barbuk = barang bukti
“Renata?”“Ohh... Pak Damar?”“Kamu sedang apa pagi-pagi sekali ada disini Renata? Sendirian pula” Damar yang tidak melihat keberadaan Yoke dan Nadia karena terhalang oleh lemari pun berjalan mendekati Renata yang di pikirnya sendirian.“Ehm.. anu, ini pak, saya sedang dihukum, disuruh menyiapkan peralatan untuk latihan teman-teman”“Tapi ini pagi banget loh, sepi lagi, emang kamu ga takut sendirian disini?”Damar telah berdiri sangat dekat dengan Renata, dia menyentuh dan mengusap lengan Renata pelan, Renata yang mendapat perlakuan kurang nyaman tersebut langsung bergeser menghindar.“Maaf pak, bisa jauhan dikit ga berdirinya”“Ahh, kamu itu suka berlagak malu-malu, disini ga ada siapa-siapa kok, cuma kita berdua” bukanya menuruti ucapan Renata, Damar malah semakin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Renata.“Ehm..eheemmm.. Renata apa sudah ketemu barang yang kamu cari? Soalnya disini tidak ada.” Nadia berjalan keluar dari tempat persembunyianya, karena tau apa sebenarnya maksud Damar.Da
Renata cs kini tengah menikmati sarapan mereka di kantin. “Kalian selesai sarapan duluan aja, aku mau ke ruangan Bu Shinta dulu, mau balikin amplop dia yang terjatuh”“Ah.. ngomong-ngomong soal Bu Shinta, ternyata dia itu seorang janda loh,” Nadia berbisik sambil mencondong tubuhnya ke arah Yoke dan Renata yang duduk di depannya.“Itu mah bukan gosip baru Nad, semua orang di kampus ini udah pada tau, ngapain pake bisik-bisik segala”“Ya itu maksudku Ke, nih ya... dia janda terus isi amplop itu apa? kamu masih ingat kan apa isinya?”“Lo bener Nad, terus gue mesti gimana dong? Kalo gue balikin takutnya malah kaya ngebongkar aib dia” Renata bingung sambil memegang amplop yang isinya hasil tes kehamilan tersebut.“Kalo menurut gue sih ga usah balikin Re, ga enak lah... dia juga paling udah nganggep amplop itu ilang sekarang”“Aduh... gimana dong Nad, Ke? Gue ga enak kalo ga balikin, ini kan punya orang”“Atau gini aja Re, kamu pura-pura ke ruang dosen, terus diam-diam taro amplop itu di a
“Aaarrrgghh...” Renata mengacak rambutnya dan memukul setir karena kesal, “Gue mesti gimana nih? Tadi Seno keliatan kesakitan banget, kemana harus mencari Seno kalo udah kaya gini, di lorong juga ga nongol, di deket Kak Wendi tadi juga ga ada, apa gue ke rumah neneknya Seno aja kali ya?”Renata memang tak lantas pergi setelah meninggalkan Dylan, dia hanya masuk ke dalam mobilnya dan duduk termenung disana. Dia ingin menceritakan semua yang di pikirkanya pada Seno.“Gue yakin banget pelakunya itu Kak Dylan dan di lindungi sama pa rektor, yakin banget pasti begitu, dasar orang-orang kaya suka seenaknya sendiri aja, mereka pikir nyawa manusia itu mainan kali ya? Bisa seenaknya aja menghilangkan nyawa seseorang, mereka ga mikir tentang perasaan orang-orang yang di tinggalkan Seno”“Seno... lo dimana sih? Giliran gue butuh tempat buat diskusi lo malah ngilang, kemana coba gue nyari hantu di siang hari bolong gini?”Renata terus saja mengoceh sendirian di dalam mobilnya. Sampai seseorang m
Pagi-pagi sekali Renata sudah berada di rumah Yoke, dia memang meminta Nadia untuk bertemu di rumah Yoke baru kemudian mereka bertiga berangkat menuju rumah Yasmine. Sebenarnya Renata hanya enggan menjemput Nadia di rumanya, karena khawatir akan bertemu dengan Wendi. Setelah melihat Wendi dan Dylan keluar dari ruangan UKM pagi itu, Renata langsung berhati-hati bersikap dengan Dylan, karena bisa saja Dylan memiliki hubungan dengan Wendi. Walaupun Wendi nampak selalu ketakutan saat melihat Dylan. Tetapi sebelum hubungan kedua orang tersebut menjadi jelas, Renata tak mau mengambil resiko.“Coba lo liat lagi Nad, bener ga itu beloknya kesini? Ko malah lapangan gini sih? Mana rumahnya?”Yoke yang duduk di seat belakang memajukan tubuhnya dan mengintip ponsel Nadia yang sedang digunakan untuk membuka maps. Tadi tak lama setelah Nadia sampai di rumah Yoke, ketiganya langsung pergi dengan mobil Renata menuju rumah Yasmine sesuai alamat yang didapat Nadia.Renata memegang kemudi mobilnya dan m
Wendi terkejut melihat kedatangan adik dan dua temannya, sebaliknya Nenek Seno malah bahagia mendapat kunjungan teman-teman mendiang cucunya. Bahkan Nenek Seno mengajak mereka semua untuk makan bersama.Wendi menarik lengan Nadia saat mereka semua hendak pindah ke ruang makan. “Kalian ngapain kesini?” bisiknya pelan.“Aku diajak Renata kak, lagipula apa salahnya? Kakak juga kesini kan?” Wendi balas berbisik juga dan melanjutkan langkahnya mengikuti kedua teman-temanya.Para mahasiswi tersebut menemani Nenek Seno makan siang dengan ceria, dan bersenda gurau. Namun Wendi hanya tersenyum tipis saat salah satu dari ketiganya melontarkan kalimat lucu. Nenek Seno terlihat amat bahagia dan tertawa lepas. Dia merasa hidupnya tak lagi kesepian semenjak teman-teman Seno sering mengunjunginya.Selesai makan mereka berpamitan pulang pada Nenek Seno. Renata merasa heran mengapa Wendi mengirim pesan memintanya untuk datang ke rumah Nenek Seno tetapi sampai sekarang Wendi hanya bungkam, tak ada tand
“Jadi bukan Seno yang menghamili Yasmine kak? Apa Seno juga tau akan hal ini?”“Menurut cerita Yasmine sih bukan, malam itu aku mencari kesempatan untuk memberitahukan pada Seno, namun Yasmine terus menempel padaku Re, dan saat kesempatan itu ada ponsel Seno sedang tidak aktip, jadi aku tak bisa menghubunginya”Wajah Wendi berubah sendu, Nadia yang duduk di sampingnya merangkul bahu kakaknya tersebut, untuk menghiburnya. Renata dan Yoke pun melakukan hal yang sama. Wendi terharu dengan perlakuan semua teman-teman adiknya.Selanjutnya mereka mengobrol santai, Wendi semakin akrab dengan Renata cs, bahkan Wendi berjanji mulai sekarang dia akan membantu Renata untuk mengungkap siapa pembunuh Seno, karena dalam hati kecil Wendi dia masih mencintainya. Selama ini Wendi terus memendam rasa cintanya untuk Seno, karena dia merasa rendah diri dan tidak pantas, terlebih saat dia tau bahwa Seno menyukai Yasmine, sahabat mereka yang cantik, ceria, pandai bergaul dan disukai banyak orang. Kepercay
Dylan membuka pintu ruang kerja ayahnya, dia melihat Bramantyo baru saja memasukan ponselnya ke dalam saku celana.“Papa bicara dengan siapa di telpon?”Bramantyo menoleh dan terlihat ada keterkejutan di wajahnya. “Dylan? Sejak kapan kamu disitu?”“Sejak papa bilang sudah kirim uang dengan jumlah besar kepada Yasmine”Mendengar jawaban Dylan, wajah Bramantyo terlihat panik, namun dia segera menutupinya dengan senyum.“Ohh...itu, dia itu asisten papa yang sedang papa tugaskan ke luar, jadi papa bilang sama dia kalau papa sudah mentransfer sejumlah uang, untuk keperluanya selama disana menjalankan tugas dari papa”“Benarkah?”“Apa maksudmu? Kamu tidak percaya sama papa?”“Percaya kok, papa lupa ya? Aku selalu percaya pada semua omongan papa, tapi papa yang selalu tak pernah percaya padaku. Papa lebih mempercayai ucapan orang lain daripada anak papa sendiri”“Kamu ini bicara apa Dylan? Sudah sana maasuk ke kamarmu. Papa cape harus selalu menutupi setiap kenakalanmu”“Oh jadi begitu? Papa
Renata menatap foto ditanganya. Pagi itu dia datang lebih awal ke kampus untuk bertemu Wendi dan menerima beberapa foto yang di perlihatkan oleh Wendi tadi malam. Mereka berempat bertemu di kantin kampus, mengambil tempat paling pojok dan sepi.“Foto-foto itu aku ambil saat hari kejadian, cuma sayangnya saat itu aku tidak ke gedung tektik, jadi aku tidak tau kalau Seno melompat dari gedung,” ucap WendiYoke dan Nadia ikut melihat foto-foto tersebut, yang sebagian besar adalah foto Seno. ada yang sedang turun dari mobilnya, ada yang sedang berdiri dengan memegang ponsel yang di letakan di telinganya, sepertinya dia sedang menelpon seseorang. Ada juga yang sedang membuka tutup botol minuman. Semuanya diambil di hari yang sama.“Ini fotonya diambil pas malam hari ya kak? Latarnya gelap”“Sudah pastilah malam hari Ke, kejadiannya kan memang malam hari, Kak Wendi memang sering diam-diam mengambil foto Seno, tapi foto-foto yang ini diambil pas hari dimana Seno ditemukan meninggal”“Iih gue