Namun, lelaki itu benar-benar telah m

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-18
  • Petaka Dua Garis   35

    Bagian 35 Kring! Suara ponsel yang sedang kugenggam erat akibat rasa grogi menghadapi pertanyaan Lubna, malah berbunyi keras membuat diri ini kaget setengah mati. Kuperhatikan layar. Kaget luar biasa. Panggilan masuk dari Ummi. “Una, aku keluar sebentar, ya. Ada telepon penting.” Aku langsung bangkit dan berjalan ke luar kamar, tanpa memusingkan ekspresi wajah Lubna yang terlihat begitu penuh tanya. Aku memilih untuk turun tangga, duduk di ruang tamu yang telah disediakan sofa. Tak ada orang lain. Situasi kost pun sedang sepi tanpa ada yang lalu lalang. Panggilan telepon dari Ummi terus berlangsung meski aku lama mengangkat. Kupersiapkan hati ini. Apa pun yang akan dia ucapkan mel

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-18

Bab terbaru

  • Petaka Dua Garis   S2: 22

    Bagian 22“Apa? Hamil lagi?” Abi bersorak histeris penuh euforia saat kami tiba di rumah sambil memperlihatkan hasil test pack dengan dua garis merah di tengah stik putihnya. “Alhamdulillah, selamat ya, menantuku! Ummi senang sekali mendengarkan berita ini.” Ummi tak kalah heboh. Perempuan paruh baya yang tengah menggendong Hira, langsung menghambur ke arahku dan tak lupa menghujaniku dengan ciuman. Rasa syok dan sedih yang sempat melanda, kini perlahan sirna. Pupus berganti dengan bahagia yang perlahan mewarnai hati. Bagaimana tidak. Senyum kedua orangtua inilah yang membuatku menjadi semangat untuk menjalani hari-hari berat selanjutnya. Kehamilan kedua di saat anak-anakku masih sangat kecil untuk mendapatkan adik baru, memang suatu hal yang tak bakal gampang untuk dijalani. Mengurus dua bayi kemb

  • Petaka Dua Garis   S2: 21

    Bagian 21“Mira, kok lesu? Mukamu pucat sekali? Kenapa?” Ummi tercengang melihat kondisiku pagi ini. Aku yang memang sudah muntah sebanyak tiga kali, merasakan lemas yang cukup lumayan.“Muntah-muntah dari bangun tidur, Mi.” Mas Yazid membantuku untuk menjawab. Sedang aku meraih Fira dari gendongan Ummi. Bayi tiga bulan itu sudah bangun dengan wajah yang cerah ceria. Dia tahu bahwa sebentar lagi saatnya menyusu pada sang bunda.“Muntah? Muntah kenapa?” Abi yang baru muncul dari balik pintu kamarnya sembari menggendong Hira yang ternyata masih terlelap dalam pelukan beliau, bertanya dengan nada yang cukup penuh penasaran. Belum tampaknya sangat excited kala menangkap kata ‘muntah’ dari pernyataan anak tunggalnya.&

  • Petaka Dua Garis   S2: 20

    Bagian 20 Sebulan kemudian .... “Uek! Uek!” Pagi-pagi sekali, aku tiba-tiba merasa sangat mual dan pusing kepala. Rasanya tubuhku sangat tak enak. Seperti orang yang masuk angin dan mengalami magh. Mas Yazid jadi ikut terbangun mendengarkan suara muntahanku di dalam kamar mandi. Lelaki itu ikut menyusul dan terlihat sangat kaget. “Mir, kamu kenapa?” Deg! Aku bagai sedang de javu. Benar-benar seolah tengah masuk ke masa lalu, tepatnya saat pertama kali tahu bahwa si kembar sedang berada di dalam rahim ini. “Mas, aku mual ....” Aku menatap dalam tepat pada iris Mas Yazid. Lelaki itu mendelik. Wajahnya tampak syok. Seakan dia tahu apa yang tengah kupikirkan saat ini. “Mir, kamu sudah telat?” Mas Yazid bertanya dengan sedikit penekanan pada kalimatnya. Aku mengangguk. Ya, aku sudah telat tiga hari. Seharusnya, aku sudah mens pada tiga hari yang lalu. Namun, mengapa yang muncul malah mual dan muntah s

  • Petaka Dua Garis   S2: 19

    Bagian 19Tak terasa, dua bulan sudah aku usai melahirkan. Zafira dan Zahira pun telah tumbuh menjadi bayi-bayi gempal yang sungguh menggemaskan. Keduanya memiliki bobot yang sangat lumayan di usia yang kedua bulan. Sama-sama berbobot 5,5 kilogram. Bayangkan! Sebesar itu. Kenaikan berat badan mereka sangatlah drastis. Padahal aku hanya memberikan full ASI eksklusif, tanpa tambahan pendamping lainnya.Semua mata akan tertuju pada Zafira dan Zahira saat kami mengajak mereka berjalan ke mana pun. Saat ada acar pengajian di rumah, Ummi akan sibuk membangga-banggakan cucu kembarnya kepada seluruh rekanan.“Lihat cucuku. Baru dua bulan sudah gendut dan makin cantik. Kulitnya putih, hidungnya mancung, dagunya juga lancip. Masyaallah. Cantik luar biasa!” Begitu kalimat yang selalu diucapkan Ummi untuk cucu-cucu kesayangannya tersebut.Seluruh perhatian dan kasih sayang pun kini tercurah sepenuhnya untuk Zafira dan Zahira seorang. Ummi dan Abi be

  • Petaka Dua Garis   S2: 18

    Bagian 18“Tapi ... tapi Faraz mau sama Kakek. Main sama Kakek. Bobo sama Kakek. Sama adik kembar.” Sarfaraz menjawab dengan matanya yang berkaca-kaca.“Nanti kita ke rumah Kakek sering-sering. Papa dan Mama akan antar Faraz. Tapi Faraz coba ikut Papa dan Mama dulu beberapa hari. Kita coba ya, Nak. Kalau Faraz tidak suka, Faraz bisa kembali ke rumah Kakek lagi.” Koko Reno menyampaikan bujuk rayunya dengan nada yang lembut. Lelaki berkulit putih dengan perut buncit tersebut, kini berdiri dan berjongkok tepat di hadapan Abi dan Sarfaraz. Tangannya gemuk mengusap-usap kepala anak lelaki semata wayang Dinda. Kulihat, lelaki yang tampaknya begitu kaya ini sangat perhatian dan menyukai anak kecil. Ya, mungkin saja kehadiran Sarfaraz begitu sangat dinantikan bagi mereka di sana.“Papa akan ajak Faraz main di Jakarta. Kita keliling-keliling. Belanja mainan. Ke Dufan, Taman Mini, terus kita bisa juga jalan-jalan ke luar kota pakai mobil. Ke

  • Petaka Dua Garis   S2: 17

    Bagian 17“Siapa itu?” Abi langsung panik. Sarfaraz yang semula duduk anteng di sampingnya, langsung cepat memeluk sosok sang kakek yang juga tengah menggendong bayiku. Aku memandang ke arah mereka. Tampak jelas bahwa raut Abi dan Sarfaraz benar-benar sedang dalam kecemasan.“Pakai dulu jilbabnya, Mir.” Mas Yazid langsung menyambar selembar jilbab instan yang tersampir di sandaran kursi tempat dia duduk. Dengan serta merta, aku yang tengah duduk di tempat tidur segera memasangnya di kepala.Mas Yazid kemudian bangkit. Langkahnya tampak agak pelan dan ragu. Jantungku jadi berdegup kencang. Menanti wajah siapa yang ada di depan pintu sana.“Assalamualaikum, Mas.”Aku langsung melongok. Melihat siapa yang ada di balik pintu. Suara salam itu ... berasal dari bibir seorang wanita berpenampilan berbeda dari sebelum-sebelumnya. Dinda. Ya, dia kini berjilbab dengan gamis panjang berwarna biru laut. Ada dua lelaki yang me

  • Petaka Dua Garis   S2: 16

    Bagian 16Pagi sekali aku bersama Mas Yazid dan Ibu sudah bangun akibat si kembar yang menangis minta disusui. Tubuhku yang kini sudah boleh miring kanan dan kiri serta setengah duduk, sekarang rasanya sedang tak benar-benar fit. Mengantuk dan migrain ini kambuh. Ya, kurang tidur. Semalaman pekerjaanku cuma menyusui dan menyusui. Lelah sekali dan hampir-hampir ingin kuberi saja mereka berdua susu formula agar aku bisa melanjutkan tidur. Namun, lagi-lagi rasa sayangku menjadi bertambah besar pada Zafira & Zahira. Aku tak ingin anakku mendapatkan susu formula, padahal stok ASI di payudara ini sedang melimpah ruah. Maka, kembali lagi aku mengalah meskipun imbasnya pada tubuh sendiri.Yang menginap di ruangan hanya Mas Yazid dan Ibu saja. Sedang lainnya beristirahat di rumah dan bakal kembali ke sini pada pukul sembilan katanya. Sebenarnya aku sangat kasihan pada Ibu. Bagaimana pun usianya sudah tak lagi muda untuk begadang dan mengurus dua bayi sekaligus. Namun, belia

  • Petaka Dua Garis   S2: 15

    Bagian 15Ummi yang terlihat emosi, langsung menyambar ponsel Mas Yazid dengan tangan kanannya. Sementara tangan kiri beliau masih menggendong Zahira.“Halo, Din. Ini Ummi. Apa maksudmu ingin mengambil Sarfaraz dari kami? Kamu sengaja ingin membuat gonjang ganjing dalam rumah tangga ini? Ke mana saja kamu kemarin? Kenapa baru sekarang menanyakan anakmu dan ujuk-ujuk malah ingin mengambilnya segala?” Ummi luar biasa naik pitam. Suaranya tegas walaupun tak begitu nyaring, sebab Zahira sudah mulai terlelap lagi dalam gendongannya.“Maafkan aku, Mi. Bukan maksudku merusak suasana bahagia di tengah kehidupan kalian. Aku ... cuma ingin kembali hidup dengan Faraz. Itu saja, Mi.” Terdengar dari seberang sana, suara Dinda seperti canggung dan takut. Rasakan saja. Dia memang harus digertak oleh Ummi. Tidak tahu diri! Selama setahun belakangan ini, tak suah dia menelepon dan menanyai kabar anaknya. Saat kami sekeluarga telah begitu lengket dengan Sa

  • Petaka Dua Garis   S2: 14

    Bagian 14“Ummi ....” Aku berusaha menggapai-gapai demi memanggil Ummi yang tengah berada dalam keadaan emosi.“Aku tidak apa-apa, Mi.” Air mataku benar-benar meleleh. Rasa terharu yang bukan main. Sedu sedan ini langsung tumpah ruah akibat rasa yang begitu dalam akibat kasih Ummi.Ummi yang memegang bungkusan berisi susu formula dan segala perlengkapan bayi lainnya, menjatuhkan bungkusan tersebut dan langsung menghambur ke arahku. Beliau menangis. Menumpahkan sebak air mata sembari menciumi pipi ini. Berkali-kali dia mengusap kepalaku dengan penuh kelembutan.“Ummi sangat takut kehilangan kamu, Mira. Ummi nggak mau kamu kenapa-napa.” Beliau berkata sambil tersedu-sedu. Tangisnya pilu. Aku tahu bahwa ini adalah sebuah kejujuran dari lubuk hati terdalamnya.“Mira juga nggak mau kehilangan Ummi.” Aku mengusap air matanya. Namun, air mataku yang malah semakin banjir. Kini kami saling menangis dan t

DMCA.com Protection Status