Home / Fiksi Remaja / Petaka Di Lorong Kampus / Bab 2. Tidak Ada Yang Tau

Share

Bab 2. Tidak Ada Yang Tau

Author: SunnyBells09
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Baru saja Renata hendak bertanya kembali, tapi dilihatnya Yoke sudah keluar dari toilet, dan berjalan menghampirinya.

“Lo disini ternyata Re, gue nyariin juga”

“Gue nungguin lo dari tadi, lo lama amat di toiletnya, oia.. kenalin nih kakak senior kita”

Renata menoleh kembali ke arah Seno untuk mengenalkanya kepada Yoke, namun saat itu tak di lihatnya sosok Seno dimanapun, Renata jadi celingukan sendiri.

“Lo nyari siapa sih Re?”

“Kak Seno, tadi dia ada disini ngajak gue ngobrol”

“Mana?”

Mata Renata berusaha mencari sosok Seno yang tiba-tiba lenyap dari pandanganya. “Tadi di sini kok... udah pergi kali ya?”

Yoke menganggkat satu tanganya dan ditempelkan ke dahi Renata. “Ngga panas,” ucapnya.

“Ihh... apaan sih Ke.” Renata menepis tangan Yoke.

“Ngecek doang Re, lagian nih ya... gue liat lo tuh dari tadi sendirian, berdiri bengong mangap gitu, kaya ayam nunggu antrian mau di potong”

Mendengar Yoke menyamakanya dengan ayam membuat Renata melupakan tentang Seno dan menatap sebal ke arah Yoke. “Ini gara-gara lo kelaman di toilet.”

“Iihh namanya juga panggilan alam, ya harus dituntaskan secara alamiah lah”

“Udah...udah, kita depan yuk, kayanya udah banyak yang dateng, kita gabung sama mereka”

“Iye, ini juga mau kesana, udah siap-siap ngebut nih gue, udah masuk ke gigi R”

“Sejak kapan gigi R dipake buat ngebut? Bukanya itu buat mundur?”

“Ya mana gue tau Re, kan gue ga bisa nyetir”

Renata merotasi kedua bola matanya, segera ditariknya tangan Yoke dan mereka berdua pun berjalan beriringan menuju ke lapangan tempat para mahasiswa baru berkumpul, Renata melingkarkan lenganya di pundak Yoke yang tubuhnya lebih pendek darinya. Fostur tubuh mereka berdua memang kontras, Yoke bertubuh sedikit gempal dan lebih pendek, sedangkan Renata bertubuh tinggi dan langsing, idaman para gadis.

***

Para mahasiswa baru diminta berkumpul berdasarkan kelompoknya masing-masing yang sudah dibagikan oleh kakak senior mereka dan Renata harus kecewa karena mendapatkan kelompok yang berbeda dari Yoke. Tak lama merekapun sibuk mengerjakan beberapa tugas yang diberikan para seniornya, termasuk Renata.

“Ehh.... kalian tau ga? Ketua BEM kita ganteng banget,” ucap salah seorang mahasiswi yang satu kelompok dengan Renata.

“Iya, gue juga tadi lihat dia, emang ganteng banget, semoga dia belum punya pacar” yang lain menimpali ucapan mahasiswi sebelumnya.

“Ssstttt... kita diliatin kating tuh, jangan ngerumpi mulu,” ucap gadis yang posisinya paling dekat dengan Renata.

Renata mengangkat kepalanya dan menatap beberapa kating di depan mereka yang sedang memberikan arahan pada adik-adik tingkatnya, mata Renata berusaha mencari sosok yang dia temui tadi pagi. Tanpa sengaja matanya berpapasan pandang dengan satu sosok dingin nan tampan yang saat ini juga tengah memandangnya.

“Dia itu ketua BEM kita, Kak Dylan namanya.” Bisikan di dekat telinga Renata menyadarkanya untuk  buru-buru memutuskan kontak mata dengan sosok yang baru diketahui bernama Dylan tersebut.

Renata melirik ke arah temannya yang memberikan infomasi gratis tanpa dimintanya itu. “Kok lo tau sih?”

“Apa juga gue tau kalo soal gosip di kampus ini mah, btw... kenalin gue Nadia”

“Ohh.. nama gue Renata”

Mereka berdua kembali fokus menatap ke depan walaupun sesekali masih saling berbisik untuk bertanya tentang diri masing-masing, ternyata Nadia memang mengetahui banyak tentang seluk beluk kampus mereka, terutama gosip yang sedang viral di kalangan kampus.

“Nad, berarti lo tau dong soal Kak Seno? Kakak tingkat kita, anak teknik semester tujuh”

Nadia nampak berpikir sesaat sebelum menggelengkan kepalanya. “Ga pernah denger gue, lo salah kali, mungkin namanya bukan Seno”

“Ga mungkin salah, gue denger jelas banget ko dia nyebutin namanya Seno ke gue, nama panjangnya Seno Wijaya.”

Keduanya masih asik berbisik saat tiba-tiba terdengar suara teriakan dari arah depan.

“KALIAN BERDUA COBA MAJU KE DEPAN!.”

Saat keduanya mendapati bahwa mereka berdualah yang dimaksud, tubuh mereka langsung lemas dan tertunduk. Dengan pasrah mereka berdua maju dengan di iringi suara huuu dari beberapa mahasiswi baru lainya.

“Bagus ya kalian, disuruh mencatat malah asik-asikan ngobrol, emang lagi ngerumpiin apaan? Arisan er te?”

Tak ada sahutan dari bibir Renata maupun Nadia, keduanya kompak diam dan menunduk, namun sesekali mata Renata melirik ke arah kakak seniornya yang sedang berdiri di depan keduanya dengan tatapan matanya yang dingin, wajahnya terlihat angkuh walaupun tampan. Dia adalah sosok yang kata Nadia adalah ketua BEM kampus mereka. Dylan.

“Kalo ga ada yang mau jawab kalian akan dihukum menyapu seluruh parkiran yang ada di kampus ini.”

Renata dan Nadia saling pandang dan menggelengkan kepala, mereka tak mau menyapu parkiran kampus yang luasnya ampun-ampunan.

“Ini kak.. anu... ituu.” Nadia tergagap menjawab pertanyaan Dylan.

“Ini apa itu yang anu?.” Dylan dengan sorot mata dinginya tetap menatap Renata dan Nadia tajam.

Nadia mencolek Renata, sebagai kode untuk membantunya menjawab. Sebelum Renata membuka suaranya, Dylan sudah kembali bertanya dengan suara yang mengagetkan keduanya.

“Lagi ngomongin soal Seno Wijaya kak.” Setengah berteriak Renata dan Nadia kompak mengucapkan kalimat yang sama karena kaget dengan suara Dylan.

Ada keterkejutan di wajah Dylan, namun hanya beberapa detik sebelum kembali normal. “Siapa Seno Wijaya?”

“It..itu kak, cowo yang ketemu temen saya ini tadi pagi katanya”

Mata Dylan berpindah menatap ke arah Renata yang sedang ditunjuk oleh Nadia, dengan tatapan yang tak dapat dimengerti. “Siapa nama kamu?”

“Re.. Renata kak”

“Kalo saya Nadia kak, saya ambil jurusan ekonomi”

Dylan hanya melirik sekilas ke arah Nadia. “Kembali ke kelompokmu, dan kamu Renata... ikut saya”

“Loh ko cuma Renata kak? Saya ga diajakin?” protes Nadia yang langsung mendapat sambutan huuu dari semua peserta ospek.

Dylan tak menghiraukan protes dari Nadia, dia berjalan lebih dulu meninggalkan aula, Renata langsung mengekori langkah Dylan karena tak mau hukumanya jadi bertambah. Sesampainya di ruang UKM Dylan membuka pintu dan menyuruh Renata masuk.

“Duduklah,” ucap Dylan menunjuk bangku kosong di depanya, sedangkan dia sendiri sudah terlebih dahulu duduk. “Kamu tau kan peraturan selama mengikuti ospek dilarang mengganggu ketertiban acara?” Lanjutnya setelah Renata menduduki kursi yang disediakan.

“Maaf kak” hanya itu yang keluar dari bibir Renata dengan kepala tertunduk.

Untuk sesaat lamanya tak ada suara yang keluar dari mulut mereka berdua, hingga kemudian Dylan kembali bertanya pada Renata.

“Kamu kenal dengan Seno Wijaya?”

“Eh? Tidak kak, tapi... kenal sih”

“Jadi kenal atau tidak?”

“Ehm... sebenarnya baru kenal hari ini, tadi pagi ketemu di lorong arah ke toilet”

Entah hanya perasaan Renata saja atau memang wajah Dylan yang berubah menjadi pucat. Dylan menatap Renata dengan sorot mata yang sulit diartikan.

“Dengar Renata, jangan bicarakan atau bertanya apapun pada siapapun tentang Seno Wijaya, ini hanya sebagai saran saja dariku, tapi kuharap kamu menuruti perkataanku.” Wajah Dylan kembali normal saat mengatakan semua itu, namun perubahan tersebut tetap saja tertangkap oleh mata Renata yang perasaanya jadi berubah tidak baik, seolah ada hal yang disembunyikan oleh Dylan. Terlebih saat kemudian Dylan berucap, “Jangan tanyakan mengapa, karena selain aku dan kamu, tidak ada yang mengetahui tentang Seno di kampus ini.”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
wah jangan2 Seno d bunuh d kampus karena ada yg seneng dgn Seno katena dia ketua BEM d kampus ini sebelum Dylan keta BEM nya .atau Seno bunuh diri dn menghilang ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 3. Keanehan Renata

    Renata masih terus memikirkan ucapan Dylan yang melarangnya menyebut nama Seno, karena Dylan tidak menjelaskan alasanya melarang Renata seperti itu. Bahkan dengan santainya Dylan meninggalkan Renata sendirian di ruang UKM.“Sial, dasar ketua BEM ga ada ahlak, maen tinggal-tinggal aja”Renata kembali ke aula dan bergabung bersama kelompoknya, dari kejauhan dia melihat Dylan yang sedang bercengkrama dengan teman sesama senior. Hingga kegiatan ospek selesai hari itu, Renata tak mendapat kesempatan lagi untuk berbicara dengan Dylan.“Hei, Renata... gimana tadi? Lo dikasih hukuman apa sama ketua BEM?”Renata hanya melirik sekilas ke arah Nadia tanpa menjawab pertanyaanya. Nadia terus mengekori langkah Renata menuju parkiran kampus mereka.“Re... ditanyain malah diem, Kak Dylan ga ngasih hukuman puasa ngomong kan?”“Lo pasti nanya begitu karena pengen dapet info buat dijadiin bahan gosip kan? ngaku lo!”“Engga Re... lo negatipan banget ma gue, padahal gue tulus loh bertemen sama lo biarpun

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 4. Ada Gosip

    Keesokan harinya Renata kembali datang ke kampus lebih pagi, kali ini dia membawa bekal makanan yang Mba Iyus siapkan sesuai instruksi maminya yang mengikuti sang suami tugas di luar pulau Jawa, meninggalkan anak semata wayang mereka dibawah pengawasan orang-orang kepercayaan kedua orangtua Renata.“Re, kita ke kantin yuk, kata Nadia dia udah nunggu kita.” Yoke langsung menarik tangan Renata begitu melihat kemunculan sang sohib.“Gue dibawain bekal sama Mba Iyus, ini juga disuruh mami... katanya harus jaga kesehatan dan salah satunya dengan mengkonsumsi makanan rumah yang sehat”“Mami lo kan jauh di Makasar, ga bakal ngeliat, lagian emang lo ga pengen denger gosip baru di kampus kita? Ratu gosip udah nungguin kita di kantin buat ngasih tau berita terupdate”Dengan malas renata menyeret kakinya mengikuti langkah Yoke, dan benar saja, disana sudah ada Nadia yang sedang menyantap semangkok mi ayam. Mereka berdua pun mendekat ke arah dimana Nadia duduk.“Perut lo ga papa tuh pagi-pagi mak

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 5. Terkuaknya Kisah

    Renata membiarkan rambutnya acak-acakan, dia tak ingin membereskanya dengan masuk ke toilet, lebih baik dia rapihkan dengan jari dan pergi dari tempat itu untuk masuk ke kelasnya. Tak dihiraukanya Seno yang terus memanggil-manggil namanya.Namun tetap saja Renata tak dapat memfokuskan dirinya untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan sang dosen. Dia terus memikirkan segala kemungkinan tentang Seno, tapi juga dengan cepat menyangkal pemikiranya sendiri, begitu seterusnya yang Renata pikirkan, hingga kemudian ada bunyi beep berasal dari ponselnya.[“Re, ada yang mau gue ceritain, pulang kuliah lo bisa ga dateng ke rumah gue?”]Renata membaca pesan singkat dari Nadia, untunglah tak lama kemudian dosen mengakhiri kelasnya dan berlalu meninggalkan para mahasiswanya yang sedang bersiap pindah ke kelas selanjutnya, ada juga yang bersiap pulang. Seperti halnya Renata, ini adalah kelas terakhirnya untuk hari ini, dia membereskan buku-bukunya dan mendial nomor Nadia tanpa beranjak dari tempatn

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 6. Lorong Tak Bertepi

    “Ini gila sih, masa sih Seno ternyata orang yang udah meninggal?.” Renata berjalan mondar mandir di kamarnya sambil terus bergumam sendiri, saat kembali dari rumah Nadia tadi memang Renata langsung pulang dan langsung mengunci diri dalam kamarnya. “Aku harus mencari tau sendiri, aku ga percaya Seno sudah meninggal,” gumam Renata namun sesaat kemudian dia termenung. “Tapi mata Seno memancarkan aura aneh sih, aku kadang takut kalo ngeliat matanya” Renata masih saja bermonolog. Hingga sebuah hembusan angin dingin menerpa wajahnya, Renata tersentak dan langsung menoleh ke arah AC kamarnya, di raihnya remote AC dan dia memeriksanya. Saat dia melihat tidak ada yang salah dari setinganya, dia pun mengabaikan apa yang baru saja terjadi. “Aku bukan anak indigo yang bisa melihat keberadaan makhluk tak kasat mata, jika aku bisa melihat Seno berarti Seno adalah manusia” Renata masih gelisah memikirkan semua apa yang di katakan sahabatnya, terkadang dia merebahkan dirinya di atas ranjang, sesaa

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 7. Maaf Dylan...

    Renata belum sempat mencerna apa yang terjadi dengan dirinya saat beberapa pria berdatangan dengan memegang senjata di tangan masing-masing. “Mau apa kalian? Pergi! Jangan ganggu aku!” Pria-pria berbadan tegap tersebut tak menggubris omongan Renata, bahkan mereka malah menertawakannya, Renata tak mampu melihat wajah-wajah mereka dengan jelas. “Pergiiii! jangan ganggu aku!” Karena ketakutan, Renata berusaha berlari kembali, namun tangan kekar para pria tersebut berhasil menangkap tubuh Renata. “Tidaakkk.... jangan sakiti aku, tolooooonggg” Teriakan Renata seolah memantul dalam lorong tersebut, tak ada siapapun disana yang bisa menolongnya, Renata terus meronta dan berteriak meminta tolong. “Tolooooong....” Renata melihat tangan kekar mereka hendak menyentuhnya, Renata sudah bersiap untuk menangkis dan melawan sebisanya, hingga yang dia rasakan adalah tepukan lembut di pipinya. “Renata... Renata bangun Re” Terdengar lirih sebuah suara yang lembut memanggil Renata yang masih be

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 8. Permintaan Seno

    Dylan mengantarkan Renata sampai di rumahnya, dan malam ini baik Yoke maupun Nadia memutuskan untuk menginap di rumah Renata, Dylan pun berpamitan pulang setelah sebelumnya membuat Renata setuju untuk bertemu denganya di cafe ataupun menginjinkanya untuk kembali mengunjungi Renata di rumahnya, dan memintanya untuk bicara hanya berdua saja.Malam ini ketiga gadis tersebut tidur dalam satu kamar, walaupun ranjang Renata berukuran single tetapi kamarnya lumayan besar, hingga Mba Iyus bisa menyiapkan extra bed untuk Yoke dan Nadia.“Re, lo istirahat aja, tidur di ranjang, biar gue sama Nadia tidur di bawah, di extra bed”“Iya Re, lagian extra bednya empuk ko” Nadia menimpali perkataan Yoke.Yoke dan Nadia sudah mengatur posisi ternyamannya, dan merebahkan diri. Melihat kedua temanya bersiap untuk tidur, Renata pun ikut merebahkan diri di ranjangnya, meskipun sebenarnya dia sangat ingin menceritakan pada Yoke dan Nadia tentang hal yang dialaminya saat di ruang UKM, namun dia memutuskan unt

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 9. Rencana

    Akhirnya dengan terpaksa Renata menyanggupi permintaan Seno, dia terus memutar otak bagaimana menyelidiki kasus Seno. Namun selalu saja pikiranya berakhir buntu, dia tak bisa menemukan ide apapun untuk membantu Seno mengingat kembali masa lalunya. “Kau pulanglah dulu Seno, aku harus beristirahat, semoga besok pagi otakku bisa kupakai untuk mencari ide cemerlang untuk mengungkapkan kasusmu” Tanpa menunggu jawaban Seno, Renata langsung beranjak dan kembali lagi ke dalam kamarnya. Disana dia melihat kedua sahabatnya masih tertidur pulas. ‘Apa aku minta bantuan dua orang ini aja ya?’ pikir Renata. Renata pun memutuskan untuk menceritakan semuanya pada Yoke dan Nadia esok hari, dia segera naik ke atas ranjang dan berusaha untuk kembali tidur. Namun matanya seperti susah untuk diajak kerjasama, semakin dia berusaha semakin matanya terjaga. Alhasil itu membuat Renata terus berguling ke kanan dan ke kiri, menimbulkan suara berisik yang membuat Yoke terbangun. “Re? Lo ga bisa tidur ya?” R

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 10. Saingan Seno

    Pagi ini Renata cs kembali membahas masalah Seno, walaupun mereka telah bangun namun ketiganya masih setia rebahan di kasur, belum ada satupun yang keluar kamar.“Non... Non Rena, bangun non, sarapanya sudah siap”Seperti biasa Mba Iyus selalu membangunkan Renata untuk sarapan.“Iya mba, ini sudah bangun kok dari tadi” sebelum Renata sempat membuka mulutnya, Yoke terlebih dahulu menjawab dengan tereakanya yang membahana, Mba Iyus yang berdiri di depan pintu sampai harus menutup kedua telinganya.Hari ini sesuai janjinya pada Seno, Renata bertekad akan berusaha mencari informasi mengenai Seno ataupun orang-orang yang terlibat kejadian di hari Seno ditemukan tewas. Renata tak banyak bicara saat mereka menyantap sarapan yang disediakan Mba Iyus, hanya sesekali Nadia terdengan berbicara seputar gosip kampus, Yoke pun terlihat enggan mengeluarkan suaranya, dia hanya makan sambil tanganya sibuk memainkan ponsel.“Ke, kamu serius amat ngeliatin hp, lagi chatingan sama siapa?”“Ah.. lo kepo b

Latest chapter

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 104. Sakitnya Dibohongi

    Renata terbengong sendiri mendengar perkataan Sena, sedangkan Sena tersenyum-senyum menatap wajah Renata dan membayangkan mereka tinggal bersama.“Sebentar deh Sena, kamu kan baru aja kuliah disini, kenapa mau pindah?”“Ya ga papa sih, abis ternyata disini membosankan suasananya, apalagi kalau nanti ga ada kamu, bisa kebayang kan sekeriting apa otakku nanti?”Renata tertawa renyah mendengar kelakar Sena, “Ada-ada aja kamu Sena”“Kalian berdua lagi ngomongin apaan sih?” Yoke tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang Renata dan ikut duduk disisinya.“Hei Yoke, kamu tambah manis aja hari ini”“Aduh Sena, ga usah ngegombalin gue deh, kaga mempan tau ga?! Kemaren gue abis mutusin cowo gue, gara-gara gombalan dia udah basi, udah expired”“Ya ampun Ke, lo sadis banget sih”“Iihh abisnya dia ga kreatif ngerayu cewe Re, bikin bosen”“Ke, lo dalam sebulan ini udah berapa kali ganti pacar?”“Ehm... lupa gue, abis rata-rata mereka pada jahat, cuma pe ha pe doang”Renata hanya geleng-geleng kepala

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 103. Lamaran

    “Jadi... maksud saya datang kesini adalah untuk melamar Dek Camelia, untuk menjadi istri saya dan juga mamanya Dylan, dan saya juga bersedia menjadi ayah bagi Rama dan Leon,” ucap Bramantyo sambil menyodorkan kotak beludru warna biru yang di dalamnya berisi cincin berlian.Camelia terkesiap mendengar lamaran yang diucapkan oleh Bramantyo. Dia memang sudah bisa menebak rasa yang belum diungkapkan oleh laki-laki yang usianya hampir kepala lima itu. Bahkan hari kemarin saat mereka pulang setelah main seharian di mall, Camelia sebenarnya terus menghindari percakapan dengan Bramantyo, karena dia sudah bisa membaca dan menebak arah dari kalimat laki-laki yang pernah menjadi atasan mendiang suaminya itu.Dylan yang mengantar ayahnya untuk melamar Camelia hanya menganggukan kepala dan tersenyum saat Bramantyo melanjutkan kalimatnay yang mengatakan bahwa anaknya pun sudah memberikan restu dan menerima jika Camelia mau menjadi istrinya.Camelia menjadi serba salah, disatu sisi dia tak ingin ke

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 102. Diam Diam Tidak Suka

    Bramantyo mengajak Camelia dan kedua anak balita itu untuk keluar dan jalan-jalan ke mall, meskipun awalnya Camelia menolak, namun karena melihat wajah Rama dan Leon yang melompat senang dengan tawaran dari Bramantyo, akhirnya dia pun mengalah dan menuruti keinginan ketiga pria berbeda usia tersebut.Mereka juga mengajak kedua pengasuh Rama dan Leon untuk ikut serta. Jadilah mereka bertujuh dengan supir pribadi Bramantyo, berangkat menuju mall di pusat kota Jakarta.“Papa Bram, nanti di mall kita boleh jajan es krim ga?” Leon bertanya dengan menatap wajah Bramantyo penuh harap, dan langsung tersenyum serta melompat bahagia karena mendapat persetujuan dari Bramantyo dan juga Camelia.“Aku juga mau”“Iya Rama, nanti kita beli es krim yang banyak dan kita bisa makan bersama-sama”“Yeeyyy, terimakasih Papa Bram”“Sama-sama sayang”Camelia yang melihat interaksi kedua bocah itu dnegan Bramantyo hanya bisa tersenyum haru, dia berpikir andaikan saja dulu Damar bisa sehangat itu sikapnya pada

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 101. Tawaran beasiswa

    Renata akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju kantin demi menemui Yoke dan Nadia. Keduanya memang masih berada di kantin karena menunggu Renata sambil juga menunggu kelas mereka selanjutnya.“Disebelah sini Re” Yoke dengan suara cemprengnya yang khas memanggil Renata yang baru saja tiba di kantin.Renata mengambil tempat duduk dan bergabung dengan Nadia dan Yoke.“Ternyata Kak Dylan kenal dengan Sena, tadi aku lihat mereka ngobrol seolah sudah saling mengenal lama”“Iya Re, kami sudah tau itu, tadi sewaktu kamu di kelas, kami sudah bertemu dengan Kak Dylan, dan menceritakan tentang sosok mahasiswa yang wajahnya mirip dengan Seno”Renata menoleh dan menatap Nadia. “Jadi kalian menceritakan perihal Sena ke Kak Dylan?”“Iya Re, terus Kak Dylan bilang Sena itu adik sepupu jauh Seno, papanya Sena itu sepupuan sama papanya Seno” Yoke menjelaskan apa yang di dengarnya dari Dylan dengan antusias.Renata mengangguk-anggukan kepalanya, kini dia baru mengerti. “Oh.. Jadi Sena itu masih ada ik

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 100. Kamu Seno Kan?

    Flashback onPagi ini Renata mengantarkan kedua orangtuanya sampai ke bandara, hari ini mereka harus kembali karena cuti yang diambil ayahnya sudah habis.“Re, kalau ada apa-apa cepat kabari mommy, terus kamu jangan telat makan ya”“Iya mom, Re akan selalu ingat nasehat mommy”“Re, jangan terima tamu lagi kalau malam-malam, batas akhir bertamu itu jam sepuluh, ingat itu!”“Iya papi, Re akan terapkan aturan itu ke semua temen-temen Re”Setelah memberikan wejangan panjang lebar pada anak semata wayang mereka, tibalah kini waktunya mereka untuk berpisah, karena nomor penerbangan pesawat ayah dan ibu Renata sudah dipanggil.Renata pun sekali lagi berpelukan dengan kedua orangtuanya, dan melepaskan mereka untuk kembali ke Kalimantan.Setelah dari bandara, Renata langsung pergi ke kampusnya karena dia ada jadwal kuliah siang ini.“Re, di sebelah sini” Teriakan Yoke langsung menyambutnya kala Renata baru saja turun dari mobil yang baru saja diparkirkanya. Dilihatnya Yoke dan Nadia melambaik

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 99. Permintaan Dylan

    Dylan menatap ayahnya dengan pandangan horor. Namun Bramantyo mengangguk dengan mantap. Kali ini giliran Dylan yang menarik napas dalam serta menggelengkan kepalanya.“Untung aku tidak jadi menikah dengan Yasmine, apa jadinya nanti jika papa menikah dengan Kak Lia, berarti papa jadi kakak iparku dong”“Eh, enak aja kamu nikah sama Yasmine. Papa tidak setuju, asal kamu tau ya Lan, sebenarnya Yasmine itu selalu mengancam papa bahwa dia akan menyebarkan informasi pada media jika anak yang di kandungnya itu adalah anakmu, dan kamu tidak mau bertanggung jawab, itulah sebabnya papa setuju dengan usulan Damar untuk mengirim Yasmine ke luar negeri, agar dia tutup mulut, tetapi setelah tinggal disana, Yasmine selalu meminta uang ke papa dalam jumlah besar”“Oh.. itu.. ehm, jadi itu sebenarnya... Yasmine pun sedang diancam pah, dan dia harus mengirimkan uang dalam jumlah besar, tapi papa tidak usah khawatir, uang papa masih ada kok, utuh”“Maksud kamu apa Lan?”Dylan pun kemudian menceritakan p

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 98. Percakapan Di Meja Makan

    Camelia mendengar seluruh pertengkaran Yasmine dan kedua orangtua Damar, dia juga mendengar semua yang diucapkan Damar saat Yasmine pergi dengan membawa amarahnya atas penolakan kedua orangtua Damar tersebut, juga tentang ancaman Ayah Damar yang tidak akan memberikan warisanya jika terbukti bahwa anak yang dikandung Yasmine itu adalah anaknya.Setelah Damar pun kemudian pergi karena di suruh Sri untuk menemui Camelia di rumah sakit, Camelia pun keluar dari persembunyianya dan langsung menemui Sri dan Abdulah yang terkejut melihat kemunculan Camelia yang tiba-tiba di rumah mereka.“Lia? Sejak kapan kamu datang nak?” tanya Sri dengan wajah cemas dan was-was kalau Camelia mendengar semua pertengkaran yang baruan terjadi.“Lia sudah mendengar dan mengetahui semuanya bu, jadi bapak dan ibu tak perlu menutupi hal ini lagi dari Lia”Sri langsung menangis dan memeluk Camelia. “Maafkan anak ibu nak, damar itu memang laki-laki bodoh yang menyia-nyiakan wanita baik sepertimu, tapi ibu mohon jang

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 97. Camelia

    Mulut Renata terbuka lebar heran sekaligus merasa geli sendiri dengan apa yang Dylan ucapkan. “Kak Dylan kaya anak kecil aja sih, lagian aku kan bukan barang, aku juga bisa jaga diri aku sendiri”Renata menyembunyikan tawanya dengan berdehem beberapa kali. “Jadi Kak Dylan malam-malam datang kesini cuma buat ngomongin ini?”“Yy… ya ga gitu juga Re, aku kesini karena khawatir sama kamu” Dylan nampak tergagap menjawab pertanyaan Renata.“Khawatir? Aku kan ada di rumah, lagipula ada mommy dan papiku disini”Dylan langsung terlihat salang tingkah dan menundukan kepalanya, bukan karena kalimat yang diucapkan Renata, tetapi karena papinya Renata yang terlihat sedang menuruni tangga dan melihat ke arah mereka berdua.“Malam om” Dylan berdiri dan menganggukan kepalanya.“Malam, ada hal penting apa sampai kamu bertamu malam-malam begini ke rumah seorang gadis?”Renata ikut berdiri dan menolah ke belakang saat mendengar suara bariton milik sang ayah.“Eh papi, kenalin pih, ini temen Re... namany

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 96. Seno Berpamitan

    “Kenapa kamu ga pernah keliatan setelah kejadian di kampus itu? Kamu juga ga datang sewaktu aku di rawat di rumah sakit”Renata menatap Seno yang tengah menatapnya dengan senyuman tersungging di bibir tipisnya.“Kata siapa aku tidak datang? Aku selalu ada di sisimu, hanya saja kamu sudah tidak bisa lagi melihat atau mendengarku”“Memangnya kenapa?”“Karena… waktuku sudah hampir habis Rena, aku datang kesini hendak berpamitan denganmu, dan terimakasih banyak karena kamu sudah mau membantuku, kini aku tak lagi merasakan kemarahan dalam hatiku, juga kegelisahan itu tak pernah lagi ada di hatiku”“Sekarang aku sudah bisa menerima semuanya, dan sebentar lagi aku akan dijemput, jika kamu merindukan aku, kamu bisa menatap langit, disana aku melihatmu dan juga mendoakan dirimu”Mata Renata berkaca mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan Seno, ada rasa sesak dalam dadanya. Seno mengangkat satu tanganya untuk mengusap airmata yang bergulir di pipi Renata.“Jangan menangis, kau tau? Aku p

DMCA.com Protection Status