Share

58. Kencan

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2025-03-14 18:52:24
"Sepertinya aku datang tepat waktu sekali."

"Oh, kau." Anna terkejut ketika melihat lelaki yang kemarin siang mengunjungi toko tempatnya bekerja.

"Ya dan namaku Landon kalau kau mau tahu," ucap lelaki berkacamata itu dengan senyum lebar. "Aku sempat berpikir kalau kau hari ini mungkin tidak akan masuk, karena dimarahi tentang hadiah itu."

"Aku memang dimarahi, tapi bukan karena itu." Anna balas tersenyum. "Apa kau mau berbelanja? Silakan langsung saja masuk."

"Biar kutebak. Kau sudah mau pulang?" tanya Landon masih dengan senyum yang sama.

"Benar, kebetulan hari ini jadwal jagaku hanya sampai jam tiga sore saja."

"Oh, sebentar." Kening Landon mengernyit, sebelum memanjangkan tangan dan menyentuh pipi Anna dengan lembut. "Kau terluka?"

"Benarkah?" Dengan sangat canggung, Anna mundur selangkah dan memegang pipinya. "Aku rasa hanya tergores, karena kejadian tadi pagi."

"Kejadian tadi pagi? Apa yang terjadi tadi pagi."

Anna sudah nyaris membuka mulut untuk mengatakan apa
5Lluna

Apakah saingan?

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pesona Sang Penguasa   59. Macan Tidur

    "Pak Alaric?" Marjorie memanggil dengan kening berkerut. "Apa ada yang salah?" "Oh, maaf." Alaric tersenyum ketika menanggapi Marjorie yang kali ini menjadi moderator. "Kau barusan bilang apa?" "Tentang visi dan misi Pak Alaric." Marjorie melanjutkan dengan kening berkerut. "Bisa jelaskan lebih lanjut?" Tentu saja Alaric akan dengan cepat menjelaskan apa yang dia maksud dengan detail, tapi tatapan matanya nyaris tidak pernah beralih. Hal yang tentu saja membuat Marjorie ikut menatap ke arah yang sang calon perdana menteri itu tatap. "Bagaimana mereka bisa bersama?" gumam Marjorie dengan kening berkerut. Sementara itu, Anna yang menonton dari kejauhan, mau tidak mau merasa kagum dengan sang suami yang berbicara di depan umum tanpa canggung. Lelaki itu terlihat sangat berkharisma, berwibawa dan makin tampan saja. Sayangnya, Anna tidak bisa lama-lama mengangumi. "Apa kau senang?" tanya Landon perlu sedikit menunduk. "Kau terlihat tidak bisa melepas tatapanmu dari lelaki tua i

    Last Updated : 2025-03-15
  • Pesona Sang Penguasa   60. Calon Mantan Suami

    "Alaric." Landon melebarkan tangannya. "Aku merindukanmu." Landon sudah melangkah maju untuk memeluk, tapi sang calon perdana menteri malah menghindar. Hal yang seharusnya membuat sang model marah, tapi dia justru tersenyum sangat lebar. "Kau masih marah padaku?" tanya Landon dengan senyum yang tidak pernah pudar. "Padahal aku sudah meminta maaf dengan tulus dan sudah menjelaskan pula apa yang terjadi." "Menerima maaf dan menerima pelukan adalah dua hal yang berbeda," jawab Alaric menatap lelaki di depannya dengan tatapan datar. "Lagi pula, apa yang kau lakukan? Ingin bertemu istrimu?" "Mantan." Marjorie meralat dengan cepat. "Dia sudah menjadi mantan." "Akan menjadi mantan," balas Landon dengan sebelah mata yang berkedip. "Kalian suami istri?" Anna refleks mengatakan hal itu, dengan mata membulat dan bibir terbuka saking kagetnya. "Apa kau tuli?" desis Marjorie dengan mata melotot. "Kami sudah menjadi mantan. Lagi pula, apa yang kau lakukan di sini?" "Aku rasa kau yan

    Last Updated : 2025-03-15
  • Pesona Sang Penguasa   61. Korban Grooming

    "Aku minta maaf." Baru saja turun dari mobil, Anna langsung membungkuk dalam pada sang suami. Hal yang tentu saja membuat Alaric menaikkan sebelah alisnya. "Boleh aku tahu kau minta maaf untuk apa?" Alih-alih meminta istrinya bangkit, Alaric malah terus berjalan masuk ke dalam rumah. "Oh, tunggu dulu." Anna dengan cepat menarik lengan sang suami, mencegahnya masuk. "Biar aku yang masuk duluan, karena aku harus menyambutmu dengan baik." "Untuk apa kau menyambutku?" Tentu saja Alaric akan mengerutkan keningnya. "Kita pulang bersama dan kau tidak wajib untuk melakukan itu." "Aku harus melakukan itu." Sayangnya, Anna menolak dan bahkan sudah membuka pintu dan melangkah masuk. "Masuklah ke dalam, setelah aku menutup pintunya." Kening Alaric langsung berkerut mendengar ucapan absurd sang istri. Saking bingungnya, dia bahkan menatap dua orang asisten yang berjalan di belakangnya. Sayangnya, dua

    Last Updated : 2025-03-16
  • Pesona Sang Penguasa   62. Sebab Akibat

    "Tentu saja tidak masalah." Anna mengangguk dengan tatapan yang sedikit menerawang, bercampur bingung. "Jika memang perlu, aku tidak masalah ke psikolog." "Tapi jika ini tidak berhasil, kau mungkin perlu ke psikiater dan meminum obat," ucap Darcy dengan penuh kehati-hatian. "Tidak masalah kan?" "Ya, aku sama sekali tidak masalah." Anna kini mengangguk disertai dengan senyuman. "Ini demi kebaikanku dan Alaric juga kan?" "Benar." Darcy mengangguk pelan. "Demi kebaikan kalian berdua." "Baiklah, selama tidak mengganggu pekerjaan aku tidak punya masalah apa pun." Darcy hanya bisa meringis mendengar ucapan sang nyonya yang kali ini terdengar begitu polos dan ceria. Jujur saja, itu tidak membuat sang asisten tersenyum. Sebaliknya, dia merasa sangat kasihan. Padahal Darcy hanya mendengar sedikit pembicaraan dua orang tuannya, tapi itu saja sudah cukup ingin membuatnya menangis. Bagaimana mungkin ada seorang ayah yang begitu jahat? "Nyonya, bolahkah aku bertanya?" Tiba-tiba saja

    Last Updated : 2025-03-16
  • Pesona Sang Penguasa   63. Titik Jenuh

    "Aku akan melaporkanmu pada polisi." Seorang lelaki yang kini terikat di kursi kayu dengan wajah babak belur, membentak dengan suara tercekat. Tentu saja itu adalah ayah kandung dari Anna dan mertua dari Alaric. "Laporkan saja." Alaric yang sedang duduk dengan kesepuluh jari tangan yang menempel, menjawab dengan tenang. "Aku ingin lihat, siapa yang akan ditangkap. Kau atau aku." "Tentu saja kau yang akan ditangkap." Sang ayah mertua kembali membentak. "Yang terluka di sini adalah aku." "Kau terluka karena aku hanya sedang membela istriku." Alaric kini berdiri, menatap lelaki yang lebih pendek posisinya itu. "Kau bahkan lebih rendah dari binatang." Bukannya merasa bersalah, ayah Anna malah tertawa. Tawa yang jelas-jelas saja mengejek menantunya. Hal yang membuat lelaki itu malah makin terlihat seperti psikopat. "Kenapa?" tanya sang ayah mertua dengan senyum miring. "Kau merasa tertipu karena Anna sudah tidak perawan atau apa? Padahal aku tidak pernah menidurinya loh, tapi t

    Last Updated : 2025-03-17
  • Pesona Sang Penguasa   64. Psikolog

    "Jadi, apa yang ayahmu ajarkan saat kecil?" tanya seorang perempuan dengan kacamata dan sedang menatap pasien muda di depannya. "Banyak hal," jawab Anna tanpa ragu. "Terutama setelah Mama meninggal, Papa banyak mengajariku tentang hubungan antara ayah dan anak." "Hubungan seperti apa itu?" Perempuan berkacamata yang ramah itu kembali bertanya. Sayangnya, Anna tidak bisa langsung menjawab. Dia merasa ragu untuk memberitahukan apa yang terjadi sejak dia kecil, terutama tentang hal yang berhubungan dengan papanya. Jujur saja, Anna takut dengan reaksi orang lain. Apalagi, Alaric sepertinya tidak begitu suka dengan apa yang pernah dia dengar tempo hari. "Tidak apa-apa Anna." Perempuan tadi tersenyum. "Aku hanya ingin mendengar dan mungkin memberi sedikit saran yang bisa membantumu. Lagi pula, kita teman kan?" "Teman?" Anna menaikkan sebelah alisnya. "Tapi bukankah kau psikolog yang dibayar suamiku? Itu artinya aku pasien bukan?" "Oh, ayolah." Perempuan yang dipanggil psikolog

    Last Updated : 2025-03-18
  • Pesona Sang Penguasa   65. Ujian Mertua

    "Kau tidak menemukan apa pun tentang anak bernama Anna itu?" tanya Marjorie dengan mata melotot. "Sangat tidak masuk akal." "Maaf Nyonya, tapi kami tidak bisa mendapatkan apa pun." Seorang lelaki memberitahu. "Sepertinya ada yang membatasi akses untuk mencari tahu. Namun, kami berhasil menemukan satu hal." "Apa itu?" Marjorie yang sedang berbaring dengan malas, langsung bangun. "Cepat beritahu aku." "Kemarin, kami mendapati si Anna ini pergi ke psikolog." "Apa-apaan itu." Bukannya senang karena mendapat informasi, Marjorie malah marah. "Padahal aku pikir kau mendapat informasi yang berguna, tapi malah memberitahu hal bodoh." "Itu bisa saja menjadi informasi yang berguna." Si pembawa informasi memberitahu. "Mungkin si Anna ini punya masalah dengan mentalnya dan perlu pergi ke psikolog. Itu bisa membuatnya terlihat buruk bukan?" Marjorie menaikkan sebelah alisnya. Dia perlu sedikit memikirkan ucapan informannya, barulah mengangguk setuju. Informasi tadi rupanya tidak begitu j

    Last Updated : 2025-03-19
  • Pesona Sang Penguasa   66. Sakit Jiwa

    "Salam kenal, namaku Anna." Elizabeth menatap menantunya yang sedang memperkenalkan diri di depan semua peserta arisan. Tidak terlalu banyak orang, tapi kejadian ini membuatnya merasa tidak senang. "Padahal aku tidak mengatakan kalau acaranya di hotel berbintang, tapi dia malah datang dengan busana semi formal, alih-alih pakaian santai. Aku kan jadi tidak bisa mencibir, apalagi dia datang dengan tema warna yang sesuai," cibir Elizabeth dalam hati. "Wah, aku tidak menyangka bisa melihat perempuan yang dekat dengan Alaric." Seseorang tidak segan berbicara. "Padahal aku pikir kau akan selamanya disembunyikan." "Calon menantumu juga cukup menggemaskan, walau dia sepertinya jauh lebih muda dari Alaric." Seorang perempuan lain memberitahu Elizabeth yang tentu saja akan makin cemberut. "Aku sudah dua puluh lima tahun." Anna merasa perlu untuk memberitahu. "Perbedaan usiaku dengan Alaric memang jauh, tapi aku tidak semuda itu dan sudah cukup umur." Mendengar ucapan Anna, sebagian b

    Last Updated : 2025-03-20

Latest chapter

  • Pesona Sang Penguasa   133. Teman Semua Orang

    "Jadi Bastian, maukah kau berbicara sedikit?" tanya seorang perempuan berwajah lembut, dengan suara yang sama lembutnya. Sayang sekali, Bastian malah menggeleng dengan keras. Dia bahkan membuang muka dan lebih memilih untuk memeluk boneka kelinci yang baru-baru ini menjadi mainan kesayangannya. "Bonekanya sangat menggemaskan, dari mana kau mendapatkannya?" Tidak berhasil saat bertanya secara langsung, perempuan paruh baya tadi memilih untuk bertanya hal lain lebih dulu. "Bibi," jawab Bastian tanpa ragu. "Hadiah." "Aku dengar baru-baru ini kau ulang tahu. Apa ini hadiah ulang tahunmu?" Bastian kali ini mengangguk dengan sangat antusias, dia bahkan tersenyum. Tentu saja ini hal yang bagus untuk semua orang. "Bibi yang mana yang memberimu ini?" Perempuan paruh baya tadi ingin menyentuh bonekanya, tapi si bocah langsung memeluknya dengan lebih erat lagi. "Aku tidak akan mengambil bonekamu." Perempuan yang sejak tadi bertanya, hanya bisa tertawa. "Apakah tidak boleh aku tahu

  • Pesona Sang Penguasa   132. Bantuan Aneh

    "Kau sudah melihat berita terbaru?""Yeah, katanya pasangan Crawford akan membiayai bocah malang yang ibunya menjadi korban pembunuhan itu.""Tapi apa kau tahu, mereka mengatakan itu ide dari istrinya Alaric Crawford.""Aku rasa dia merasa bersalah karena ibu anak itu meninggal. Maksudku, belum tentu dia pelakunya, tapi dia katanya baru kehilangan bayi kan? Mungkin naluri ibunya tersentuh.""Rasanya aku tidak percaya kalau orang sebaik itu adalah tersangka. Aku rasa mereka hanya kebetulan saja tersangkut kasus ini."Telinga Anna rasanya gatal sekali mendengar apa yang diucapkan oleh orang-orang di sekitarnya. Padahal, tadinya Anna hanya ingin keluar sebentar untuk berbelanja di minimarket, tapi malah dia mendengar semua orang membicarakannya dan Alaric."Aku rasa taktikmu berhasil, Nyonya," bisik Darcy yang selalu mengikuti ke mana-mana."Ini bukan taktik, Darcy." Anna melotot mendengar asistennya itu. "Aku murni melakukan ini, karena aku merasa kasihan pada Bastian.""Tentu

  • Pesona Sang Penguasa   131. Melihat

    "Aku tidak salah dengar kan?" tanya ayah Marjorie dengan mata melotot. "Kau ingin membiayai Bastian?""Hanya pendidikannya saja," balas Anna dengan senyum tipis, sembari bermain dengan anak yang dimaksud. "Lagi pula, Alaric yang akan membayar semuanya. Bukan aku."Walau agak tidak sesuai jadwal, Anna dan Alaric pada akhirnya pergi mengunjungi Bastian. Hanya berselang dua hari sejak janji yang diucapkan sang calon perdana menteri, tapi mereka berhasil berkunjung di tengah kesibukan."Kau sedang tidak sedang mabuk kan?" tanya sang ayah dengan kening berkerut."Sama sekali tidak, tapi kalau ingin berterima kasih jangan padaku." Alaric menjelaskan, sebelum diminta. "Aku memang yang akan mengeluarkan uang, tapi ini ide Anna.""Lalu kau menerimanya begitu saja?""Aku menerima ide itu karena istriku yang meminta. Lalu, ini juga bisa membuat suaraku yang sempat turun, kembali naik.""Al." Anna tentu saja akan menegur sang suami yang terlalu jujur."Aku hanya mengatakan kenyataan, An

  • Pesona Sang Penguasa   130. Melakukan Sesuatu

    "Sudah mati pun dia masih bikin susah." "Mom, jangan ngomong gitu dong." Anna segera menegur mertuanya. "Tidak baik membicarakan orang yang sudah meninggal seperti itu." Anna yang duduk di sebelah sang mertua, segera memeluk lengan Elizabeth. Niatnya sih untuk menghentikan perempuan tua itu, terutama saat mereka sekeluarga sedang berkumpul di rumah Elizabeth. "Tapi itu kenyataannya." Sayangnya, Elizabeth enggan berhenti, bahkan sampai melotot saking marahnya. "Gara-gara dia, kita semua harus melakukan tes darah." "Sebenarnya, kita tidak perlu melakukan tes darah." Alaric mengembuskan napas lelah. "Tidak satu pun dari kita yang pernah kontak langsung dengan darah Marjorie, apalagi kotoran dan hal lainnya." "Siapa yang bisa menjamin?" tanya Elizabeth makin melotot saja. "Dia itu sangat pendendam, bisa saja dia dengan sengaja meneteskan darahnya ke dalam kopimu atau minuman Anna. Atau bisa saja dia menyuruh orang lain melakukan itu." "Mom, aku mohon." Tidak tahan mendengarnya

  • Pesona Sang Penguasa   129. Penyakit

    "Apakah Bastian tidak ikut?" Itu adalah hal pertama yang diucapkan oleh Anna, ketika disambut oleh ayah Marjorie. "Dia tentu saja datang dan sedang bersama ayahnya di sana." Anna menoleh dan menatap ke arah yang ditunjuk lelaki paruh baya di depannya. Dari tempatnya, dia bisa melihat anak yang dia cari sedang menatap peti mati dengan bibir mencebik. Tentu saja dalam gendongan Landon. "Bolehkah aku pamit untuk bertemu Bastian dulu?" tanya Anna demi sopan santun. "Tentu saja, tapi aku sarankan kau tidak menemui Landon berdua saja." Ayah Marjorie malah memberi nasihat. "Kadang ada orang jahat yang akan menebar gosip, walau dalam keadaan berduka sekali pun." "Terima kasih banyak atas sarannya." Anna membalas dengan senyum tipis dan segera mengajak dua orang yang datang bersamanya untuk berpindah tempat. "Aku senang kalian masih mau dan menyempatkan diri untuk datang." Landon segera menyambut dengan senyuman. "Seharusnya itu kalimat yang ditujukan untukmu." Kali ini Astrid y

  • Pesona Sang Penguasa   128. Berkabung

    "Maaf, Tuan." Caspian terpaksa harus menggeleng. "Aku rasa, akan sulit bagi kita untuk bergerak atau memberi tekanan lebih pada kasus ini.""Sialan." Alaric tidak segan melempar pena yang dia gunakan. "Kenapa juga harus ada kasus di masa penting seperti sekarang ini. Mana Anna juga habis kena musibah.""Jujur saja, kalau bisa aku ingin sekali memaki mendiang Marjorie. Sayangnya bukan hal baik memaki orang yang sudah meninggal." Caspian ikut menunjukkan rasa kesalnya. "Kalau bukan dia yang terus mengejarmu, mungkin kita tidak akan tersangkut kasus.""Aku tidak masalah, tapi bagaimana dengan Anna?" tanya Alaric yang kini menyugar rambutnya dengan frustrasi dan asal. "Dia tidak terbiasa menghadapi tekanan."Caspian hanya bisa mengembuskan napas. Dia ingin protes kalau tekanan yang mereka dapatkan juga besar, tapi sepertinya sang atasan tidak akan mendengar. Sepertinya. Alaric kini hanya akan memedulikan istrinya saja.Untungnya saja, Alaric tidak berlama-lama merasa frustrasi. Itu

  • Pesona Sang Penguasa   127. Keluarga

    "Bagaimana?" Fritz bertanya dengan ponsel yang dipegang oleh seorang lelaki. "Baik, Tuan." Suara perempuan terdengar dari seberang sambungan telepon. "Hasilnya justru di luar dugaan. Alaric dan Anna malah ikut terseret kasus ini, bahkan menjadi terduga pelaku." "Ingat, aku masih butuh Anna." Fritz mengingatkan. "Tapi kau jangan lupa untuk membuat Alaric tersudut dalam kasus ini. Aku tidak peduli apa yang terjadi dengan dia, tapi Anna harus utuh." "Tentu saja Tuan." Si perempuan penelepon menyanggupi. "Aku akan berusaha sebaik mungkin." "Jangan jadi Marjorie kedua, Fiona," ucap Fritz sebelum menutup teleponnya dan melirik ke arah lelaki yang tadi memegang benda pipih itu. "Apakah Tuan masih butuh sesuatu?" tanya lelaki itu setelah menelan liur dengan ekspresi gugup, bahkan matanya nyaris melotot. "Haruskah kau bertanya?" tanya Fritz dengan sebelah alis terangkat. "Kita sedang kekurangan perempuan untuk memuaskanku, jadi tentu saja kau yang harus melakukan semuanya." ***

  • Pesona Sang Penguasa   126. Pemimpin

    "Tidak bisakah kalian lebih lembut sedikit?" Alaric melotot ketika melihat sendiri apa yang terjadi dengan sang istri, dari balik kaca satu arah. Hanya dia yang bisa melihat ke dalam ruangan, sementara Anna tidak bisa melihatnya. "Kami hanya menjalankan prosedur, Tuan." Polisi lelaki yang menemani Alaric hanya bisa tersenyum. "Lagi pula, itu sudah sangat lembut." "Kalau istriku sampai ketakutan dan muncul trauma, aku akan menuntut kalian." Tentu saja Alaric tidak akan tinggal diam begitu saja. "Yah, terserah kau saja." Si polisi mengedikkan bahu dengan santainya. "Lagi pula, status kalian berdua itu sama. Sama-sama terduga pelaku, jadi aku tidak akan takut." "Luar biasa sekali." Alaric mendengus pelan. "Hanya karena Marjorie punya masalah dengan kami, kalian langsung menuduh seenak hati." "Tenang saja, karena kalian bukan satu-satunya. Ada si mantan suami, bahkan ayah kandung korban. Satu lagi, status kalian masih saksi sih." Alaric menggeram kesal. Kalau bisa, dia ingi

  • Pesona Sang Penguasa   125. Tuduhan

    "Pak Alaric, bagaimana pendapatmu tentang kasus ini?" "Apa benar ada perselisihan antara korban dan dirimu sebelumnya?" "Atau mungkin ada perselisihan dengan istrimu, terutama karena korban adalah mantan tunanganmu." "Pak Alaric, tolong berikan sepatah dua patah kata." Alih-alih menjawab semua pertanyaan dari wartawan yang menyerbu, Alaric memilih untuk memeluk istrinya yang tampak sedikit ketakutan. Biar bagaimana, mereka tidak bisa terus diam di tempat dan harus bergegas masuk ke dalam kantor polisi. "Bereskan yang ada di luar sini," ucap Alaric tidak terlalu keras, memberi perintah pada asistennya. Tanpa perlu diperintah dua kali, Caspian langsung membalikkan badan ketika tuannya sudah masuk ke dalam kantor polisi. Dia yang akan bertugas menjawab pertanyaan wartawan hari ini, sementara Darcy akan masuk dan mendampingi dua tuannya. "Kau tidak apa-apa?" tanya Alaric melepas pelukannya dengan pelan. "Peganganku tidak membuatmu sakit kan?" "Tidak." Anna menggeleng pel

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status