Langit pagi kali ini terasa syahdu, ketika dini hari tadi hujan turun dengan sangat lebatnya. Jejak-jejak embun serta tetesan air hujan tampak menghiasi dedaunan dan ranting pohon sekitar halaman kediaman Tristan dan Andhini. Decit-decit suara anak burung yang bersahutan, semakin menambah suasana pagi yang indah dan segar.Matahari mulai tampak muncul dengan malu-malu, ketika Andin baru bisa membuka matanya. Aktivitas ranjang semalam dengan Tristan Liam Shaquille, membuat sekujur tubuh Andin terasa remuk.Dengan gerakan lambat dan serampangan, Andin melihat layar ponselnya. Dua jam lagi ibu mertuanya akan datang berkunjung. Beruntung ada koki khusus yang Tristan sewa untuk memasak jika Andin tak bisa masak.“Sudah bangun? Cepat mandi dan merias diri. Dua jam lagi mommy akan tiba dan jangan sampai kau terlihat payah dimatanya.” Tristan sudah muncul dengan pakaian rapi. Lelaki itu berjalan pelan menuju ke arah Andin, sebelum kemudian Andin menghirup aroma wangi maskulin.“Ya. Maaf aku k
Duduk seorang diri, Tristan tengah memikirkan banyak hal yang selama ini menjadi sejarah hidupnya. Lelaki itu memikirkan banyak hal yang selama ini membuatnya menjadi lelaki kejam. Hidupnya hanya dipenuhi dengan sejarah balas dendam.Ayahnya, yang memiliki nama asli William Shaquille, adalah orang yang ramah, supel, baik, dan suka mengalah karena enggan memancing keributan yang tak perlu. Namun sayang, lelaki bajingan, bangsat dan laknat itu telah mengambil segalanya dari sang ayah.Rose.....Ibu Tristan bahkan sengaja diperkosa dengan sangat kejam oleh mendiang Sanjaya. Begitu juga Tristan yang dulu sempat hendak dihabisi oleh Sanjaya, selepas Sanjaya membunuh Shaquille.Haus akan kekuasaan......Itulah yang membuat Sanjaya demikian rela melakukan apapun, menekan nilai moral dan menghilangkan nurani sebagai sesama manusia. Pada akhirnya, ada Tristan dan juga Rose yang demikian dendam pada siapa pun orang yang bermarga Sanjaya.Maka, tidak ada cara lain selain membumi hanguskan siapa
Rose menatap puas dengan desain interior kamarnya, yang Tristan rancang khusus untuknya. Wanita itu diam seribu bahasa, raut wajahnya juga datar, namun hatinya bersorak girang ketika memandangi suasana kamar yang sejuk di matanya. Sejak dulu tak pernah berubah, Rose selalu memiliki selera yang tinggi dan Tristan mengerti sekali tentang selera wanita itu.Cat ruangan berwarna putih tulang, dengan cat jendela dan gorden berwarna abu-abu tua. Mata Rose awas menatap ranjang dengan sprei berwarna silver, serta perabotan antik berupa patung kuno. Ada hiasan dinding yang unik berupa patung Zeus, dan juga guci dengan motif gambar wanita berambut ular, Medusa.“Mom, selamat beristirahat. Sampai jumpa pada makan siang nanti. Jika ada yang kurang berkenan, aku harap mom mengatakannya, Andin akan segera menggantinya.” Andin berkata lembut. Suaranya mendayu-dayu, namun sangat tegas. “Istirahatlah, mom aku akan kembali ke kamarku untuk melakukan banyak hal.”“Baiklah, terima kasih. Aku rasa ini sud
Tak ada kesakitan yang lebih dalam selain dari kesakitan yang saat ini Akmal rasakan. Tidak ada penderitaan yang lebih membunuh selain dari penderitaan yang kini Akmal lalui. Fakta yang tersuguh di depan mata, telah berhasil mengoyak kesadaran Akmal, bahwa Andhini telah berani mengambil langkah drastis untuk membalas dendam. Sosok yang duduk anggun di sofa empuk yang Akmal ketahui sebagai kursi utama, memainkan pistol dengan jemarinya yang lentik. Dialah sosok yang selama ini Akmal rindukan. Dialah sosok yang belakangan membuat Akmal gila. Dialah sosok yang membuat akal nyaris tewas dalam gelapnya malam karena angin kerinduan. Andhini yang sekarang, sungguh jauh berbeda dengan Andhini yang dahulu. Dulu, Andhini adalah sosok yang periang, ekstrovert, hangat dan manis. Namun lain lagi dengan sosok Andin yang sekarang yang tampak sangat kejam, dingin, berjarak dan introvert. Akmal juga mengakui kecantikan Andin yang saat ini lebih menonjol. Bahkan setelan hitam-hitam yang Andini ken
Mata itu..... Sorot itu..... Kini hikmah telah menemukannya lagi. Betapa dunia ini sangat kejam karena telah menempatkan sesama wanita dengannya nasib masa lalu yang kelam. Jelas saja dalam hal ini Rose jauh lebih menderita di masa lampau ketimbang Hikmah. Kurang lebih sekitar dua setengah dasawarsa, semuanya berlalu dengan begitu cepat dengan torehan kenangan menyakitkan yang tak bisa diubah. Sekuat dan setegar apa pun seorang Rosaline, tetap saja Rose hanya seorang wanita biasa dengan banyak kerapuhan. Hingga kini, bayangan pelecehan dan pembunuhan itu masih membekas dalam ingatan Rose. Memaafkan? Mungkin Rose mampu, tapi tidak mungkin kenangan itu tergilas begitu saja. Bahkan setiap harinya, sakitnya kian berkembang dengan mengerikan. Rose menatap datar sembari berjalan mendekat ke arah menantunya. Sembari menyesap rokoknya dengan anggun, Rose mengamati wanita yang kacau itu di depannya. “Berapa tahun kita tak bertemu, nyonya Sanjaya? Bagaimana kabarmu sekarang? Kulihat kau ma
Dalam ruangan empat kali lima meter, seorang pria tengah terbaring tak berdaya di atas brankar rumah sakit. Tubuhnya tergolek tak bertenaga, dan matanya terus terpejam menyakitkan.Siapa kiranya yang tega melihat kondisi menyakitkan ini? Bahkan ibu dan istrinya sama-sama menangis di luar ruangan meratapi kekalahan seorang Akmal Sanjaya.Ya, dia adalah Akmal Sanjaya, lelaki dengan tubuh terlentang dan beberapa peralatan medis menancap pada tubuhnya. Hidupnya terasa rapuh karena harus bergantung pada selang-selang kecil yang bisa putus kapan saja. Harapan hidupnya mungkin hanya setulus benang, tinggal menunggu kapan saja malaikat maut datang menjemput nyawanya.Tak ada lagi kegagahan.Tak ada lagi ketangguhan.Tak ada lagi kekuatan.Yang ada hanyalah tubuh ringkih penuh dengan rasa sakit yang tak akan ada habisnya. Yang ada hanyalah kaki penuh luka akibat melangkah di jalan yang salah. Hidup terkadang penuh dengan perhitungan, sekali saja kita Salah dalam berhitung, maka nyawa yang akan
Di sebuah sudut pinggiran LA, Celine tengah duduk seorang diri sambil menyesap anggur merah di meja di hadapannya. Pikirannya tengah kacau saat ini. Tak seorang pun tahu bahwa batin Celine merana akibat kepergian Tristan yang tak kunjung pulang. Sudah dua pekan berlalu semenjak Jordan menawarkan dirinya untuk bisa menjadi simpanan Jordan. Entah setan apa yang merasuk dalam diri Celine saat ini, namun yang jelas Celine benar-benar hanya ingin ambisinya tercapai, yakni membalas Tristan dan simpanannya. Dan keputusan akhirnya, tentu saja ia bersedia menduakan Tristan dengan Jordan, sahabat Tristan. Celine pikir, memangnya hanya Tristan yang bisa menyakitinya? Tentu saja tidak. Celine bahkan bisa lebih dari sekedar mampu untuk melakukan hal serupa. “Celine, sudah dari tadi kau disini?” Suara Jordan yang khas dan dalam itu, Membuat Celine mengalihkan atensinya. Entah mengapa, Celine belakangan mendadak menjadi paranoid sendiri sejak ia resmi memutuskan untuk menjadi simpanan Jordan. “K
Malam telah larut. Sebagian besar seisi bumi juga sudah terlelap dalam tidur, menari dalam alam mimpi yang indah. Namun entah mengapa, Andhini malam ini tak juga mampu memejamkan mata. Hatinya terasa teriris pilu, saat ia melihat Haidar sedikit rewel. Mungkin karena Haidar merasa asing di rumah barunya. Maklum saja, anak seusia Haidar memang tengah aktif-aktifnya. “Dia sudah tidur?” Tristan menatap istrinya yang tetap menawan meski malam telah larut. Mata Andin juga tampak sayu. “Sudah. Pengasuh sudah menidurkannya. Ia sangat rewel dan menangis saja.” Jawab Andin. “Ya sudah. Tidurlah jika sudah lelah. Jangan kau Bebani kandunganmu dengan kurang tidur, kasihan anak kita. Aku akan ke ruang kerja untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan.” Perintah Tristan. “Tristan, aku ingin bicara. Mari kita ke kamar untuk bicara setelah kau selesai dengan pekerjaanmu.” Ungkap Andini kemudian. Tristan tampak berpikir, mungkin ada baiknya ia meninggalkan pekerjaan malam ini dan dilanjut besok. “Jangan