“Kau bilang, tubuhmu tadi sakit?” tanya Fjola. Mereka masih berbaring di ranjang. Telanjang. Hanya jubah yang menutupi setengah bagian tubuh mereka. Ia berbaring dalam dekapan Arnor.“Sekarang tidak lagi,” jawab peri itu. Ia tampak mengantuk. “Kau berhasil melepaskan hormon penahan rasa sakit dariku.”Fjola mendengkus. “Kurasa, aku lebih cocok menjadi penyembuh daripada kau.”Arnor menoleh. Ia pura-pura merengut. “Untuk kali ini saja, bolehlah.”Jawaban peri itu membuat Fjola tergelitik. Ia mendengkus lagi.“Omong-omong, kau hebat sekali berhasil mencapai hutan ini sendiri,” cetus Arnor.Fjola tersentak. Ia lupa terhadap Sofia. Bergegas, ia bangkit dari tidurnya, menarik jubah dan memakainya. “Aku bersama Sofia,” katanya singkat. Jantungnya berdetak lebih cepat. Ia takut tepergok oleh wanita itu. Wajahnya merona.Arnor menarik lengan gadis itu hingga tersungkur ke dadanya yang telanjang. Ia memeluk Fjola dan menguncinya dengan kaki yang disilangkan. “Jangan pergi. Berbaringlah sebenta
FannarUjian dari Mr. Q datang setelah hampir seminggu berlatih. Tes itu amat sedeharna. Fannar harus masuk ke rumah dan mencuri sesuatu tanpa diketahui oleh para anggota garda.Tadi malam, Mr. Q pulang setelah kepergiannya selama hampir seminggu. Ia tak sabar melihat Fannar. Seba, jauh di lubuk hati, ia mengharapkan pemuda itu mampu memecahkan masalahnya. Jadi, setelah tak mau diganngu semalaman, ia turun dan memerintahkan ujian itu untuk Fannar.“Aku memiliki rencana untuk—““Bicaranya nanti saja,” potong ketua itu tak sabar. “Sekarang, kau keluarlah dari sini dan cobalah curi sesuatu dari rumah ini. Kau boleh pakai cara apa saja.”“Tapi—““Curi benda milik kami satu persatu. Waktumu hanya sampai matahari terbenam. Kalau kau dapat mencuri semua barang milik kami, kau lulus. Mengerti?” Ia lantas mengabaikan pemuda belia itu. “Nah, kalian mesti bersiap-siap. Kalian harus melindungi benda kesayangan kalian.” tambahnya kepada anggota Garda yang lain.Fannar terpaksa menelan idenya. Ia m
Rowan dan Luke buru-buru duduk dengan benar ketika Mr. Q dan Fannar turun dari lantai atas. Mata mereka tampak memelotot, mulut mereka pun menganga. Luke yang sedang menyeruput miuman sampai menyemburkan air dari mulutnya. Ia terbatuk karena tersedak.“Siapa manusia tembok yang sedang Anda bawa?” tanya Rowan.Mr. Q mendelik melihatnya. Bibirnya cemberut. Dia tidak berkata apa-apa.“Fannar?” Luke yang berhasil menemukan napasnya kembali menebak. “Jadi, apakah kau berhasil mencuri barang milik Ketua?”Pemuda bertubuh kurus itu memeluk tubuhnya sendiri yang telanjang. Bibir bawahnya tampak bergetar karena menahan dingin. Ia menggeleng singkat dan pelan sebagai jawaban.Kekecewaan jelas terpancar dari kedua lelaki tersebut. Mereka memandang Mr. Q yang memijat kening dengan satu tangan. Tangannya yang lain di pinggang. “Yah, mungkin cara yang kau pakai ini cukup unik. Aku belum pernah melihatnya seumur hidupku. Kreatif juga. Tetapi, sebaiknya aku memberitahumu saja masalah yang kami hadap
FjolaSetiap melihat Arnor, Fjola merasa malu. Pipinya selalu bersemu merah. Seperti sekarang ketika ia tengah menyiapkan makan malam bersama dengan Sofia di dapur. Dari sana ia dapat melihat peri itu yang tengah berganti pakaian. Jubah yang dikenakannya dulu berlumur darah.Ketika melihat tubuh Arnor yang setengah telanjang, Fjola mendapati tubuhnya sendiri seolah merespons. Ia teringat rasa kulit halus sang peri kala bersentuhan dengan kulitnya sendiri. Darahnya mendesir. Apalagi ketika melihat dada bidang peri itu, otot-otot perutnya yang meregang saat tangannya terangkat dan masuk ke lubang kemeja. Dia tampak sangat seksi.“Fjola!” panggil Sofia mengulurkan sebelah tangannya. “Berikan jamur itu padaku.”Dengan wajah merah, gadis itu mengangsurkan jamur yang sudah dibersihkannya ke tangan Sofia. Ia berusaha sekuat tenaga untuk fokus dengan apa yang dikerjakannya sekarang.“Apa yang kau harapkan darinya?” tanya Sofia sembari menaburkan jamur ke panci berisi air yang menggelegak. Ia
Tubuh Arnor melompat dengan lincah dari dahan satu ke dahan yang lain. Meskipun demikian, ia dapat merasakan kekuatannya melemah. Bukan karena luka yang kemarin dideritanya, melainkan daya hidupnya di dunia ini semakin pudar. Hal itu tak lain karena pengaruh lingkungannya yang semakin sekarat. Makhluk hidup berperang dengan makhluk hidup lainnya. Perlahan namun pasti dunia tengah rusak. Dan itu berpengaruh dengan daya hidup Arnor. Apalagi ketika melihat pohon-pohon mati yang dilompatinya. Peri itu dapat merasakan jerit mereka ketika dipaksa meninggalkan akar, penopang hidup mereka.Kabut bertambah tebal pada malam hari. Meski begitu, mata sang peri mampu menembusnya. Pohon yang masih bertahan, atau sudah sekarat seolah membisikkan jalan ke telinganya. Mereka tidak berharap Arnor mampu membantu mereka, karena sadar bahwa mereka sudah tidak dapat ditolong lagi. Limbah dari sihir-sihir yang dilakukan oleh Malakora sudah terlalu memberi mereka efek yang bahkan tak pernah dibayangkan makh
Sekuat tenaga, Fjola menahan air matanya supaya tidak tumpah. Ia menekan perasaan sedihnya yang semakin berat untuk ditanggung. Ia berusaha. Namun, ketika area di mana celah yang akan membawanya kembali ke dalam tembok terlihat, Fjola tak bisa menyembunyikan lagi raut wajahnya yang sedih.Gadis itu tahu bahwa inilah saatnya ia harus pergi, kembali ke negeri yang telah diimpikannya selama ini. Namun, ia juga menyadari betapa berubahnya perasaannya sekarang. Jika hal ini terjadi beberapa minggu yang lalu, niscaya ia akan senang bukan kepalang. Namun kini, ia tak yakin dengan perasaan itu lagi. Ia tahu persis alasan perubahan itu. Yaitu Arnor.Peri itu telah mengubahnya. Ia yang dulu sangat menginginkan kembali ke dalam tembok, sekarang menjadi ragu. Satu sisi, ia ingin bersama sang peri. Namun di sisi lain, ia mesti kembali ke dalam tembok untuk mencari tahu apa yang terjadi terhadap ayahnya. Batinnya bergejolak. Risiko apa yang mesti dihadapi dalam setiap pilihan itu?Seandainya Fjola
Apa kau pernah melihat sebuah cangkang yang kosong, Fjola?Suatu hari, ibunya pernah bertanya kepadanya. Waktu itu umurnya masih remaja.Ya, Ibu, aku pernah melihatnya, jawab Fjola duduk di sebelah ranjang ibunya. Tangannya mengamit jemari sang ibu yang tergolek lemah karena penyakit. Orang bilang, ibunya hanya lelah. Namun, Fjola tahu ibunya sakit parah karena kelelahan.Bagimana menurutmu? tanya ibunya lagi. Matanya yang setengah tertutup memandang langit-langit rumah.Aku tidak tahu, jawab gadis itu jujur.Sang ibu tersenyum Meski begitu, setetes air mata turun dari sudut matanya. Rasanya sangat menakutkan.Kening Fjola mengernyit. Kenapa?Karena sudah tidak ada lagi yang tersisa di dalamnya. Kosong. Nihil. Tidak ada lagi yang mengisi ruang-ruang itu, tidak ada lagi yang menjadi penghangatmu, bahkan tidak ada lagi yang menjadi penggerakmu untuk ke depan. Kau akan dilupakan. Kau akan menjadi tidak berguna.Tapi, lambat laun sesuatu yang lain akan mengisi cangkang itu bukan? tanya Fj
Sang PangeranWaktu Barrant untuk menemukan kekasihnya sudah hampir habis. Ia kecewa terhadap dirinya sendiri karena ketidakbecusannya melindungi Fjola. Setiap hari, di sela pencariannya, pangeran itu selalu menyalahkan diri sendiri. Selama ini dia terlalu sombong dengan meremehkan Margaret, meremehkan masalahnya. Ia sesumbar bahwa akan berhasil menemukan Fjola hanya dengan lima prajurit. Namun nyatanya seminggu sebelum waktu yang disepakatinya dengan sang ayah habis, ia belum juga menemukan gadis itu.Ia tengah frustrasi di atas tembok, tempat favoritnya bersama Fjola dulu. Penampilannya sekarang lebih berantakan dibanding dulu. Ia membiarkan cambang tumbuh di dagunya. Tidak lebat, tetapi cukup membuat pangeran itu tampak kotor dan kacau. Rambut yang biasanya disisir ke belakang dengan rapi ia biarkan terurai berantakan. Matanya tampak lelah. Asal lingkar panda yang menghiasi kantungnya.“Di mana kau?” gumamnya kepada angin. Ia memandang menerawang ke lembah kematian yang menganga di
Fjola bakal percaya kalau dirinya sudah mati apabila makhluk buas yang tadi menyerangnya menghilang. Karena bagaimanapun, ia yakin bahwa makhluk sekeji itu tak mungkin dapat masuk ke dalam dunia kekal nan nyaman serta indah. Lagi pula, saat ia menengok ke samping, Barrant masih tertelungkup tak berdaya.Yang paling membuatnya yakin ini hanya mimpi adalah keberadaan Arnor yang berdiri di depannya, menahan pedang makhluk menyeramkan yang berniat membunuhnya. Padahal, dari kilasan yang pernah dikirimkan oleh Eleanor, saudara kembar Arnor yang memiliki kekuatan pikiran, ia mendapat kabar bahwa Arnor sudah mati. Ditambah ucapan Malakora ketika menyerangnya, Fjola kian yakin bahwa peri itu telah tiada. Namun sekarang, sang peri berdiri di depannya. Tubuhnya solid dan utuh. Meski baru bisa melihat punggungnya, gadis itu yakin Arnor baik-baik saja. Ia hidup.Hati Fjola lega luar biasa. Bahkan saking lega dan bahagia, ia sampai menitikan air mata. Dalam hati, ia bersyukur dapat bertemu lagi de
Fannar merasa sia-sia melepaskan anak panah ke makhluk yang sedang mengayunkan pedang secara membabi buta di depannya. Pasalnya, kulit makhluk itu sulit dilukai hanya dengan sebuah panah bermata besi. Meski dalam jarak yang dekat serangannya tak mampu melukai lawan. Yang ada si lawan malah bertambah murka.Makhluk itu menusukkan pedangnya yang panjang ke tubuh kecil Fannar tanpa ampun. Dengan kegesitan yang luar biasa, pemuda belia itu mampu menghindar. Tangannya yang bebas meraih benda apa pun di dekatnya untuk dilempar ke makhluk itu. Ia malah tampak seperti anak kecil yang merajuk. Hal itu membuat si makhluk semakin jengkel.Makhluk yang adalah salah satu panglima terkuat Malakora itu pun menyapukan pedangnya memutar ke sekelilingnya. Hal itu menyebabkan baju bagian dada Fannar terkena ujungnya lalu robek.Zoe yang datang setelah memastikan kuda yang membawa lari Fjola dan Pangeran Barrant sudah melaju dan tak kembali pun menghujamkan belatinya ke punggung sang makhluk ketika lenga
Langkah makhluk itu tampak mantap saat mendaki bukit. Meski tubuhnya berat sehingga mata kakinya terbenam dalam tumpukan salju, ia berjalan dengan langkah ringan. Seringai menghiasi wajahnya yang jelek, membuatnya semakin jelek. Pedangnya yang tajam dan panjang diseret hingga bagian ujungnya membelah salju di bawah, menciptakan bekas yang mengalur di samping jejaknya. Matanya menatap lurus ke tujuan. Setelah dua hari mengikuti, akhirnya ia mampu mengejar buruannya.Meski rajanya tidak memerintahkan secara langsung untuk memburu mereka, namun dari pengalamannya, Malakora selalu membunuh anggota kerajaan dari negeri yang diserangnya. Ia ingat ketika mereka menyerang salah satu kerajaan yang mayoritas penduduknya merupakan bangsa kurcaci. Waktu itu hampir semua prajurit mereka binasakan. Namun, Malakora tak berhenti membantai.“Sudahlah! Biarkan sisannya kita pekerjakan sebagai budak. Bukankah mereka pandai membuat senjata?” katanya.Malakora yang baru saja merenggut seorang bayi dari de
Sementara itu, di sebuah ruangan kecil di istana Malakora, sebuah kotak seluas 2 x 3 meter yang tingginya hanya satu meter dan terbuat dari baja, dengan kaca sebagai jendela, dikunci sedemikian rupa sehingga hanya lubang sepanjang kepalan tangan yang disekat teralis menjadi satu-satunya jalan untuk udara. Seorang peri berambut cokelat kayu dipernis terikat dengan kedua tangannya terentang. Ia tergantung dengan posisi setengah berlutut. Kakinya yang lemah tertekuk ke belakang. Kepalanya menunduk. Bajunya koyak, beberapa bagian tampak bekas terbakar. Darah dan kotoran menghiasi sosoknya.Seorang peri cantik berjalan masuk ke ruangan itu bersama dua pengawalnya yang setia. Salah seorang pengawal itu menarik kursi sampai di depan kotak baja. Setelahnya, peri cantik tadi duduk di sana, menyilangkan kaki dan bersedekap. Matanya memandang kotak dengan pongah. Ia mengibaskan tangan, menyuruh pengawalnya untuk membuka pintu kotak itu.Salah satu pengawal itu tergopoh-gopoh menuju kotak baja, m
Istal istana kosong melompong. Tak ada kuda maupun kereta yang tersisa. Semuanya lenyap. Ada satu kuda yang berbaring di kandang. Keadaannya tak lebih baik dari mereka. Kuda itu kurus dan lemas. Bahkan untuk mengangkat kepala saja sulit. Fjola tak mungkin memaksanya membawa mereka bertiga, mustahil.“Lepaskan aku,” rintih Barrant. “Aku harus membunuh peri itu.”“Diamlah, Barrant!” Fjola yang kelelahan tambah frustrasi. “Kita ke pintu belakang. Semoga saja ada kuda yang dapat kita gunakan,” tambahnya memberi aba-aba kepada Ishak yang memapah sang pangeran di sisi satunya.Untungnya, pintu belakang istana tidak terkunci, bahkan menjeblak terbuka. Fjola menyeret tubuh Barrant yang langkahnya diseret melewati pintu besi itu. Namun, saat berhasil keluar, Fjola harus kecewa karena tak ada apa pun di sana kecuali seorang prajurit telanjang yang pingsan. Ia dan Ishak berusaha menyeret tubuh Barrant yang kini pingsan menjauh dari istana.Sebuah gerobak berisi tong-tong bekas makanan teronggok
Fjola tengah ditanya apakah ia bersedia menerima Barrant apa adanya, dalam susah maupun senang, dalam sehat maupun sakit, dalam kaya maupun miskin, ketika guncangan itu terjadi. Ia memakai gaun terindah yang pernah dikenakannya, terlembut yang pernah disentuh oleh kulitnya, teringan yang pernah disangganya. Rambutnya yang pendek setengah teralin ke belakang. Sepatunya yang tinggi tampak mengilap dan bersih. Bunga yang disusun indah digenggamnya dengan mantap. Matanya yang sembap karena lagi-lagi menangis, berhasil ditutupi olesan bedak oleh Ishak.Meskipun demikian, kecantikan Fjola hanya menarik decak kagum dari tamu para tamu khusus itu sebentar saja. Sebab, setelah guncangan yang membuat gedung tempat dilaksanakan upacara pernikahan itu bergoyang, orang-orang yang ada di dalamnya terpekik terkejut. Dengung bagai lebah terdengar dari mulut mereka. Tak lama berselang, guncangan itu terjadi lagi. Saking besarnya sampai-sampai tanah bergetar, atap runtuh. Seketika keadaan menjadi kacau
“Jadi, apa yang harus kita lakukan?” tanya Zoe setelah melihat Margaret pergi dari menara.Fannar bungkam. Banyak pertanyaan yang berkelebat di kepalanya. Apakah isi tong itu racun? Kenapa membawanya ke gerbang? Dituang di mana? Apakah wanita tua itu bermaksud meracuni seluruh prajurit yang menjaga gerbang? Untuk apa? Apakah dia berniat melarikan diri ke luar tembok? Kenapa perlu meracuni prajurit? Fannar sungguh bingung.“Hei! Bagaimana? Jadi tidak membakar menara ini?” tanya Zoe lagi.Fannar memutuskan, “Kurasa kita harus ganti rencana.” Ia segera menyusul Mr. Quin. Zoe mengikutinya dengan kesal.“Kenapa tiba-tiba?” tanya gadis itu.“Wanita tadi jahat. Kurasa dia tengah merencanakan sesuatu yang berbahaya.”“Tapi, dia petinggi Garda.”Fannar menggeleng. “Kita ditipu, kau ditipu, Garda ditipu.”Mendadak, Zoe berhenti. “Apa?”“Tak ada waktu untuk menjelaskannya.” Fannar menarik tangan gadis itu bersamanya. “Kita harus menghentikan racun itu.”Mereka memelesat mengikuti sang ketua Gard
Margaret melenggang ke menara belakang istana dengan mata berbinar-binar. Akhirnya rencananya selama ini berjalan dengan sempurna. Ia akan berkuasa. Meski beberapa kali Barrant menjegal langkahnya, ia tak menyerah. Ia sudah berkorban banyak, termasuk waktu yang lama untuk dihabiskannya dengan berpura-pura mengabdi kepada negara bobrok yang tak berguna ini. Dengan bantuan anak-anak bodoh yang ditipunya, ia mampu mengeksekusi ramuannya yang berharga. Wanita tua itu sudah mencari resep dari tempat yang bahkan berbahaya untuk dimasuki. Demi tujuannya menjadi penguasa, ia bahkan rela kehilangan hati nurani. Ia sudah muak hidup di tengah para manusia bodoh yang selalu merendahkannya. Ia ingin mereka tunduk di kakinya.Setelah hadirnya Fjola kembali ke negeri tersebut, ia tahu bahwa rencana yang telah disusunnya jauh-jauh hari gagal lagi. Ia yang semestinya menjadikan Lilija penguasa pun luput. Semua karena ulah para Garda yang bodoh itu. Seharusnya, ia tak mempercayakan tugas penting itu k
Rencananya, Fannar akan mematik api di bangunan tempat penyimpanan anggur yang letaknya tak jauh dari dapur. Tentu, dengan begitu ia yakin istana akan hancur. Namun, dalam prosesnya ternyata tidak semudah yang dia kira. Tempat penyimpanan anggur itu terkunci. Setiap beberapa menit, ada saja pelayan yang hilir mudik mengambil tong-tong anggur itu. Jadi, dengan sedikit inprovisasi, ia mengubah targetnya menjadi menara tak terpakai di bagian belakang istana.Tanpa diketahui Fannar, menara itu merupakan menara yang sama tempat kakaknya dulu dijebak dan diculik. Zoe membantu pemuda itu mencuri alkohol untuk disiramkan ke kayu-kayu yang bertumpuk di menara. Saat ia kembali, ia melihat Fannar bersembunyi di pohon besar dekat menara itu. Melihat tingkahnya yang aneh, Zoe pun mendekatinya dengan langkah sepelan mungkin.“Ada apa? Kenapa kau bersembunyi di sini?” tanyanya berbisik.Fannar menempelkan telunjuk di bibir, kemudian menunjuk pintu menara yang terbuka. “Aku melihat Rowan dan Luke mem