Pagi ini Renata tak ada jadwal ke kampus karena hari minggu, namun dia sudah bangun pagi-pagi sekali, dan sudah bersiap untuk pergi.Mba Iyus menghampiri Renata saat anak majikanya itu sudah turun dan terlihat memegang kunci mobil ditanganya. “Non... jangan nanti telpon mamanya non ya, kemarin ibu sudah mewanti-wanti saya untuk mengingatkan Non Renata agar menelpon ibu, terus sarapan dulu non, mba udah siapkan nasi goreng seafood kesukaan non”“Aku sarapan nanti aja mba, gampang, nasi gorengnya buat mba aja”“Aduh non, nanti mba dimarahin lagi sama ibu, kan kemarin non udah ga sarapan di rumah”Mba Iyus terus membujuk agar Renata mau memakan nasi goreng yang sudah di siapkanya.“Mommy kan jauh di makasar mba, ga mungkin marahin Mba Iyus, udah ahh.. aku lagi buru-buru, ada urusan”“Jangan begitu non, biarpun jauh yang namanya orangtua itu tetap khawatir sama anaknya, pasti ibu nelpon mba terus nanya-nanya terus pas tau non ga sarapan terus marahin mba terus...”“Terus terus mulu, Mba I
Sepulang dari rumah Seno mereka bertiga berkumpul di rumah Renata, tepatnya di kamarnya.“Kalo menurut gue nih ya.. Nad, Re.. menurut gue nih...”“Iya buruan ngomong, ribet amat lo”“Iihh... lo mah gitu doang aja nyolot Re, periksa tensi darah lo sono, jangan-jangan darting lo”“Sudah-sudah, kalian ini berantem mulu kerjaannya”Renata melongo mendengar ocehan Nadia, karena biasanya juga Nadia dan Yoke yang selalu berdebat dan Renata selalu menjadi pihak yang menengahi.“Tuh kan gue jadi lupa mau ngomong apa tadi.” Yoke menepuk keningnya sendiri.Kedatangan Mba Iyus yang membawakan minuman dan makanan ringan membuat fokus ketiganya teralihkan, dan Renata sesaat termenung menatap risol dan pastel di hadapanya. Tadi saat berbincang sebentar dengan Nenek Seno, dia sempat mengatakan kalau Seno amat menyukai cemilan tersebut. Nenek Seno juga bercerita kadang Seno dan Dylan berebut risol dan pastel buatan Nenek Seno. Sepertinya kedua pemuda itu sangat akrab layaknya saudara, lalu mengapa Dy
Hari sudah berganti malam saat Renata memaksakan diri untuk datang ke kampusnya, dia ingin memastikan sesuatu. Dylan mengantar Renata hingga di parkiran gedung fakultas teknik. Dia tidak ikut masuk, hanya menunggu Renata di dalam mobilnya. Renata berhasil meyakinkan Dylan bahwa dia akan baik-baik saja. Namun diam-diam Dylan menelpon Yoke dan Nadia untuk datang ke kampus.“Itu mobil Kak Dylan, ayo cepat sedikit Nad”“Sabar Yoke, ini juga aku sudah ngebut”Kendaraan roda dua yang ditumpangi Yoke dan Nadia pun sudah terparkir manis di samping mobil mewah Dylan. Yoke langsung dan mengetuk jendela kaca mobil, dan Dylan pun membuka pintu mobil dan keluar dari sana.“Renata sudah masuk ke dalam, dia bilang akan ke lorong tempat biasa dia menemui Seno, kalian bisa kan susul dia kesana? Aku akan menunggu disini, karena Renata bilang Seno akan mengamuk jika melihat keberadaanku, jadi lebih aman aku berada jauh dari lorong tersebut”Setelah mengetahui dimana Renata berada, Yoke dan Nadia pun ber
Ketiga gadis remaja itu kembali tidur dalam satu kamar, tepatnya kamar Renata. Yoke dan Nadia memutuskan untuk ikut pulang ke rumah Renata karena khawatir akan keselamatan sahabatnya itu jika dia pulang sendiri naik taksi online. “Re, lo udah tidur belum?” Yoke kembali duduk, setelah beberapa menit dia merebahkan tubuhnya tadi. Renata yang mendengar namanya di panggil ikut duduk di ranjangnya, menatap Yoke yang duduk di extra bed yang di gelar di bawah ranjang Renata. Nadia yang melihat kedua temannya tak jadi tidur, dia pun ikut bangun dan duduk kembali. “Lo mau ngomong apaan sih Ke? Serius amat muka lo” “Ehm... gini Re, ini sih cuma dugaan gue aja ya, hantu Seno itu kan selalu marah sama Kak Dylan, jangan-jangan kematianya itu sebenarnya ada kaitanya sama Kak Dylan” “Maksud lo gimana Ke?” “Jadi... maksud gue, siapa tau Kak Dylan sebenarnya terlibat, ya ini sih cuma dugaan gue aja ya Re, kalo menurut lo gimana Nad?” Sebelum menjawab pertanyaan Yoke, Nadia terlebih dulu menguap
“Renata?”“Ohh... Pak Damar?”“Kamu sedang apa pagi-pagi sekali ada disini Renata? Sendirian pula” Damar yang tidak melihat keberadaan Yoke dan Nadia karena terhalang oleh lemari pun berjalan mendekati Renata yang di pikirnya sendirian.“Ehm.. anu, ini pak, saya sedang dihukum, disuruh menyiapkan peralatan untuk latihan teman-teman”“Tapi ini pagi banget loh, sepi lagi, emang kamu ga takut sendirian disini?”Damar telah berdiri sangat dekat dengan Renata, dia menyentuh dan mengusap lengan Renata pelan, Renata yang mendapat perlakuan kurang nyaman tersebut langsung bergeser menghindar.“Maaf pak, bisa jauhan dikit ga berdirinya”“Ahh, kamu itu suka berlagak malu-malu, disini ga ada siapa-siapa kok, cuma kita berdua” bukanya menuruti ucapan Renata, Damar malah semakin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Renata.“Ehm..eheemmm.. Renata apa sudah ketemu barang yang kamu cari? Soalnya disini tidak ada.” Nadia berjalan keluar dari tempat persembunyianya, karena tau apa sebenarnya maksud Damar.Da
Renata cs kini tengah menikmati sarapan mereka di kantin. “Kalian selesai sarapan duluan aja, aku mau ke ruangan Bu Shinta dulu, mau balikin amplop dia yang terjatuh”“Ah.. ngomong-ngomong soal Bu Shinta, ternyata dia itu seorang janda loh,” Nadia berbisik sambil mencondong tubuhnya ke arah Yoke dan Renata yang duduk di depannya.“Itu mah bukan gosip baru Nad, semua orang di kampus ini udah pada tau, ngapain pake bisik-bisik segala”“Ya itu maksudku Ke, nih ya... dia janda terus isi amplop itu apa? kamu masih ingat kan apa isinya?”“Lo bener Nad, terus gue mesti gimana dong? Kalo gue balikin takutnya malah kaya ngebongkar aib dia” Renata bingung sambil memegang amplop yang isinya hasil tes kehamilan tersebut.“Kalo menurut gue sih ga usah balikin Re, ga enak lah... dia juga paling udah nganggep amplop itu ilang sekarang”“Aduh... gimana dong Nad, Ke? Gue ga enak kalo ga balikin, ini kan punya orang”“Atau gini aja Re, kamu pura-pura ke ruang dosen, terus diam-diam taro amplop itu di a
“Aaarrrgghh...” Renata mengacak rambutnya dan memukul setir karena kesal, “Gue mesti gimana nih? Tadi Seno keliatan kesakitan banget, kemana harus mencari Seno kalo udah kaya gini, di lorong juga ga nongol, di deket Kak Wendi tadi juga ga ada, apa gue ke rumah neneknya Seno aja kali ya?”Renata memang tak lantas pergi setelah meninggalkan Dylan, dia hanya masuk ke dalam mobilnya dan duduk termenung disana. Dia ingin menceritakan semua yang di pikirkanya pada Seno.“Gue yakin banget pelakunya itu Kak Dylan dan di lindungi sama pa rektor, yakin banget pasti begitu, dasar orang-orang kaya suka seenaknya sendiri aja, mereka pikir nyawa manusia itu mainan kali ya? Bisa seenaknya aja menghilangkan nyawa seseorang, mereka ga mikir tentang perasaan orang-orang yang di tinggalkan Seno”“Seno... lo dimana sih? Giliran gue butuh tempat buat diskusi lo malah ngilang, kemana coba gue nyari hantu di siang hari bolong gini?”Renata terus saja mengoceh sendirian di dalam mobilnya. Sampai seseorang m
Pagi-pagi sekali Renata sudah berada di rumah Yoke, dia memang meminta Nadia untuk bertemu di rumah Yoke baru kemudian mereka bertiga berangkat menuju rumah Yasmine. Sebenarnya Renata hanya enggan menjemput Nadia di rumanya, karena khawatir akan bertemu dengan Wendi. Setelah melihat Wendi dan Dylan keluar dari ruangan UKM pagi itu, Renata langsung berhati-hati bersikap dengan Dylan, karena bisa saja Dylan memiliki hubungan dengan Wendi. Walaupun Wendi nampak selalu ketakutan saat melihat Dylan. Tetapi sebelum hubungan kedua orang tersebut menjadi jelas, Renata tak mau mengambil resiko.“Coba lo liat lagi Nad, bener ga itu beloknya kesini? Ko malah lapangan gini sih? Mana rumahnya?”Yoke yang duduk di seat belakang memajukan tubuhnya dan mengintip ponsel Nadia yang sedang digunakan untuk membuka maps. Tadi tak lama setelah Nadia sampai di rumah Yoke, ketiganya langsung pergi dengan mobil Renata menuju rumah Yasmine sesuai alamat yang didapat Nadia.Renata memegang kemudi mobilnya dan m
Renata terbengong sendiri mendengar perkataan Sena, sedangkan Sena tersenyum-senyum menatap wajah Renata dan membayangkan mereka tinggal bersama.“Sebentar deh Sena, kamu kan baru aja kuliah disini, kenapa mau pindah?”“Ya ga papa sih, abis ternyata disini membosankan suasananya, apalagi kalau nanti ga ada kamu, bisa kebayang kan sekeriting apa otakku nanti?”Renata tertawa renyah mendengar kelakar Sena, “Ada-ada aja kamu Sena”“Kalian berdua lagi ngomongin apaan sih?” Yoke tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang Renata dan ikut duduk disisinya.“Hei Yoke, kamu tambah manis aja hari ini”“Aduh Sena, ga usah ngegombalin gue deh, kaga mempan tau ga?! Kemaren gue abis mutusin cowo gue, gara-gara gombalan dia udah basi, udah expired”“Ya ampun Ke, lo sadis banget sih”“Iihh abisnya dia ga kreatif ngerayu cewe Re, bikin bosen”“Ke, lo dalam sebulan ini udah berapa kali ganti pacar?”“Ehm... lupa gue, abis rata-rata mereka pada jahat, cuma pe ha pe doang”Renata hanya geleng-geleng kepala
“Jadi... maksud saya datang kesini adalah untuk melamar Dek Camelia, untuk menjadi istri saya dan juga mamanya Dylan, dan saya juga bersedia menjadi ayah bagi Rama dan Leon,” ucap Bramantyo sambil menyodorkan kotak beludru warna biru yang di dalamnya berisi cincin berlian.Camelia terkesiap mendengar lamaran yang diucapkan oleh Bramantyo. Dia memang sudah bisa menebak rasa yang belum diungkapkan oleh laki-laki yang usianya hampir kepala lima itu. Bahkan hari kemarin saat mereka pulang setelah main seharian di mall, Camelia sebenarnya terus menghindari percakapan dengan Bramantyo, karena dia sudah bisa membaca dan menebak arah dari kalimat laki-laki yang pernah menjadi atasan mendiang suaminya itu.Dylan yang mengantar ayahnya untuk melamar Camelia hanya menganggukan kepala dan tersenyum saat Bramantyo melanjutkan kalimatnay yang mengatakan bahwa anaknya pun sudah memberikan restu dan menerima jika Camelia mau menjadi istrinya.Camelia menjadi serba salah, disatu sisi dia tak ingin ke
Bramantyo mengajak Camelia dan kedua anak balita itu untuk keluar dan jalan-jalan ke mall, meskipun awalnya Camelia menolak, namun karena melihat wajah Rama dan Leon yang melompat senang dengan tawaran dari Bramantyo, akhirnya dia pun mengalah dan menuruti keinginan ketiga pria berbeda usia tersebut.Mereka juga mengajak kedua pengasuh Rama dan Leon untuk ikut serta. Jadilah mereka bertujuh dengan supir pribadi Bramantyo, berangkat menuju mall di pusat kota Jakarta.“Papa Bram, nanti di mall kita boleh jajan es krim ga?” Leon bertanya dengan menatap wajah Bramantyo penuh harap, dan langsung tersenyum serta melompat bahagia karena mendapat persetujuan dari Bramantyo dan juga Camelia.“Aku juga mau”“Iya Rama, nanti kita beli es krim yang banyak dan kita bisa makan bersama-sama”“Yeeyyy, terimakasih Papa Bram”“Sama-sama sayang”Camelia yang melihat interaksi kedua bocah itu dnegan Bramantyo hanya bisa tersenyum haru, dia berpikir andaikan saja dulu Damar bisa sehangat itu sikapnya pada
Renata akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju kantin demi menemui Yoke dan Nadia. Keduanya memang masih berada di kantin karena menunggu Renata sambil juga menunggu kelas mereka selanjutnya.“Disebelah sini Re” Yoke dengan suara cemprengnya yang khas memanggil Renata yang baru saja tiba di kantin.Renata mengambil tempat duduk dan bergabung dengan Nadia dan Yoke.“Ternyata Kak Dylan kenal dengan Sena, tadi aku lihat mereka ngobrol seolah sudah saling mengenal lama”“Iya Re, kami sudah tau itu, tadi sewaktu kamu di kelas, kami sudah bertemu dengan Kak Dylan, dan menceritakan tentang sosok mahasiswa yang wajahnya mirip dengan Seno”Renata menoleh dan menatap Nadia. “Jadi kalian menceritakan perihal Sena ke Kak Dylan?”“Iya Re, terus Kak Dylan bilang Sena itu adik sepupu jauh Seno, papanya Sena itu sepupuan sama papanya Seno” Yoke menjelaskan apa yang di dengarnya dari Dylan dengan antusias.Renata mengangguk-anggukan kepalanya, kini dia baru mengerti. “Oh.. Jadi Sena itu masih ada ik
Flashback onPagi ini Renata mengantarkan kedua orangtuanya sampai ke bandara, hari ini mereka harus kembali karena cuti yang diambil ayahnya sudah habis.“Re, kalau ada apa-apa cepat kabari mommy, terus kamu jangan telat makan ya”“Iya mom, Re akan selalu ingat nasehat mommy”“Re, jangan terima tamu lagi kalau malam-malam, batas akhir bertamu itu jam sepuluh, ingat itu!”“Iya papi, Re akan terapkan aturan itu ke semua temen-temen Re”Setelah memberikan wejangan panjang lebar pada anak semata wayang mereka, tibalah kini waktunya mereka untuk berpisah, karena nomor penerbangan pesawat ayah dan ibu Renata sudah dipanggil.Renata pun sekali lagi berpelukan dengan kedua orangtuanya, dan melepaskan mereka untuk kembali ke Kalimantan.Setelah dari bandara, Renata langsung pergi ke kampusnya karena dia ada jadwal kuliah siang ini.“Re, di sebelah sini” Teriakan Yoke langsung menyambutnya kala Renata baru saja turun dari mobil yang baru saja diparkirkanya. Dilihatnya Yoke dan Nadia melambaik
Dylan menatap ayahnya dengan pandangan horor. Namun Bramantyo mengangguk dengan mantap. Kali ini giliran Dylan yang menarik napas dalam serta menggelengkan kepalanya.“Untung aku tidak jadi menikah dengan Yasmine, apa jadinya nanti jika papa menikah dengan Kak Lia, berarti papa jadi kakak iparku dong”“Eh, enak aja kamu nikah sama Yasmine. Papa tidak setuju, asal kamu tau ya Lan, sebenarnya Yasmine itu selalu mengancam papa bahwa dia akan menyebarkan informasi pada media jika anak yang di kandungnya itu adalah anakmu, dan kamu tidak mau bertanggung jawab, itulah sebabnya papa setuju dengan usulan Damar untuk mengirim Yasmine ke luar negeri, agar dia tutup mulut, tetapi setelah tinggal disana, Yasmine selalu meminta uang ke papa dalam jumlah besar”“Oh.. itu.. ehm, jadi itu sebenarnya... Yasmine pun sedang diancam pah, dan dia harus mengirimkan uang dalam jumlah besar, tapi papa tidak usah khawatir, uang papa masih ada kok, utuh”“Maksud kamu apa Lan?”Dylan pun kemudian menceritakan p
Camelia mendengar seluruh pertengkaran Yasmine dan kedua orangtua Damar, dia juga mendengar semua yang diucapkan Damar saat Yasmine pergi dengan membawa amarahnya atas penolakan kedua orangtua Damar tersebut, juga tentang ancaman Ayah Damar yang tidak akan memberikan warisanya jika terbukti bahwa anak yang dikandung Yasmine itu adalah anaknya.Setelah Damar pun kemudian pergi karena di suruh Sri untuk menemui Camelia di rumah sakit, Camelia pun keluar dari persembunyianya dan langsung menemui Sri dan Abdulah yang terkejut melihat kemunculan Camelia yang tiba-tiba di rumah mereka.“Lia? Sejak kapan kamu datang nak?” tanya Sri dengan wajah cemas dan was-was kalau Camelia mendengar semua pertengkaran yang baruan terjadi.“Lia sudah mendengar dan mengetahui semuanya bu, jadi bapak dan ibu tak perlu menutupi hal ini lagi dari Lia”Sri langsung menangis dan memeluk Camelia. “Maafkan anak ibu nak, damar itu memang laki-laki bodoh yang menyia-nyiakan wanita baik sepertimu, tapi ibu mohon jang
Mulut Renata terbuka lebar heran sekaligus merasa geli sendiri dengan apa yang Dylan ucapkan. “Kak Dylan kaya anak kecil aja sih, lagian aku kan bukan barang, aku juga bisa jaga diri aku sendiri”Renata menyembunyikan tawanya dengan berdehem beberapa kali. “Jadi Kak Dylan malam-malam datang kesini cuma buat ngomongin ini?”“Yy… ya ga gitu juga Re, aku kesini karena khawatir sama kamu” Dylan nampak tergagap menjawab pertanyaan Renata.“Khawatir? Aku kan ada di rumah, lagipula ada mommy dan papiku disini”Dylan langsung terlihat salang tingkah dan menundukan kepalanya, bukan karena kalimat yang diucapkan Renata, tetapi karena papinya Renata yang terlihat sedang menuruni tangga dan melihat ke arah mereka berdua.“Malam om” Dylan berdiri dan menganggukan kepalanya.“Malam, ada hal penting apa sampai kamu bertamu malam-malam begini ke rumah seorang gadis?”Renata ikut berdiri dan menolah ke belakang saat mendengar suara bariton milik sang ayah.“Eh papi, kenalin pih, ini temen Re... namany
“Kenapa kamu ga pernah keliatan setelah kejadian di kampus itu? Kamu juga ga datang sewaktu aku di rawat di rumah sakit”Renata menatap Seno yang tengah menatapnya dengan senyuman tersungging di bibir tipisnya.“Kata siapa aku tidak datang? Aku selalu ada di sisimu, hanya saja kamu sudah tidak bisa lagi melihat atau mendengarku”“Memangnya kenapa?”“Karena… waktuku sudah hampir habis Rena, aku datang kesini hendak berpamitan denganmu, dan terimakasih banyak karena kamu sudah mau membantuku, kini aku tak lagi merasakan kemarahan dalam hatiku, juga kegelisahan itu tak pernah lagi ada di hatiku”“Sekarang aku sudah bisa menerima semuanya, dan sebentar lagi aku akan dijemput, jika kamu merindukan aku, kamu bisa menatap langit, disana aku melihatmu dan juga mendoakan dirimu”Mata Renata berkaca mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan Seno, ada rasa sesak dalam dadanya. Seno mengangkat satu tanganya untuk mengusap airmata yang bergulir di pipi Renata.“Jangan menangis, kau tau? Aku p