Tepat pukul tujuh malam Dylan kembali datang ke rumah Renata, dia datang menepati janjinya untuk menjemput Renata, Dylan sedikit terkejut karena melihat ada 3 orang gadis yang sedang menunggunya, dan begitu ketiganya melihat kedatangan Dylan, mereka kompak memberikan senyuman manis padanya.“Nah Kak Dylan sudah datang, ayo kita berangkat kak, biar ga kemaleman,” ucap Nadia“Iya kak, kita semua sudah siap dari tadi” disusul ucapan Yoke yang menegaskan bahwa kali ini Dylan tak akan bisa menikmati malam berdua saja dengan Renata.Sepulang kuliah tadi memang Renata sengaja mengajak kedua sahabatnya untuk ikut bersamanya menemui Dylan di cafe tempat kemarin. Renata juga sempat mengatakan rencana tersebut pada Seno sebelum dia meninggalkan lorong dimana Seno berada.Mereka berempat sudah berada dalam mobil Dylan. Renata dudu disebelah Dylan yang menyetir.“Kak Dylan, besok ada latihan basket lagi ga? Atau panjat dinding?” tiba-tiba saja Renata tergelitik niatan ingin tau apakah Dylan akan b
“Hei... kalian udah pada pesen makanan?,” tanya Dylan memecah kebisuan diantara mereka, dia sudah selesai berbasa basi dengan sang manager cafe, karyawan dari temannya yang pemilik cafe tersebut.“Aku mau pesan makanan best seller di cafe ini kak, boleh kan? kalau lo pesan apa Nad?”“Aku samain aja sama pesanan kamu Ke, atau samain sama pesanan Renata, apapun pasti kumakan”“Kalau aku mau makan yang kemarin Kak Dylan pesankan untukku”“Ok..ok, biar aku pilihkan untuk kalian semua ya? Lo mau pesen apa Wen?”Dylan sekilas menatap Wendi, dan kembali menunduk melihat buku menu ditanganya.“Gue nanti pesen sendiri aja,” jawab Wendi.Mereka pun sudah asik berbincang santai sambil menunggu makanan yang dipesan Dylan untuk mereka semua datang. Yoke dan Nadia kemudian berdiri dan mulai berfoto ria. Dylan yang melihat itu mulai bergabung bersama mereka untuk menunjukan dimana titik pengambilan foto yang keren. Kini hanya tinggal Renata dan Wendi yang masuh setia duduk dan memperhatikan mereka
Renata dan Seno masuk ke dalam ruang UKM, seperti biasa, Renata tak menemukan kejanggalan apapun disana. Semua barang masih tersimpan rapi di tempatnya, sampai dia membolak balikan beberapa barang pun Renata tak menemukan hal yang bisa dicurigai.“Kamu sebenarnya cari apa sih?”“Cari sesuatu yang mungkin bisa kujadikan petunjuk”“Petunjuk untuk apa?”“Aduh Seno, kamu cerewet banget sih, udah jelas-jelas aku lagi berusaha bantuin kamu, biar kamu tenang ga gentayangan lagi”Baru saja Renata membalikan tubuhnya hendak meninggalkan ruangan tersebut, saat pintu kembali di buka dari luar.“Renata? Kamu ngapain di dalam sini? Sendirian lagi”“Kak Dylan, tolong jangan mendekat kesini kak, bahaya” Renata langsung bersikap waspada.“Kenapa? Bahaya apa? kamu baik-baik aja kan?.” Dylan berjalan mendekati Renata tanganya terangkat hendak memegang dahi Renata.“Stop kak... berhenti disitu, aku takut sebentar lagi ada yang ngamuk, ini aku lagi tenangin dia biar ga ngamuk ngeliat Kak Dylan”“Maksud k
Renata menoleh ke tempat dimana Damar dan Shinta duduk, mereka memilih tempat duduk di sudut ruangan jauh dari tempat Renata cs.“Kita balikin jangan amplop ini?” Renata menatap ragu pada amplop ditanganya.“Saranku mending balikin aja, kasian nanti dia nyariin”“Kalo menurut gue sih jangan dulu Re, lo ga liat itu wajah mereka berdua serius banget, kaya orang tegang gitu, nanti salah-salah lo kena semprot Re”Renata mengalihkan pandanganya dari amplop ke wajah Yoke dan Nadia. Akhirnya dia memutuskan untuk mengembalikan amplop itu nanti, dan dia akan mengembalikanya secara pribadi ke Shinta.***Malam ini Renata menunggu kedarangan Dylan, dia sudah memutuskan untuk menceritakan semuanya pada Dylan, dan meminta bantuanya untuk mengungkap kasus pembunuhan Seno. Renata mematut dirinya di depan cermin.“Jangan dandan terlalu cantik, nanti Dylan malah ga fokus sama tujuanya”Renata menoleh dan mendapati Seno sedang bergelantungan di atap kamarnya, dia sudah tidak terlalu kaget lagi akan kem
Yasmine hanya terdiam, kepalanya menunduk tak ingin menatap Dylan. “Baiklah, jika kamu tidak mau menjawab, aku anggap iya... kalau begitu aku pergi, aku akan suruh supir untuk mengantarmu pulang”Dylan beranjak dari tempatnya, namun baru satu langkah dia berjalan, tanganya ditahan oleh Yasmine.Yasmine sudah berdiri dan memegang tangan Dylan, wajahnya terlihat murung, matanya memerah dan berkaca-kaca. Dia langsung menghambur dalam pelukan Dylan.Dengan wajah kebingungan Dylan balas memeluk serta mengusap punggung dan kepala Yasmine.“Jangan menangis jika hanya merasa kasihan padaku, aku akan baik-baik saja, tapi aku tak bisa melihatmu menangis”“Dylan... aku... aku sebenarnya sedang bingung”Dylan menunduk menatap wajah Yasmine, diusapnya airmata yang mengalir di pipi wanita yang teramat dicintainya itu. Dylan memang merasa amat terpukul dan kecewa atas penolakan Yasmine, karena selama ini Yasmine selalu manja dan bergantung pada Dylan, bahkan tak segan meminta ini itu kepadanya lay
Pagi ini Renata tak ada jadwal ke kampus karena hari minggu, namun dia sudah bangun pagi-pagi sekali, dan sudah bersiap untuk pergi.Mba Iyus menghampiri Renata saat anak majikanya itu sudah turun dan terlihat memegang kunci mobil ditanganya. “Non... jangan nanti telpon mamanya non ya, kemarin ibu sudah mewanti-wanti saya untuk mengingatkan Non Renata agar menelpon ibu, terus sarapan dulu non, mba udah siapkan nasi goreng seafood kesukaan non”“Aku sarapan nanti aja mba, gampang, nasi gorengnya buat mba aja”“Aduh non, nanti mba dimarahin lagi sama ibu, kan kemarin non udah ga sarapan di rumah”Mba Iyus terus membujuk agar Renata mau memakan nasi goreng yang sudah di siapkanya.“Mommy kan jauh di makasar mba, ga mungkin marahin Mba Iyus, udah ahh.. aku lagi buru-buru, ada urusan”“Jangan begitu non, biarpun jauh yang namanya orangtua itu tetap khawatir sama anaknya, pasti ibu nelpon mba terus nanya-nanya terus pas tau non ga sarapan terus marahin mba terus...”“Terus terus mulu, Mba I
Sepulang dari rumah Seno mereka bertiga berkumpul di rumah Renata, tepatnya di kamarnya.“Kalo menurut gue nih ya.. Nad, Re.. menurut gue nih...”“Iya buruan ngomong, ribet amat lo”“Iihh... lo mah gitu doang aja nyolot Re, periksa tensi darah lo sono, jangan-jangan darting lo”“Sudah-sudah, kalian ini berantem mulu kerjaannya”Renata melongo mendengar ocehan Nadia, karena biasanya juga Nadia dan Yoke yang selalu berdebat dan Renata selalu menjadi pihak yang menengahi.“Tuh kan gue jadi lupa mau ngomong apa tadi.” Yoke menepuk keningnya sendiri.Kedatangan Mba Iyus yang membawakan minuman dan makanan ringan membuat fokus ketiganya teralihkan, dan Renata sesaat termenung menatap risol dan pastel di hadapanya. Tadi saat berbincang sebentar dengan Nenek Seno, dia sempat mengatakan kalau Seno amat menyukai cemilan tersebut. Nenek Seno juga bercerita kadang Seno dan Dylan berebut risol dan pastel buatan Nenek Seno. Sepertinya kedua pemuda itu sangat akrab layaknya saudara, lalu mengapa Dy
Hari sudah berganti malam saat Renata memaksakan diri untuk datang ke kampusnya, dia ingin memastikan sesuatu. Dylan mengantar Renata hingga di parkiran gedung fakultas teknik. Dia tidak ikut masuk, hanya menunggu Renata di dalam mobilnya. Renata berhasil meyakinkan Dylan bahwa dia akan baik-baik saja. Namun diam-diam Dylan menelpon Yoke dan Nadia untuk datang ke kampus.“Itu mobil Kak Dylan, ayo cepat sedikit Nad”“Sabar Yoke, ini juga aku sudah ngebut”Kendaraan roda dua yang ditumpangi Yoke dan Nadia pun sudah terparkir manis di samping mobil mewah Dylan. Yoke langsung dan mengetuk jendela kaca mobil, dan Dylan pun membuka pintu mobil dan keluar dari sana.“Renata sudah masuk ke dalam, dia bilang akan ke lorong tempat biasa dia menemui Seno, kalian bisa kan susul dia kesana? Aku akan menunggu disini, karena Renata bilang Seno akan mengamuk jika melihat keberadaanku, jadi lebih aman aku berada jauh dari lorong tersebut”Setelah mengetahui dimana Renata berada, Yoke dan Nadia pun ber
Renata terbengong sendiri mendengar perkataan Sena, sedangkan Sena tersenyum-senyum menatap wajah Renata dan membayangkan mereka tinggal bersama.“Sebentar deh Sena, kamu kan baru aja kuliah disini, kenapa mau pindah?”“Ya ga papa sih, abis ternyata disini membosankan suasananya, apalagi kalau nanti ga ada kamu, bisa kebayang kan sekeriting apa otakku nanti?”Renata tertawa renyah mendengar kelakar Sena, “Ada-ada aja kamu Sena”“Kalian berdua lagi ngomongin apaan sih?” Yoke tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang Renata dan ikut duduk disisinya.“Hei Yoke, kamu tambah manis aja hari ini”“Aduh Sena, ga usah ngegombalin gue deh, kaga mempan tau ga?! Kemaren gue abis mutusin cowo gue, gara-gara gombalan dia udah basi, udah expired”“Ya ampun Ke, lo sadis banget sih”“Iihh abisnya dia ga kreatif ngerayu cewe Re, bikin bosen”“Ke, lo dalam sebulan ini udah berapa kali ganti pacar?”“Ehm... lupa gue, abis rata-rata mereka pada jahat, cuma pe ha pe doang”Renata hanya geleng-geleng kepala
“Jadi... maksud saya datang kesini adalah untuk melamar Dek Camelia, untuk menjadi istri saya dan juga mamanya Dylan, dan saya juga bersedia menjadi ayah bagi Rama dan Leon,” ucap Bramantyo sambil menyodorkan kotak beludru warna biru yang di dalamnya berisi cincin berlian.Camelia terkesiap mendengar lamaran yang diucapkan oleh Bramantyo. Dia memang sudah bisa menebak rasa yang belum diungkapkan oleh laki-laki yang usianya hampir kepala lima itu. Bahkan hari kemarin saat mereka pulang setelah main seharian di mall, Camelia sebenarnya terus menghindari percakapan dengan Bramantyo, karena dia sudah bisa membaca dan menebak arah dari kalimat laki-laki yang pernah menjadi atasan mendiang suaminya itu.Dylan yang mengantar ayahnya untuk melamar Camelia hanya menganggukan kepala dan tersenyum saat Bramantyo melanjutkan kalimatnay yang mengatakan bahwa anaknya pun sudah memberikan restu dan menerima jika Camelia mau menjadi istrinya.Camelia menjadi serba salah, disatu sisi dia tak ingin ke
Bramantyo mengajak Camelia dan kedua anak balita itu untuk keluar dan jalan-jalan ke mall, meskipun awalnya Camelia menolak, namun karena melihat wajah Rama dan Leon yang melompat senang dengan tawaran dari Bramantyo, akhirnya dia pun mengalah dan menuruti keinginan ketiga pria berbeda usia tersebut.Mereka juga mengajak kedua pengasuh Rama dan Leon untuk ikut serta. Jadilah mereka bertujuh dengan supir pribadi Bramantyo, berangkat menuju mall di pusat kota Jakarta.“Papa Bram, nanti di mall kita boleh jajan es krim ga?” Leon bertanya dengan menatap wajah Bramantyo penuh harap, dan langsung tersenyum serta melompat bahagia karena mendapat persetujuan dari Bramantyo dan juga Camelia.“Aku juga mau”“Iya Rama, nanti kita beli es krim yang banyak dan kita bisa makan bersama-sama”“Yeeyyy, terimakasih Papa Bram”“Sama-sama sayang”Camelia yang melihat interaksi kedua bocah itu dnegan Bramantyo hanya bisa tersenyum haru, dia berpikir andaikan saja dulu Damar bisa sehangat itu sikapnya pada
Renata akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju kantin demi menemui Yoke dan Nadia. Keduanya memang masih berada di kantin karena menunggu Renata sambil juga menunggu kelas mereka selanjutnya.“Disebelah sini Re” Yoke dengan suara cemprengnya yang khas memanggil Renata yang baru saja tiba di kantin.Renata mengambil tempat duduk dan bergabung dengan Nadia dan Yoke.“Ternyata Kak Dylan kenal dengan Sena, tadi aku lihat mereka ngobrol seolah sudah saling mengenal lama”“Iya Re, kami sudah tau itu, tadi sewaktu kamu di kelas, kami sudah bertemu dengan Kak Dylan, dan menceritakan tentang sosok mahasiswa yang wajahnya mirip dengan Seno”Renata menoleh dan menatap Nadia. “Jadi kalian menceritakan perihal Sena ke Kak Dylan?”“Iya Re, terus Kak Dylan bilang Sena itu adik sepupu jauh Seno, papanya Sena itu sepupuan sama papanya Seno” Yoke menjelaskan apa yang di dengarnya dari Dylan dengan antusias.Renata mengangguk-anggukan kepalanya, kini dia baru mengerti. “Oh.. Jadi Sena itu masih ada ik
Flashback onPagi ini Renata mengantarkan kedua orangtuanya sampai ke bandara, hari ini mereka harus kembali karena cuti yang diambil ayahnya sudah habis.“Re, kalau ada apa-apa cepat kabari mommy, terus kamu jangan telat makan ya”“Iya mom, Re akan selalu ingat nasehat mommy”“Re, jangan terima tamu lagi kalau malam-malam, batas akhir bertamu itu jam sepuluh, ingat itu!”“Iya papi, Re akan terapkan aturan itu ke semua temen-temen Re”Setelah memberikan wejangan panjang lebar pada anak semata wayang mereka, tibalah kini waktunya mereka untuk berpisah, karena nomor penerbangan pesawat ayah dan ibu Renata sudah dipanggil.Renata pun sekali lagi berpelukan dengan kedua orangtuanya, dan melepaskan mereka untuk kembali ke Kalimantan.Setelah dari bandara, Renata langsung pergi ke kampusnya karena dia ada jadwal kuliah siang ini.“Re, di sebelah sini” Teriakan Yoke langsung menyambutnya kala Renata baru saja turun dari mobil yang baru saja diparkirkanya. Dilihatnya Yoke dan Nadia melambaik
Dylan menatap ayahnya dengan pandangan horor. Namun Bramantyo mengangguk dengan mantap. Kali ini giliran Dylan yang menarik napas dalam serta menggelengkan kepalanya.“Untung aku tidak jadi menikah dengan Yasmine, apa jadinya nanti jika papa menikah dengan Kak Lia, berarti papa jadi kakak iparku dong”“Eh, enak aja kamu nikah sama Yasmine. Papa tidak setuju, asal kamu tau ya Lan, sebenarnya Yasmine itu selalu mengancam papa bahwa dia akan menyebarkan informasi pada media jika anak yang di kandungnya itu adalah anakmu, dan kamu tidak mau bertanggung jawab, itulah sebabnya papa setuju dengan usulan Damar untuk mengirim Yasmine ke luar negeri, agar dia tutup mulut, tetapi setelah tinggal disana, Yasmine selalu meminta uang ke papa dalam jumlah besar”“Oh.. itu.. ehm, jadi itu sebenarnya... Yasmine pun sedang diancam pah, dan dia harus mengirimkan uang dalam jumlah besar, tapi papa tidak usah khawatir, uang papa masih ada kok, utuh”“Maksud kamu apa Lan?”Dylan pun kemudian menceritakan p
Camelia mendengar seluruh pertengkaran Yasmine dan kedua orangtua Damar, dia juga mendengar semua yang diucapkan Damar saat Yasmine pergi dengan membawa amarahnya atas penolakan kedua orangtua Damar tersebut, juga tentang ancaman Ayah Damar yang tidak akan memberikan warisanya jika terbukti bahwa anak yang dikandung Yasmine itu adalah anaknya.Setelah Damar pun kemudian pergi karena di suruh Sri untuk menemui Camelia di rumah sakit, Camelia pun keluar dari persembunyianya dan langsung menemui Sri dan Abdulah yang terkejut melihat kemunculan Camelia yang tiba-tiba di rumah mereka.“Lia? Sejak kapan kamu datang nak?” tanya Sri dengan wajah cemas dan was-was kalau Camelia mendengar semua pertengkaran yang baruan terjadi.“Lia sudah mendengar dan mengetahui semuanya bu, jadi bapak dan ibu tak perlu menutupi hal ini lagi dari Lia”Sri langsung menangis dan memeluk Camelia. “Maafkan anak ibu nak, damar itu memang laki-laki bodoh yang menyia-nyiakan wanita baik sepertimu, tapi ibu mohon jang
Mulut Renata terbuka lebar heran sekaligus merasa geli sendiri dengan apa yang Dylan ucapkan. “Kak Dylan kaya anak kecil aja sih, lagian aku kan bukan barang, aku juga bisa jaga diri aku sendiri”Renata menyembunyikan tawanya dengan berdehem beberapa kali. “Jadi Kak Dylan malam-malam datang kesini cuma buat ngomongin ini?”“Yy… ya ga gitu juga Re, aku kesini karena khawatir sama kamu” Dylan nampak tergagap menjawab pertanyaan Renata.“Khawatir? Aku kan ada di rumah, lagipula ada mommy dan papiku disini”Dylan langsung terlihat salang tingkah dan menundukan kepalanya, bukan karena kalimat yang diucapkan Renata, tetapi karena papinya Renata yang terlihat sedang menuruni tangga dan melihat ke arah mereka berdua.“Malam om” Dylan berdiri dan menganggukan kepalanya.“Malam, ada hal penting apa sampai kamu bertamu malam-malam begini ke rumah seorang gadis?”Renata ikut berdiri dan menolah ke belakang saat mendengar suara bariton milik sang ayah.“Eh papi, kenalin pih, ini temen Re... namany
“Kenapa kamu ga pernah keliatan setelah kejadian di kampus itu? Kamu juga ga datang sewaktu aku di rawat di rumah sakit”Renata menatap Seno yang tengah menatapnya dengan senyuman tersungging di bibir tipisnya.“Kata siapa aku tidak datang? Aku selalu ada di sisimu, hanya saja kamu sudah tidak bisa lagi melihat atau mendengarku”“Memangnya kenapa?”“Karena… waktuku sudah hampir habis Rena, aku datang kesini hendak berpamitan denganmu, dan terimakasih banyak karena kamu sudah mau membantuku, kini aku tak lagi merasakan kemarahan dalam hatiku, juga kegelisahan itu tak pernah lagi ada di hatiku”“Sekarang aku sudah bisa menerima semuanya, dan sebentar lagi aku akan dijemput, jika kamu merindukan aku, kamu bisa menatap langit, disana aku melihatmu dan juga mendoakan dirimu”Mata Renata berkaca mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan Seno, ada rasa sesak dalam dadanya. Seno mengangkat satu tanganya untuk mengusap airmata yang bergulir di pipi Renata.“Jangan menangis, kau tau? Aku p