Rose menatap puas dengan desain interior kamarnya, yang Tristan rancang khusus untuknya. Wanita itu diam seribu bahasa, raut wajahnya juga datar, namun hatinya bersorak girang ketika memandangi suasana kamar yang sejuk di matanya. Sejak dulu tak pernah berubah, Rose selalu memiliki selera yang tinggi dan Tristan mengerti sekali tentang selera wanita itu.Cat ruangan berwarna putih tulang, dengan cat jendela dan gorden berwarna abu-abu tua. Mata Rose awas menatap ranjang dengan sprei berwarna silver, serta perabotan antik berupa patung kuno. Ada hiasan dinding yang unik berupa patung Zeus, dan juga guci dengan motif gambar wanita berambut ular, Medusa.“Mom, selamat beristirahat. Sampai jumpa pada makan siang nanti. Jika ada yang kurang berkenan, aku harap mom mengatakannya, Andin akan segera menggantinya.” Andin berkata lembut. Suaranya mendayu-dayu, namun sangat tegas. “Istirahatlah, mom aku akan kembali ke kamarku untuk melakukan banyak hal.”“Baiklah, terima kasih. Aku rasa ini sud
Tak ada kesakitan yang lebih dalam selain dari kesakitan yang saat ini Akmal rasakan. Tidak ada penderitaan yang lebih membunuh selain dari penderitaan yang kini Akmal lalui. Fakta yang tersuguh di depan mata, telah berhasil mengoyak kesadaran Akmal, bahwa Andhini telah berani mengambil langkah drastis untuk membalas dendam. Sosok yang duduk anggun di sofa empuk yang Akmal ketahui sebagai kursi utama, memainkan pistol dengan jemarinya yang lentik. Dialah sosok yang selama ini Akmal rindukan. Dialah sosok yang belakangan membuat Akmal gila. Dialah sosok yang membuat akal nyaris tewas dalam gelapnya malam karena angin kerinduan. Andhini yang sekarang, sungguh jauh berbeda dengan Andhini yang dahulu. Dulu, Andhini adalah sosok yang periang, ekstrovert, hangat dan manis. Namun lain lagi dengan sosok Andin yang sekarang yang tampak sangat kejam, dingin, berjarak dan introvert. Akmal juga mengakui kecantikan Andin yang saat ini lebih menonjol. Bahkan setelan hitam-hitam yang Andini ken
Mata itu..... Sorot itu..... Kini hikmah telah menemukannya lagi. Betapa dunia ini sangat kejam karena telah menempatkan sesama wanita dengannya nasib masa lalu yang kelam. Jelas saja dalam hal ini Rose jauh lebih menderita di masa lampau ketimbang Hikmah. Kurang lebih sekitar dua setengah dasawarsa, semuanya berlalu dengan begitu cepat dengan torehan kenangan menyakitkan yang tak bisa diubah. Sekuat dan setegar apa pun seorang Rosaline, tetap saja Rose hanya seorang wanita biasa dengan banyak kerapuhan. Hingga kini, bayangan pelecehan dan pembunuhan itu masih membekas dalam ingatan Rose. Memaafkan? Mungkin Rose mampu, tapi tidak mungkin kenangan itu tergilas begitu saja. Bahkan setiap harinya, sakitnya kian berkembang dengan mengerikan. Rose menatap datar sembari berjalan mendekat ke arah menantunya. Sembari menyesap rokoknya dengan anggun, Rose mengamati wanita yang kacau itu di depannya. “Berapa tahun kita tak bertemu, nyonya Sanjaya? Bagaimana kabarmu sekarang? Kulihat kau ma
Dalam ruangan empat kali lima meter, seorang pria tengah terbaring tak berdaya di atas brankar rumah sakit. Tubuhnya tergolek tak bertenaga, dan matanya terus terpejam menyakitkan.Siapa kiranya yang tega melihat kondisi menyakitkan ini? Bahkan ibu dan istrinya sama-sama menangis di luar ruangan meratapi kekalahan seorang Akmal Sanjaya.Ya, dia adalah Akmal Sanjaya, lelaki dengan tubuh terlentang dan beberapa peralatan medis menancap pada tubuhnya. Hidupnya terasa rapuh karena harus bergantung pada selang-selang kecil yang bisa putus kapan saja. Harapan hidupnya mungkin hanya setulus benang, tinggal menunggu kapan saja malaikat maut datang menjemput nyawanya.Tak ada lagi kegagahan.Tak ada lagi ketangguhan.Tak ada lagi kekuatan.Yang ada hanyalah tubuh ringkih penuh dengan rasa sakit yang tak akan ada habisnya. Yang ada hanyalah kaki penuh luka akibat melangkah di jalan yang salah. Hidup terkadang penuh dengan perhitungan, sekali saja kita Salah dalam berhitung, maka nyawa yang akan
Di sebuah sudut pinggiran LA, Celine tengah duduk seorang diri sambil menyesap anggur merah di meja di hadapannya. Pikirannya tengah kacau saat ini. Tak seorang pun tahu bahwa batin Celine merana akibat kepergian Tristan yang tak kunjung pulang. Sudah dua pekan berlalu semenjak Jordan menawarkan dirinya untuk bisa menjadi simpanan Jordan. Entah setan apa yang merasuk dalam diri Celine saat ini, namun yang jelas Celine benar-benar hanya ingin ambisinya tercapai, yakni membalas Tristan dan simpanannya. Dan keputusan akhirnya, tentu saja ia bersedia menduakan Tristan dengan Jordan, sahabat Tristan. Celine pikir, memangnya hanya Tristan yang bisa menyakitinya? Tentu saja tidak. Celine bahkan bisa lebih dari sekedar mampu untuk melakukan hal serupa. “Celine, sudah dari tadi kau disini?” Suara Jordan yang khas dan dalam itu, Membuat Celine mengalihkan atensinya. Entah mengapa, Celine belakangan mendadak menjadi paranoid sendiri sejak ia resmi memutuskan untuk menjadi simpanan Jordan. “K
Malam telah larut. Sebagian besar seisi bumi juga sudah terlelap dalam tidur, menari dalam alam mimpi yang indah. Namun entah mengapa, Andhini malam ini tak juga mampu memejamkan mata. Hatinya terasa teriris pilu, saat ia melihat Haidar sedikit rewel. Mungkin karena Haidar merasa asing di rumah barunya. Maklum saja, anak seusia Haidar memang tengah aktif-aktifnya. “Dia sudah tidur?” Tristan menatap istrinya yang tetap menawan meski malam telah larut. Mata Andin juga tampak sayu. “Sudah. Pengasuh sudah menidurkannya. Ia sangat rewel dan menangis saja.” Jawab Andin. “Ya sudah. Tidurlah jika sudah lelah. Jangan kau Bebani kandunganmu dengan kurang tidur, kasihan anak kita. Aku akan ke ruang kerja untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan.” Perintah Tristan. “Tristan, aku ingin bicara. Mari kita ke kamar untuk bicara setelah kau selesai dengan pekerjaanmu.” Ungkap Andini kemudian. Tristan tampak berpikir, mungkin ada baiknya ia meninggalkan pekerjaan malam ini dan dilanjut besok. “Jangan
Dini hari kali ini terasa sunyi. Langit seolah tak membiarkan sedikit pun kebahagiaan berpihak pada Hikmah dan Akmal Sanjaya. Hingga saat ini, Akmal tak juga membuka mata, tak juga mampu menatap dunia yang telah mengadilinya. Padahal, Akmal sudah dinyatakan telah melewati masa kritisnya. Selain ada Hikmah, Arini juga masih tetap terjaga dengan mata yang terbuka sayu. Mata wanita mengantuk, namun tidak bisa terlelap dan beristirahat. Penampilannya yang dahulu terlihat sangat sempurna di mata Andin, kini tak lebih dari sekedar babu yang sangat miskin dan kurang pergaulan. Sangat lusuh dan tak pantas dipandang. Hidup memang terkadang sering kali berbanding terbalik. Peribahasa roda terus berputar itu, nyatanya benar adanya. Andin yang dulu Arini anggap sebagai sampah karena merebut Akmal Sanjaya, suaminya, kini justru menjadi ratu yang bahkan Arini sendiri ketinggalan jauh seleranya dengan Andin. Lihatlah, siapa yang tampak seperti sampah sekarang?Hikmah diam-diam meneguk salivanya d
Pagi menyapa bumi, hari telah tiba dengan berjuta ragam perasaan yang menggelayuti hati seorang Andhini. Entah mengapa, hatinya selalu merasakan emosi yang aneh ketika dekat dengan Tristan. Bersama Tristan, Andhini bisa mendapatkan apa pun yang ia kehendaki.Merebut kembali Haidar, membalaskan sakit hati terhadap Akmal yang telah mempermainkannya dan juga telah mengingkari janji, juga memberikan kemewahan dan menjamin hidup Andin. Apa yang tak Andin dapatkan saat ini?Cinta Tristan.Ya, hanya cinta Tristan yang tak Andin dapatkan sepenuhnya. Jika tentang perhatian, Tristan cukup perhatian dan cukup siaga jika terjadi sesuatu pada Andin. Hanya saja, menurut Andin itu semata hanyalah karena dirinya mengandung darah daging Tristan. Tidak lebih. Pernikahan mereka terjalin hanya karena sebuah kesepakatan dangkal. Selebihnya, mungkin hanya sebatas formalitas atas semua sikap Tristan terhadap Andhini. Tak ada cinta suci, tak ada cinta sejati.Pada akhirnya, Andin harus menerima kenyataan bah